Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi kulit

2.1.1 Definisi

Manusia adalah host alami bagi banyak spesies bakteri mendiami pada suatu permukaan di kulit sebagai flora normal. Bakteri juga dapat di kelompokkan dari beberapa flora bakteri dari kulit. Terdiri dari 3 kelompok flora normal yaitu Resident flora yang bermaksud mikroorganisme tertentu yang hidup menetap dan selalu dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu. Seterusnya, Temporary resident flora yang dimaksudkan sebagai bakteri yang kontaminasi, berkembang biak dan dijumpai pada bagian tubuh tertentu tetapi hanya sementara. Selain itu, Trasient flora yang dikenali sebagai bakteri yang mengkontaminasi pada bahagian kulit tertentu, tetapi tidak berkembang biak pada permukaan tersebut. (Gerd et al, 1965)

Rintangan utama terhadap invasi mikroba adalah kulit yang dapat juga disebut sebagai flora normal yang patogen maupun non patogen. Mikroba tersebut terus-menerus berinteraksi dengan lingkungan eksternal dan mendiami di suatu tempat tertentu dengan populasi yang beragam. Sebagian besar flora yang mendiami suatu tempat tertentu adalah terdiri dari bakteri. Organisme khas yang mendiami pada permukaan kulit biasanya spesies Gram-positif seperti Staphylococcus epidermidis, spesies Corynebacterium, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Tambahan, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes adalah spesies yang sangat signifikan karena mengkontribusi secara mayoritas. ( Vincent et al, 2008)


(2)

2.1.2 Etiologi

Kulit lebih terdedah pada lingkungan daripada organ lain. Hal ini dapat disebabkan, beberapa atau secara minor terjadinya infeksi yang tertutup oleh lapisan kasar,keratin kering yang mengandungi beberapa nutrisi untuk membantu pertumbuhan bakteri pada permukaan kulit. Streptococci dan Stapylococci dapat menyebabkan terjadi abses.Impetigo dan erysipelas adalah penyakit kulit yang disebabkan terinfeksi bakteri Staphylococcus maupun Streptococcus dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.( McConell , 2007)

Penyakit kulit yang utama dan mengkontribusi secara signifikan ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolytikus dan Staphylococcus epidermidis.Staphylococcus epidermidis adalah salah satu bakteri flora normal yang menetap di kulit bahkan jarang menyebabkan infeksi.( Adhi et al, 2010)

2.1.3 Faktor Risiko

Bahawasanya, apabila terdapat faktor risiko tertentu yang dapat berpotensiasi dalam terjadinya infeksi kulit yang disebabkan terinfeksinya bakteri, dan mungkin etiologi adalah perjalanan penyakit dan respon terhadap perawatan khusus.Faktor risiko adalah untuk mengembangkan jenis bakteri penyebab infeksi kulit belum terbukti berkorelasi dengan keparahan penyakit.Dengan demikian, penggunaan faktor risiko untuk tujuan diagnostik memerlukan penyelidikan lebih lanjut. (Vincent et al, 2008)

Oleh karena itu, faktor risiko dapat dibagi dalam dua kategori.Pertama, adalah berhubungan dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyakit atau memiliki implikasi prognostik. Faktor risiko dalam kategori


(3)

ini termasuk penyakit kritis, usia tua, faktor immunocompromised, penyakit hati dan ginjal, serta pembuluh darah (terutama pada limfatik atau vena). Hal ini dapat dikaitkan dengan bahagian tertentu yang mengakibatkan infeksi kulit adalah salah satunya pada tungkai bawah telah terbukti menjadi lokasi yang paling sering untuk terjadinya infeksi pada kulit. Menurut Björnsdóttir et al pada tahun 2005, terdapat pengukur dalam memungkinkan suatu infeksi kulit dari tungkai bagian bawah berdasarkan pada terdapat bakteri Staphylokokus aureus dan streptokokus beta-hemolitik, Staphylococcus aureus atau streptokokus beta-hemolitik di jaring kaki dapat terjadi erosi atau borok pada tempat tertentu. (Vincent et al, 2008)

Selain itu, beberapa faktor risiko pasien terkait dapat berkorelasi dengan prognosis yang lebih buruk, kemajuan yang lebih cepat dari penyakit, penyembuhan lebih lambat dan, juga, patogen resisten dalam pengobatan.Salah satu faktor risiko penyebab infeksi kulit adalah disebabkan immunocompromised pada tubuh, insufisiensi vaskular atau neuropati harus dipertimbangkan dalam penentuan tingkat keparahan penyakit.( Coleman et al, 2008)

Kategori kedua adalah faktor risiko berdasarkan etiologi terjadinya cedera (trauma) atau eksposur daripada trauma tertentu meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi penyebab mikroba tertentu. (Coleman et al, 2008)

2.1.4 Patogenesis

Bakteri atau mikroorganisme yang lain akan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, termasuk pada hewan dan manusia, dimana mikroorganisme tersebut biasanya hidup secara menetap. Hal in, bakteri akan berusaha bertahan hidup dengan kemungkinan melakukan transmisi


(4)

pada tubuh seseorang itu. Dimulakan dengan memproduksi infeksi asimtomatik atau penyakit tingat sederhana, daripada membunuh host, atau mikroorganisme tersebut yang biasanya tinggal menetap di tubuh seseorang itu dapat terjadi kemungkinan mikroorganisme tersebut berpindah dalam transmisi tubuh yang lain. (Coleman et al, 2008)

Tempat masuk bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling sering adalah daerah pertemuan membrane mukosa dan kulit: saluran nafas (saluran atas dan bawah), saluran percernaan ( terutama di mulut) , genital dan saluran kemih. Daerah abnormal mukosa dan kulit (misalnya, luka terbuka, luka bakar dan luka lain) juga sering menjadi tempat masuknya bakteri.Kulit dan mukosa yang normal memberikan pertahanan primer terhadap infeksi.Untuk menimpulkan penyakit, patogen tersebut harus menembus pertahanan ini. (Coleman et al, 2008)

Proses infeksi terjadi adalah, apabila bakteri telah menempel atau melekat pada sel host yang biasanya pada sel epitel. Sesudah bakteri menetapkan lokasi infeksi primer, bakteri dapat berkembang biak dan menyebar secara langsung melalui jaringan atau melalui sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini atau dikenali sebagai bakterimia dapat berlangsung sesaat atau menetap dan memungkinkan bakteri mencapai jaringan tertentu yang cocok untuk perkembangbiakannya.( Melnick et al, 2010)

Terdapat 3 faktor penting virulensi bakteri dalam menginfeksi tubuh seseorang dengan suatu faktor adheren, faktor invasi terhadap sel dan jaringan hos, serta faktor toksin.Faktor adheren adalah apabila bakteri memasuki tubuh inang, mereka harus menempel pada sel permukaan jaringan. Sebaliknya jika tidak, bakteri tersebut akan disingkirkan oleh mukus dan cairan lain yang membersihkan permukaan jaringan. Adheren yang merupakan satu langkah dalam proses infeksi diikuti dengan pembentukan mikrokoloni dan langkah selanjutnya dalam patogenesis


(5)

infeksi. Interaksi antara bakteri dan permukaan jaringan pada proses adhesi adalah kompleks. Beberapa faktor memainkan peranan penting: hidrofobisitas permukaan dan muatan permukaan akhir, molekul terikat pada bakteri (ligan) dan interaksi reseptor sel host. Bakteri dan sel host umumnya memiliki muatan permukaan negatif, dan dengan demikian, terjadi kekuatan elektrostatik repulsif.Kekuatan ini diatasi melalui interaksi hidrofobik dan interaksi yang lebih spesifik.Pada umumnya, makin besar sifat hidrofobik, makin besar adheren pada sel host.Perbedaan galur infeksi dapat bergantung pada perbedaan sifat hidrofobik dan kemampuan perlengketan ke sel host yang beragam.( Jawetz et al, 2010)

Seterusnya , faktor invasi terhadap sel dan tempat pertumbuhan bakteri pada jaringan adalah bagi banyak bakteri penyebab – penyakit, invasi pada epitel pertumbuhan bakteri merupakan hal yang sangat penting pada proses infeksi. Invasi adalah istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan masuknya bakteri ke dalam sel pejamu, menyatakan secara tidak langsung suatu peran aktif organisme dan peran pasif sel pejamu.Pada banyak infeksi, bakteri menghasilkan faktor virulensi yang mempengaruhi sel pejamu, menyebabkan sel pejamu fagosit atau mencerna bakteri. Sel pejamu berperan sangat aktif pada proses ini. (Adelberg et al, 2010)

Selain itu, faktor toksin.Faktor toksin terhadap virulensi bakteri adalah dapat digolongkan kepada dua kelompok, yaitu secara eksotoksin dan endotoksin.Eksotoksin adalah diekskresikan oleh sel hidup yang berkonsentrasi tinggi pada medium cair dan sering pada bakteri gram positif dan gram negatif dengan kepentingan medis yang besar.Beberapa dari toksin – toksin ini telah berperan besar dalam sejarah dunia.Misalnya, tetanus yang disebabkan oleh toksin dari Corynebacterium tetanus yang membunuh.Hal ini disebabkan, bermulanya penciptaan vaksin terhadap pencegahan bakteri berikut.Selanjutnya, endotoksin adalah terletak pada bagian keseluruhan dinding sel bakteri gram negatif.Dilepaskan saat


(6)

kematian bakteri dan sebagian selama pertumbuhan.Mungkin tidak perlu dilepaskan untuk timbulnya aktivitas biologis.Faktor toksin pada golongan endotoksin hanya dijumpai pada bakteri gram negatif. (Adelberg et al, 2010)

2.1.5 Klasifikasi bakteri penyebab infeksi kulit

Klasifikasi bakteri penyebab infeksi kulit atau dikenali sebagai pyoderma merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai entitas klinis, etiologi dan tingkat keparahan dalam cara yang terorganisasi. Klasifikasi yang berubah – ubah tetapiberguna untuk infeksi bakteri primer dan sekunder berdasarkan pada berikut. Table berikut tidak secara keseluruhan tetapi hanya mencakup penyakit kulit yang lebih umum.

Table 2.1.5 Klassifikasi bakteri penyebab infeksi kulit

Penyakit Agen umum

Primer Impetigo

 Impetigo krustosa Streptococcus �– hemolyticus  Impetigo bulosa Staphylococcus aureus

Selulitis dan erisipelas Grup A Streptococci Staphylococcus scaled syndrome S. aureus

Folikulitis S. aureus

Superfisial follikulitis

Staphylococcus follikulitis S. aureus

Gram – negatif follikulitis Klebsiella pneumoniae, Enterobacter aerogene, Proteus vulgaris

Furunkel S. aureus


(7)

Sekunder

Ulkus diabetikum Citrobacter fruendii, Acinetobacter

baumanii

Luka Bakar Pseudomonas aeruginosa, Burkholderia

cepacia ( Medical Microbiology, 4th edition)

2.1.6 Gambaran Klinis

Primer

 Impetigo

Tiga bentuk impetigo diakui atas dasar klinis, bakteriologi, dan temuan histologis. Lesi secara umum adalah dari kelompok A β -hemolytic streptococci, S aureus, atau keduanya, dan dikenali sebagai organisme ini adalah patogen utama karena S. aureus menghasilkan sejumlah produk seluler dan ekstraseluler, termasuk exotoxins dan koagulase, yang berkontribusi terhadap patogenisitas impetigo, terutama bila ditambah dengan cedera jaringan yang sudah ada sebelumnya. Impetigo biasanya terjadi pada wajah (terutama di sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.Lesi impetigo memiliki lapisan yang tebal, berbatas tegas, berulang, kotor kerak kuning dengan margin eritematosa.Bentuk impetigo adalah infeksi kulit yang paling umum pada anak-anak.


(8)

 Selulitis dan erysipelas

Streptococcus pyogenes adalah agen yang paling umum dari selulitis, peradangan difus jaringan ikat longgar, terutama jaringan subkutan.Patogen umumnya menginvasi di permukaan kulit, dan membantu perkembangan infeksi oleh adanya edema jaringan.Selulitis mungkin timbul di kulit normal.Namun, lesi selulitis dapat terjadi eritematosa, edema, berbatas tegas, dan lembut, dengan batas yang buruk.erisipelas lebih superfisial, dengan margin tajam yang bertentangan dengan definisi selulitis. Lesi biasanya terjadi di pipi.

 Staphylococcus Scaled Syndrome

Staphylococcal scalded skin syndromes disebut juga Lyell penyakit atau Toksik Epidermal Nekrolisis , dimulai sebagai lesi lokal, diikuti oleh eritema luas dan pengelupasan kulit. Gangguan ini disebabkan oleh kelompok fase II staphylococci yang menguraikan toksin epidermolitik.Penyakit ini lebih sering terjadi pada bayi dibandingkan pada orang dewasa.

 Folikulitis

Pada bahagian superfisial bentuk yang paling sering adalah infeksi kulit folikulitis staphylococcal, diwujudkan dengan pustula folikuler eritematosa tanpa keterlibatan kulit di sekitarnya.Kulit kepala dan ekstremitas adalah situs favorit.Gram-negatif folikulitis terjadi terutama sebagai superinfeksi pada pasien akne vulgaris jangka panjang, terapi antibiotik sistemik.Pustula ini sering berkerumun di sekitar hidung.Sering ditemukan dalam lubang hidung dan pustula.Propionibacterium acnes folikulitis sering salah didiagnosa


(9)

sebagai folikulitis staphylococcal.Lesi primer adalah putih manakala pada jerawat folikel adalah berwarna kuning, berbentuk datar atau kubah.

 Furunkel

Kelainan berupa nodus hematosa berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat pustule.Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel.Tempat predileksi ialah tempat yang banyak friksi.Misalnya di aksila.

 Pitted keratolysis

Pitted keratolysis adalah infeksi superfisial permukaan plantar, menghasilkan penampilan seperti „punched – out‟ .Terowongan bisa terjadi daerah berbentuk tidak teratur erosi pada superfisial. Terowongan yang dihasilkan oleh proses litik yang menyebar ke perifer. Daerah yang paling sering terinfeksi adalah tumit, bola kaki, bantalan volar, dan jari-jari kaki. Kelembaban dan suhu tinggi sering pada faktor yang memberatkan keadaan.

( Medical Microbiologi , 4th edition )

Sekunder

 Ulkus diabetikum

Kehilangan Enzimatik glikasi pada predisposisi ligamen menjadi kaku. Neuropati menyebabkan hilangnya sensasi protektif dan hilangnya koordinasi kelompok otot kaki dan kaki, yang keduanya meningkatkan tekanan mekanis selama ambulasi .


(10)

 Luka bakar

Luka bakar penyebab tersering terjadi berasal dari sumber panas yang kering seperti api, atau lembab seperti cairan atau gas panas. Luka bakar dapat berupa pembengkakan dan pelepuhan pada kulit.

( Pierce A et al, 2006 )

2.1.7 Diagnosis

Langkah pertama dalam mencurigakan terjadi infeksi kulit penyebab bakteri adalah terdapat tanda dan gejala terhadap infeksi kulit tersebut. Sebagai contoh terdapat minimum kriteria adalah lesi kulit dengan inflamasi tetrad khas - nyeri, eritema, edema dan kehangatan. Tergantung pada luas dan lokasi infeksi, disfungsi dari daerah yang terkena (misalnya, tangan atau kaki) juga dapat terjadi. Tanda-tanda lain dan gejala, termasuk krepitus, bula, anestesi dan perdarahan,serta terjadinya reaksi tubuh sistemik adalah demam pada seseorang itu. Hal ini, meningkatkan kecurigaan dan mengkonfirmasikan diagnosis. (Vincent et al, 2008)

Investigasi pada diagnosa bakteri penyebab infeksi kulit termasuk kultur darah, swab jaringan dan kultur, aspirasi jarum, x-ray, USG dan computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) layar, tergantung pada manifestasi klinis. Dalam adanya gejala sistemik, seperti demam dan hipotensi, kultur darah membantu untuk menilai bakteremia. Kultur darah menghasilkan hasil yang rendah, dengan kurang dari 5% dari kasus yang positif. (Vincent et al, 2008)

Swab dan kultur, seperti kultur darah, juga menyebabkan nilai rendah. Sebelum swabbing, luka ulserasi seharusnya debridement dan dibersihkan dengan irigasi normal saline. Kesulitan pada tes ini adalah dalam menentukan kultur swab yang positif dalam mewakili salah satu agen


(11)

patogen dan yang mewakili hanya kolonisasi kulit. Pada kerusakan kulit yang disebabkan oleh luka adalah yang ditandai dengan manifestasi cardinal infeksi kulit, swab jaringan adalah yang paling berguna, karena memberi nilai probabilitas yang tinggi dalam mendeteksi bakteri penyebab infeksi kulit. (Coleman et al, 2008)

2.1.8 Tatalaksana

Direkomendasi secara farmakoterapi telah mendasarkan pada etiologi bakteri. Tetapi etiologi bakteri laing sering dari sebuah infeksi kulit tidak diketahui dan dokter terpaksa meresepkan secara empiris. Akibatnya, rekomendasi pengobatan didasarkan pada organisme yang sulit untuk diterapkan secara klinis.Seperti disampaikan sebelumnya, etiologi yang paling umum dari infeksi kulit adalah flora normal di tempat pertumbuhan bakteri.Salah satu harus selalu mempertimbangkan spesies stafilokokus dan streptokokus sebagai organisme yang menginfeksi.Oleh karena itu, untuk semua tingkat ringan sampai sedang infeksi.Hal ini dapat menjadi terapi empiris harus selalu diarahkan terhadap spesies tersebut.( Vincent et al, 2008)


(12)

2.1.9 Komplikasi

Faktor resiko Etiologi umum Empiris antibiotik Infeksi ringan

( daerah di atas bagian pinggang)

Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes

Kloxasilin, Sefalezin, atau Klindamisin( jika terdapat alergi pada penicillin) Infeksi pada tangan Staphylococcus aureus,

Streptococcus pyogenes

Sefazolin, Seftriazon

Infeksi berat (diatas bahagian pinggang)

Staphylococcus aureus Sefazolin kemudian diberikan kloxasillin atau Sefalezin

Infeksi ringan (dibawah bahagian daerah pinggang)

Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes

Kloxasilin atau sefalezin Ditambah Klindamisin atau Metronidazol( jika terdapat bakteri bersifat anaerob)

Komplikasi, atau gejala sisa, biasanya terkait dengan infeksi kulit.Komplikasi ini termasuk limfadenitis, myositis / necrotizing fasciitis, gangren, osteomyelitis, bakteremia, endokarditis, septikemia, atau sepsis.Karena tumpang tindih spektrum klinis, pada empat terakhir digabungkan menjadi satu kelompok komplikasi.( Jose et al , 2013)

S. aureus dan � − hemolitik streptokokus dapat menghasilkan berbagai racun yang mungkin mempotensiasi virulensi mereka dan mempengaruhi hilangnya jaringan.Epidermal lunak dapat terjadi pada infeksi stafilokokus di mana ada produksi exfoliating (scalded skin syndrome toxin) atau toksik syok syndrome toxin (TSST). (Matthew S. , 2010)


(13)

Darurat medis-bedah ini adalah, invasif, infeksi pada jaringan lunak yang mengancam jiwa disebabkan oleh sifat agresifnya bakteri, bakteri biasanya membentuk gas, yang terutama melibatkan fasia superfisial dan menyebar dengan cepat pada jaringan subkutan dan pada relatif kulit dan otot yang mendasarinya. Presentasi klinis termasuk demam, tanda-tanda toksisitas sistemik dan nyeri dari proporsi pada gambaran klinis. Umumnya pada penelitian sebelum, gambaran klinis temuan kulit di awal perjalanan penyakit dapat di diagnosakan dan konfirmasi terhadap diagnosis tersebut sering dilakukan setelah debridement. Keterlambatan diagnosis dan / atau perawatan berkorelasi dengan hasil yang buruk, yang menyebabkan sepsis dan / atau menyebabkan kegagalan organ multiple.Organ radiografi polos, CT atau magnetic resonance imaging dapat membantu untuk mendiagnosa terjadi necrotizing fasciitis. (Matthew S. , 2010)

2.1.10 Prognosis

Terapi antibiotik yang tepat adalah kunci untuk pengobatan infeksi. Terapi empiris harus tergantung pada beberapa faktor: patogen potensial, keparahan penyakit, komplikasi klinis dan instrumen masuk (misalnya, gigitan hewan). Untuk semua lesi tidak rumit, terapi empiris harus menargetkan flora kulit Gram-positif yang khas, seperti S. pyogenes dan S. aureus.Untuk lesi di bagian bawah pinggang, terapi juga harus diarahkan terhadap spesies enterik. Karakteristik yang menyulitkan pada infeksi kulit termasuk rawat inap jangka panjang dan terapi antibiotik, diabetes, lesi progresif dan nekrotik yang cepat, luka gigitan, faktor risiko HIV dan bagi masyarakat terkait bakteri patogenik. Terapi empiris untuk infeksi kulit dalam pengaturan di atas harus mencakup dari patogen yang biasa ditemui.Akhirnya, durasi terapi dan penggunaan terapi oral terbaik ditentukan oleh tindak lanjut dan penilaian klinis yang baik.Hal ini juga diketahui apakah pedoman terapi saat rawat jalan dan perawatan pasien di


(14)

rumah sakit yang optimal berhubungan dengan khasiat pengobatan dan perawatan kesehatan biaya. (Coleman et al,2010)


(1)

manakala pada jerawat folikel adalah berwarna kuning, berbentuk datar atau kubah.

 Furunkel

Kelainan berupa nodus hematosa berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat pustule.Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel.Tempat predileksi ialah tempat yang banyak friksi.Misalnya di aksila.

 Pitted keratolysis

Pitted keratolysis adalah infeksi superfisial permukaan plantar, menghasilkan penampilan seperti „punched – out‟ .Terowongan bisa terjadi daerah berbentuk tidak teratur erosi pada superfisial. Terowongan yang dihasilkan oleh proses litik yang menyebar ke perifer. Daerah yang paling sering terinfeksi adalah tumit, bola kaki, bantalan volar, dan jari-jari kaki. Kelembaban dan suhu tinggi sering pada faktor yang memberatkan keadaan.

( Medical Microbiologi , 4th edition )

Sekunder

 Ulkus diabetikum

Kehilangan Enzimatik glikasi pada predisposisi ligamen menjadi kaku. Neuropati menyebabkan hilangnya sensasi protektif dan hilangnya koordinasi kelompok otot kaki dan kaki, yang keduanya meningkatkan tekanan mekanis selama ambulasi .


(2)

 Luka bakar

Luka bakar penyebab tersering terjadi berasal dari sumber panas yang kering seperti api, atau lembab seperti cairan atau gas panas. Luka bakar dapat berupa pembengkakan dan pelepuhan pada kulit.

( Pierce A et al, 2006 )

2.1.7 Diagnosis

Langkah pertama dalam mencurigakan terjadi infeksi kulit penyebab bakteri adalah terdapat tanda dan gejala terhadap infeksi kulit tersebut. Sebagai contoh terdapat minimum kriteria adalah lesi kulit dengan inflamasi tetrad khas - nyeri, eritema, edema dan kehangatan. Tergantung pada luas dan lokasi infeksi, disfungsi dari daerah yang terkena (misalnya, tangan atau kaki) juga dapat terjadi. Tanda-tanda lain dan gejala, termasuk krepitus, bula, anestesi dan perdarahan,serta terjadinya reaksi tubuh sistemik adalah demam pada seseorang itu. Hal ini, meningkatkan kecurigaan dan mengkonfirmasikan diagnosis. (Vincent et al, 2008)

Investigasi pada diagnosa bakteri penyebab infeksi kulit termasuk kultur darah, swab jaringan dan kultur, aspirasi jarum, x-ray, USG dan computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) layar, tergantung pada manifestasi klinis. Dalam adanya gejala sistemik, seperti demam dan hipotensi, kultur darah membantu untuk menilai bakteremia. Kultur darah menghasilkan hasil yang rendah, dengan kurang dari 5% dari kasus yang positif. (Vincent et al, 2008)

Swab dan kultur, seperti kultur darah, juga menyebabkan nilai rendah. Sebelum swabbing, luka ulserasi seharusnya debridement dan dibersihkan dengan irigasi normal saline. Kesulitan pada tes ini adalah dalam


(3)

yang disebabkan oleh luka adalah yang ditandai dengan manifestasi cardinal infeksi kulit, swab jaringan adalah yang paling berguna, karena memberi nilai probabilitas yang tinggi dalam mendeteksi bakteri penyebab infeksi kulit. (Coleman et al, 2008)

2.1.8 Tatalaksana

Direkomendasi secara farmakoterapi telah mendasarkan pada etiologi bakteri. Tetapi etiologi bakteri laing sering dari sebuah infeksi kulit tidak diketahui dan dokter terpaksa meresepkan secara empiris. Akibatnya, rekomendasi pengobatan didasarkan pada organisme yang sulit untuk diterapkan secara klinis.Seperti disampaikan sebelumnya, etiologi yang paling umum dari infeksi kulit adalah flora normal di tempat pertumbuhan bakteri.Salah satu harus selalu mempertimbangkan spesies stafilokokus dan streptokokus sebagai organisme yang menginfeksi.Oleh karena itu, untuk semua tingkat ringan sampai sedang infeksi.Hal ini dapat menjadi terapi empiris harus selalu diarahkan terhadap spesies tersebut.( Vincent et al, 2008)


(4)

2.1.9 Komplikasi

Faktor resiko Etiologi umum Empiris antibiotik

Infeksi ringan ( daerah di atas bagian pinggang)

Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes

Kloxasilin, Sefalezin, atau Klindamisin( jika terdapat alergi pada penicillin) Infeksi pada tangan Staphylococcus aureus,

Streptococcus pyogenes

Sefazolin, Seftriazon

Infeksi berat (diatas bahagian pinggang)

Staphylococcus aureus Sefazolin kemudian diberikan kloxasillin atau Sefalezin

Infeksi ringan (dibawah bahagian daerah pinggang)

Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes

Kloxasilin atau sefalezin Ditambah Klindamisin atau Metronidazol( jika terdapat bakteri bersifat anaerob)

Komplikasi, atau gejala sisa, biasanya terkait dengan infeksi kulit.Komplikasi ini termasuk limfadenitis, myositis / necrotizing fasciitis, gangren, osteomyelitis, bakteremia, endokarditis, septikemia, atau sepsis.Karena tumpang tindih spektrum klinis, pada empat terakhir digabungkan menjadi satu kelompok komplikasi.( Jose et al , 2013)

S. aureus dan � − hemolitik streptokokus dapat menghasilkan berbagai racun yang mungkin mempotensiasi virulensi mereka dan mempengaruhi hilangnya jaringan.Epidermal lunak dapat terjadi pada infeksi stafilokokus di mana ada produksi exfoliating (scalded skin syndrome toxin) atau toksik syok syndrome toxin (TSST). (Matthew S. , 2010)


(5)

yang mengancam jiwa disebabkan oleh sifat agresifnya bakteri, bakteri biasanya membentuk gas, yang terutama melibatkan fasia superfisial dan menyebar dengan cepat pada jaringan subkutan dan pada relatif kulit dan otot yang mendasarinya. Presentasi klinis termasuk demam, tanda-tanda toksisitas sistemik dan nyeri dari proporsi pada gambaran klinis. Umumnya pada penelitian sebelum, gambaran klinis temuan kulit di awal perjalanan penyakit dapat di diagnosakan dan konfirmasi terhadap diagnosis tersebut sering dilakukan setelah debridement. Keterlambatan diagnosis dan / atau perawatan berkorelasi dengan hasil yang buruk, yang menyebabkan sepsis dan / atau menyebabkan kegagalan organ multiple.Organ radiografi polos, CT atau magnetic resonance imaging dapat membantu untuk mendiagnosa terjadi necrotizing fasciitis. (Matthew S. , 2010)

2.1.10 Prognosis

Terapi antibiotik yang tepat adalah kunci untuk pengobatan infeksi. Terapi empiris harus tergantung pada beberapa faktor: patogen potensial, keparahan penyakit, komplikasi klinis dan instrumen masuk (misalnya, gigitan hewan). Untuk semua lesi tidak rumit, terapi empiris harus menargetkan flora kulit Gram-positif yang khas, seperti S. pyogenes dan S. aureus.Untuk lesi di bagian bawah pinggang, terapi juga harus diarahkan terhadap spesies enterik. Karakteristik yang menyulitkan pada infeksi kulit termasuk rawat inap jangka panjang dan terapi antibiotik, diabetes, lesi progresif dan nekrotik yang cepat, luka gigitan, faktor risiko HIV dan bagi masyarakat terkait bakteri patogenik. Terapi empiris untuk infeksi kulit dalam pengaturan di atas harus mencakup dari patogen yang biasa ditemui.Akhirnya, durasi terapi dan penggunaan terapi oral terbaik ditentukan oleh tindak lanjut dan penilaian klinis yang baik.Hal ini juga diketahui apakah pedoman terapi saat rawat jalan dan perawatan pasien di


(6)

rumah sakit yang optimal berhubungan dengan khasiat pengobatan dan perawatan kesehatan biaya. (Coleman et al,2010)


Dokumen yang terkait

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

3 32 73

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 6 86

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

0 1 13

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

0 0 2

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

0 0 4

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

0 0 2

Prevalensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit dan Pola Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Pada Tahun 2015

0 0 18

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 2 11

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 0 2

Perbandingan Kepekaan Bakteri Pseudomonas Aeruginosa Terhadap Antibiotik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

0 0 5