Analisis Risiko Asupan Kadmium Melalui Oral Terhadap Terjadinya Proteinuria Pada Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang

USU
UU
WHO

:
:
:

Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang
World Health Organization

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan berharga.

Kehidupan berasal dari air dan kehidupan juga membutuhkan air. Dari seluruh

makhluk hidup yang ada terdapat organisme yang dapat hidup tanpa oksigen yaitu
bakteri anaerob, namun tak satupun organisme yang bisa bertahan hidup lebih
lama tanpa air. Air merupakan pelarut universal dan sebagai pelarut air
mempunyai keseimbangan ionik dan nutrisi yang dapat mendukung semua bentuk
kehidupan (Biswajit, 2001).
Jumlah air di planet bumi diperkirakan mencapai 1.388 juta milyar meter
kubik. Dari total keseluruhan, sebanyak 1.348 juta milyar meter kubik (97,3%)
berupa air garam yang ada di lautan. Hanya sebanyak 37,5 juta milyar meter kubik
(2,7%) air terdapat dalam bentuk air tawar. Dari jumlah keseluruhan air tawar
yang ada, 28.200 ribu milyar meter kubik (2,04%) berbentuk es dan gletser di
kutub, 8.450 ribu milyar meter kubik (0,61%) sebagai air tanah dan 127 ribu
milyar meter kubik berada di sungai, danau dll (Iqbal dan Gupta, 2009).
Air tanah diartikan sebagai air yang berada di bawah tanah di antara
retakan bebatuan, pasir dan ruang dalam tanah. Sumber air ini memiliki dua

fungsi yang berbeda yaitu, pertama untuk sumber persediaan air bagi masyarakat
di daerah perkotaan dan pedesaan dan kedua berfungsi untuk memelihara
keberlangsungan ekosistem (Baptiste dan Altaff, 2002). Persediaan air tanah
sebagian besar bergantung air hujan dan hasil dari perkolasi air di dalam tanah,
dan faktor penting lainnya adalah kualitas dan jenis tanah (Handa, 1994). Air

tanah sangat disukai untuk kepentingan domestik karena kualitasnya yang baik
dan hanya memerlukan sedikit pengolahan sebelum digunakan. Hal ini
disebabkan perkolasi air melalui bebatuan, pasir dan tanah dapat menyaring dan
mengencerkan secara alami bakteri, jamur, parasit dan polutan biologi lainnya
(Sampat, 2001).
Kebutuhan air minum seorang manusia per harinya secara normal adalah
sebesar 7% dari berat badan. Jumlah ini sangat vital dipenuhi untuk kesehatan dan
pertumbuhan manusia. Namun, air bisa menjadi hazard, yaitu sebuah ancaman
untuk meneruskan kehidupan bila air terkontaminasi bahan toksik dan berbahaya
(Abbasi

dan

Vinithan,

1999).

Biasanya

air


tanah

dianggap

kurang

terkontaminasi/terpolusi jika dibandingkan dengan air permukaan, karena lebih
sedikitnya pajanan dari lingkungan eksternal. Tapi akibat buruknya sanitasi dan
pengelolaan limbah dapat berpotensi untuk merusak kemurnian air tanah yang
mengarah pada peningkatan level pencemaran. Dilaporkan bahwa 40% atau lebih
penyakit-penyakit yang menimbulkan wabah disebabkan oleh air (Daniela dan
Scagliarini, 2005).

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah telah diketahui menjadi salah
satu sumber utama pencemar air tanah (Fatta et al., 1999). Sampah yang ditumpuk
lambat laun akan mengalami dekomposisi (penguraian) dan berbentuk cair yang
mengandung senyawa organik dan anorganik yang dikenal sebagai air lindi. Air
lindi terakumulasi pada bagian dasar TPA dan merembes melalui tanah. Daerah
yang berada sangat dekat dengan TPA memiliki peluang yang cukup besar

terkontaminasi air lindi dari penguraian bahan organik dan anorganik dari
tumpukan sampah. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengaruh air lindi
yang terbentuk di TPA pada air permukaan dan air tanah telah cukup banyak
dilakukan (Saarela, 2003).
Air lindi dilaporkan dapat mengandung logam berat (Francies dan Dodge,
1990). Komposisi sampah yang dibuang di TPA menentukan jumlah logam berat
dalam air lindi (Thayer, 1989). Iqbal dan Gupta (2009) melakukan studi yang
bertujuan untuk mengetahui adanya penurunan kualitas air tanah di sumur-sumur
warga yang tinggal di sekitar lokasi TPA di Naregaon, India. Meskipun belum
melebihi konsentrasi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia,
namun mereka menemukan kandungan logam berat yaitu tembaga (Cu), seng
(Zn), kromium (Cr), dan kadmium (Cd).
Di Indonesia, metode pengolahan akhir sampah di TPA umumnya masih
menggunakan metode open dumping. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan
pencemaran logam berat pada air tanah di sekitar TPA juga telah banyak
dilakukan (Ashar, 2007; Oktiawan dan Priyambada, 2008; Sudarwin, 2008;

Nainggolan, 2011). Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di
Indonesia menghasilkan sekitar 5.495 ton atau 1.374 meter kubik sampah padat
perkotaan setiap harinya. Dari seluruh total volume sampah ini, diperkirakan 62%

menjangkau dua TPA, salah satunya TPA Namo Bintang yang berlokasi di
wilayah pemerintahan kabupaten Deli Serdang yang berjarak sekitar 15 km dari
pusat kota Medan.
TPA Namo Bintang telah beroperasi sejak tahun 1987 (Dinas Kebersihan,
2008). Pengelolaan sampah di TPA ini masih menggunakan sistem pembuangan
terbuka (open dumping). Timbunan sampah padat dan kurangnya sistem sanitasi
menyebabkan polusi lingkungan dan terancamnya kesehatan komunitas
masyarakat yang tinggal di sekitar TPA. TPA Namo Bintang yang memiliki luas
lebih kurang 14 hektar tidak memiliki sarana saluran dan kolam penampungan air
lindi. Air lindi yang dihasilkan dari biodegradasi sampah yang ditumpuk di lahan
TPA berpotensi untuk mengkontaminasi air tanah di sekitar kawasan TPA.
Masyarakat di Desa Namo Bintang yang berada di Dusun I dan Dusun IV yang
merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan TPA dapat terancam
kesehatannya. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat menggunakan air
sumur gali atau pun sumur bor sebagai sumber air bersih dan air minum.
Regulasi

di

Indonesia


tidak

mengeluarkan

pedoman

mengenai

pengoperasian TPA yang menggunakan metode open dumping, namun justru
berdasarkan UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan dinyatakan
bahwa TPA yang beroperasi dengan sistem open dumping harus sudah ditutup

paling lama 5 (lima) tahun setelah undang-undang ini diberlakukan. Oleh sebab
itu, pada tahun 2013 Pemerintah Kota Medan wajib tidak mengoperasikan TPA
Namo Bintang. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 03 3241 1994
tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, disebutkan bahwa lokasi pemukiman
terdekat dengan TPA adalah 500 meter, sedangkan pada kenyataannya masyarakat
yang bermukim di sekitar TPA hanya berjarak kurang dari 100 meter. Begitu pula
untuk keperluan air bersih dan air minum kebanyakan masyarakat menggunakan

air tanah atau air sumur yang juga berada juga tak jauh dari batas terluar TPA.
Pada tahun 2008, Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Energi dan
Sumber Daya Mineral kota Medan pada bulan Oktober dan November melakukan
pemantauan kualitas lingkungan di sekitar TPA Namo Bintang. Dari hasil
pemeriksaan parameter kimia terhadap 5 (lima) sumur yang berada pada radius
300 meter dari TPA menemukan bahwa seluruh sumur menunjukkan konsentrasi
kadmium berada di atas kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,011 mg/l
sampai 0,026 mg/l. Nainggolan (2011) melaporkan bahwa seluruh sampel (30
sumur gali) di Dusun I yang berada dalam radius 200 meter di sebelah Barat TPA
Desa Namo Bintang, kandungan kadmiumnya juga menunjukkan konsentrasi
yang telah melebihi baku mutu kualitas air bersih sesuai dengan Permenkes RI
No. 416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu 0,005 mg/l, dengan konsentrasi terendah
0,213 mg/l (42,6 kali lebih tinggi dari baku mutu) dan konsentrasi tertinggi 0,531
mg/l (106,2 kali melebihi baku mutu). Selanjutnya Ashar dan Santi (2011), juga
melakukan studi kandungan kadmium dalam air sumur gali milik masyarakat

yang berjumlah 60 sumur yang bermukim dalam radius 1 (satu) km di sebelah
timur laut TPA Namo Bintang. Hasil studi ini juga membuktikan bahwa seluruh
sumur gali mengandung kadmium dengan kadar telah melebihi 0,005 mg/l dengan
rerata 0,02 mg/l.

Kadmium merupakan polutan lingkungan yang dapat mengakibatkan
kerusakan ginjal (nefrotoksik) (Jarup et al., 1998). Waktu paruh biologi kadmium
diperkirakan sekitar 7 sampai 16 tahun yang terakumulasi di dalam tubuh
khususnya pada organ ginjal dan hati (Nordberg et al., 2007). Proteinuria yang
terdeteksi secara klinik akibat kerusakan ginjal oleh pajanan kadmium paling
tidak baru terlihat setelah terpajan setelah 9 tahun dan paling sering terjadi setelah
terpajan selama 25 tahun (Gonick, 2008).
Kandungan kadmium dalam tubuh manusia dapat diukur melaui darah,
urin, ASI (air susu ibu), hati, ginjal, rambut dan kuku. Kadmium darah berguna
sebagai indikator pajanan kadmium yang baru terjadi sedangkan urin bermanfaat
sebagai petunjuk beban kadmium dalam tubuh secara total. Kadmium yang
diekskresikan melalui urin sering dijadikan sebagai bahan untuk pemantauan
pajanan lingkungan dan di tempat kerja. Berbagai penelitian telah membuktikan
adanya hubungan yang bermakna antara pajanan kadmium dan konsentrasinya
dalam urin (ATSDR, 2008).
Dari salah satu studi krosseksional di Belgia membuktikan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pajanan kadmium dari lingkungan dengan
disfungsi ginjal. Studi ini meneliti 1.700 subjek yang berusia 28-80 tahun yang

dipilih secara acak dari 4 daerah yang tercemar kadmium di Belgia. Data

menunjukkan bahwa peluang untuk terjadinya disfungsi tubular adalah 10% bila
ekskresi kadmium di urin melebihi 2-3 μg Cd/g kreatinin. Hasil studi juga
menunjukkan bahwa subjek yang mengalami diabetes lebih rentan terkena efek
toksik kadmium di tubulus proksimal ginjal (Jarup, 2002).
Pada pajanan kronik secara oral, kadmium dapat mempengaruhi fungsi
resorpsi tubulus proximal ginjal dengan tanda-tanda awal adalah adanya
peningkatan ekskresi protein dengan berat molekul rendah yang dikenal sebagai
proteinuria tubular (Krajnc et al., 1987). Asupan sekitar 140 – 255 μg kadmium
per hari berhubungan dengan proteinuria dengan berat molekul rendah pada lanjut
usia (JEFCA, 1989).
Pajanan

kronik

kadmium

pada

konsentrasi


yang

tinggi

dapat

mengakibatkan peningkatan ekskresi protein dengan berat molekul tinggi yaitu
albumin seperti dilaporkan oleh Chen et al. (2006). Albuminurin merupakan
biomarker klinik kerusakan ginjal dini yang jarang diukur pada populasi yang
terpajan kadmium. Pada pajanan kadmium dengan konsentrasi rendah kadmium
urin dihubungkan dengan albuminurin pada sebuah studi dengan populasi yang
mengalami diabetes di Autralia (Haswell, 2008). Dari studi Cadmibel di Belgia,
perubahan konsentrasi kadmium urin dihubungkan dengan albuminurin setelah
periode follow up 5 tahun (Hotz, 1999).
Kerusakan akibat kadmium yang lebih parah adalah terlibatnya
glomerulus. Efek lainnya adalah aminoasiduria, glukouria dan pospaturia.

Gangguan penanganan pospat dan kalsium di ginjal dapat mengakibatkan resorpsi
mineral dari tulang, sehingga batu ginjal dan osteomalasia dapat terjadi (WHO,
2004). Kasus yang paling terkenal akibat paparan kadmium secara oral adalah

itai-itai disease (osteomalasia dengan berbagai tingkatan osteoporosis yang
disertai dengan penyakit tubulus ginjal yang berat) pada masyarakat Toyama,
Jepang (Wardhana, 2004). Masyarakat Jepang yang mengalami itai-itai disease
dilaporkan bermukim di daerah yang terkontaminasi kadmium melalui makanan
dan air minum. Asupan harian di daerah yang sangat berat terkontaminasi adalah
600 – 2000 μg/hari. Di daerah lain yang kurang tercemar, asupan harian hanya
sekitar 100 – 390 μg/hari (WHO, 1992).
Penelitian ini merupakan studi toksikologi lingkungan untuk melihat efek
asupan kadmium yang terkandung dalam air melalui asupan oral terhadap
dampaknya pada ginjal melalui pengukuran biomarker efek yaitu kadmium dalam
urin, beta 2 mikroglobulin (B2MG) urin dan albuminurin. Studi ini juga melihat
apakah ada pengaruh faktor lain seperti hipertensi terhadap terjadinya
albuminurin, karena faktor ini telah diketahui merupakan faktor utama timbulnya
albuminurin (Atkins et al. 2004). Bila dibandingkan dengan studi-studi lainnya
yang sudah ada maka penelitian ini memiliki perbedaan khusus yaitu dalam hal
adanya kuantifikasi terhadap besar asupan harian kadmium melalui air minum dan
kuantifikasi tingkat risiko sesuai dengan metode analisis risiko lingkungan.

1.2

Permasalahan
Dari studi yang dilakukan oleh Nainggolan (2010), Ashar dan Santi (2011)

menunjukkan bahwa seluruh sumur yang dijadikan objek (sampel) penelitian
memiliki kandungan kadmium yang telah melebihi baku mutu lingkungan sesuai
yang dipersyaratkan dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu
0,005 mg/l. Rerata konsentrasi kadmium yang terdeteksi adalah 0,02 mg/l dengan
konsentrasi tertinggi 0,531 mg/l (Nainggolan, 2010). Jika diasumsikan asupan air
minum masyarakat di sekitar TPA adalah sebesar 2 liter/hari maka jumlah
kadmium yang dikonsumsi melalui air minum adalah sebesar 0,04 mg/hari atau
40 μg/hari sampai 1,062 mg/hari atau 1.062 μg/hari. Bila dibandingkan dengan
penduduk di Toyama Jepang yang terkena itai-itai disease akibat mengkonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung kadmium pada kisaran konsentrasi 600
– 2000 μg/hari maka populasi di sekitar TPA Namo Bintang sangat berpotensi
besar terkena pengaruh toksik dari asupan kadmium melalui air minum. Oleh
sebab itu, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah
efek toksik pada ginjal akibat pajanan kadmium melalui air minum pada
masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang yaitu berupa kerusakan tubulus dan
glomerulus ginjal yang ditandai dengan proteinurin telah terjadi?

1.3

Tujuan

1.3.1

Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan asupan kadmium melalui air dengan kadar B2MG
Urin dan albuminurin pada masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang
1.3.2
1.

Tujuan Khusus
Untuk mengetahui karakteristik masyarakat yang mengkonsumsi air yang
mengandung kadmium yang meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, status
gizi, kebiasaan merokok dan hipertensi

2.

Untuk mengetahui paparan kadmium pada warga di sekitar TPA Namo
Bintang yang meliputi kadar kadmium air sumur, kadar kadmium di urin,
durasi pajanan kadmium, dan jumlah asupan kadmium dalam air minum.

3.

Untuk mengetahui kadar kadmium dalam tanah, kadar B2MG urin, dan
kadar albuminurin

4.

Untuk mengetahui besarnya risiko akibat asupan kadmium melalui oral

5.

Untuk mengetahui nilai korelasi antara kadar kadmium dari air sumur
terhadap B2MG urin dan nilai korelasi antara kadar kadmium urin dan
B2MG urin.

6.

Untuk mengetahui model prediksi kadar B2MG urin dan kadar albumin urin
pada masyarakat yang bermukim di sekitar TPA Namo Bintang akibat
asupan kadmium melalui oral.

1.4

Hipotesis
-

Ada hubungan antara asupan kadmium melalui air minum dengan kadar
B2MG urin.

-

Ada hubungan antara asupan kadmium melalui air minum dengan kadar
albumin urin.

1.5

-

Ada hubungan antara kadar kadmium urin dan B2MG urin

-

Ada hubungan antara kadar kadmium urin dan kadar albumin urin

-

Ada hubungan antara kadar B2MG urin dan kadar albumin urin

Manfaat

1. Bagi Masyarakat :
-

Memberikan informasi mengenai kualitas air sumur yang dikonsumsi
sehari-hari khususnya salah satu parameter kimia air bersih yaitu
kandungan kadmium

-

Menjelaskan potensi kadmium bila terdapat dalam konsentrasi yang
berlebihan dalam air yang dikonsumsi dapat menyebabkan efek yang
merusak organ ginjal

-

Memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan berkaitan dengan
kandungan kadmium dalam tubuh yang direfleksikan oeh konsentrasi
kadmium dalam urin, fungsi ginjal, status gizi, tekanan darah dan
kadar glukosa dalam darah

2. Bagi Pemerintah :
-

Memberikan advokasi kepada pemerintah mengenai batas wilayah
yang berisiko di sekitar TPA Namo Bintang terhadap paparan
kadmium dari air tanah

-

Memberikan informasi mengenai distribusi air sumur yang telah
terkontaminasi kadmium dalam konsentrasi yang telah melebihi baku
mutu

-

Memberikan informasi tentang sebaran masyarakat yang telah
mengalami efek toksik akibat pajanan kadmium dari air minum

3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan :
-

Fenomena tingginya kandungan kadmium dalam air tanah/sumur milik
warga di sekitar TPA Namo Bintang telah diketahui dari studi-studi
terdahulu. Analisis kandungan dalam air sumur kembali dilakukan
dalam studi ini sekaligus juga mengkaji sumber kadmium lain yaitu
kandungan kadmium dalam tanah. Tidak hanya kajian kadmium dari
lingkungan yang dianalisis, namun juga efek asupan kadmium dari air
melalui oral terhadap fungsi organ ginjal pada warga masyarakat di
wilayah studi. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi kontribusi yang berharga bagi ilmu pengetahuan untuk
mengungkapkan model prediksi asupan kadmium melaui oral yang
berasal dari air terhadap biomarker efek yaitu kandungan kadmium
urin dan kandungan B2MG urin serta albuminurin di wilayah studi.

-

Studi-studi yang meneliti efek toksik kadmium pada ginjal telah
banyak dilakukan, namun pada umumnya terbatas dihubungkan pada
pajanan kadmium di tempat kerja atau populasi yang terpajan dari
polutan udara dari pabrik yang mengemisikan kadmium melalui
saluran pernafasan. Pajanan melalui oral juga kebanyakan berasal dari
makanan yang berasal dari tumbuhan yang terkontaminasi kadmium
dari limbah pabrik atau tambang zinc dan nikel. Penelitian yang
mengkuantifikasi jumlah asupan kadmium dari air minum yang
terkontaminasi juga sudah pernah dilakukan. Namun, kuantifikasi
estimasi risiko pajanan kadmium dari air minum melalui perhitungan
analisis risiko kesehatan lingkungan dan pengukuran biomarker efek
kadmium yaitu penilaian B2MG urin dan albuminurin belum pernah
dilakukan.

Dokumen yang terkait

Kajian Air Lindi Di Tempat Pembuangan Akhir Terjun Menggunakan Metode Thornthwaite

8 88 75

Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

2 70 72

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

5 82 169

RISIKO GANGGUAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNGREJO KABUPATEN KUDUS

4 21 132

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

0 8 94

Analisis Risiko Asupan Kadmium Melalui Oral Terhadap Terjadinya Proteinuria Pada Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang

0 0 20

Analisis Risiko Asupan Kadmium Melalui Oral Terhadap Terjadinya Proteinuria Pada Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang

0 0 2

Analisis Risiko Asupan Kadmium Melalui Oral Terhadap Terjadinya Proteinuria Pada Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang

0 3 46

Analisis Risiko Asupan Kadmium Melalui Oral Terhadap Terjadinya Proteinuria Pada Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang

0 2 15

Analisis Risiko Asupan Kadmium Melalui Oral Terhadap Terjadinya Proteinuria Pada Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang

0 0 72