PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA B

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA BERBANTUAN MULTIMEDIA
SEBAGAI UPAYA MENSUKSESKAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Take Home
Mata Kuliah Field Study dan Studi Kasus Pendidikan Fisika
yang Diampu oleh Dr. Dadi Rusdiana, M. Si dan Dr. Johar Maknun, M. Si

Oleh
Mohammad Arief Rizqillah
NIM 1402283

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

A. Pertanyaan Studi Kasus
1. Tentukan apa masalahnya?
2. Bagaimana masalah tersebut terjadi?
3. Mengapa masalah tersebut terjadi?
4. Bagaimana solusi yang ditawarkan?

5. Tentukan alternatif solusi lain yang akan anda tawarkan untuk memperbaiki
memperbaiki masalah yang terjadi?

B. Pembahasan
1. Ketersediaan buku Fisika kurikulum 2013 dan memadainya pengetahuan
serta pemahaman terhadap filosofi dan konsep kurikulum 2013
Sudah 2 tahun jalan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 diterapkan.
Banyak perubahan yang diakomodir dalam kurikulum tersebut dari mulai
perubahan struktur, beban belajar, pola pikir, metode dan sebagainya.
Semangat permbaruan/perubahan dalam Kurikulum 2013 tentu ditujukan
untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik dan tentunya sebuah rencana yang
baik harus ditunjang oleh pengorganisasian, pelaksanaan, dan kontrol yang baik
pula (Planning, organizing, actuating, dan controlling).
Pada tulisan ini, kita akan fokus pada aspek manajemen organizing dan
actuating.

Dua

aspek


tersebut

secara

langsung

ataupun

tidak

akan

dilaksanakan oleh “ujung tombak” pelaksana kurikulum ini yaitu sekolah dan
guru.
Sekolah dan guru harus benar-benar memahami filosofi dan konsep
kurikulum 2013 sehingga aktualisasi/implementasi kurikulum 2013 khususnya
pada perencanaan metodologi pembelajaran dan penilaian hasil belajar berjalan
serta segala hal yang berkaitan dengan teknis pembelajaran berjalan seperti
semestinya sesuai dengan pedoman pelaksanaan pada Permendikbud No.
81a/2013 serta Permendikbud No. 65/2013 tentang standar proses.

Terlaksananya implementasi kurikulum 2013 ini akan maksimal, jika
terpenuhinya sarana dan prasarana yang memadai dalam membantu belajar
siswa. Salah satu sarana untuk menunjang kegiatan belajar adalah buku. Buku
menjadi sumber materi pelajaran yang akan membantu siswa dalam
menemukan serta membangun konsepnya. Selain itu, buku juga menjadi
panduan bahkan mungkin bisa sebagai manual dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas bagi guru.
2. Kondisi faktual keterbatasan buku Fisika kurikulum 2013 serta rendahnya
pengetahuan dan pemahaman terhadap filosofi dan konsep kurikulum
2013
Tersedianya buku-buku kurikulum 2013 disetiap sekolah sangatlah
kurang, khususnya untuk buku SMA mata pelajaran Fisika kelas X. Di
Kabupaten Malang ada sembilah sekolah yang diwajibkan untuk melaksanakan
implementasi kurikulum 2013. Tetapi pelaksanaanya tidak ditunjang dengan
buku Fisika kurikulum 2013 yang cukup (Hakim, 2013).

Faktanya, hampir di semua daerah, buku-buku yang ditunggu tak kunjung
datang

selama


berbulan-bulan

sehingga

proses

pembelajaran

menjadi

terkendala. Banyak daerah dan sekolah yang “serabutan” mengatasinya; ada
yang menggunakan LKS yang secara isi dan konstruksi banyak tidak sesuai
dengan “ruh” Kurikulum 2013; ada yang menggunakan buku-buku tahun
sebelumnya yang berarti mereka melaksanakan Kurikulum 2013 hanya parsial;
dan sebagainya.
Berdasarkan capaian hasil pendampingan Implementasi Kurikulum 2013
secara Nasional untuk SMK pada grafik di bawah diperlihatkan bahwa belum
utuhnya pemahaman terhadap konsep, perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian dalam penglolaan kurikulum. Seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya, kondisi seperti ini dikhawatirkan akan menghambat pembelajaran
berjalan seperti semestinya bahkan dikhawatirkan pembelajaran mengalami
disorientasi/”ngambang”, KTSP bukan, Kurtikulum 2013 juga bukan

3. Penyebab terbatasnya buku Fisika kurikulum 2013 dan rendahnya
pengetahuan dan pemahaman terhadap filosofi dan konsep kurikulum
2013
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di atas, disebabkan oleh
beberapa hal yang jika dikerucutkan menjadi sebagai berikut :
a. Kurikulum masih diimplementasikan secara bertahap dan terbatas sehingga
masih ada tumpang tindih ataupun kebingungan dengan kurikulum
sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selain itu,
kurikulum ini jug baru diimplementasikan pada tahun ke dua sehingga para

pelaksana kebijakan ini masih banyak “meraba-raba” dalam menerapkan
kurikulum ini.
b. Banyak dan masifnya perubahan Kurikulum 2013 dari KTSP sehingga perlu
pembelajaran dan pelatihan yang intensif namun pada kenyataannya
terkesan kurikulum ini dilaunching secara tergesa-gesa, dengan waktu
persiapan yang hanya berkisar setengah sampai 1 bulan, yaitu ; pelatihan

instruktur nasional pada 29 Juni-3 Juli 2013, pelatihan guru inti pada 4-8 Juli
2013, dan pelatihan guru sasaran (guru kelas dan guru mata pelajaran) pada
9-13 Juli 2013. Akibat waktu pelatihan yang sangat singkat dan terbatas
sehingga pemaparan materi hanya pada bagian permukaan serta dengan
metode diklat sehingga lebih banyak kadar pengertian dan pemahamannya
tetapi minim bagaimana pengimplementasiannya.
4. Internalisasi Kompetensi Inti
Sosialisasi kurikulum 2013 terus dilakukan agar semua pihak yang terkait
benar-benar memahami kurikulum 2013 secara benar dan menyeluruh sehingga
tidak ada lagi kebingungan atau keengganan dalam menerapkan Kurikulum
2013 secara benar dan sungguh-sungguh. Di artikel studi kasus yang kami rujuk
istilahnya adalah internalisasi kompetensi inti atau meningkatkan pemahaman
terhadap tuntutan kompetensi inti. Mengapa difokuskan pada kompetensi inti?
Hal ini dikarenakan kompetensi inti adalah penjabaran dari Standar Kompetensi
Lulusan (Permendikbud No. 54/2013) serta menjadi rujukan dari kompetensi
dasar, materi pokok, metodologi pembelajaran, dan penilaian hasil belajar
5. Modul Fisika berbantuan Multimedia Pembelajaran
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama
adalah rencana dan pengaturan menegenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran,
dan metode yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, salah satu permasalahan
pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah keterbatasan buku karena sangat
terlambatnya distribusi serta pemahaman dan pengetahuan para pendidik
terhadap filosofi dan konsep Kurikulum 2013 yang belum memadai.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pelaksanaan Kurikulum
2013 di atas, penulis menawarkan solusi berupa Modul Pembelajaran
berbantuan Multimedia.
Secara linguistik, modul diambil dari bahasa Inggris module yang berarti
unit, bagian, atau juga bermakna kursus atau latihan. Dengan kata lain, modul
adalah suatu unit pola atau contoh belajar yang menarik perhatian peserta didik
sehingga ia dapat mencontoh, menyerap pelajaran yang sudah dipolakan
secara spesifik. Jadi, modul bermakna kumpulan satu unit program belajar
mengajar terkecil yang secara terinci dapat dideskripsikan sebagai kesatuan
sebagai program berikut :


 Tujuan pembelajaran
 Topik pembelajaran

 Indikator pembelajaran

 Materi-materi pokok pembelajaran

 Peran pendidik dalam proses belajar mengajar
 Alat-alat, media, dan sumber pembelajaran

 Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan
 Lembar kerja siswa

 Program evaluasi pembelajaran
Adapun tahapan menyusun modul adalah sebagai berikut :
1. Menyusun kerangka modul
2. Menetapkan tujuan pembelajaran umum yang akan dicapai dengan
mempelajari modul tersebut.
3. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus yang merupakan perincian atau

pengkhususan dari tujuan pembelajaran umum
4. Menyusun soal-soal penilaian untuk mengukur sejauh mana tujuan
pembelajaran khusus bisa dicapai
5. Indentifikasi pokok-pokok materi pelajaran yang sesuai dengan setiap tujuan
pembelajaran khusus
6. Mengatur/ menyusun pokok-pokok materi tersebut di dalam urutan yang logis
dan fungsional
7. Menyusun langkah-langkah kegiatan belajar murid
8. Pemeriksaan sejauh mana langkah-langkah kegiatan belajar siswa
9. Indentifikasi alat-alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar
dengan modul tersebut.

10. Menyusun program secara terperinci meliputi pembuatan semua unsur
modul yakni petunjuk guru, lebar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, lembar
jawaban, lembar penilaian (tes) dan lembar jawaban tes.
Modul yang dikembangkan tentu disesuaikan dengan karakteristik dan
berpijak pada landasan-landasan yuridis Kurikulum 2013 seperti Permendikbud
No.65/2013 tentang standar proses, No. 66/2013 tentang standar penilaian, N0.
69/2013 tentang KD dan struktur kurikulum SMA/MA, No. 71/2013 tentang buku
teks pelajaran yang layak, dan No. 81a/2013 tentang implementasi kurikulum

Selain itu, modul juga dilengkapi bantuan atau scaffolding berupa
multimedia pembelajaran yang merupakan media audio-visual yang dimasukkan
ke dalam compact disk (CD) sehingga mampu mengatasi keterbatasan
ketrampilan guru dalam merancang media/alat pembelajaran yang efektif dan
menarik untuk pembelajaran. Scaffolding juga ditujukan untuk membantu siswa
yang memang sudah terbiasa belajar secara pasif sehingga mereka mampu dan
terbiasa belajar aktif dengan pendekatan saintifik
Secara sederhana, scaffolding dapat diartikan sebagai suatu teknik
pemberian dukungan belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal
untuk mendorong siswa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian
dukungan belajar ini tidak dilakukan secara terus menerus, tetapi seiring
dengan terjadinya peningkatan kemampuan siswa, secara berangsur-angsur
guru harus mengurangi dan melepaskan siswa untuk belajar secara
mandiri. Jika siswa belum mampu mencapai kemandirian dalam belajarnya,
guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa memperoleh
kemajuan sampai mereka benar-benar mampu mencapai kemandirian.
Pembelajaran Scaffolding sebagai sebuah teknik bantuan belajar (assistedlearning) dapat dilakukan pada saat siswa merencanakan, melaksanakan dan
merefleksi tugas-tugas belajarnya.
Jamie


McKenzie mengemukakan

8

(delapan)

karakteristik

pembelajaran scaffolding: (1) provides clear directions; (2) clarifies purpose;
(3) keeps students on task; (3)offers assessment to clarify expectations;
(4) points students to worthy sources; (5)reduces uncertainty, surprise and
disappointment; (6) delivers efficiency; (5) creates momentum.
Secara operasional, pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui
tahapan berikut:



Melaksanakan asesmen kemampuaan awal dan taraf perkembangan
setiap siswa untuk menentukan Zone of Proximal Development (ZPD),
yakni wilayah perkembangan siswa yang masih berpotensi dan
berpeluang untuk ditingkatkan dan dioptimalkan melalui bantuan guru,
teman,




atau

lingkungan

pembelajaran

tertentu,

termasuk

di

dalamnya pemanfaatan teknologi .
Menjabarkan tugas-tugas dan aktivitas belajar secara rinci sehingga
dapat membantu siswa melihat zona yang perlu di-scaffold.
Menyajikan struktur/tugas belajar secara jelas dan bertahap sesuai taraf
perkembangan siswa, yang dapat dilakukan melalui: penjelasan,



dorongan (motivasi), dan pemberian contoh (modeling).
Mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.
Sementara itu, Applebee dan Langer mengidentifikasi 5 (lima) langkah

pembelajaran scaffolding yaitu:



Intentionally; mengelompokkan bagian kompleks yang hendak dikuasai
siswa menjadi beberapa bagian yang spesifik dan jelas dan merupakan




satu kesatuan yang utuh untuk mencapai kompetensi secara utuh.
Appropriateness; memfokuskan pada pemberian bantuan pada aspekaspek yang belum dikuasai siswa secara maksimal.
Structure; memberikan model agar siswa dapat belajar dari model yang
ditampilkan. Model tersebut dapat diberikan melalui proses berfikir,
diverbalkan dalam kata-kata, atau melalui perbuatan. Kemudian, siswa




diminta untuk menjelaskan apa yang telah dipelajari dari model tersebut.
Collaboration; melakukan kolaborasi dan memberikan respons terhadap
tugas yang dikerjakan siswa.
Internalization: memantapkan pemilikan pengetahuan yang dimiliki siswa
agar dikuasainya dengan baik dan menjadi bagian dari dirinya.
Dari langkah-langkah di atas, inti pembelajaran scaffolding sesungguhnya

terletak pada tahap structure dan tingkat kesuksesan penerapannya akan
banyak ditentukan dari penentuan Zone of Proximal Development yang akan
dibantu.
Salah satu bentuk scaffolding adalah Visual Scaffolds yang menekankan
perhatian tentang suatu objek, melalui gerakan tubuh (gesture) yang relevan;
menyediakan diagram dan grafik, menggunakan metode highlighting informasi

visual (huruf miring, warna yang berbeda, huruf tebal, kedip), dan simulasi,
serta sebagainya
Jika kita berpegang pada Permendikbud No.65/2013 tentang Standar
Proses Pembelajaran, yang di dalamnya mengisyaratkan tentang pentingnya
penerapan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka
Scaffolding ini tampaknya menjadi penting agar siswa dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya secara optimal.
Seorang pakar bernama Mell Silberman (dalam Prastowo, 2011: 302),
mengungkapkan suatu hasil penelitian bahwa dengan menambah audio-visual
pada pembelajaran, dapat menaikkan ingatan dari 14% menjadi 38%. Penelitian
Yohana, dkk menunjukkan adanya perbaikan hingga 200% ketika kosakata atau
materi ajar disampaikan dengan menggunakana alat audiovisual. Bahkan, waktu
yang diperlukan untuk menyampaikan konsep berkurang sampai 40% ketika
visual digunakan untuk menambah presentasi verbal.
Desain penelitian pengembangan produk media pembelajaran ini
menggunakan modifikasi dari langkah-langkah penelitian dan pengembangan
yang telah dikemukakan oleh Borg & Gall. Dari kesepuluh tahap Borg dan Gall,
hanya lima tahap yang diadaptasi dalam penelitian ini . Kelima tahap penelitian
ini adalah penelitian dan pengumpulan data, perencanaan, pengembangan draf
produk, uji lapangan awal dan revisi hasil uji coba. Lima langkah tersebut
dikelompokkan menjadi 3 langkah utama, yaitu (1) Studi Pendahuluan, (2)
Pengembangan Produk, dan (3) Uji coba produk (dalam Sukmadinata,
2009:184).
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah studi pendahuluan. Studi
pendahuluan merupakan kegiatan yang berisi studi kepustakaan (studi
kurikulum dan analisis sumber belajar) dan survei lapangan untuk menguji
tingkat kebutuhan bahan ajar. Langkah selanjutnya adalah pengembangan
produk yang terdiri atas identifikasi KI dan KD, aspek materi, pembelajaran,
indikator, penilaian, dan penyusunan draf modul. Setelah draf modul selesai
dikembangkan dilanjutkan dengan validasi isi dan konstruk kepada para ahli,
bisa kepada Guru, Dosen, atau praktisi dan pakar pendidikan lainnya yang
semuanya sudah berpengalaman berkecimpung dalam waktu yang lama dalam
dunia pendidikan Fisika. Kemudian, modul yang sudah divalidasi oleh pakar/ahli
diujikan kepada sampel siswa.

C. Daftar Referensi
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Jakarta
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi. Jakarta.
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses. Jakarta
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Jakarta
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum. Jakarta.
Kemdikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/12/02/pembelajaran-scaffolding-untukkesuksesan-belajar-siswa/
http://dedishinigami.blogspot.com/2012/11/model-pembelajaran-modul.html
http://tepenr06.wordpress.com/2011/12/01/pembelajaran-dengan-modul/
Yohana, Krista dkk. 2013. Pengembangan Modul Fisika Materi Fluida Statis dengan
Model

POE

(Predict-Observe-Explain)

Berbantuan

Digital

Untuk

Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas X. Malang : Universitas
Negeri Malang.