Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengungkapan Laporan Keuangan

Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi (the release of information). Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, pengungkapan (disclosure) mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Chariri dan Ghozali, 2003:235).

2.1.2 Tujuan Pengungkapan

Tujuan pengungkapan dalam laporan keuangan menurut Chariri dan Ghozali (2003:382), antara lain:

a. Memberikan informasi dalam mengambil keputusan secara rasional. b. Memberikan informasi untuk membantu menilai jumlah, pengakuan

penerimaan kas.

c. Memberikan informasi sumber ekonomi suatu perusahaan.

d. Menyediakan informasi hasil usaha suatu perusahaan selama satu periode.

e. Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi manajer dan direktur f. Untuk membandingkan antar perusahaan dan antar tahun.

g. Untuk menyediakan informasi aliran kas masuk dan keluar dimasa mendatang.

h. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.

Semakin luasnya pengungkapan yang dilakukan, maka laporan keuangan perusahaan tersebut akan semakin handal (reliable). Oleh karena itu sangatlah penting sebuah perusahaan untuk melakukan pengungkapan.


(2)

Dasar perlunya praktik pengungkapan laporan keuangan oleh manajemen kepada pemegang saham dijelaskan dalam agency theory. Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Simanjuntak dan Widiastuti (2004:243), agency relationship (hubungan keagenan) ada bilamana satu atau lebih individu yang disebut dengan principal bekerja dengan individu atau organisasi lain yang disebut agent, principal akan menyediakan fasilitas dan mendelegasikan kebijakan pembuatan keputusan kepada agen.

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Harianto dan Sudomo (2001:106) teori keagenan membahas hubungan antara manajemen dengan pemegang saham, di mana yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham dan agent adalah manajemen pengelola perusahaan. Prinsipal menyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan perusahaan, di lain pihak manajemen mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang diamanahkan pemegang saham kepadanya. Agen diwajibkan memberi laporan periodik pada prinsipal tentang usaha yang dijalankannya. Prinsipal akan menilai kinerja agennya melalui laporan keuangan yang disampaikan kepadanya. Oleh karena itu, laporan keuangan merupakan sarana akuntabilitas manajemen kepada pemiliknya.

Perusahaan besar memiliki biaya keagenan (agency cost) yang lebih besar karena semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka semakin tinggi atau semakin luas pula rantai komando dalam perusahaan tersebut, sehingga biaya pengawasan yang timbul juga akan semakin besar. Untuk mengurangi


(3)

biaya keagenan (agency cost) tersebut, perusahaan akan mengungkapkan lebih banyak informasi atau akan melakukan pengungkapan yang lebih luas.

2.1.3 Level Pengungkapan

Menurut Hendriksen (2004:432) secara umum pengungkapan informasi keuangan mendasarkan pada tiga level antara lain:

1. Adequate disclosure (pengungkapan yang memadai) yaitu pengungkapan harus memadai, agar pemakai laporan keuangan tidak salah menafsirkan atas informasi yang disampaikan. Semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan mininum, tetapi secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang diungkapkan ke pasar modal pasti akan berbeda. 2. Fair disclosure (pengungkapan yang wajar) yaitu pengungkapan

secara wajar menunjukan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan.

3. Full disclosure (pengungkapan yang penuh) yaitu penyajian semua informasi yang relevan. Penyajian informasi yang mendetail akan menyembunyikan informasi yang penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi sulit diinterpretasikan

Pengungkapan penuh memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah sehingga beberapa pihak menganggapnya tidak baik (Ainun dan Fuad, 2000) dalam Simanjuntak dan Widiastuti (2004). Bagi beberapa pihak pengungkapan secara penuh diartikan sebagai penyajian informasi yang berlebihan dan karena itu tidak bisa disebut layak. Terlalu banyak informasi akan membahayakan, karena penyajian rinci dan yang tidak penting justu mangaburkan informasi yang signifikan membuat laporan sulit ditafsirkan. Yang paling umum digunakan dari ketiga konsep diatas adalah pengungkapan yang cukup (adequate). Pengungkapan ini mencakup pengungkapan minimal yang harus diungkapkan agar laporan keuangan tidak menyesatkan.


(4)

2.1.4 Jenis-Jenis Pengungkapan

Menurut Darrough (1993) dalam Naim dan Rachman (2000) terdapat dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu:

1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure)

Pengungkapan waib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. 2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)

Pengungkapan sukarela dilakukan oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengungkapan sukarela dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan dan membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen.

2.1.5 Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)

Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) merupakan pengungkapan minimum mengenai informasi yang harus diungkapkan oleh perusahaan. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, maka pengungkapan wajib (mandatory disclosure) akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.

Luas pengungkapan wajib antara suatu negara dengan negara lain berbeda. Negara maju dengan regulasi yang lebih ketat relatif mensyaratkan butir pengungkapan minimum atas laporan keuangannya lebih banyak jika dibandingkan dengan perusahaan di negara berkembang. Kelengkapan pengungkapan laporan keuangan suatu perusahaan tidak bersifat statis, tetapi


(5)

meningkat sejalan dengan perkembangan pasar modal dan sosial di negara bersangkutan. Di Indonesia, kewajiban pengungkapan informasi bagi perusahaan yang go public diatur oleh pemerintah atau badan pembuat standar (Ikatan Akuntan Indonesia/IAI dan Badan Pengawas Pasar Modal/Bapepam).

Kualitas informasi keuangan tercermin pada luasnya tingkat pengungkapan laporan yang diterbitkan oleh perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum kepada publik atau go public terdapat pedoman untuk penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Di Indonesia, kewajiban pengungkapan informasi bagi perusahaan yang go public diatur oleh pemerintah atau badan pembuat standar (Ikatan Akuntan Indonesia/IAI dan Badan Pengawas Pasar Modal/Bapepam), yaitu melalui keputusan ketua Bapepem No. Kep–17/PM/1995 yang selanjutnya diubah melalui keputusan ketua Bapepam No. Kep–38/PM/1996 kemudian diubah dengan keputusan Bapepam No. SE-02/PM/2002. Peraturan ini mulai berlaku efektif untuk laporan keuangan tahun 2003 dan memiliki 13 (tigabelas) pedoman untuk masing-masing jenis industri, antara lain industri manufaktur, perdagangan, transportasi, hotel, investasi, jalan tol, konstruksi, perkebunan, peternakan, real estate, restoran, rumah sakit, dan telekomunikasi. Peraturan lama hanya berlaku bagi perusahaan kecil, sedangkan peraturan yang baru berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik.


(6)

2.1.6 Ukuran Perusahaan

Dalam penelitian Fitriani (2001) terdapat tiga alternatif yang digunakan untuk menghitung size perusahaan, yaitu total asset, penjualan bersih dan kapitalisasi pasar. Fitriani (2001) menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan mempunyai positif terhadap kelengkapan pengungkapan. Jadi semakin besar size perusahaan maka akan semakin tinggi pengungkapannya. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan didasarkan pada total aktiva, karena berdasarkan penelitian Fitriani (2001) total aktiva lebih menunjukkan ukuran perusahaan dibandingkan kapitalisasi pasar (Market Capitalization).

Menurut Astuti dan Zuhrotun (2007: 124) mengenai ukuran perusahaan:

perusahaan dengan total asset yang besar mencerminkan kemapanan perusahaan. Perusahaan yang sudah mapan biasanya kondisi keuangannya juga sudah stabil. Selain itu, ukuran bank yang besar lebihdiinginkan karena memungkinkan bank menyediakan menu jasa keuangan yang lebih luas.Ukuran perusahaan yang besar diharapkan dapat meningkatkan skala ekonomi dan mengurangi biaya pengumpulan dan pemrosesan informasi.

Dengan demikian, perusahaan yang besar mempunyai biaya produksi informasi yang lebih rendah daripada perusahaan kecil.Suatu perusahaan besar dan mapan akan mudah untuk menuju ke pasar modal. Karena kemudahan untuk berhubungan dengan pasar modal maka berarti fleksibilitas lebih besar dan tingkat kepercayaan investor juga lebih besar karena mempunyai kinerja operasional yang lebih besar. Perusahaan besar mampu menarik minat investor yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil karena mempunyai fleksibilitas penempatan investasi yang lebih baik.


(7)

Variabel ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural dari total aset. Hal ini dikarenakan besarnya total aset masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total aset perlu diproksikan menjadi logaritma natural total aset. 2.1.7 Likuiditas

Likuiditas merupakan kemampuan suatu entitas bisnis untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang harus segera dipenuhi. Adapun hutang jangka pendek adalah kewajiban yang harus segera dipenuhi. Rasio likuiditas ini dapat digunakan dalam mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek dan juga digunakan untuk melihat kelancaran operasi perusahaan. Selain itu rasio ini dapat digunakan juga untuk membandingkan kewajiban jangka pendek perusahaan dengan sumber daya jangka pendek (atau lancar) perusahaan yang ada untuk memenuhi kewajibannya.

Ada dua indikator yang sering digunakan untuk mengukur variabel likuiditas, yaitu rasio lancar (current ratio) dan rasio cepat (quick ratio). Rasio lancar (current ratio) adalah rasio yang paling sering digunakan dalam mengukur variabel likuiditas. Rasio lancar mengukur kemampuan aktiva lancar membayar hutang lancar, sedangkan rasio cepat (quick ratio) mengukur kemampuan yang sesungguhnya untuk memenuhi hutang-hutangnya tepat pada saatnya. Johan dan Lekok (2006) dan Dewi (2009) menemukan bahwa variabel likuiditas yang diproksikan dengan rasio lancar (current ratio) berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan. Di dalam penelitian ini rasio


(8)

likuiditas yang dipakai adalah current ratio. Current ratio merupakan salah satu dari rasio likuiditas yang paling sering dan paling umum digunakan. Rasio ini membandingkan antara aktiva lancar dengan kewajiban jangka pendek perusahaan. Aktiva lancar di sini terdiri dari kas, piutang, efek, persediaan, dan aktiva lancar lainnya. Sedangkan kewajiban jangka pendeknya berupa hutang dagang, hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang segera harus dibayar.

2.1.8 Leverage

Rasio leverage digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan (entitas) dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Buruknya kinerja perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan tersebut di dalam melunasi kewajibannya. Rasio leverage ini terdiri dari rasio utang dan rasio utang terhadap ekuitas.

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat leverage suatu perusahaan yaitu rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) dan rasio hutang terhadap total aktiva (debt to total assets ratio). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan debt to total assets ratio sebagai alat ukur dari rasio leverage. Debt to total assets ratio merupakan rasio antara total hutang (total debts) baik hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang (long term debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap (fixed assets) dan aktiva lainnya (other assets). Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran


(9)

mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang.

Debt to total assets ratio (DTA) menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Fitriani (2001) melakukan penelitian mengenai signifikansi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela pada 102 perusahaan yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1999. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan wajib adalah ukuran perusahaan, status perusahaan, kelompok industri, net profit margin, dan Kantor Akuntan Publik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sukarela adalah sama dengan pengungkapan wajib kecuali kelompok industri.


(10)

Penelitian Fitriani (2001) tidak berhasil membuktikan hubungan antara variabel leverage dan likuiditas dengan luas pengungkapan.

Penelitian Rahmawati et al. (2007) mengenai pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap pengungkapan wajib laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur dengan sampel 71 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2004 menemukan bahwa secara parsial pengungkapan wajib dipengaruhi oleh variabel ukuran perusahaan dan likuiditas. Sedangkan secara simultan tidak ditemukan adanya pengaruh antara variabel ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap pengungkapan wajib.

Agus Sumarnadi Nugroho (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan. Penelitian ini mengambil total sampel sebanyak 72 laporan keuangan sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (yang diproksikan melalui total aktiva) secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Sedangkan rasio likuiditas secara parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan laporan keuangan. Dalam penelitian ini ditunjukkan juga bahwa leverage secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan laporan keuangan. Namun indikator leverage yang digunakan dalam penelitian Agus Sumarnadi Nugroho adalah debt to equity ratio (DER),


(11)

sedangkan dalam penelitian ini indikator leverage adalah debt to total assets ratio (DTA).

Tabel 2.1

REVIEW PENELITIAN TERDAHULU

Peneliti Judul Variabel Kesimpulan

Fitriani (2001) Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib Dan Sukarela Pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik Ukuran Perusahaan, Leverage, Likuiditas, Net

Profit Margin, KAP, Status Perusahaan, Kelompok Industri Faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan wajib adalah ukuran

perusahaan, status perusahaan, kelompok industri,

net profit margin, dan Kantor Akuntan

Publik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sukarela adalah sama dengan pengungkapan wajib kecuali kelompok industri. Rahmaw ati, Mutmain ah, dan Haryanto (2007) Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Leverage, Dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Wajib Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Leverage, Profitabilitas Luas pengungkapan wajib dipengaruhi oleh variabel ukuran perusahaan dan likuiditas. Agus Sumarna di Nugroho (2011) Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan

Likuiditas, Leverage, Net Profit Margin, Ukuran

Perusahaan, Saham Publik Variabel likuiditas, leverage, dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan


(12)

Sektor Industri Makanan Dan Minuman Yang

Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Sumber: Hasil Olahan Penelti, 2013 2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.

H1

H2

H3

H4

Gambar 2.1

KERANGKA KONSEPTUAL Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Ukuran perusahaan, yang dinyatakan dengan logaritma natural total aktiva diharapkan berhubungan positif dengan luasnya tingkat pengungkapan. Dalam teori keagenan, apabila ukuran perusahaan lebih besar, maka biaya keagenan yang dikeluarkan juga lebih besar. Untuk mengurangi biaya keagenan (agency cost) tersebut, perusahaan akan mengungkapkan lebih banyak informasi atau akan melakukan pengungkapan yang lebih luas. Perusahaan kecil umumnya berada

Ukuran Perusahaan (X1)

Likuiditas (X2)

Leverage (X3)

Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)


(13)

pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan lain. Mengungkapkan terlalu banyak tentang jati dirinya kepada pihak eksternal dapat membahayakan posisinya dalam persaingan, sehingga perusahaan kecil cenderung untuk tidak melakukan pengungkapan selengkap perusahaan besar. Asumsi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2001), dan Rahmawati et al (2007) yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi tingkat pengungkapan.

Tingkat likuiditas dapat dipandang dari dua sisi. Di satu sisi, tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan semacam ini cenderung untuk melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel (Cooke, 1989 dalam Fitriani, 2001). Tetapi di lain pihak, likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Dari sisi ini, perusahaan dengan likuiditas rendah cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi kepada pihak eksternal sebagai upaya untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen (Wallace et al, 1994 dalam Fitriani, 2001). Dalam penelitian Fitriani (2001) dan Agus Sumarnadi Nugroho (2011), tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara variabel likuiditas dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan.

Rasio leverage menggambarkan sampai sejauh mana aktiva suatu perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio leverage yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan banyak dibiayai oleh investor atau kreditur luar. Artinya, semakin tinggi rasio leverage berarti semakin besar pula proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dari hutang. Dalam penelitian Fitriani (2001) dan Rahmawati et al. (2007) tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara rasio leverage suatu perusahaan dengan


(14)

tingkat pengungkapan laporan keuangan, namun dalam penelitian Agus Sumarnadi Nugroho (2011) ditemukan adanya pengaruh siginifikan rasio leverage suatu perusahaan dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Rochaety (2007 : 31), “hipotesis penelitian merupakan anggapan peneliti terhadap suatu masalah yang sedang dikaji”. Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan wajib.

2. H2: Terdapat pengaruh yang signifikan antara likuiditas terhadap tingkat pengungkapan wajib.

3. H3: Terdapat pengaruh yang signifikan antara leverage terhadap tingkat pengungkapan wajib.

4. H4: Terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran perusahaan, likuiditas, dan leverage secara simultan terhadap tingkat pengungkapan wajib.


(1)

mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang.

Debt to total assets ratio (DTA) menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Fitriani (2001) melakukan penelitian mengenai signifikansi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela pada 102 perusahaan yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1999. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan wajib adalah ukuran perusahaan, status perusahaan, kelompok industri, net profit margin, dan Kantor Akuntan Publik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sukarela adalah sama dengan pengungkapan wajib kecuali kelompok industri.


(2)

Penelitian Fitriani (2001) tidak berhasil membuktikan hubungan antara variabel leverage dan likuiditas dengan luas pengungkapan.

Penelitian Rahmawati et al. (2007) mengenai pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap pengungkapan wajib laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur dengan sampel 71 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2004 menemukan bahwa secara parsial pengungkapan wajib dipengaruhi oleh variabel ukuran perusahaan dan likuiditas. Sedangkan secara simultan tidak ditemukan adanya pengaruh antara variabel ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap pengungkapan wajib.

Agus Sumarnadi Nugroho (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan. Penelitian ini mengambil total sampel sebanyak 72 laporan keuangan sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (yang diproksikan melalui total aktiva) secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Sedangkan rasio likuiditas secara parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan laporan keuangan. Dalam penelitian ini ditunjukkan juga bahwa leverage secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kelengkapan laporan keuangan. Namun indikator leverage yang digunakan dalam penelitian Agus Sumarnadi Nugroho adalah debt to equity ratio (DER),


(3)

sedangkan dalam penelitian ini indikator leverage adalah debt to total assets ratio (DTA).

Tabel 2.1

REVIEW PENELITIAN TERDAHULU

Peneliti Judul Variabel Kesimpulan

Fitriani (2001) Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib Dan Sukarela Pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik Ukuran Perusahaan, Leverage, Likuiditas, Net

Profit Margin, KAP, Status Perusahaan, Kelompok Industri Faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan wajib adalah ukuran

perusahaan, status perusahaan, kelompok industri,

net profit margin, dan Kantor Akuntan

Publik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan sukarela adalah sama dengan pengungkapan wajib kecuali kelompok industri. Rahmaw ati, Mutmain ah, dan Haryanto (2007) Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Leverage, Dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Wajib Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Leverage, Profitabilitas Luas pengungkapan wajib dipengaruhi oleh variabel ukuran perusahaan dan likuiditas. Agus Sumarna di Nugroho (2011) Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada

Likuiditas, Leverage, Net Profit Margin, Ukuran

Perusahaan, Saham Publik Variabel likuiditas, leverage, dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.


(4)

Sektor Industri Makanan Dan Minuman Yang

Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Sumber: Hasil Olahan Penelti, 2013 2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan kerangka konseptual penelitian pada gambar 2.1.

H1

H2

H3

H4

Gambar 2.1

KERANGKA KONSEPTUAL Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2013

Ukuran perusahaan, yang dinyatakan dengan logaritma natural total aktiva diharapkan berhubungan positif dengan luasnya tingkat pengungkapan. Dalam teori keagenan, apabila ukuran perusahaan lebih besar, maka biaya keagenan yang dikeluarkan juga lebih besar. Untuk mengurangi biaya keagenan (agency cost) tersebut, perusahaan akan mengungkapkan lebih banyak informasi atau akan melakukan pengungkapan yang lebih luas. Perusahaan kecil umumnya berada

Ukuran Perusahaan (X1)

Likuiditas (X2)

Leverage (X3)

Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)


(5)

pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan lain. Mengungkapkan terlalu banyak tentang jati dirinya kepada pihak eksternal dapat membahayakan posisinya dalam persaingan, sehingga perusahaan kecil cenderung untuk tidak melakukan pengungkapan selengkap perusahaan besar. Asumsi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2001), dan Rahmawati et al (2007) yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi tingkat pengungkapan.

Tingkat likuiditas dapat dipandang dari dua sisi. Di satu sisi, tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan semacam ini cenderung untuk melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu kredibel (Cooke, 1989 dalam Fitriani, 2001). Tetapi di lain pihak, likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Dari sisi ini, perusahaan dengan likuiditas rendah cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi kepada pihak eksternal sebagai upaya untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen (Wallace et al, 1994 dalam Fitriani, 2001). Dalam penelitian Fitriani (2001) dan Agus Sumarnadi Nugroho (2011), tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara variabel likuiditas dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan.

Rasio leverage menggambarkan sampai sejauh mana aktiva suatu perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio leverage yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan banyak dibiayai oleh investor atau kreditur luar. Artinya, semakin tinggi rasio leverage berarti semakin besar pula proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dari hutang. Dalam penelitian Fitriani (2001) dan Rahmawati et al. (2007) tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara rasio leverage suatu perusahaan dengan


(6)

tingkat pengungkapan laporan keuangan, namun dalam penelitian Agus Sumarnadi Nugroho (2011) ditemukan adanya pengaruh siginifikan rasio leverage suatu perusahaan dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Rochaety (2007 : 31), “hipotesis penelitian merupakan anggapan peneliti terhadap suatu masalah yang sedang dikaji”. Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan wajib.

2. H2: Terdapat pengaruh yang signifikan antara likuiditas terhadap tingkat pengungkapan wajib.

3. H3: Terdapat pengaruh yang signifikan antara leverage terhadap tingkat pengungkapan wajib.

4. H4: Terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran perusahaan, likuiditas, dan leverage secara simultan terhadap tingkat pengungkapan wajib.


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Maturity, Financial Leverage, Profitabilitas Dan Likuiditas Terhadap Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 49 112

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 47 109

PENGARUH LIKUIDITAS, LEVERAGE, PROFITABILITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

2 38 25

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 2 109

ANALISIS PENGARUH LEVERAGE, INTENSITAS MODAL, UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 19

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 33