Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

(1)

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung Di Desa Baru,

Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Josua Arian Hutabarat 100902038

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru,

Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang

Nama : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kesejahteraan sosial merupakan hak semua orang untuk merasakannya. Realita yang terjadi saat ini kesejahteraan sosial belum dapat dirasakan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang, Pancur Batu. TPA tersebut merupakan tempat sumber penghasilan yang begitu besar sehingga para pemulung sangat bergantung kepada TPA tersebut

Penelitian ini tergolong penelitian eksplanatif yang bertujuan untuk membuktikan hipotesis Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 163 orang pemulung. Untuk mewakili populasi yang ada, peneliti mengambil sampel 10 % dari populasi yang ada yaitu sebanyak 16 orang pemulung.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan sosial rumah tangga pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Perubahan ini dapat dilihat dari penurunan pendapatan secara drastis. Penurunan pendapatan tersebut mengakibatkan pemenuhan kebutuhan lainnya tidak terpenuhi dengan baik.


(3)

ABSTRAC

Impact Of Namo Bintang Landfills Transition To The Social Welfare Of The Household Scangevers In The Desa Baru, Subdistric Pancur Batu,

Regency Deli Serdang

Name : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038

Faculty : Social Politic Science

Social welfare is a right of all people to get it. The reality of what happens when social welfare has not felt scavengers in Namo Bintang Landfills, Pancur Batu. The landfill is a source of income so large, so that the scavenger are very dependent on the landfill.

This study classified explanative research aimed to prove yhe hypothesis of the impact the transition Namo Bintang landfills of the social welfare household scavengers.

Population size in this study were 163 people scavengers. To represent the population researches took a sample of 10% of the population is 163 people scavengers.

The results of this study indicate that there is a transition effect Namo Bintang landfills in the Desa Baru, Subdistrict Pancur Batu, Deli Serdang. This change can be seen from the drastic drop in income. The revenue decline resulted in the fulfillment of other needs not met by either


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Masa Esa, karena atas berkat dan kasih setiaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang”.

Skripsi ini diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini sehingga penulis harus tetap belajar untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi. Hal ini semua terjadi karena berkat dan kemurahan Tuhan yang memberikan penulis hikmat, kebijaksanaan dan karena doa serta dukungan semua pihak dosen, keluarga dan teman-teman yang membantu penulis untuk memperoleh pengetahuan dalam penyusunan skripsi.

Skripsi ini dipersembahkan kepada kedua orang tua yang penulis banggakan Menhard Hutabarat dan Resmin Br. Girsang, yang telah berjuang untuk penulis sejak kecil agar menjadi seorang anak yang sukses dan membanggakan orang tua. Terima kasih untuk setiap didikan, doa dan perjuangan kalian selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga ini bisa menjadi bagian kebanggan bagi kalian.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan


(5)

semangat kepada penulis selama perkuliahan dan sampai penulis memperoleh gelar Sarjana :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara,

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia membimbing dan memberi saran-saran serta illmu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal.

4. Kepada Seluruh Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Dosen pengajar mata kuliah yang telah memberikan penulis ilmu pengetahuan selama penulis menjalankan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

5. Kepada Kak Juraidah yang banyak membantu penulis menyelesaikan segala adminstrasi kampus.

6. Kepada Yayasan Nurani Luhur Masyarakat yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan pratikum, dimana di yayasan ini penulis memperoleh banyak pengetahuan tentang pekerjaan sosial.

7. Saudara-saudara penulis Ka Bela, Ka Juli, Iren dan Angga terima kasih buat doa dan dukungannya selama ini. Kepada Iren semangat buat studinya di Unsri semoga cepat selesai dan kepada Angga semoga nanti lulus di PTN pilihan dan menyusul seperti kami kakak dan abangmu.


(6)

8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Kesejahteraan Sosial USU, mulai dari Liberson Sitanggang, kawan pertama di Kessos, (cepat kerjakan skripsinya le) kemudian MC+1 ( kawan kelompok kecil Yoyo, Pera, Fony, Juwi,Sintong, Lince + Desi) semangat buat kita serta buat teman lain Agus, Nopen, Haris, Desi, Riada, Halasson, Grace, Iin, Ester, Erwin, Debora, Umi, Gongdrong, David, Primadola, Doni Dono, Denti, Intan, Pram, Dapoth, Edward, dan seluruh teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu. Semangat buat kita semuanya kawan-kawan. 9. KTB Yesyurun Euaggelion ( Ka Elida Angelina Tobing S. Sos, Reina

Sirait S.Sos dan Chntya Maholtra Padang S. Sos), bersyukur ketika penulis dapat bergabung dengan kelompok ini, banyak hal baru dan perubahan yang penulis alami selama kelompok.

10. Bang Franky F. Banfatin selaku abang asuh dikos :D,, terima kasih banyak bang atas bimbingan abang dari awal masuk sampai saat ini, Sukses buat pendidikan S2 nya di Korea ya bang,,ditunggu kedatangannya di JG 411 ya bang :D

11.Hands De Coit ( Handoko) selaku teman 1 kamar terima kasih buat pinjaman motornya selama ini :D dan Ejer The Hulluk (George), jangan badan aja dibesar-besarkan, ingat skripsi jer.

12.Kepada Ira Ria Purba, terima kasih buat doa dan dukungannya yang sangat berarti bagi penulis selama penyusunan skripsi ini .

13.Kepada rekan-rekan IMADA (Ikatan Mahasiswa Dairi), rekan-rekan penulis belajar berorganisasi,. Semangat buat seluruh anggota IMADA.


(7)

14.Kepada teman-teman di KDAS (Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial), tempat penulis memperoleh segudang ilmu, penulis dapat berbagi ilmu dengan orang-rang yang luar biasa. Semangat untuk perjuangan kalian. Vor Veritas

15.Bapak Darmanta Mulana Ketaren selaku Kepala Desa Baru, terima kasih Pak atas ijin dan arahannya selama penulis melakukan penelitian di Desa Baru

16.Terima kasih buat Warga Desa Baru yang telah bersedia untuk membantu penulis menyelesaikan kuesioner skripsi hingga selesai.

17.Terima kasih buat seluruh pihak yang namanya tidak tertulis, yang telah membantu penulis di setiap proses penyusunan skripsi ini hingga selesai Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih penuh dengan kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan penulis. Dengan kerendahan hati penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangunn. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, Juli 2014 Penulis,

NIM: 100902038 Josua Arian Hutabarat


(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 14

1.3.2 Manfaat Penelitian... 14

1.4 Sistematika Penulisan... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dampak ... 17

2.2 Persampahan ... 18

2.2.1 Pengertian Sampah ... 18

2.2.2 Jenis-Jenis Sampah ... 18

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sampah ... 21

2.2.4 Sumber-Sumber Sampah ... 21

2.2.5 Pengelolaan Sampah... 23

2.3 Tempat Pembuangan Akhir ... 24

2.3.1 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir ... 24

2.3.2 Metode Pembuangan Sampah ... 25

2.3.3 Persyaratan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir ... 27

2.4 Masyarakat ... 28

2.4.1 Pengertian Masyarakat ... 28

2.4.2 Pengertian Keluarga ... 29

2.4.3 Rumah Tangga ... 31

2.4.4 Pemulung ... 32


(9)

2.5.1 Pengerian Kemiskinan ... 32

2.5.2 Aspek-Aspek Kemiskinan ... 35

2.5.3 Ciri-Ciri Kemiskinan ... 37

2.5.4 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 40

2.6 Kesejahteraan Sosial ... 41

2.6.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ... 41

2.6.2 Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial ... 44

2.6.3 Pembangunan Kesejahteraan Sosial ... 46

2.7 Kerangka Pemikiran ... 50

2.8 Hipotesis ... 53

2.8.1 Defenisi Konsep ... 53

2.8.2 Defenisi Operasional ... 55

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 58

3.2 Lokasi Penelitian ... 58

3.3 Populasi dan Sampel ... 58

3.3.1 Populasi ... 58

3.3.3 Sampel ... 59

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 59

3.5 Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Baru ... 61

4.2 Data Penduduk ... 63

4.3 Keadaan Demografis Desa Baru ... 63

4.3.1 Gambaran Penduduk Berdasarkan Usia ... 63

4.3.2 Gambaran Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 65

4.3.3 Gambaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 66

4.4 Sarana Desa Baru ... 67

4.4.1 Sarana Pendidikan ... 67


(10)

4.4.3 Sarana Perdagangan ... 68

4.5 Sistem Pemerintahan Desa ... 68

4.5.1 Perangkat Desa Baru ... 68

4.5.2 Bagan Organisasi Pemerintahan Desa ... 69

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas Responden ... 70

5.1.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

5.1.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 71

5.1.3 Identitas Responden Berdasarkan Kepercayaan ... 72

5.1.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku ... 73

5.1.5 Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 73

5.1.6 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan ... 74

5.1.7 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 75

5.1.8 Identitas Responden Berdasarkan Status Kependudukan ... 76

5.2 Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir ... 77

5.2.1 Keuntungan Sebelum Peralihan TPA Namo Bintang ... 77

5.2.2 Dampak Sesudah Peralihan TPA Namo Bintang ... 77

5.2.3 Tindakan yang Dilakukan Setelah Peralihan TPA Namo Bintang ... 78

5.3 Pendapatan ... 79

5.3.1 Pekerjaan Utama Setelah Peralihan TPA Namo Bintang ... 79

5.3.2 Pekerjaan Sampingan Sebelum Peralihan TPA Namo Bintang 80 5.3.3 Pekerjaan Sampingan Pemulung ... 80

5.3.4 Jam Kerja Pemulung ... 81

5.3.5 Pencari Nafkah dalam Rumah Tangga Pemulung ... 82

5.3.6 Penghasilan Pemulung... 83

5.3.7 Pengeluaran Pemulung ... 84

5.3.8 Kepunyaan Tabungan Pemulung ... 86

5.4 Pendidikan ... 87

5.4.1 Jumlah Anak Bersekolah ... 87


(11)

5.5 Kesehatan ... 89

5.5.1 Kondisi Kesehatan Anggota Keluarga ... 89

5.5.2 Kondisi Biayauntuk Kesehatan ... 90

5.5.3 Kondisi Air Minum Utama ... 91

5.6 Perumahan ... 92

5.6.1 Status Kepemilikan Rumah ... 92

5.6.2 Kondisi Bangunan ... 93

5.6.3 Lantai Bangunan ... 94

5.6.4 Kondisi Kemampuan dalam Pemenuhan Kebutuhan Perumahan ... 95

5.7 Pangan ... 96

5.7.1 Pemenuhan Kebutuhan Pangan ... 96

5.7.2 Kecukupan Gizi Pangan ... 96

5.8 Analisis Dampak Peralihan TPA Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Pemulung ... 97

5.8.1 Dampak Positif ... 98

5.8.2 Dampak Negatif ... 99

5.9 Analisis Data Kuantitatif Perbandingan Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung Sebelum dan Sesudah Peralihan TPA Namo Bintang ... ...100

5.9.1 Uji t untuk Kondisi Pekerjaan ... 101

5.9.2 Uji t untuk Pekerjaan Sampingan ... 103

5.9.3 Uji t untuk Jam Kerja ... 105

5.9.4 Uji t untuk Penghasilan ... 107

5.9.6 Uji t untuk Pencari Nafkah ... 109

5.9.7 Uji t untuk Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak ... 111

5.9.8 Uji t untuk Kondisi Kesehatan Anggota Rumah Tangga ... 113

5.9.9 Uji t untuk Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan ... 115

5.9.10 Uji t untuk Sumber Air Minum ... 117

5.9.11 Uji t untuk Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Rumah ... 119


(12)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 124 6.2 Saran ... 124


(13)

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 2.1 Alur Pikir………... 52

Bagan 4.1 Bagan Organisasi Pemerintahan Desa ………. 69

Tabel 4.1 Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin………. 63

Tabel 4.2 Data Penduduk Berdasarkan Usia………. 64

Tabel 4.3 Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……….. 65

Tabel 4.4 Gambaran Penduduk Berdasarkan Pendidikan……….. 66

Tabel 4.5 Sarana Pendidikan……… 67

Tabel 5.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………... 70

Tabel 5.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia……….. 71

Tabel 5.3 Identitas Responden Berdasarkan Kepercayaan………. 72

Tabel 5.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku……….. 73

Tabel 5.5 Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Anak………. 73

Tabel 5.6 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir….. 74

Tabel 5.7 Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan ……….. 75

Tabel 5.8 Identitas Responden Berdasarkan Status Kependudukan………….. 76

Tabel 5.9 Tindakan Setelah Peralihan TPA Namo Bintang………. 78

Tabel 5.10 Pekerjaan Utama Setelah Peralihan TPA Namo Bintang…………..79

Tabel 5.11 Pekerjaan Sampingan Pemulung………. 80

Tabel 5.12 Jam Kerja ……… 81

Tabel 5.13 Pencari Nafkah dalam Rumah Tangga……….. 81

Tabel 5.14 Penghasilan Pemulung……… 82

Tabel 5.15 Pengeluaran Pemulung……… 84


(14)

Tabel 5.17 Jumlah Anak Bersekolah ……….. 87

Tabel 5.18 Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak………. 89

Tabel 5.19 Kondisi Kesehatan Anggota Keluarga ……….. 89

Tabel 5.20 Kondisi Biaya untuk Kesehatan………. 90

Tabel 5.21 Sumber Air Minum Utama……….. 91

Tabel 5.22 Status Kepemilikan Rumah………. 92

Tabel 5.23 Kondisi Bangunan Rumah……….. 93

Tabel 5.24 Lantai Bangunan……….. 94

Tabel 5.25 Kondisi Kemampuan Pemenuhan Perumahan……… 95


(15)

ABSTRAK

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru,

Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang

Nama : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kesejahteraan sosial merupakan hak semua orang untuk merasakannya. Realita yang terjadi saat ini kesejahteraan sosial belum dapat dirasakan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang, Pancur Batu. TPA tersebut merupakan tempat sumber penghasilan yang begitu besar sehingga para pemulung sangat bergantung kepada TPA tersebut

Penelitian ini tergolong penelitian eksplanatif yang bertujuan untuk membuktikan hipotesis Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 163 orang pemulung. Untuk mewakili populasi yang ada, peneliti mengambil sampel 10 % dari populasi yang ada yaitu sebanyak 16 orang pemulung.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan sosial rumah tangga pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Perubahan ini dapat dilihat dari penurunan pendapatan secara drastis. Penurunan pendapatan tersebut mengakibatkan pemenuhan kebutuhan lainnya tidak terpenuhi dengan baik.


(16)

ABSTRAC

Impact Of Namo Bintang Landfills Transition To The Social Welfare Of The Household Scangevers In The Desa Baru, Subdistric Pancur Batu,

Regency Deli Serdang

Name : Josua Arian Hutabarat NIM : 100902038

Faculty : Social Politic Science

Social welfare is a right of all people to get it. The reality of what happens when social welfare has not felt scavengers in Namo Bintang Landfills, Pancur Batu. The landfill is a source of income so large, so that the scavenger are very dependent on the landfill.

This study classified explanative research aimed to prove yhe hypothesis of the impact the transition Namo Bintang landfills of the social welfare household scavengers.

Population size in this study were 163 people scavengers. To represent the population researches took a sample of 10% of the population is 163 people scavengers.

The results of this study indicate that there is a transition effect Namo Bintang landfills in the Desa Baru, Subdistrict Pancur Batu, Deli Serdang. This change can be seen from the drastic drop in income. The revenue decline resulted in the fulfillment of other needs not met by either


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Kemiskinan di Indonesia semakin memburuk sejak terhempas dengan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Kemiskinan seringkali dipahami sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal kemiskinan itu mencakup gejala yang bersifat komplek dan multidimensi. Rendahnya tingkat kehidupan sering dikaitkan sebagai alat ukur kemiskinan yang pada hakekatnya nerupakan salah satu dari munculnya lingkaran kemiskinan.

Beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan, mereka sering menanggung beban hidup yang lebih berat daripada kaum pria. Demikian pula dengan anak-anak yang menderita akibat kualitas hidup masa depan mereka terancam oleh karena kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan serta keterbelakangan dalam banyak hal.

Keadaan perekonomian dunia dewasa ini sangat memprihatinkan bukan hanya di Indonesia saja tetapi bahkan negara lain juga mengalami hal yang sama. Perbedaan terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya. Semakin besar angka kemiskinan yang terjadi, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Khususnya di Indonesia kini terdapat berbagai permasalahan sosial yang menyangkut mengenai kehidupan bermasyarakat anatara lain masalah


(18)

kemiskinan, masalah pengangguran, masalah lingkungan hidup dan masalah lainnya yang menyangkut banyak jiwa penduduk di Indonesia. Permasalahan tersebut akibat semakin meningkatnya keadaan ekonomi yang tidak disesuaikan dengan kondisi masyarakat menengah kebawah. Kemiskinan merupakan masalah besar dimana kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak berabad-abad tahun lalu. Realitasnya hingga kini kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan terberat dan paling krusial didunia.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau. Ribuan pulau itu telah dihuni oleh banyaknya penduduk. Hingga saat ini menurut data yang telah diperoleh mengatakan bahwa penduduk Indonesia telah mencapai 237,6 juta jiwa lebih. Bukan jumlah yang sedikit, tetapi sangat banyak sehingga menempatkan Indonesia berada di lingkaran 10 besar negara dengan penduduk terbanyak. Banyaknya penduduk telah mengakibatkan kesulitan pemerintah dalam menangani kebutuhan masyarakat dalam menjalankan pelayanan terhadap masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan angka kemiskinan semakin meningkat.

(http://www.kabarbisnis.com

Pada tahun 2000 sampai tahun 2005, jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta orang pada tahun 2000, menjadi 35,10 juta juta orang pada tahun 2005. Secara relative juga terjadi penururnan persentasi penduduk miskin dari 19,14% pada tahun 2000, menjadi 15,97% pada tahun 2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah pendudukan miskin dari 35,10 juta orang (15,97) pada bulan Ferbuari 2005, menjadi 39,30 juta orang (17,75) pada Maret 2006. Pada Maret 2008, jumlah penduduk miskin mencapai 34,96 juta orang (15,42%). Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2007


(19)

mencapai 37,17 juta orang (16,58%) berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta orang (http://www.bps.go.id Diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 18:30 WIB.

Pada bulan Maret 2010 sampai bulan September 2012 angka kemiskinan Indonesia mulai mengalami penurunan. Tahun 2010 jumlah penduduk miskin mencapai 31,02 juta orang (13,33 persen), kemudian mengalami penurunan di bulan Maret 2011 dengan jumlah penduduk miskin 30,02 juta orang (12,49 persen), dan berkurang 1 juta orang (0,84 persen). Di tahun yang sama tepatnya bulan September 2012 angka kemiskinan mengalami penurunan lagi menjadi 29,89 juta orang (12,36 persen) dan berkurang 13 ribu orang (0,13 persen). Dan pada Maret 2012 angka penduduk miskin mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), penduduk miskin berkurang 76 ribu orang (0,4 persen). Pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen), berkurang sebesar 0,54 juta orang (0,30 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 29,13 juta orang (11,96 persen).

Selama periode Maret-September 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,14 juta orang (dari 10,65 juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012), sementara di daerah pedesaan berkurang 0,40 juta orang (dari 18,48 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012. Selama periode Maret 2012-September 2012, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2012 sebesar 8,78 persen, turun menjadi 8,60 persen pada September 2012. Sementara penduduk miskin di daerah pedesaan menurun dari 15,12 persen pada


(20)

Maret 2012 menjadi 14,70 persen pada September 2012 (http://www.bps.go.id

diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 18.55 wib.)

Dari data yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah dapat mengurangi angka kemiskinan dalam beberapa kurun waktu. Kendati pun demikian, pemerintah belum dapat berbangga hati karena program yang dilakukan belum dapat dinilai secara menyeluruh karena hanya sebagian kecil saja yang terealisasi, sementara kemiskinan masih tetap menjamur dimana-mana. Hal ini didukung oleh Bank Dunia yang mengkritik Pemerintah Indonesia bahwa pemerintah lambat dalam proses pengentasan kemiskinan. Menurut Bank Dunia, untuk mencapai sasaran pengentasan kemiskinan pemerintah Indonesia harus menyusut angka kemiskinan di tahun 2014 menjadi 8-10 persen, tetapi faktanya pemerintah masih hanya mampu mengurangi angka kemiskinan diantara 11-12 persen. (http://www.kabarbisnis.com

Perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat membuat penduduk harus menyesuaikan diri dengan mekanisme pasar. Tidak semua penduduk dapat menyesuaikannya dikarenakan ketidakmampuan memiliki ekonomi yang baik atau tidak mempunyai uang. Sehingga keadaan tersebut mengakibatkan masyarakat yang tidak mendapat sentuhan pemerintah semakin merosot dibawah garis kemiskinan. Pengangguran menjadi masalah besar bagi Indonesia, karena ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan dan pencari kerja. Hal ini membuat masyarakat terus mendesak pemerintah agar mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan program-programnya. Hal ini dilakukan supaya masyarakat dapat melakukan fungsi socialnya menjadi yang lebih baik dan dapat menyesuiakan diri dengan mekanisme pasar.


(21)

Tingginya angka kemiskinan Indonesia tidak hanya disebabkan oleh satu atau beberapa provinsi saja, melainkan seluruh daerah Indonesia “menyumbang” angka kemiskinan sehinggga mengalami pembengkakan angka. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi pertama yang penduduk miskinnya terbanyak di Indonesia sebanyak 5 juta lebih orang, diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 4,9 juta lebih orang kemudian Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 4,4 juta lebih orang. Provinsi Sumatera Utara kemudian menyusul dengan jumlah penduduk miskin 1,4 juta orang lebih kemudian diikuti provinsi lainnya. Provinsi yang penduduk miskinnya paling sedikit adalah Provinsi Bangka Belitung dengan jumlah 71 ribu orang. Sangat berbanding jauh dengan jumlah penduduk miskin yang dimiliki beberapa provinsi Jawa Timur. Menjadi tugas yang berat bagi

pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan itu

diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 19.20)

Pertumbuhan penduduk yang signifikan merupakan suatu permasalahan di Indonesia. Banyaknya jumlah penduduk menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakatnya, seperti pekerjaan. Lapangan pekerjaan di Indonesia tak sebanding dengan jumlah pelamar kerja. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk lewat program-program seperti Keluarga Berencana (KB). Hal ini dimaksud agar untuk setiap rumah tangga tidak terlalu sulit untuk menghidupi kerluarga. Kendati demikian masih banyak dijumpai keluarga yang mempunyai anak banyak. Dilakukannya program KB ini juga agar pemerintah mampu menata lapangan pekerjaan bagi masyarakat, karena jika pertumbuhan penduduk tetap tinggi, maka tingkat pengangguran akan tetap tinggi dan rantai kemiskinan tidak akan


(22)

berkurang. Hal ini akan membuat tingginya masyarakat yang bekerja di sektor informal.

Banyak program telah dilakukan pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan, tetapi tidak menunjukkan hasil yang siginifikan. Tingginya jumlah penduduk menjadi penghalang bagi pemerintah. Ketika jumlah penduduk menjadi penghalang bagi pemerintah, bagi masyarakat awam yang menjadi permasalahan kemiskinan adalah kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Salah satu kebijakan pemerintah yang dapat dilihat adalah dengan menjadikan perkotaan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pusat perekonomian seperti mall, kantor-kantor dan lainnya terjadi dimana-mana. Ruang menjadi semakin sempit sementara lahan tidak bisa bertambah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah padatnya suatu perkotaan.

Menjadikan perkotaan sebagi basis perekonomian adalah hal yang salah, karena tingkat kemiskinan tertinggi sebenarnya berada di pedesaan. Pembangunan yang terjadi diperkotaan merupakan suatu kesempatan bagi penduduk desa untuk mengubah hidupnya. Masyarakat berbondong-bondong melakukan perpindahan dari desa ke kota untuk mengadu nasib, sementara pekerjaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah pendatang dari desa. Desa yang ditinggalkan oleh penduduk akan mengakibatkan tidak ada perkembangan, tetapi sebaliknya yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi.

Pekerjaan yang mempunyai penghasilan banyak biasanya akan membuat kesejahteraan masyarakat semakin baik, tetapi pekerjaan yang hasilnya sedikit akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena ketidaksanggupan memenuhi kebutuhan hidup, karena terbatasnya jumlah


(23)

pendapatan. Masyarakat akan mencari pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga pandangan masyarakat yang mengatakan di perkotaan lebih baik tidak mengatakan demikian, justru sebaliknya mereka hanya menjadi masyrakat miskin perkotaan yang bekerja di sektor informal.

Pemulung adalah salah satu pekerjaan di sektor informal dan merupakan suatu penyakit sosial yang sering dikenal sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) .Pekerja di sektor informal di persampahan muncul karena terbatasnya penyediaan lapangan pekerjaan terutama pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Selama pertumbuhan ekonomi dibawah standar maka sektor informal akan terus berkembang. Artinya hanya dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pekerjaan di sektor informal dapat berkurang. Selain itu pemerataan pertumbuhan ekonomi baik di pedesaan maupun perkotaan juga perlu diperhatikan. Selama pertumbuhan dan pemerataan tidak sejalan, maka keberadaan sektor informal akan terus meningkat dan jumlah migrasi penduduk dari desa ke kota untuk mencari lapangan pekerjaan akan meningkat pula.

Pemulung sangat sering dijumpai khususnya dikota-kota besar dimana sampah-sampah banyak dijumpai bahkan di tempat pembuangan akhir (TPA). Para pemulung berlomba-lomba dengan sesamanya demi mendapatkan sampah untuk dipilah-pilah dan dijual kembali kepada pengumpul untuk mendapatkan uang. Ketiadaan pekerjaan yang tetap mengakibatkan banyak orang menjadi pemulung.

Sampah menjadi sumber kehidupan para pemulung. Ketika sampah tidak ada maka mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan uang. Sejak pagi sampai


(24)

malam pekerjaan hanya mencari dan memilah sampah. Dengan adanya sampah semakin membuat pemulung menggantungkan nasibnya kepada sampah. Dalam satu keluarga tak jarang ditemui seluruh anggota keluarga pekerjaannya adalah pemulung, sehingga mata rantai kemiskinan tidak akan terputus tetapi akan semakin memanjang.

Banyak dari pemulung mencari barang bekas berbahan plastik seperti bekas botol atau gelas air mineral. Barang bekas berbahan plastik paling banyak mereka cari karena mungkin lebih mudah untuk menjualnya kembali. Jadi bisa dikatakan bahwa pemulung adalah pengumpul barang bekas plastik dan sampah – sampah terbuat dari plastik. Kalau dibakar maka akan menimbulkan polusi udara dan kalau dibiarkan akan menimbulkan banjir. Buktinya di sepanjang kali yang ada di daerah- daerah di Indonesia banyak sekali terdapat sampah-sampah plastik. Mendaur ulang plastik adalah langkah yang sangat tepat untuk melestarikan tanah, udara dan air . Pemulung adalah orang yang sangat berperan penting dalam mengurangi tercemarnya tanah oleh plastik.

Pemulung sangat mudah untuk dijumpai. Pekerjaaan pemulung tentunya ikut membersihkan lingkungan dari sekitar tempat tinggal maupun tempat beraktifitas. Pemulung turut memainkan peranan penting dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Mereka mencari barang yang bernilai ekonomis dari tumpukan sampah, TPS, dan TPA maupun dari rumah kerumah. Dari jam kerja yang panjang dan tak tentu (dari pagi hingga malam), gangguaan kesehatan yang menghantui para pemulung sampai masalah kondisi lingkungan TPA yang sewaktu-waktu dapat mengancam nyawa mereka. Semua itu seakan tidak dapat


(25)

menghalangi mereka untuk mengais sampah demi kelangsungan kehidupan keluarganya ditengah desakan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi.

Di setiap kota besar pasti banyak terdapat sampah-sampah serta para pemulung yang setia setiap hari mengambil sampah. Bagi sebagian orang, seperti pemulung dan perajin barang bekas, sampah tersebut ternyata memberikan keuntungan tersendiri. Hubungan antara keduanya sangat erat karena sampah dan pemulung sama-sama saling membutuhkan. Sampah membutuhkan tangan-tangan para pemulung untuk mengambil sampah agar tidak mengganggu kesehatan warga dan membantu mengurangi sampah-sampah supaya tidak menumpuk di tempat pembuangan akhir. Sebaliknya pemulung membutuhkan sampah demi memenuhi kebutuhan ekonomi agar mereka dapat mempertahankan hidup. Para pemulung juga rela atas hidupnya di tempat sampah, hanya demi sesuap nasi.Karena hidupnya dekat dengan sampah sebagai sumber penyakit, dampak yang ditimbulkan dari sampah bermacam-macam, seperti penyakit kulit, gangguan pernapasan dan penyakit lainnya.

Kota Medan merupakan daerah yang cukup berkembang di Provinsi Sumatera Utara. Perkembangan kota tersebut dapat dilihat dari jumlah peningkatan penduduk dan pembangunan perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, kawasan bisnis yang membentuk kota Medan sendiri. Tumbuhnya kegiatan jasa, industri dan fasilitas lainnya di wilayah pinggiran kota Medan sampai perbatasan dengan kabupaten lainnya, seperti Kabupaten Deli Serdang.

Secara tidak langsung fenomena ini berdampak pada perubahan pemanfaatan lahan dari lahan pertanian berubah menjadi lahan perumahan dan pemanfaatan lainnya. Hal tersebut memberikan dampak dengan adanya


(26)

peningkatan akan kebutuhan lahan untuk menyediakan segala fasilitas perkotaan yang dibutuhkan oleh penduduk Kota Medan itu sendiri. Khususnya pada penyediaan sebuah fasilitas berupa tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Penetapan lokasi TPA sampah yang tepat serta penataan kawasan di sekitarnya perlu dilakukan secara seksama agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari, terutama yang terkait dengan masalah sosial dan lingkungan.

Namo Bintang adalah salah satu TPA sampah Kota Medan. Berada di Desa Namo Bintang, bersebelahan dengan Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. . TPA ini beroperasi sejak tahun 1985 Luasnya sekitar 16 hektare. Dari total luas itu 10 hektare sudah terisi oleh bukit sampah setinggi 10 hingga 15 meter. Udara dan pemandangannya memang tak sedap. Setiap hari ada 120 truk sampah datang membawa sampah dengan volume 1-3 ton per truk.

TPA Namo Bintang menjadi harta karun bagi masyarakat sekitar. Terkhusus bagi masyarakat yang menjadi pemulung. Sejak dibukanya TPA ini, pemulung menggantungkan nasibnya kepada sampah. Sekitar 350 orang pemulung berkecimpung sejak TPA dibuka dan mereka adalah penduduk sekitar TPA yaitu mayoritas dari Desa Namo Bintang dan Desa Baru.

Menurut Rusmiadi, selaku Kepala Dusun 3 Desa Baru jumlah pemulung saat ini lebih banyak dari Gang Dame Dusun 3 Desa Baru yang tak jauh dengan TPA. Untuk mencari nafkah tak jarang dijumpai satu keluarga yang menjadi pemulung. Para pemulung terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak yang sekolah bahkan yang putus sekolah dan penggangguran yang tidak punya pekerjaan menetap memilih menjadi pemulung.


(27)

Banyak anak usia sekolah lebih memilih menjadi pemulung. Hal ini disebabkan karena mereka dengan mudah bisa mendapatkan uang sebanyak Rp.35.000- Rp. 100.000 dalam sehari. Sementara seperti yang diketahui bahwa anak-anak usia sekolah itu dilarang untuk bekerja, melainkan belajar dan bermain. Fenomena ini sering terjadi dikalangan orang miskin. Kesulitan ekonomi mengharuskan anak-anak juga mencari nafkah untuk keluarga.

Bekerja sebagai pemulung di TPA bukanlah hal yang mudah. Pemulung harus bertaruh nyawa di TPA. Sampah yang sudah menggunung sewaktu-waktu dapat longsor dan mengancam nyawa. Aroma tak sedap bahkan beracun menjadi hal yang biasa bagi mereka. Bahkan untuk kelangsungan hidup tidak dijaga. Banyak pemulung hanya menggunakan alas kaki tipis, bahkan tidak menggunakan alas kaki sementara kaca, paku dan benda tajam lainnya dapat melukai mereka.

Para pemulung tersebut bisa hidup karena sampah. Setiap hari mempunyai penghasilan rata-rata Rp. 50.000 per hari. Mereka menyebut bukit sampah adalah harta karun. Mereka tidak hanya mendapatkan uang dari sampah-sampah, melainkan makanan dari sampah juga suatu keberuntungan bagi mereka. Setiap sisa makanan yang ditemukan mereka memakannya bersama di bukit sampah itu, dan ada juga yang membawa kerumahnya.

Tahun 2013 adalah masa suramnya kehidupan pemulung. Betapa tidak, sampah yang menjadi sumber kehidupan mereka tidak lagi dibuang di TPA Namo Bintang. TPA Namo Bintang ditutup dan dialihkan ke TPA Terjun Medan Marelan. Pemulung semakin sulit. Pendapatan berkurang secara drastis. Kehidupan semakin terancam.


(28)

M. Ginting Manik (66) atau biasa dipanggil Bulang, sudah puluhan tahun menjadi pemulung di TPA Namo Bintang ini. Sekarang ia telah menjadi pembeli hasil pemulung. Dulu, ia bersama istrinya mengumpulkan sampah di TPA ini untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dia tinggal di sebuah rumah kecil berlantai tanah dan papan seadanya di dekat bukit sampah. Ketika ditanyai mengenai kesehatan dan keselamatan nyawanya, ia mengatakan belum pernah sakit parah begitu pula istrinya.

Bulang adalah ketua kelompok pemulung Namo Bintang. Ia terpilih sejak tahun 1995 dan menjadi pengurus selama tiga tahun. Bulang terpilih karena ia memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama kaum miskin yang termarginalkan, sehingga pemulung lainnya menyepakati dan mengangkat Bulang menjadi ketua kelompok.

Sejak TPA ditutup, Bulang bersama ratusan pemulung lainnya melakukan unjuk rasa di kantor walikota. Mereka menuntut agar TPA Namo Bintang dibuka kembali, mengingat bahwa TPA merupakan sumber kehidupan bagi mereka. Hal ini sudah terjadi beberapa kali dalam satu tahun 2013 agar TPA tetap beroperasi. Tetapi pada Juli 2013 TPA tersebut benar-benar ditutup secara umum dan pembuangan dialihkan ke TPA Terjun yang berada di Kecamatan Medan Merelan.

Sampai saat ini para pemulung tidak tahu apa alasan pasti ditutupnya TPA Namo Bintang. Jawaban yang ada masih tergolong simpang siur. Menurut Bulang selama berunjuk rasa ke kantor Walikota Medan, Pemerintah Kota Medan menjawab bahwa seharusnya sampah Kota Medan harus dibuang di daerah sendiri, bukan menjadi tanggung jawab daerah lain. Di lain waktu para pemulung mendapat jawaban karena sudah penuh, padahal lahan kosong masih ada tersisa


(29)

sekitar empat hektare dan dapat dipakai selama dua tahun. Tapi itulah jawaban yang didapatkan oleh pemulung tersebut.

Beralihnya TPA sangat berdampak buruk bagi pemulung. Selama ini mereka bisa hidup karena adanya TPA tersebut, namun kini TPA telah ditutup. Perekonomian menjadi masalah utama bagi mereka. Hidup mereka pun terancam. Keluarga makan apa, sekolah anak bagaimana, biaya sewa rumah bagaiamana, membayar uang listrik dan air bagaimana. Itulah yang terngiang-ngiang dalam benak pikir para pemulung.

Pemulung tak putus asa. Mereka tetap berusaha bertahan hidup. Namun pekerjaan yang mereka lakoni tetap saja menjadi pemulung, hanya saja teknik mereka yang berubah. Dulunya hanya bertahan dari TPA, kini mereka menyebar di perkotaan Medan untuk memulung, ada yang pindah ke TPA Terjun, pergi subuh pulang malam. Pendapatan tetap rata-rata Rp.50.000 per hari, tetapi pengeluaran ketika bekerja banyak. Ongkos ke TPA Terjun dan biaya makan menjadi tanggungan mereka. Bahkan ada juga sebagian pemulung yang pulang kerumah sekali seminggu demi mengirit biaya ongkos. Ada lagi yang tidak pergi berpencar memulung, mereka tetap memilah-milah sisa-sisa sampah, mencari cacing untuk dijual dan membuat kompos di TPA yang lama.

Begitu berdampaknya TPA lama bagi pemulung, membuat pemulung sangat tergantung terhadap sampah. Kehidupan pemulung menjadi berubah akibat peralihan TPA. Dampak yang paling dirasakan para pemulung adalah masalah ekonomi. Hal ini disebabkan karena dengan uang mereka bisa hidup, sehingga masalah ekonomi menjadi masalah utama bagi mereka untuk bertahan hidup dan sangat berdampak kepada lainnya. Namun tidak dapat dipastikan apa yang


(30)

menjadi dampak lainnya terhadap kesejahteraan para pemulung TPA Namo Bintang.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi apakah ada “dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemulung di Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “ apakah ada dampak peralihan TPA Namo Bintang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemulung di Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang?.”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “dampak peralihan tempat pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang terhadap kesejahteraan rumah tangga pemulung di Gang Dame, Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang”

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi referensi dalam rangka :


(31)

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan, pengalaman dan pemahaman peneliti mengenai kesejahteraan masyarakat yang menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

2. Secara praktis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat pemulung.

3. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap permasalahan yang berkaitan dengan masalah sosial.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penilitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penilitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data serta analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN


(32)

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum mengenai lokasi/tempat peniliti melakukan penelitian. BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari penelitian, beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dampak

Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik social, ekonomi, fisik, kimia maupun biologi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.

Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.

Dampak dapat bersifat positif dan negatif serta dampak langsung dan tidak langsung. Sifat positif dan negatif identik dengan baik dan buruk. Baik dan buruk tidaklah mutlak. Dunia fana ini suatu hal selalu mengandung sifat baik dan buruk. Kadar baik dan buruk suatu hal tergantung pada sudut pandang, Sudut pandang itu menentukan tolok ukut yang dipakai untuk menilai hal tersebut.

Banyak faktor memperngaruhi penentuan apakah dampai itu baik ( positif ) atau buruk ( negatif). Salah satu faktor penting dalam penentuan itu adalah apakah seseorang diuntungkan atau dirugikan oleh sebuah aktifitas.


(34)

2.2 Persampahan 2.2.1 Pengertian Sampah

Sebagaimana biasanya, lingkungan padat atau litosfir inipun digunakan orang untuk membuang sampah yang bersifat padat. Selain itu saat ini tanah juga digunakan untuk membuang sampah berbahaya yang cair maupun padat. Sampah yang dimaksud adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sampah ini ada yang mudah membusuk terutama dari zat-zat organic seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain lain., sedangkan yang tidak membusuk dapat berupa plastic, kertas, karet, logam atau pun abu, bahan bangunan bekas dan lain-lain. Kotoran manusia, sekalipun padat tidak termasuk kedalam defenisi sampah ini, demikian pula bangkai hewan yang cukup besar. Atas defenisi tersebut, maka sampah dapat dibedakan atas dasar sifat biologis dan kimianya, sehingga mempermudah pengelolaannya, sebagai berikut :

a. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, pertanian dan lainnya,

b. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastic, karet, gelas, logam dan lainnya,

c. Sampah yang berupa debu/abu dan

d. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah berasalkan industry yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisisi berbahaya.


(35)

2.2.2 Jenis- Jenis Sampah

A. Sampah Yang Membusuk

Sampah ini dalam bahasa Inggris disebut garbage , yaitu yang mudah membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam pembuangannya. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan gas yang bersifat racun bagi tubuh. Selain beracun, juga akan berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat diterima ; jadi, penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat dibenarkan. Di negara sedang berkembang seperti Indonesia sampah kebanyakan terdiri atas sampah jenis ini. Tetapi, bagi lingkungan sampah ini relatif kurang berbahaya karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat anorganik yang berguna bagi fotosintesa tumbuhan. Hanya saja orang harus mengangkut dan membuangnya di tempat yang aman, dengan kecepatan yang lebih daripada kecepatan membusuknya di dalam keadaan cuaca daerah tropis ini

B. Sampah Yang Tidak Membusuk

Sampah jenis ini dalam Bahasa Inggris disebut refuse. Biasa terdiri atas kertas-kertas, plastic, logam, gelas, karet dan lainnya yang tidak dapat membusuk dan sulit membusuk. Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti pembakaran, tetapi hasil dari proses ini masih memerlukan penanganan lebih lanjut.


(36)

Sampah jenis ini biasanya berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar ataupun sampah. Sampah seperti ini tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yangberacun, maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.

D. Sampah Berbahaya

Sampah berbahaya adalah sampah yang karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan mikrobiloginya dapat ( a ) meningkatkan mortalitas secara bermakna, atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible ataupun sakit berat yang pulih atau reversible atau ( b ) berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap kesejahteraan atau lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan, dan dibuang dengan baik.

Ke dalam sampah ini tergolong semua sampah yang berisikan bahan beracun baik bagi masyarakat maupun bagi fauna dan flora. Sampah seperti ini biasanya terdiri atas zat kimia organic maupun anorganik serta logam-logam berat. Pada hakekatnya, kebanyakan merupakan buangan industri. Sampah jenis ini sebaiknya dikelola oleh suatu badan yang berwenang dan dibuang sesuai peraturan yang berlaku. Sampah sejenis ini tidak dapat dicampurkan dengan sampah kota biasa.


(37)

2.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Sampah

Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor penting antara lain adalah :

a. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun berpacu dengan laju pertambahan penduduk.

b. Keadaan social ekonomi. Semakin tinggi keadaan social ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan inipun akan meningkat kegiatan konstruksi dan pembaruan bangunan-bangunan, transportasi pun bertambah dan produk pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah

c. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.

2.2.4 Sumber- Sumber Sampah

A. Sampah yang berasal dari pemukiman

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah


(38)

dimasak, atau yang belum, bekas pembungkus berupa kertas, plastik, daun dan sebagainya, pakaian- pakaian bekas, bahan- bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun- daun dari kebun atau taman.

B. Sampah yang berasal dari tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api dan sebagainya. Sampah ini berupa : kertas, plastik, botol, daun dan sebagainya.

C. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar

D. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan yang umumnya terdiri dari : kertas-kertas, kardus- kardus, debu, batu-batuan, daun-daunan dan sebagainya.

E. Sampah yang berasal dari industri

Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng dan sebagainya.

F. Sampah yang berasal dari pertanian/ perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya : jerami, sisa sayur mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya.


(39)

G. Sampah yang berasal dari pertambangan

Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenisnya tergantung dengan usaha-usaha pertambangan itu sendiri, misalnya batu-batuan, tanah/cadas, pasir dan sebagainya.

H. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan

Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa : kotoran ternak, sisa-sisa makanan, bangkai binatang dan sebagainya

2.2.5 Pengelolaan Sampah

Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga binatang serangga sebagai pemindah/ penyebar penyakit. Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan, pengankkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengelolaan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara-cara pengelolaan sampah antara lain :

a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka ini harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut


(40)

harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah dan selanjutnya ke tempat penampungan akhir (TPA).

Mekanisme, sistem, atau cara pengangkutannya untuk di daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah tangga daerah pedesaan umumnya di daur ulang menjadi pupuk.

b. Pemusnahan dan Pengelolaan Sampah

Pemusnahan atau pengelolaan sampah padat ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :

• Ditanam, (Landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah

• Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran

• Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengelolaan sampah menjadi kompos, khususnya untuk sampah organic daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk.

2.3 Tempat Pembuangan Akhir

2.3.1 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA


(41)

merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.

Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah masih merasa sayang untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan pembangunan sektor lainnya.

Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.

2.3.2 Metoda Pembuangan Sampah

Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu:

a. Open Dumping

Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih


(42)

ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dan lain-lain).

Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:

• Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan lain-lain

• Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan

• Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul

• Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor b. Control Landfill

Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.

Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:

• Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan

• Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan

• Pos pengendalian operasional

• Fasilitas pengendalian gas metan


(43)

c. Sanitary Landfill

Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.

2.3.3. Persyaratan Lokasi TPA

Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:

• Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dan lain-lain)

• Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)

• Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)

• Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 – 3 km)

• Bukan daerah/kawasan yang dilindungi (http:


(44)

2.4 Masyarakat

2.4.1 Pengertian Masyarakat

Istilah masyarakat (“society”) jarang dirumuskan dalam batasan yang tegas oleh para sosiolog. Artinya, tidak diberikan cirri-ciri atau ruang lingkup tertentu yang dapat dijadikan pegangan, untuk mengadakan suatu analisa secara ilmiah. Kadang-kadang istilah masyarakat mencakup masyarakat sederhana yang buta huruf, sampai ada pada masyarakat-masyarakat industrial modern yang merupakan suatu negara. Tidak jarang pula, bahwa istilah masyarakat dipergunakan untuk menggambarkan kelompok manusia yang besar, sampai pada kelompok-kelompok kecil yang terorganisasikan

Istilah masyarakat kadang-kadang dipergunakan dalam artian “Gesselschaft” atau sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan terbatas sifatnya, sehingga direncanakan pembentukan organisasi-organisasi tertentu. Dalam hal ini, maka masyarakat adalah kelompok manusia yang sengaja dibentuk secara rasional, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu pula.

Suatu totalitas dari orang-orang yang saling tergantung dan yang mengembangkan suatu kebudayaan tersendiri juga disebut masyarakat. Walaupun penggunaan istilah masyarakat sangat samar-samar dan umum, akan tetapi hal itu dapat dianggap sebagai indikasi dari hakekat manusia senantiasa ingin hidup bersama dengan orang lain. Biasa bagaimana pun juga, penggunaan istilah masyarakat tak akan mungkin dilepaskan dari nilai-nilai, norma-norma, tradisi-tradisi kepentingan-kepentingan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, maka pengertian masyarakat tak mungkin dipisahkan dari kebudayaan dan kepribadian


(45)

Kadang-kadang dipergunakan juga istilah sistem kemasyarakatan (“societal system”) yang berasal dari A. G. Keller. Dalam hal ini, maka Keller ingin memberikan tekanan pada cirri-ciri organisasi dari kehidupan sosial. Kecuali dari itu, maka istilah tersebut biasanya dikaitkan dengan aspek-aspek kelembagaan masyarakat modern, seperti umpamanya, pemerintah, hukum, struktur kelas sosial dan seterusnya.

Sebenarnya suatu masyarakat, merupakan suatu bentuk kehidupan bersama manusia yang mempunyau cirri-ciri pokok sebagai berikut :

1. Manusia yang hidup bersama secara teoritis, maka jumlah manusia yang hidup bersama ada dua orang. Di dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, tidak ada suatu ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.

2. Bergaul selama jangka waktu yang cukup lama

3. Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari kesatuan 4. Adanya nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi patokan bagi perilaku

yang dianggap pantas.

5. Menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.

2.4.2 Keluarga

Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran minimum, terutama pada pihak yang awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan


(46)

melepaskan cirri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah kedewasaan. Keluarga sebagai organisasi, mempunyai perbedaan dari organisasi-organisasi lainnya, yang terjadi hanya sebagai sebuah proses (Khairuddin, 1997:4)

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, keluarga adala unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau lurus kebawah sampai derajat ketiga.

Ciri-ciri keluarga menurut Iver dan Page ( dalam Khairuddin 1997:3) meliputi :

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan

2. Berbentuk perkawinan atau sususan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawninan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.

3. Suatu sistem tata-tata norma termasuk perhitungan garis keturunan

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaiamana pun tidak mungkin terpisah dalam kelompok keluarga.


(47)

Fungsi keluarga menurut Horton dan Hunt ( dalam Kamanto Sunarto, 2004: 63)

1. Keluarga berfungsi mengatur penyaluran seks. Tidak ada masyarakat yang memperbolehkan hubungan seks sebebas-bebasnya antara siapa saja dalam masyarakat.

2. Reproduksi berupa pengembangan keturunan pun selalu dibatasi dengan aturan yang menempatkan kegiatan ini dalam keluarga.

3. Mensosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat memerankan apa yang diharapkan darinya.

4. Fungsi afeksi. Keluarga memberikan cinta kasih pada seorang anak.

5. Keluarga memberikan status pada seseorang bukan hanya status yang diperoleh seperti status yang terkait dengan jenis kelamin, kelahiran, hubungan kekerabatan tetapi termasuk juga didalamnya status yang diperoleh orang tua yaitu status dalam suatu kelas tertentu.

6. Keluarga memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik perlindungan fisik maupun yang bersifat kejiawaan. Akhirnya keluarga pun menjalankan berbagai fungsi ekonomi tertentu seperti produksi, distribusi dan konsumsi.

2.4.3 Rumah Tangga

Istilah rumah tangga dan keluarga sering dicampur adukkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian rumah tangga lebih mengacu pada pada sisi ekonominya, sedangkan keluarga lebih mengacu pada hubungan kekerabatannya, fungsi sosial dan fungsi lainnya.


(48)

Badan Pusat Statistika (BPS) membagi rumah tangga menjadi dua bagian yaitu, rumah tangga biasa dan tumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik ataupun sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Yang dimaksud satu dapur adalah bahwa pembiayaan keperluan jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola secara bersama-sama.

Rumah tangga khusus adalah sekelompok orang yang tinggal di asrama atau tempat tinggal yang pengurusan sehari-harinya diatur oleh yayasan atau badan, misalnya asrama mahasiswa, lembaha kemasyarakatan, orang-orang yang berjumlah lebih dari sepuluh orang dengan makan, asrama ABRI dan lain

sebagainya.diakses pada 10 Maret 2013

pukul 03.00 WIB)

2.4.4 Pemulung

Menurut KBBI, kata pemulung berasal dari kata pe dan pulung. Memulung merupakan aktifitas mengumpulkan barang-barang bekas atau sampah untuk dimanfaatkan kembali.

Pemulung adalah orang yang pekerjaannya mencari barang barang bekas yang sudah tidak terpakai lagi. Mereka adalah pencari barang bekas berbahan plastik seperti bekas botol atau gelas air mineral.


(49)

2.5 Kemiskinan

2.5.1 Pengertian Kemiskinan

Berbicara tentang kemiskinan berarti berbicara tentang harkat dan martabat manusia. Hal ini berarti kemiskinan merupakan topic yang sangat penting dan krusial. Oleh karena itu tidaklah heran jika banyak yang sering menjadikan kemiskinan sebagai topic kajian dalam berbagai kesempatan, seperti diskusi, seminar, workshop dan media lainnya.

Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Oleh karena itu, langkah pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu masalah. Cara berpikir seperti ini mengikuti alur berpikir dalam manajemen perencanaan strategic. Secara manajemen, memahami suatu masalah berarti telah menapaki 50 persen jalan penyelesaian tersebut. Untuk memahami masalah kemiskinan, kita perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses.

Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana sesorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup sesorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memnuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan haarkat dan martabat manusia.

Secara umum istilah kemiskinan dapat dengan mudah kita artikan sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim. Dalam hal ini konsep kurang maupun


(50)

minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau sekelompok orang di satu pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok orang di lain pihak. Pengertian minim disini bersifat relative, dapat berbeda dengan rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang berbeda.

Beberapa ahli mengemukakan kemiskinan :

• Mencher (dalam Siagian, 2012: 5) mnemukakakn, kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan sesorang atau ssekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi sekelompok orang tersebut, dimanna pada suatu titik waktu nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

• Pearce (dalam Siagian, 2012; 7) mengemukakan, kemiskinan merupakan produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal dengan sumber daya manusia serta kelembagaan.

• Castells ( dalam Siagian, 2012: 10) mengemukakan kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standart kebutuhan hidup minimum agar manusia dapat bertahan hidup.,.

Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kata kunci dalam kajian kemiskinan sebagai suatu proses adalah daya dukung. Konsep


(51)

daya dukung dalam kaitannya dengan kehidupan manusia menunjukkan bahwa kondisi kehidupan yang dihadapi dan sedang dijalani manusia merupakan produk dari proses dimana dalam prose situ terlibat berbagai unsur.

Cara berpikir yang melakukan kajian kemiskinan sebagai suatu proses yang sering dinamakan dengan cara berpikir sistemik, yang didasarkan pada suatu kerangka berpikir, bahwa kehidupan manusia merupakan suatu sistem. Bagaimana pun, keadaan yang dijalani manusia bukan hanya ditentukan oleh diri sendiri, melainkan ditentukan juga oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal.

Dalam konteks ini, ada kalanya faktor internal, seperti pengetahuan, keterampilan, atos kerja dan atau prinsip hidup seseorang atau sekelompok orang yang memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikannya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak masuk kedalam perangkap kemiskinan. Kondisi yang sebaliknya mungkin pula terjadi dimana faktor internal, seperti pengetahuan, keterampilan dan etos kerja atau prinsip hidup seseorang atau sekelompok orang tidak memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikannya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga pada satu titik waktu masuk ke dalam perangkap kemiskinan.

Demikian halnnya dengan faktor eksternal, seperti keadaan dan kualitas alam, struktur sosial maupun kebijakan pemerintah ada kalanya memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikan seseorang atau sekelompok orang itu mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak masuk ke dalam perangkap kemiskinan. Keadaan yang berbeda dapat pula terjadii, dimana faktor eksternal, seperti keadaan dan kualitas alam, struktur sosial maupun kebijakan pemerintah justru memiliki daya saing yang cukup untuk menjadikan seseorang


(52)

atau sekelompok orang itu mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga masuk ke dalam perangkap kemiskinan.

2.5.2 Aspek-aspek Kemiskinan

Aspek-aspek kemiskinan yaitu: a. Kemiskinan itu multi dimensi

Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari kondisi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Ditinjau dari segi kebijakan umum, maka kemiskinan itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan aset, organisasi sosial, kelembagaan sosial, berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dianggap dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan aspek sekundernya antara lain adalah miskinnya informasi, jaringan sosial dan sumber keungan yang semuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai jembatan memperoleh suesuatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan, bahkan meningkatkan kualitas hidup.

b. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung

Sebagai konsekuensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya menganalisis kemiskinan itu menuju pemahaman yang komprehensif. Hal lain yang juga harus dipahami sebagai konsekuensi logis dari kondisi kemiskinan seperti ini adalah, pemahaman tentang kemiskinan hanya dapat diperoleh jika kita menganalisis


(53)

kemiskinan itu secara agregat. Menganalisis kemiskinan secara parsial akan membawa pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu sendiri.

c. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur

Fenomena yang sering kita temui adalah, pendapatan yang diperoleh sekelompok yang bermukim di tempat yang sama boleh sama, namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Keadaan yang demikian sering mengkondisikan kita untuk mengidentifikasik kemiskinan sebagai suatu yang serba abstrak dan tidak mungkin diukur. Ada pula yang cenderung menyatakan kemiskinan itu sebagai abstraksi dari perasaan sehingga mustahil untuk diukur.

Kemiskinan dapat diklasifikasikan kedalam berbagai tingkatan, seperti: a. Miskin

b. Sangat miskin c. Sangat miskin sekali

Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklasifikasikan kondisi kehidupan masyarakat ke dalam berbagai tingkat, seperti:

a. prasejahtera b. sejahtera 1 c. sejahtera 2

d. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif

Kita sering mendengar istilah kemiskinan pedesaan (rural poverty), kemiskinan perkotaan (urban poverty) dan sebagainya. Berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kotanya.


(54)

Kondisi desa dan kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukanlah wilayah.

2.5.3 Ciri-Ciri Kemiskinan

Pemahaman lebih mendalam dan komperehensif tentang kemiskinan oleh banyak ahli juga sering diupayakan melalui kajian tentang cirri-ciri kemiskinan. Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasi-indikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin, sementara orang-orang seperti itu disebut tidak miskin. Namun demikian, suatu studi menunjukkan adanya lima cirri-ciri kemiskinan, yakni :

a. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki factor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Sebagai contoh, kemiskinan itu bercirikan, antara lain bahwa factor produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksi pun tidak mungkin

b. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Sebagai contoh, keluarga petani dengan perolehan pendapatan yang hanya cukup untuk konsumsi. Merek tidak berpeluang untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai factor-faktor produksi.


(55)

c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD, atau hanya tamat SD. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian antara lain menyimpulkan bahwa waktu mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar ataumeningkatkan keterampilan. Demikian juga dengan anak-anak mereka, mereka tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, karena harus membantu orang tua mencari tambahan pendapatan

d. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sector formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sector-sektor informal. Bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru lebih sering tidak bekerja e. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi

tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang makin deras. Artinya, laju investasi di perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari arus derasnya urbanisasi. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari sifat statis desa dalam mendukung kehidupann penduduknya. Dalam keadaan demikian, masyaralat desa cenderung melakukan migrasi ke kota, karena dianggap sebagai alternative dalam upaya mengubah nasib. Tidak heran jika banyak


(56)

ahli mengemukakan bahwa kemiskinan pedesaan membuahkan fenomena urbanisasi dari desa ke kota. Denggan demikian lengkaplah sudah, bahwa kemiskinan masyarakat perkotaan terus meningkat juga diperparah dengan pindahnya kaum miskin pedesaan, sehingga angka masyarakat miskin perkotaan meningkat secara tajam.

2.5.4 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

Secara umum factor-faktor kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yaitu :

1. Faktor Internal,yang dalam hal ini berasal dari dalam individu yang menngalami kemiskinan itu secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan yang

meliputi :

a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi atau sakit-sakitan

b. Intelektual, seperti : kurangnya pengetahuan, miskin informasi.

c. Mental Emosional atau temperamental seperti : malas, mudah menyerah atau putus asa.

d. Spritual, seperti : tidak jujur, penipu, serakah atau tidak disiplin

e. Sosial psikkologis, seperti : kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi,, stress atau kurang mampu mencari dukungan

f. Keterampilan, seperti : tidak memiliki keahlian sesuai tuntutan lapangan kerja


(57)

2. Faktor Eksternal, yakni bersumber dari luar individu atau kelompok yang mengalami atau menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi :

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar

b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset untuk alat memnuhi kebutuhan hidup

c. Terbatanya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha informal

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung usaha mikro

e. Belum terciptanya system ekonommi kerakyatan dengan priorotas sector riil masyarakat banyak

f. System mobilisasi dan pendayagunaan dana social masyarakat yang belum optimal

g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian structural h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daereah bencana

2.6 Kesejahteraan Sosial

2.6.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial di dalam berbagai bentuk kegiatannya meliputi semua bentuk intervensi sosial, terutama ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan atau kesejahteraan individu, kelompok, maupun masyarakat sebagai keseluruhan. Dapat pula mencakup upaya dan kegiatan-kegiatan yang secara langsung


(58)

ditujukan untuk penyembuhan, pencegahan, masalah-masalah sosial misalnya masalah kemiskinan, penyakit dan disorganisasi, serta pengembangan sumber-sumber manusia.

Kesejahteraan sosial dewasa ini lebih ditujukan guna mencapai produktivitas yang maksimum, setiap masyarakat perlu mengembangkan cara-cara meningkatkan kemampuan, melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan dan masalah-masalah yang dapat mengurangi dan merusak kemampuan yang telah dimiliki.

Melihat konsep kesejahteraan sosial, ternyata masalah-masalah sosial dirasakan berat dan mengganggu perkembangan masyarakat. Dalam hal ini berarti bahwa tanggung jawab pemerintah semakin perlu ditingkatkan bagi kesejahteraan masyarakatnya.

Mengenai konsep kesejahteraan sosial, perlu didapat pemahaman. Oleh karena itu, beberapa defenisi atau pengertian tentang kesejahteraan sosial dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi atau keadaan sejahtera baik fisik, mental maupun sosial dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit-penyakit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian tersebut disempurnakan, menjadi : suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbale balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka.

2. Arthur Dunham (dalam Nurdin 1995:28), mengemukakan kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang usaha manusia, dimana didalamnya terdapat berbagai macam badan dan usaha sosial yang tujuannya meningkatkan


(59)

kesejahteraan dari segi sosial pada bidang-bidang kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar, kehidupan dan hubungan sosial.

Dalam buku PBB I berjudul Report on International Defenition and Measurement of Standar and Level Living, badan dunia tersebut menetapkan 12 jenis komponen yang harus digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan manusia, meliputi :

1. Kesehatan

2. Makanan dan gizi 3. Kondisi pekerjaan 4. Situasi kesempatan kerja 5. Konsumsi

6. Pengangkutan 7. Perumahan 8. Sandang

9. Rekreasi dan hiburan 10.Jaminan sosial

Pada perkembangan selanjutnya, PBB kembali membahasnya melalui pendekatan konsumsi. Pada tahap ini PBB mendiskusikannya dengan berbagai badan khusus, seperti ILO, WHO, FAO, UNESCO. Hasilnya dirumuskan adanya kesembilan jenis komponen yang harus digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan manusia, meliputi :

1. Konsumsi


(60)

3. Pendidikan

4. Kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan 5. Perumahan

6. Sandang 7. Rekreasi 8. Jaminan sosial

Melly G. Tan ( dalam Koentjaraningrat, 1981: 35) mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi adalah pekerjaan, penghasilan dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi.

1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah yaitu, masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup minimal, mereka harus meminjam uang dari orang lain.

2. Golongan masyarakat berpenghasilan sedang yaitu, pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung.

3. Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatannya itu dapat ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan lain.


(61)

2.6.2 Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial

A. Tujuan Kesejahteraan Sosial

1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok: sandang, perumahan, pangan, kesehatan dan relasi-relasi sosial yang baik dengan lingkungannya.

2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik, apakah itu kepada masyarakat dilingkungannya, misalnya menggali sumber-sumber daya, meningkatkan, mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.

B. Fungsi Kesejahteraan Sosial

Fungsi kesejahteraan sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi. Pengertian reorganisasi mempunyai ukuran yang luas dan mendalam sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang mencakup pemulihan serta pemberian peranan-peranan baru.

Pada dasarnya fungsi-fungsi kesejahteraan sosial berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan perubahan-perubahan sosial ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi sosial yang negatif terhadap pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

1. Fungsi Penyembuhan (Curative)

Kesejahteraan sosial melaksanakan fungsi apabila didalamnya tercakup sekumpulan kegiatan yang ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi, ketidakmampuan fisik, emosional dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi secara normal kembali di dalam masyarakat.


(62)

Kesejahteraan sosial bersifat pencegahan ditujukan untuk memperkuat keluarga, kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan masyarakat agar jangan sampai timbul masalah-masalah sosial yang baru.

3. Fungsi Pengembangan (Development)

Kegiatan kesejahteraan sosial yang bersifat pengembangan tujuan-tujuan dan orientasinya untuk memberikan sumbangan langsung bagi proses pembangunan. Dalam hal ini kesejahteraan sosial bertindak sebagai suatu unsur pelaksana perubahan, yaitu membantu peningkatan proses perubahan sosial berencana.

4. Fungsi Penunjang (Supportive)

Kesejahteraan sosial pada fungsi penunjang ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan-tujuan sektor lain. Misalnya, dalam membantu pencapaian tujuan kebijaksanaan pemerintah dalam menunjang program kependudukan dan keluarga berencana dengan jalan mempengaruhi sikap-sikap atau memotivasi orang untuk ikut serta mensukseskan keluarga berencana demi kesejahteraan keluarganya dan mengikutsertakan orang-orang yang berpenghasilan rendah dalam pemugaran atau perbaikan rumah sehat pada proyek-proyek perumahan swadaya.

2.6.3 Pembangunan Kesejahteran Sosial

Secara harfiah, pembangunan dapat dipahami sebagai proses perubahan dari suatu kondisi tertentu menuju kondisi yang lebih baik. Dari pengertian ini, ada beberapa yang dapat dikemukakan, yakni (1) Kondisi, yakni kondisi yang dipahami sebagai kondisi ideal atau kondisi yang dicita- citakan dan (2) Upaya


(63)

(aktivitas) perubahan dari kondisi tertentu ke kondisi yang lebih baik. Untuk mengetahui perubahan tersebut tentunya dibutuhkan tolok ukur, walaupun sampai saat ini tolok ukur yang paling banyak dipergunakan untuk melihat kondisi dimaksud adalah tolok ukur dari sudut ekonomi. Sebagai ilustrasi penggunaan

Gross National Product (GNP), Human Development Index (HDI) dan Human Poverty Index (HPI), Social Accounting Matrix (SAM), Physical Quality of Life Index (PQLI).

Penggunaan tolok ukur ekonomi tersebut pada awalnya didasari dari pandangan para ekonom yang melihat realitas perbedaan tingkat pendapatan masyarakat yang mencolok di negara-negara maju (developed) dengan negara-negara miskin/tertinggal (lessdeveloped). Pertumbuhan ekonomi telah dijadikan prioritas utama, sehingga pembangunan seringkali dikonotasikan dengan ekonomi. Kalau orang menggunakan kata pembangunan tanpa diikuti dengan kata lain di belakangnya, maka selalu diinterpretasikan sebagai pembangunan ekonomi (Soetomo dalam Gunawan, Muktar 2010: 9). Interpretasi pengertian pembangunan tersebut dipandang Migley (dalam Gunawan, Muktar 2010: 9) sebagai konsep pembangunan telah terdistorsi. Artinya, keberhasilan pembangunan dapat dipahami sebagai kemajuan ekonomi. Berbagai kata yang mengikuti istilah pembanguan, tentunya akan berkaitan dengan tolok ukur yang dijadikan patokan untuk melihat kondisi Dalam konteks ini dapat dilihat dari berbagai istilah yang dipergunakan misalnya Pembanguan sosial, pembangunan masyarakat, pembanguan kesejahteraan sosial Secara konseptual pembangunan kesejahtetaran sosial merupakan bagian dari pembangunan sosial yang memberi perhatian pada keseimbangan kehidupan manusia dalam memperbaiki atau


(1)

Data kondisi kesehatan anggota rumah tangga pemulung

No X1 X2 Kondisi D= X1-X2 D2

1 1 2 + -1 1

2 1 2 + -1 1

3 2 1 - 1 1

4 2 2 0 0 0

5 2 2 0 0 0

6 2 1 - 1 1

7 1 2 + -1 1

8 1 2 + -1 1

9 3 2 - 1 1

10 3 2 - 1 1

11 3 1 - 2 4

12 2 2 0 0 0

13 1 3 + -1 1

14 3 3 0 0 0

15 2 2 0 0 0

16 2 2 0 0 0

Total 1 13

Keterangan :

1. Tidak pernah sakit : 3

2. Jarang : 2

3. Sering : 1


(2)

Data Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Kesehatan

No X1 X2 Kondisi D= X1-X2 D2

1 2 2 0 0 0

2 2 2 0 0 0

3 3 3 0 0 0

4 3 3 0 0 0

5 2 2 0 0 0

6 2 2 0 0 0

7 3 2 - 1 1

8 3 2 - 1 1

9 2 3 + -1 1

10 3 2 - 1 1

11 3 2 - 1 1

12 2 2 0 0 0

13 3 3 0 0 0

14 2 3 + -1 1

15 2 2 0 0 0

16 2 2 0 0 0

Total 2 6

Keterangan :

1. Terpenuhi : 3 2. Kurang : 2


(3)

Data Sumber Air Minum

No X1 X2 Kondisi D= X1-X2 D2

1 1 2 + -1 1

2 1 2 + -1 1

3 1 2 + -1 1

4 1 1 0 0 0

5 1 1 0 0 0

6 1 1 0 0 0

7 1 2 + -1 1

8 1 2 + -1 1

9 2 2 0 0 0

10 2 2 0 0 0

11 1 2 + -1 1

12 1 1 0 0 0

13 1 1 0 0 0

14 2 2 0 0 0

15 1 2 + -1 1

16 1 2 + -1 1

Total -8 8

Keterangan :

1. Air isi ulang : 2 2. Air sumur : 1


(4)

Data Kondisi Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Rumah

No X1 X2 Kondisi D= X1-X2 D2

1 3 3 0 0 0

2 3 3 0 0 0

3 3 2 - 1 1

4 3 2 - 1 1

5 2 3 + -1 1

6 2 3 + -1 1

7 3 3 0 0 0

8 3 3 0 0 0

9 3 3 0 0 0

10 3 3 0 0 0

11 3 3 0 0 0

12 2 2 0 0 0

13 2 2 0 0 0

14 3 2 - 1 1

15 3 2 - 1 1

16 3 2 - 1 1

Total 16 16 3 7

Keterangan :

1. Terpenuhi : 3 2. Kurang : 2 3. Tidak terpenuhi : 1


(5)

Data Kondisi Kemampuan Memenuhi Gizi Pangan

No X1 X2 Kondisi D= X1-X2 D2

1 2 3 + -1 1

2 3 3 0 0 0

3 3 2 - 1 1

4 2 2 0 0 0

5 2 2 0 0 0

6 2 3 + -1 1

7 3 2 - 1 1

8 2 3 + -1 1

9 2 2 0 0 0

10 1 1 0 0 0

11 1 2 + -1 1

12 2 3 + -1 1

13 3 3 0 0 0

14 3 3 0 0 0

15 2 2 0 0 0

16 2 1 - 1 1

Total -2 8

Keterangan :

1. Terpenuhi : 3

2. Kurang terpenuhi : 2 3. Tidak terpenuhi : 1


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

8 87 99

Hubungan Antara Komponen Rumah Dan Jarak Rumah Terhadap Kadar SO2 Dalam Rumah Disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

2 46 101

Analisis Kualitas Udara Dan Keluhan Kesehatan Yang Berkaitan Dengan Saluran Pernapasan Pada Pemulung Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

25 135 91

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

0 8 94

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 14

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 16

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 41

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 2

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

0 0 24