Catatan Kuliah Sakramentologi 2.docx

SAKRAMENTOLOGI 2
UTS 10 April 2013

Bab I
Inisiasi Kristen
Pendekatan Etimologis (Asal Kata)
in (ke dalam) + ire (pergi) = pergi ke dalam  initiare – inisiatif (orang yang memulai) – inisial (huruf
yang memulai suatu nama/awal)
Arti inisiasi = upacara untuk memasukkan seseorang ke dalam kelompok. Upacara inisiasi mirip
dengan POSMA sebelum masuk kuliah. Mirip juga dengan upacara dari anak-anak menjadi dewasa,
misalnya sweet seventeen. Mirip juga dengan sunat sebagai tanda masuknya seorang laki-laki menjadi
milik Allah dalam tradisi Yahudi dan tradisi Islam. Dalam Yahudi ada yang disebut Bar-Mizwot.
Inisiasi memasukkan seseorang ke dalam suatu kelompok. Proses inisiasi menjadi penanda bagaimana
mudahnya atau sulitnya masuk dalam suatu kelompok. Dalam Gereja Katolik, proses masuknya
seseorang ke dalam Gereja cukup sulit. Ada persiapan dan syarat, tidak dibaptis begitu saja seperti di
gereja-gereja lain.
Munculnya kata BAPTIS.  Baptein – Baptizein artinya menceburkan, mencelupkan,
memasukkan sesuatu ke dalam air. Jarang diartikan membasuh, mandi. Baptein dipakai dalam
kegiatan sehari-hari dengan arti mencelupkan. Yang dipakai dalam ibadat bukan Baptein, tetapi
Baptizein yang diartikan membasuh atau menahirkan. Dari kata Baptizein, muncul kata Baptisma
(kata benda, yang berarti pembaptisan) dan kata membasuh atau menahirkan mirip dengan kata

wudhu dalam Islam. Kata Baptizein menjadi kata kerja membaptis atau mempermandikan.
Pembedaan ini berguna untuk menunjukkan bahwa kata baptis dalam ibadat bukan baptein, tetapi
baptizein yang berarti membasuh atau menahirkan, bukan arti mencelupkan atau menceburkan.
Pembedaan ini berguna dalam memahami kata BAPTIS, yaitu MEMBASUH atau MENAHIRKAN.
Dalam KSPB, baptis mendapat arti baru, bukan hanya membasuh dan menahirkan, tetapi juga ada arti
KELAHIRAN KEMBALI atau KELAHIRAN BARU. Kelahiran baru dikaitkan dengan fungsi air.
Dalam upacara inisiasi Gereja, ada tiga cara penggunaan air:
1. Immersio (im + merger) = bergabung menjadi satu  baptis selam
2. Infussio  baptis curah
3. Aspersio  pemercikan (waktu malam Paskah)
Pada umumnya kita mengandaikan orang dibaptis dengan menceburkan diri, tetapi juga
dimungkinkan pencurahan misalnya dalam kisah Sida-Sida Etiopia yang dibaptis oleh Filipus.
Dalam PB, yang ditekankan adalah kelahiran baru yang dikaitkan dengan air, sebagai yang memiliki
fungsi membersihkan dan memberi hidup. Dua fungsi ini yang diangkat secara rohani dan dijadikan
fungsi rohani, yaitu membersihkan diri dari dosa dan memberi hidup ilahi, membasuh dan
menahirkan. Dua fungsi air ini menjadikan manusia mengalami kelahiran baru. KSPB tidak
menekankan caranya, tetapi fungsi alamiah air itu sendiri.
Dalam Gereja Katolik, ada dua cara yaitu pencurahan pada dahi untuk baptis dan pemercikan untuk
pembaharuan janji baptis.
Ritus inisiasi berasal dari mana?

Berdasarkan Kitab Suci, Yohanes Pembaptis melakukan pembaptisan. Baptisan Kristiani mirip dengan
baptisan Yesus. Baptisan Yesus mirip dengan baptisan Yohanes karena murid Yohanes menjadi murid
Yesus. Baptisan Yohanes mirip dengan baptisan Qumran, karena Yohanes adalah pertama Qumran.

Baptis Kristiani mirip dalam hal cara, tetapi makna yang diberikan berbeda. Baptis Kristiani
melanjutkan dan menyempurnakan baptis Yohanes. Baptis Yohanes mengacu pada pertobatan, janji
Roh Kudus, menuju komunitas eskatologis. Baptis Kristiani mengacu pada pertobatan, pemenuhan
janji Roh Kudus, dan sudah masuk dalam komunitas eskatologis.
Dalam Kitab Suci, rumus baptisan tidak selalu dalam rumus tritunggal dalam Mat 28:19. Ada juga
rumus Kristologis misalnya dalam Kis 2:38 dan Kis 8:16. Tampaknya pada awalnya, rumus ini
banyak dipakai. Ada denominasi gereja tertentu yang menggunakan rumus ini. Namun sekarang,
rumus yang sah adalah rumusan tritunggal.
Orang yang berasal dari denominasi gereja non-katolik yang memiliki rumus baptis yang sama
dengan Gereja Katolik, diterima dalam Gereja Katolik tanpa baptis ulang. Yang harus dibaptis ulang
adalah mereka yang berasal dari gereja yang rumus baptisannya berbeda, misalnya Mormon dan Saksi
Jehova. Dan tentunya mereka yang berandal dari luar kristen.
Gagasan Inkorporasi  Baptis (menyatu dengan baptisan Kristus), Krisma (menyatu dengan tugas
Kristus), Ekaristi (menyatu dengan Tubuh dan Darah Kristus sendiri) menyaturagakan seseorang
dengan Kristus. Persatuan secara bertahap seseorang dalam Gereja, dalam Tubuh Mistik Kristus.


TEOLOGI INISIASI MASA KINI
Inisiasi sekarang dipandang sebagai identitas Kristiani, untuk menjadi semacam “suku bangsa yang
baru” dari berbagai suku bangsa. Semua yang dibaptis menjadi satu tubuh. Setiap sakramen
menonjolkan salah satu segi penyelamatan yang diefektifkan oleh Kristus, dan Ekaristi menunjukkan
secara substansial kehadiran Kristus. Kristuslah yang hadir dalam setiap perayaan Sakramen. Pelaku
inisiasi bukan Kristus, melainkan jemaat. Artinya seluruh umat itu aktif sebagai pelaku inisiasi, bukan
hanya Kristus atau imam. KV II mengajarkan kalau seseorang dibaptis, Kristus dan Tubuh mistiknya
(seluruh jemaat) yang membaptis. Imam menjadi pelayan sakramen yang mewakili jemaat Gereja.
Dalam situasi normal, yang boleh membaptis ialah Uskup, Imam, dan Diakon. Tetapi di daerah
tertentu, uskup bisa memberi otoritas kepada pemimpin umat untuk membaptis.
Pembaptisan merupakan ungkapan iman. Iman adalah syarat pembaptisan. Baptis adalah meterai
kekal, sehingga kalau seseorang yang sudah dibaptis lalu berpindah-pindah agama lagi, baptisnya
tidak hilang.
Paulus menyebut sunat sebagai tanda baptis kita sebagai tanda bahwa kita menjadi milik Tuhan. Kol
2:11. Sunat Kristus yang terdiri atas penanggalan tubuh yang berdosa.

SAKRAMEN BAPTIS
Sakramen Baptis (SB) tindakan simbolis yang paling sering disebut dalam PB, sakramen ini disebut
sakramen kelahiran kembali dan pembaharuan, lahir kembali dari air dan Roh. SB disebut juga ianua
sacramentorum. Mengapa harus melalui SB? Karena SB menjadi awal yang menghapus dosa-dosa.

Untuk menerima sakramen, orang perlu membuka hati dan bersatu dengan Kristus. Pembersihan ini
dilakukan melalui SB. Dengan menerima SB orang tersebut disiapkan untuk menerima sakramen
lainnya.
DASAR BIBLIS SB
KS bukan buku sistematis, melainkan ditulis sesuai kebutuhan jemaat. Bagaimana kita mengambil
ajaran-ajaran ini lalu merangkumnya menjadi ajaran yang sistematis untuk menjadi dasar SB.
Pertama, kita lihat Injil Sinoptik. Manakah dasarnya? Yang paling menonjol tentunya Mat 28:19,
perintah Yesus untuk membaptis orang dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Ada juga di
Mrk 16:16. Para ekseget yang meneliti Mat 28:19 menyimpulkan bahwa teks ini tidak asli, mungkin

dilihat dari teks-teks sebelumnya. Kesimpulan para ahli ialah rumus ini adalah kebiasaan jemaat
perdana yang disebutkan atas nama Yesus. Mrk 16:16 juga dilihat sebagai rangkuman, lalu dijadikan
akhir Injil Markus. Maka sulit untuk menentukan bagi para ekseget bahwa teks-teks ini asli dari
Yesus. Dengan demikian teks ini bukan dasar yang kuat untuk SB. Dalam Injil Sinoptik, tidak ada
peristiwa pembaptisan lain selain baptisan Yohanes atas Yesus di Sungai Yordan. Pembaptisan Yesus
ada di semua Injil. Yang menarik, dalam Lukas, pembaptisan diletakkan setelah Yohanes ditangkap
oleh Herodes. Dalam Lukas, pembaptisan Yesus tidak menyebut nama Yohanes pembaptis. Memang
ada polemik antara murid Yesus dengan Yohanes. Lukas berusaha menekankan superioritas Yesus
sementara pribadi Yohanes tidak begitu penting.
Dari sudut dogmatik, apa yang penting dari pembaptisan Yesus. Tampaknya kisah ini memakai pola

apa yang dimengerti oleh jemaat awali sebagai pembaptisan yang benar, yaitu pembaptisan Yesus
menunjukkan (1) pembaptisan yang menekankan pengampunan dosa, (2) turunnya Roh Kudus atas
orang yang dibaptis. Hal ini tidak terjadi pada orang-orang yang dibaptis Yohanes selain Yesus
sendiri. Pola ini diikuti dalam pola baptis Kristiani. Dua unsur ini, menjadi unsur baru dalam
pembaptisan Kristiani yaitu pengampunan dosa dan turunnya Roh Kudus.
Kedua, rasul Yohanes sendiri, melihat bahwa baptis merupakan kelahiran kembali. Melalui SB, RK
dilimpahkan, diberikan, dan RK melahirkan kembali. Ingat bab-bab awal Yohanes ketika Nikodemus
berbicara dengan Yesus tentang kelahiran kembali, bukan secara lahiriah melainkan secara rohaniah.
Para ekseget melihat Yoh 3:5, pembaptisan dilakukan dengan air dan Roh. “Air dan ...” dinyatakan
tidak asli oleh para ekseget karena mungkin dalam teks-teks sebelumnya tidak ada. Kata ini
ditambahkan untuk menekankan SB yang dilakukan dengan air. Yohanes dan murid-muridnya
membaptis. Yesus dan muridnya juga. Tetapi lantas bahwa Yesus membaptis itu disangkal. Ini menjadi
pertanyaan yang sulit dijawab. Apa arti pembaptisan murid Yesus yang dilakukan sebelum Yesus
sengsara, wafat dan bangkit. Kalau kita meneliti Injil Yohanes, pembaptisan disebut peristiwa
kelahiran kembali.
Ketiga, dalam Kisah Para Rasul, kita sudah melihat rumus yang dipakai dalam pembaptisan. Kis
membedakan pembedaan dengan air dan pembaptisan dengan roh. Pembedaan ini kemudian menjadi
argumen biblis untuk membedakan sakramen baptis dengan krisma. Dalam Kis, orang dibaptis dalam
nama Yesus, misalnya dalam Kis 2:38. Ayat ini menunjukkan pola pembaptisan yang dialami Yesus,
yaitu Roh Kudus. Orang yang dibaptis menerima pengampunan dosa dan anugerah Roh Kudus.

Baptisan Yohanes menjanjikan Roh Kudus dan komunitas eskatologis, Baptisan Kristus menyatakan
Roh Kudus dan memasukkan dalam komunitas eskatologis. Dalam Kis, rumus yang dipakai adalah
rumus Kristologis. Mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus.
Apa beda dan persamaan rumus Trinitas dan Kristologis? Kuncinya ada pada “NAMA”. NAMA
berarti kuasa. “Dalam Nama Yesus” memiliki kuasa dari Allah Bapa yang terwujud dalam Roh Kudus.
Maka pembaptisan dalam nama Yesus sama dengan pembaptisan dalam nama Bapa, dan Putra, dan
Roh Kudus. Namun Gereja menetapkan rumusan yang lebih jelas yaitu dengan rumus Trinitas.
Keempat, surat-surat Paulus. Paulus sebagaimana dalam Injil Yohanes, menyebut SB sebagai
kelahiran kembali. Kelahiran kembali ini dilihat dari konteks sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus.
Bagi Paulus SB merupakan kelahiran kembali, juga penciptaan baru yang ditimba dari Injil Yohanes.
Hal ini juga mengandung pemurnian, pengudusan. Kelahiran kembali ini terjadi melalui inkorporasi
dengan Yesus Kristus, bahkan Paulus melihatnya bukan melihatnya inkorporasi rohani, tetapi
sungguh-sungguh real. Bersamaan dengan kata inkorporasi, muncul kata lain yaitu konformasi,
artinya diserupakan dengan Kristus dalam sengsara, wafat dan kebangkitannya.
Dalam Sakramentologi 1, kita sudah melihat bahwa setiap sakramen merupakan perwujudan Kristus.
Maka dalam SB, apa yang dihadirkan kembali? SB menghadirkan kembali sengsara, wafat, dan
kebangkitan Yesus dalam arti yang dapat kita lihat dari peristiwa Adam dan Hawa. Adam dan Hawa
tidak taat dan melawan Tuhan. Yesus tetap taat sampai mati demi kehendak Allah. Maka peristiwa
sengsara wafat dan kebangkitan Yesus adalah pembalikan dosa yang dilakukan Adam. Inilah proses


pembaharuan manusia dari peristiwa Adam menuju peristiwa Yesus. Adam mati tetapi Yesus bangkit.
Kemenangan Kristus atas dosa dan kematian, itulah yang dihadirkan oleh Paulus. Paulus melihat
bahwa pembaptisan melahirkan kembali, dan kelahiran kembali ini ada dalam konteks penyatuan diri
dengan sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus serta kemenangan-Nya atas dosa dan maut.
Paulus menyebutkan tiga tingkatan persatuan.
(1) persatuan dengan Kristus sebagai anggota umat manusia. Seluruh anggota umat manusia bersatu
dalam penebusan Kristus. Apa yang terjadi di Kalvari adalah penebusan objektif. Kalau dosa adalah
hutang, hutang ini dilunasi Kristus untuk semua manusia. Penebusan ini menjadi efektif ketika
manusia mengamini dan mengimani penebusan ini. Hal inilah yang dirujuk sebagai penebusan seluruh
umat manusia, yang terjadi pada waktu Yesus menderita sengsara, wafat dan bangkit.
(2) persatuan dengan Kristus karena iman. Orang yang dibaptis mengalami kebangkitan bersama
Yesus dan dilahirkan kembali. Iman akan Yesus Kristus menjadikannya anak-anak Allah. Melalui
iman, Roh Kudus sudah bekerja. Penebusan objektif bersifat pendamaian. Penebusan subjektif
bersifat penyelamatan yaitu ketika orang mengamini dan mengimani penebusan objektif Kristus.
(3) persatuan dengan Kristus karena baptis. Iman penuh seseorang terungkap dalam Sakramen
Baptis. Orang ini percaya dengan sungguh-sungguh, sehingga di depan publik dan secara tampak jelas
dilakukan secara lahiriah.
Kelima, Surat Petrus. Petrus memakai gambaran bahtera Nuh yang diselamatkan dari air bah. Tekanan
baptis ada pada pemurnian yang dilakukan melalui buah-buah sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus.
SIMPULAN  LIHAT DIKTAT

MAKNA SAKRAMEN BAPTIS
Makna adalah arti pokok dan masih ada kelanjutannya yaitu buah-buah. Makna SB memiliki dua arti.
(1) Individual Kristologis, (2) Sosial Eklesial. Ini merupakan satu hal yang baru diperkenalkan oleh
KV II. Makna utama SB bukan pertama-tama bersatu dengan komunitas. Yang pertama-tama adalah
persatuan dengan Kristus sendiri dan dikonformasikan dengan Kristus.
Proses penyatuan ini dilakukan pertama melalui pertobatan. Kedua, beriman. Setelah dibersihkan
seseorang menjadi satu dengan Kristus.
Pengertian inisiasi sebagai masuknya seseorang dalam suatu kelompok, berada dalam dimensi
komunitas eklesiologis. Setelah KV II, tekanannya bukan pada masuknya seseorang dalam suatu
kelompok, tetapi inkorporasi, penyatuan diri seseorang dengan Kristus. Baptis menjadi suatu
pernyataan publik bahwa “saya” adalah milik Kristus. Ada pertobatan, iman, lalu baptis sebagai saat
definitif bahwa seseorang memilih kristus. Hanya sakramen Baptis yang memberi meterai
sakramental. Dalam pertobatan, seseorang sudah bersatu dengan Kristus karena Roh Kudus, namun
masih secara pribadi, namun baptis menjadi meterai yang tak dapat dihapuskan. Selain makna
individual kristologis, ada pula makna sosial eklesial. Ketika dibaptis, seseorang bergabung dengan
orang-orang yang juga dibaptis di gereja yang sama. “Tubuh Mistik Kristus ADA DALAM Gereja
Katolik.” BUKAN “Kristus ADALAH Gereja Katolik”. Konsekuensi lain, ketika orang dibaptis, ia
menyatu dengan Gereja, dan pada saat itu, ia menjadi anggota penuh dengan hak dan kewajibannya.
Ia juga mendapat imamat umum yang membuat orang tersebut menerima tri tugas Kristus sebagai
imam, nabi dan raja. Dengan dibaptis, being-nya adalah martabat Kristiani, mendapat kehormatan dan

hak sebagai orang Kristen, murid-murid Kristus. Namun dalam hal ini seseorang tidak hanya
menerima secara pasif, tetapi juga secara aktif yaitu dalam imamat umum, sebagai imam, nabi, raja.
Imamat umum ini ada dalam 1 Ptr 2:5-9. Protestan sangat menekankan imamat umum, sebagai reaksi
atas gereja katolik yang terlalu menekankan imamat jabatan secara berlebihan, sehingga peran umat
awam terabaikan, pasif. Awam ini mulai bergerak dalam gerakan awam, kerasulan awam. Menjelang
abad XX banyak muncul gerak kerasulan awam yang kemudian ditampung dan diakui dalam LG 10

yang bicara tentang imamat umum. Imamat umum diterima oleh semua orang yang menerima
sakramen baptis.
Gereja Katolik dan Gereja-Gereja di bawah PGI masih memiliki kesamaan yaitu hanya pada Baptis
karena forma dan materianya sama. Intensi masih dapat diterima dan imamat yang berlaku adalah
imamat umum. Maka, Sakramen Baptis yang dilakukan Protestan di bawah PGI, diakui sah oleh
Gereja Katolik.

Kesatuan Gereja-Gereja tertata secara berikut:
1. Pimpinan  Petrus dan penerusnya yaitu Paus
2. Ungkapan Liturgi / Sakramen
3. Iman

BUAH-BUAH SAKRAMEN BAPTIS

1. Pengampunan Dosa
Air memiliki fungsi pembersihan (dari dosa asal). Dosa dan akibatnya dilepaskan dari orang
yang dibaptis. Pengampunan dosa ini adalah buah yang sangat ditekankan. Pengampunan
dosa ini bukan paksaan Allah. Allah memberi, tetapi manusialah yang menanggapi. Harus
ditegaskan pula bahwa pengampunan dosa tidak terjadi karena manusia sendiri, tetapi karena
adanya jasa Yesus yang rela wafat di salib. Yesus membalik kerusakan dosa akibat manusia
pertama. Manusia juga memiliki akibat sementara dari dosa yaitu penderitaan, dan
kecenderungan ke arah dosa (konkubisensia). Kecenderungan ke arah dosa ini harus dilawan
sebagai konsekuensi pertobatan orang yang sudah dibaptis.
2. Pengangkatan menjadi anak-anak Allah.
Hal ini terjadi melalui dalam mengikuti Yesus Kristus. Kita disatukan menjadi anak-anak
Allah. Mulailah proses divinisasi / pengilahian, proses menjadikan kita semakin ilahi seperti
Bapa. Proses ini terus berlangsung dan hal ini menjadi habitus, yaitu keinginan untuk
berpartisipasi dalam karya Allah.
3. Menjadi Kenisah Roh Kudus
Orang yang dibaptis menerima pengudusan dan menjadi bait Roh Kudus. Roh Kudus inilah
yang bekerja dalam diri kita untuk proses pengudusan ini. Kita menjadi sarana rahmat bagi
sesama, perpanjangan tangan Tuhan dalam karya-Nya. Kehadiran karunia Roh Kudus tidak
netral, artinya hadir atau tidak sama saja. Karunia Roh Kudus ini membuat segala hal menjadi
baik, memampukan manusia untuk hidup sesuai ajaran Tuhan.


Sakramen berasal dari Kristus karena menghadirkan Kristus. Lantas Kristus yang bagaimana yang
dihadirkan dalam Sakramen Baptis? Dosa asal menunjukkan bahwa manusia melakukan sesuatu
sesuka hati. Kristus mewartakan Kerajaan Allah, berarti Allah meraja atas dunia. Kerajaan Allah ini
terwujud dalam terjadinya kehendak Allah. Yesus Kristus menghadirkan Diri dalam baptis berupa
Ketaatan Penuh kepada Allah. Kristus Yesus benar-benar melaksanakan kehendak Allah. Inilah
wujud kehadiran Kristus. Setiap orang yang dibaptis, dosanya diampuni karena dia disatukan dengan
Kristus yang taat sepenuhnya kepada Allah. Pembaptisan membatinkan rahmat penebusan /
pengampunan dan kemenangan Kristus.
Baptis darah dan Baptis Rindu (hlm. 21)
Gereja Mormon meyakini bahwa orang mati dapat dibaptis melalui perwakilan berdasarkan 1Kor
15:29.

Deus non tenetur sacramentis. Allah tidak terikat dalam Sakramen. Artinya Allah bisa berbuat segala
sesuatu di luar sakramen. Tanpa sakramen pun Allah dapat menyelamatkan orang yang hidup dan
yang mati, sehingga pemahaman Mormon tentang baptis tidak dapat diterima oleh Gereja Katolik.
Baptis darah adalah orang yang menerima buah-buah sakramen baptis tanpa air, tetapi karena mati
membela imannya. Darahnyalah yang menjadi baptisannya.
Baptis rindu misalnya seorang katekumen yang keburu mati sebelum sempat dibaptis, namun semasa
hidupnya ia sungguh-sungguh beriman dan rindu akan pembaptisan.
Bagaimana dengan orang-orang yang tidak mengenal Kristus atau belum dibaptis? Extra Ecclesia
Nulla Salus. Hal ini bertentangan dengan GS 22 & LG 16 yang mengajarkan mereka yang bukan
karena kesalahan sendiri, namun hidup menurut hati nuraninya, mereka tetap diselamatkan.
Limbo: Limbu Patrum dan Infantium. Limbus Patrum  ketika Adam berdosa pintu surga ditutup.
Ketika Yesus wafat, pintu surga terbuka bagi mereka sebelum Kristus, mereka yang menunggu di
tempat penantian. Infantium  tesis teologis / ajaran yang mengatakan karena bayi-bayi belum sempat
hidup apalagi berdosa mereka masuk ke sini. Namun setelah Benediktus XVI, ajaran ini dihapus.
Karena kalau kita mempertimbangkan kerahiman Allah, bayi-bayi ini belum berdosa, apakah
kerahiman Allah tidak mengatasi dosa asal juga. Maka bayi-bayi tak berdosa ini pasti sudah
berbahagia bersama Allah di surga.
Simbolik Upacara Pembaptisan
Materia. Pembaptisan memakai air alamiah, lebih pada fungsi ganda yaitu membersihkan dan
menghidupkan. Masih ada pakaian putih, lilin dll., namun yang terpenting adalah air, air yang alami,
murni dan dialirkan. Air pembaptisan harus air alami.
Formanya harus trinitaris (Mat 28:19), bukan kristologis. “Dalam nama. . .” artinya kuasa. “dalam
nama Yesus” sebenarnya sudah mengandung unsur trinitaris karena kuasa Yesus berasal dari Bapa
dalam persekutuan Roh Kudus. Namun Gereja Katolik tetap memakai forma trinitaris.
Pelayannya adalah Yesus Kristus. Yesus terwujud dalam causa instrumentalis, yaitu imam atau para
awam yang memiliki otorisasi dari uskup setempat. Dalam keadaan darurat menjelang ajal, siapa pun
bisa membaptis.
Intensinya, saya melakukan seperti apa yang dilakukan Gereja.
Yang boleh menerima sakramen baptis adalah mereka yang sudah dibaptis dengan forma dan materia
yang diakui Gereja Katolik. Baptisan ulang dilakukan hanya untuk mereka yang dibaptis dengan
forma yang berbeda dari Gereja Katolik. Ada baptis ulang, baptisan bersyarat untuk umat yang tidak
yakin dengan baptisan pertamanya.
Wali baptis. Bukan melulu kelengkapan liturgi, tetapi punya fungsi sebagai orang tua asuh dalam
bidang rohani, maka tidak boleh orang tuanya sendiri. Wali baptis harus mampu mendampingi,
membimbing anak baptis, sehingga setidak-tidaknya wali baptis lebih tua dari anak baptis. Dalam
KHK tidak ada larangan bagi para biarawan untuk menjadi wali baptis. Dulu tidak boleh karena
mereka sering pindah-pindah, namun sekarang tidak ada batasan jarak lagi karena kemajuan
teknologi. Wali baptis dan anak baptis ada aturan tidak boleh menikah. Wali baptis setidaknya
berumur 16 tahun dan sudah krisma, dan hidup sesuai imannya. Kalau sudah menikah, pernikahannya
harus sah, bukan kawin cerai dan tidak ternoda hukuman hukum Gereja.
Nama Baptis. Biasanya diambil dari orang kudus yang dirayakan sekitar tanggal pembaptisan.
Buku Baptis. Orang yang dibaptis, namanya dicatat di paroki di mana dia dibaptis. Selain baptis,
krisma, dan sakramen perkawinan atau tahbisan juga dicatat.

Baptisan anak.  sudah pernah dilakukan sejak abad kedua, bahkan dalam Kisah Para Rasul. Soal
pembaptisan ini, banyak pengaruh yang ditimba dari St. Agustinus. Agustinus dalam hal ini
memengaruhi Gereja ketika berhadapan dengan pelagianisme. Pelagianisme adalah aliran yang
mengatakan bahwa manusia bisa menyelamatkan diri sendiri tanpa bantuan rahmat Allah. Dengan
kemampuan sendiri, manusia bisa menyelamatkan dirinya, karena itu tidak perlu rahmat Allah. Maka
baptis tidak perlu dilakukan sejak kecil. Agustinus menentangnya dengan mengatakan bahwa manusia
tidak bisa selamat tanpa rahmat, maka bayi perlu dibaptis sejak awal. Penekanan ini berlanjut sampai
sekarang. Lih. Rom 5:12-21. Yesus membalik dosa Adam bagi semua orang. Baptisan bayi didasarkan
pada sikap panik, seolah-olah dosa lebih kuat dari rahmat. Oleh karena itu, dari surat Paulus, kita
harus melihat masalah secara lebih objektif. Kalau bayi juga mewarisi dosa Adam, seharusnya dia
juga mewarisi rahmat Kristus. Mana yang lebih kuat? Tentunya rahmat Kristus. Lantas mengapa kita
takut kalau bayi tidak masuk surga? Maka, kita tidak perlu panik. Allah pasti memenangkan kasih
karunia atas bayi-bayi. Kalau begitu perlukah bayi dibaptis? Gereja mengatakan tetap perlu dibaptis,
namun bukan karena kepanikan ini. Lalu apa alasannya? Lih. hlm. 27, no. 2.7.3. (1) hlm. 28, bayi dan
anak-anak belum bisa mengimani secara pribadi pada tawaran rahmat Allah, belum bisa mengamini
dan mengimani secara pribadi. Iman yang dimaksud di sini ialah iman Gereja. Bukan tanggapan
masing-masing orang, tetapi iman Gereja sebagai tempat bertumpu, dan iman inilah yang
diungkapkan oleh orang tua dan wali baptis. Jadi iman Gereja menanggapi atas nama jemaat. Karena
itu, bayi tidak boleh dibaptis kalau sekurang-kurangnya satu dari orang tuanya tidak menyetujui
pembaptisan tersebut karena orang tua dan walinya yang akan mewakili pengungkapan iman si bayi
atau anak. Merekalah yang bertanggung jawab untuk mendidik dan membina iman si bayi atau anak.
Yang harus juga diingat, baptis adalah tanda adanya iman. Namun bukan hanya tanda melainkan juga
sebab atau yang menumbuhkan iman.
Anak-anak sering dikatakan memiliki kebebasan murni, namun sebenarnya kehidupan mereka sangat
dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, orangtua adalah teladan bagi anak-anak.
Orangtua harus memberikan pengaruh yang baik, sehingga pada saat dewasa, imannya pun hidup dari
teladan orang tua.
SAKRAMEN KRISMA
Masuk dalam sakramen inisiasi dan disatukan dengan baptis hanya untuk orang yang dewasa, yaitu
baptis, krisma dan Ekaristi. Bahkan bisa serentak. Beda dengan baptis bayi atau baptis tidur, biasanya
tidak bisa ikut urutan inisiasi. Setelah baptis, sakramen tobat, lalu Ekaristi (dan komuni pertama), baru
menerima sakramen Krisma.
Sakramen krisma disebut juga sakramen penguatan. Krisma berasal dari chrismatio artinya
pengurapan. Dalam bahasa inggris disebut confirmation (penguatan). Dalam sejarah Gereja, krisma
dikaitkan dengan peristiwa Pentakosta ketika roh dicurahkan atas para rasul. Pneumatologi Gereja
belum banyak Gereja saat itu, sehingga sakramen krisma dipikirkan atau direnungkan sebagai
sakramen yang memberikan Roh Kudus. Refleksi ini terjadi ketika teologi Gereja belum berkembang.
Setelah banyak berkembang terutama tentang karya Roh Kudus, Gereja melihat bahwa untuk
bertobat, beriman, dibersihkan dari dosa, adalah karya Roh Kudus. Maka setiap sakramen itu
memberikan karunia Roh Kudus. Tantangannya kemudian ialah apa karunia khusus yang diberikan
oleh Krisma.
Permasalahan dalam refleksi tentang sakramen Krisma.
Sulit menentukan dalam Kitab Suci, mana sumber yang menunjukkan dasar Krisma secara jelas. Yang
ada adalah penumpangan tangan setelah dibaptis. Penumpangan tangan ini diartikan sebagai
pencurahan roh kudus. Maka masalah utama krisma adalah apakah masuk dalam baptis atau menjadi
sakramen tersendiri. Begitu pula dalam sejarah ada penumpangan tangan namun kemudian dalam
perjalanan, penumpangan tangan ini diganti dengan pengurapan minyak krisma sebagai tanda
pengurapan Roh Kudus, misalnya dalam kisah Daud. Maka apakah krisma menjadi bagian baptis atau
sendiri, ritusnya penumpangan atau pengurapan.

Apa makna utama sakramen krisma, karena krisma dipandang seperti turunnya Roh Kudus. Ini
ditegaskan dalam dekrit yang mengatakan bahwa pemberian Roh Kudus adalah untuk menguatkan,
sebagai kelanjutan Pentakosta sebagaimana para rasul yang diutus. Secara teologis muncul pertanyaan
apakah ini memang pemberian Roh Kudus, dalam arti apa. Dalam tradisi Yohanes, Roh Kudus
memberikan pengampunan dosa yang sudah diberikan dalam sakramen baptis. Kapan Roh Kudus
dicurahkan, baptis atau Krisma? Kapan diberikan karunia beriman, pengampunan dosa dan
pengutusan. Dalam KGK tidak ada pemecahannya. KGK mengatakan Krisma membuat penerima
menjadi lebih teguh, lebih sungguh, lebih sempurna. Lantas apakah sakramen krisma hanya sebagai
booster (pemercepat, peningkat, pendorong, penguat) dari sakramen baptis, tetapi tidak ada yang
sejati dari dirinya sendiri? Jika demikian Krisma tidak punya kekhasan. Ada masalah praktis juga,
apakah orang yang mau menjadi pelayan Gereja, entah misdinar, akolit, lektor, harus sudah krisma?
Dalam Kitab Suci, Roh Kudus dikisahkan dalam Kisah Para Rasul dan Surat-Surat Paulus – Yohanes.
Menurut Kis, Roh Kudus dicurahkan melalui penumpangan tangan, dan ini terjadi sesudah baptis.
Dalam surat-surat Paulus – Yohanes, Roh Kudus diberikan saat dibaptis. Dari sini kita melihat
perbedaan baptis Katolik dan Protestan. Katolik menekankan Roh Kudus diberikan sesudah baptis,
sementara Protestan meyakini Roh Kudus turun saat pembaptisan. Dalam Kitab Kejadian, Roh Kudus
adalah Roh yang kreatif, ikut menciptakan, Roh yang memberi hidup. Pemberi hidup adalah gelar
Roh Kudus. Hal ini tertulis dalam Ensiklik Dominum et Vivicantem. Dalam Kitab Kejadian,
ditunjukkan Roh yang memberikan hidup, Roh yang ikut menciptakan. Hal ini terjadi sekali untuk
selamanya, semel pro semper. Dalam KSPL, Roh pemberi hidup muncul kuat pada kitab Kejadian,
tetapi tidak pernah ditampilkan lagi. Dalam perjalanan sejarah Israel, Roh Kudus yang dicurahkan
juga memberi pengutusan khususnya bagi para nabi. Roh ini disebut Roh Profetis. Roh ini muncul
lagi, ketika Israel di pembuangan lalu muncul lagi peran Roh Pemberi Hidup. Roh ini dimiliki para
nabi dan kelak menjadi Roh Mesias. Dalam Mesias, Roh Kudus berfungsi sebagai nabi dan pemberi
hidup.
Dalam hidup Yesus, ketika Ia dibaptis Roh Kudus turun. Begitu juga pada saat ia berpuasa di padang
gurun. Roh pemberi hidup dimunculkan lagi, tetapi yang lebih menonjol adalah Roh Profetis. Dalam
KSPB (Kis), yang ditekankan dalam pencurahan Roh Kudus adalah setelah pembaptisan. Dalam
Paulus – Yohanes, Roh Kudus ditekankan sebagai Roh Pengampunan dosa dan Roh Pemberi hidup.
Maka kita bisa mengatakan baik roh hidup dan roh kenabian muncul kedua-duanya dalam KSPB,
meskipun lebih kuat tekanannya pada roh profetis. Ketidakjelasan tentang Roh mana yang diberikan
ini berkaitan dengan belum berkembangnya pneumatologi KSPB. Roh pemberi hidup muncul dulu
baru muncul roh profetis. Maka antara Kis dan PY, dalam baptis Roh turun sebagai pemberi hidup dan
perutusan. Dalam krisma, Roh turun sebagai perutusan bukan secara pribadi namun secara lebih luas.
Jadi kedua tulisan ini tidak saling bertentangan, namun saling melengkapi.
Ada dua hal yaitu sakramen baptis dan krisma, yaitu baik dalam baptis maupun krisma ada roh hidup
dan profetis. Dalam sejarah ada yang ingin menekankan kedua peran Roh Kudus yaitu kreatif dan
profetis. Kreatif dalam PY menunjuk pada pengampunan dosa dan kelahiran kembali pengangkatan
menjadi anak Allah. Dalam Kis, perutusan. Namun kemudian keduanya baik roh kreatif dan profetis.
Teologi yang sekarang tidak memenangkan baptis atau krisma, namun melihat bahwa dua Roh
(kreatif dan profetis) ini diberikan pada saat baptis dan krisma.
Roh pemberi hidup diberikan dalam baptis, dan Roh pendewasaan ini diberikan dalam krisma. Roh
profetis sudah diberikan waktu baptis, tetapi masih secara pribadi. Dalam krisma, roh profetis
dikuatkan sebagai persona publica perutusan dalam komunitas hidup dunia. Pembedaan ini adalah
pemecahan untuk membedakan baptis dan krisma.
Lantas apa khas baptis dan apa khas krisma?
Berkaitan dengan
Roh Pemberi Hidup
Roh Profetis

Baptis
Roh Kelahiran kembali
Perutusan pribadi

Krisma
Roh Pendewasaan
Perutusan komunal

Makna Karunia Sakramen Krisma
1. Roh Pendewasaan
Hal ini dapat dianalogikan dengan dengan pertumbuhan biologis, pertumbuhan intelegensi
dan pertumbuhan emosional. Perkembangan spiritual pun demikian. Pertumbuhan hidup
rohani adalah aspek dalam sakramen krisma. Bagaimana hidup rohani yang dewasa? Dewasa
berarti berani berpegang pada keyakinannya, mandiri secara rohani, bisa dipercaya, mantap
dalam iman, mampu bekerja sama dengan gerak Roh Kudus dalam berbagai bentuk.
Krisma membentuk struktur hidup yang dewasa. Struktur ini menjadi kerangka yang
diberikan oleh krisma agar perkembangan rohani seseorang dapat bekerja secara dewasa
dalam hal rohani.
Menjadi dewasa tidak cukup hanya dari atas tetapi juga dari tanggapan manusiawi pribadi itu
sendiri. Manusia harus mengimani dan mengamini, sehingga rahmat seperti gayung
bersambut, mengalir secara efektif bagi manusia.
2. Roh Perutusan
Krisma menjadikan seseorang persona publica yang hadir menjadi saksi bagi banyak orang.
Krisma menjadi dimensi pneumatis misioner ecclesia atau functional ecclesia.
Dua karunia inilah yang membedakan krisma dengan baptis. Gratia supponit perficitque naturam.
Rahmat mengandaikan dan menyempurnakan kodrat. Maksudnya bukan karena krisma, manusia
mendapat kemampuan secara ajaib. Rahmat bekerja dalam kemampuan kodrati manusiawi. Rahmat
menyempurnakan dan mengembangkannya. Rahmat bekerja harus ada dasar kodratinya.
Simbolik Krisma
Materia yang dipakai adalah minyak krisma, minyak yang diberkati uskup. Biasanya minyak zaitun
ditambah dengan balsam. Biasanya minyak ini diberkati pada saat misa hari Kamis pagi pada pekan
suci (Kamis Putih pagi).
Tindakannya bagaimana? Diurapi atau penumpangan tangan? Untuk jalan tengahnya, bisa diurapi
sambil penumpangan tangan.
Rumusnya “Terimalah tanda pengurapan Roh Kudus.”
Pelayannya siapa? Harus uskup. Atau dalam situasi dengan izin uskup adalah imam.
LG 26 bicara tentang minister originarius (pelayan asali) Krisma adalah Uskup. Kita mengenal
adanya minister ordinarius dan minister extra ordinarius (pengecualian dengan izin). Pemberi
sakramen krisma di Gereja timur, minister ordinariusnya adalah imam. LG 26 mengatakan bahwa
uskup adalah minister originarius. Hal ini mau mengatakan bahwa uskup adalah asal, aslinya. Maksud
penulisan originarius ialah untuk menunjukkan adanya kesempatan bagi imam (di gereja barat) agar
dapat memberikan krisma juga. KHK (1983) KGK (1993) Dalam KHK, minister ordinariusnya adalah
uskup. Lantas jabatan uskup sebagai minister originarius tertutup lagi.
Siapa penerimanya? Tentunya orang yang belum pernah dikrisma, karena fungsinya juga materai
sakramental, sekali untuk seumur hidup. Usia dapat dipertimbangkan secara rasional yaitu sekurangkurangnya umur 14 tahun. Perlu juga wali krisma yang berfungsi sama dengan wali baptis. Boleh juga
memakai nama krisma, boleh sama dengan nama baptis, tetapi tidak harus sama.
SAKRAMEN EKARISTI
Ekaristi masuk dalam inisiasi. Mengapa? Gagasan utamanya ialah konsep inkorporasi manusia
dengan Kristus. Dalam baptis, manusia menyatu dengan relasi hidup Kristus. Dalam Krisma, manusia
menyatu dengan tugas Kristus. Dalam Ekaristi, manusia bersatu dalam kepenuhan hidup Kristus.
Persatuan ini merupakan suatu proses dinamis untuk mengimani dan mengamini Kristus. KV II tidak
punya dokumen khusus yang membahas Ekaristi. Namun perubahan-perubahan yang dilakukan
Gereja, ikut memengaruhi paham Gereja tentang Ekaristi. Pandangan akan Ekaristi berubah seturut

perubahan konsep aspek yang lain. Dulu Gereja digambarkan secara piramidal, sehingga bentuk
Ekaristi tampak dalam posisi imam yang menghadap tembok (altar). Gambaran Gereja saat ini
membuat bentuk misa saat ini, imam menghadap umat.
Ekaristi adalah sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. “Sumber” menimbulkan konsep air yang
mengalir. Ekaristi digambarkan seperti mata air yang menjiwai, menghidupi, dan memberi kesegaran
bagi hidup manusia. “Puncak” merupakan gambaran gunung, di mana segala sesuatu ditujukan
kepada Ekaristi. Inilah pentingnya Ekaristi yang ditekankan oleh KV II. SC 47 meringkas pandangan
tentang Ekaristi dengan menyebut kisah perjamuan terakhir sampai kebangkitan Kristus. (lih. Diktat).
Ekaristi dikenal dengan banyak nama, misalnya Misa. Ada beberapa nama yang masing-masing
menekankan aspek tertentu. Misalnya Ekaristi dari kata Yunani eucharistein yang berarti mengucap
syukur atau terima kasih. Dalam bahasa Ibrani dan Arab (rumpun bahasa Semit) bere akat, artinya
berkat. Ekaristi merujuk pada keseluruhan, meskipun terjadi hanya pada Liturgi Ekaristi. Orang
Protestan menggunakan kata “Perjamuan Tuhan.” Ada juga yang menyebut “Pemecahan Roti”. Ada
juga “Kenangan” yang berarti menghadirkan kembali peristiwa perjamuan malam terakhir dalam
tindakan Gereja saat ini. “Kurban Kudus,” “Kurban Syukur,” “Liturgi Kudus” atau “Liturgi Ilahi” dan
juga “Comunnio.” Nama paling umum adalah Misa Kudus. “Misa” dari “misi” pengutusan, “Itte
Missa est.” Misa telah selesai, pergilah, kita diutus.
Dasar biblis Ekaristi
Kalau kita lihat perayaan Ekaristi, dari bentuknya kita bisa mengatakan bahwa Ekaristi sebenarnya
berasal dari doa sebelum dan sesudah makan pada perjamuan Yahudi. Pada saat orang yahudi
mengadakan perjamuan, ada doanya. Doa ini yang diambil alih dalam Ekaristi. Dalam perjamuan
Yahudi, pengertiannya mereka disatukan karena mereka makan dari satu tempat dan minum dari
cawan yang sama. Dari sudut waktu, Ekaristi merujuk pada perjamuan malam terakhir dalam konteks
paskah Yahudi atau Perayaan Roti tak Beragi. Dalam tradisi Israel ada pengertian roti dan anggur
adalah wakil dari seluruh karya dan kerja hidup mereka. Persembahan berupa roti dan anggur menjadi
perwakilan atas seluruh persembahan manusia kepada Tuhan.
Yesus mengadakan perjamuan terakhir pada saat orang Yahudi mengadakan perjamuan paskah.
Perjamuan paskah merupakan peringatan akan pembebasan orang Yahudi dari perbudakan Mesir.
Sebelumnya orang Israel masuk Mesir karena Yusuf. Orang Israel berkembang biak begitu cepat,
sehingga Mesir menjadikan orang Israel budak yang ditindas. (Lanjut dengan cerita “Ten
Commandments”) Pada tulah terakhir, anak-anak sulung Mesir dibunuh. Orang Israel harus
menyembelih anak domba, dan darahnya dioleskan di pintu. Gambaran pintu mengacu pada salib
yang dioles dengan darah Anak Domba Allah yaitu Yesus Kristus yang menyelamatkan manusia.
Jadi peristiwa yang diperingati Yahudi ialah peristiwa pembebasan dari Mesir dengan darah anak
domba dan segala keajaiban karya Allah. Yesus juga merayakan paskah Yahudi ini. Yesus melakukan
sesuatu yang berbeda dengan perjamuan Yahudi umumnya yaitu pengambilan dan pemecahan roti
sebagai Tubuh-Nya dan membagi anggur sebagai Darah-Nya. Setelah peristiwa wafat dan
kebangkitan Kristus, para murid baru menyadari bahwa Tubuh Kristus merupakan NIAT
PERSEMBAHAN DIRI dan HIDUP yang diwujudkan dalam jalan salib menuju Kalvari.
Injil Sinoptik mengisahkan perjamuan ini. Yohanes tidak mengisahkannya, tetapi mengisahkan ajaran
“Yesus sebagai Roti Hidup”. Dari kisah-kisah ini ada empat poin penting dalam teologi Ekaristi.
20 Februari 2013
1. Ekaristi dilakukan dalam konteks perjamuan Paskah Yahudi.
Konteks ini menunjukkan bahwa Yesus mati karena pengurbanan diri sebagai Anak Domba Allah.
2. Kristus mengidentifikasikan dirinya dengan roti dan anggur.
Kata-kata Yesus di perjamuan “Inilah Tubuh-Ku” menunjukkan totalitas dirinya. “Inilah DarahKu” menunjukkan totalitas hidup-Nya. Ekaristi adalah tindakan antisipasi atas wafat-Nya di salib.

Ini adalah tanda ketaatan penuh kepada Allah sebagai bagian dari karya penebusan Allah bagi
manusia.
3. Ekaristi merupakan undangan Yesus kepada para rasul untuk makan dan minum.
Makan minum di sini bukan masalah perut, tetapi soal persatuan rohani pribadi dengan Yesus
Kristus, terutama dengan kurbannya. Bukan hanya kurban Kristus, tetapi juga kurban Gereja.
Umat juga ikut mengurbankan hidupnya melalui imamat umum yang mereka terima.
4. Perintah untuk menghadirkan kembali apa yang dilakukan oleh Yesus. Dalam perintah untuk
mengulangi ini, ditunjukkan kaitan antara perjamuan dengan peristiwa Kalvari. Kata-kata
konsekrasi yang diulangi oleh para imam disebut kata-kata pelembagaan (word of constitution)
karena kata-kata ini dipandang sebagai yang mengadakan Ekaristi. Perintah untuk menghadirkan
kembali berarti perintah untuk mengulangi, melakukan kembali apa yang dilakukan Yesus dalam
perjamuan tersebut, dan dalam hal ini kenangan bukan dalam arti psikologis, tetapi menghadirkan
kembali apa yang dilakukan Yesus. Tidak hanya menghadirkan kembali kurban Kristus, tetapi
juga dengan segenap hidup dan ajaran-Nya. Pengertian ini menonjol dalam Injil Lukas. Yang
dihadirkan kembali bukan hanya perjamuan malam terakhir tetapi juga peristiwa Kalvari di mana
Yesus wafat di salib dan kebangkitan-Nya.
Yohanes Bab 6 menampilkan ajaran Yesus soal roti hidup setelah mukjizat pergandaan roti. Yesus
mengidentifikasikan diri-Nya sebagai roti sejati dari Allah. Roti ini membawa kehidupan abadi dalam
diri mereka yang memakannya, sebagai anugerah Bapa melalui Yesus.
Ekaristi dalam Komunitas Kristiani Pertama
Semula mereka ikut ibadah dalam Sinagoga lalu dilanjutkan dengan perjamuan di rumah, dalam
persekutuan meja. Dalam perkembangannya, dilanjutkan dengan di rumah umat lalu seltelah diakui
sebagai agama, mereka membangun rumah ibadat sendiri. Perjamuan ini membentuk komunitas.
Paulus mengajarkan bahwa perjamuan Tuhan membentuk komunitas yang mengeratkan hubungan
antara umat yang satu dengan yang lain, dan mereka bersatu dalam Kristus.
26 Februari 2013
Sejarah Ekaristi
Air = H2O = X110Y54Z271 Kendati banyak rumusnya, realitas air itulah yang penting.
Yesus mengatakan “Inilah Tubuh-Ku.” Kalau suatu ketika orang merumuskan, “Tubuh Kristus itu
begini... atau begitu ... “ Itu hanya rumus. Perubahan rumus, tidal mengubah realitas. Air sebagai
contohnya. Rumusnya bisa berubah-ubah, namun realitasnya tetap air. Rumus selalu muncul
belakangan. Realitas muncul lebih dulu, baru muncul rumus. Kehidupan muncul lebih dulu baru
dirumuskan. Artinya rumus tidak merealitaskan sesuatu.
Tahun 325 konsili Nicea merumuskan homo ousious untuk mengenal realitas Yesus sehakikat Allah.
Gereja tidak mengubah / mengangkat Yesus menjadi Tuhan.
Dalam sejarah Ekaristi, Gereja berusaha merumuskan kata-kata Yesus, “Inilah Tubuh-Ku.”
Realitasnya Yesus mengatakan, “INIlah Tubuh-Ku.” Selama perjalanan sejarahnya, Gereja ingin
merumuskan kata-kata Yesus, “Terimalah dan makanlah, inilah Tubuh-Ku . . .” Rumus ini berasal dari
Skolastik yang membedakan substansi dan aksiden. Setiap benda punya substansi, intinya. Yang
tampak di luar, rasanya itu aksiden. Ketika Yesus berkata “Inilah Tubuhkua,” substansinya diubah.
Aksidennya tetap roti. Substansinya berubah. Maka Gereja menggunakan transubstansiasi. Inti
dalamnya yang berubah. Ajaran ini dicetuskan oleh teologi skolastik dan masih dipakai sampai saat
ini.
Kata yang penting dalam teologi Katolik ialah kehadiran nyata (real presence / presentia realis) yang
terjadi hanya pada roti dan anggur. Kehadiran Yesus dalam sabda dan sakramen, bukan kehadiran
nyata. Kehadiran nyata terjadi hanya dalam tubuh dan darah Kristus. Inliah yang membedakan teologi
katolik dengan teologi protestan. Protestan tidak mengakui kehadiran nyata dalam roti dan anggur.

Gereja melihat kehadiran nyata Kristus berupa tubuh dan darah Kristus dalam roti dan anggur. Hal ini
tidak diadakan oleh Gereja melainkan disimpulkan dari Kitab Suci. Para murid berusaha memahami
ajaran Kristus dan dalam perjalannya berjumpa dengan para filsuf Yunani. Para filsuf Yunani
mengajarkan adanya dua dunia. Maka muncul pemikiran bahwa roti dan anggur merupakan tanda
kehadiran Kristus yang berasal dari dunia sana. Gagasan Yunani tentang anamnesis sama dengan
konsep kenangan dalam Yahudi. Kehadiran Yesus dalam tubuh dan darah bukan hanya simbol yang
menunjuk pada yang real. Oleh para rasul, roti dan anggur bukan melulu simbol, tetapi realitas
kehadiran nyata. Maka muncul gagasan simbol real. Inilah perjalanan awal perumusan kata-kata
Yesus tentang tubuh dan darah-Nya.
Muncul juga konsep ekaristi sebagai kurban. Hal ini semula dihindari para bapa Gereja untuk
menghindari pandangan yang menyamakan Gereja dengan agama lain. Para teolog Anthiokia
mengatakan bahwa ekaristi dilihat sebagai kurban, Kristus mengurbankan diri, seperti dalam konteks
pembebasan Yahudi. Berkembanglah teologi kurban, dan kurban di sini bukan dalam arti fisik, maka
mereka mengatakan bahwa ekaristi adalah kurban rohani Kristus yang diwujudkan dalam penyerahan
diri-Nya dan mewujudkannya di salib. Inilah yang dirayakan dalam perayaan ekaristi.
Pada zaman awal sampai abad IV, muncul Ambrosius yang mengatakan, ketika Yesus mengatakan,
“Inilah Tubuh-Ku,” terjadilah perubahan (convertio) dan perubahan ini dinyatakan melalui karya Roh
Kudus. Tertulianus dan Siprianus mengatakan bahwa ekaristi adalah tanda sengsara dan wafat Kristus.
Agustinus menyebut kurban ekaristi sebagai kurban Yesus bersama seluruh Gereja. Christus Totus.
Bersama seluruh Gereja, Kristus mengurbankan diri.
Pada abad V – IX. Di Gereja timur muncul bagaimana perubahan terjadi. Mereka mencari rumusnya.
Melalui Ambrosius, gagasan bahwa terjadi perubahan ini mulai dibahas di Gereja Barat. Pengertian
pada waktu itu – istilahnya belum – membedakan apa yang tampak dan apa intinya. Istilah substansi
dan aksiden belum muncul. Yang muncul adalah realisme ekaristi artinya menghadirkan Yesus secara
penuh. Muncul pula gagasan imamat yang kemudian murid-murid Yesus menjadi imam yang
mempersembahkan kurban. Pada abad VIII – IX muncul praktik silih sebagai pengganti roti anggur
dan lilin dengan persembahan umat. Muncul juga misa privat artinya imam misa sendiri. Muncul juga
misa sistem tarif, maksudnya secara meriah atau sederhana.
Dalam sejarah ekaristi terjadi polemik pada abad IX sampai XI. Polemik ekaristi terjadi dua kali
antara Paskasius Rabertus melawan Ratramus. Paskasius adalah abbas, Ratramus adalah rahib.
Paskasius menulis tentang tubuh dan Kristus yang menekankan adanya kesamaan antara tubuh
historis dan tubuh ekaristis Yesus. Kesamaan ini terjadi secara real. Ratramus kemudian menulis
dengan judul yang sama De Corpore et Sanguine Domine. Ia menyangkal kesamaan yang disebut
Paskasius. Ia mengatakan bahwa roti anggur adalah gambaran tubuh Kristus. Ratramus lantas
dihukum. Letak polemiknya adalah apakah hosti ini benar tubuh Kristu atau hanya gambaran.
Polemik kedua dst. lih dikat.
5 Maret 2013
Sejarah Gereja menunjukkan bagaimana Gereja menafsirkan kata-kata “Inilah Tubuh-Ku.” Penafsiran
ini dipermudah dengan pertemuan dengan filsafat Yunani dan kemudian Agustinus, bapa Gereja
lainnya, meneorikan bagaimana harus mengerti kata-kata Yesus, “Inilah Tubuh-Ku.” Kemudian kita
melihat adanya polemik pada abad IX – XI, bagaimana ketegangan soal perubahan yang terjadi pada
roti. Kalau ada bagaimana. Gereja menegaskan adanya perubahan, hanya saja bagaimana belum bisa
dijelaskan. Mereka yang tidak mengakui adanya perubahan, kemudian dihukum.
Dalam Kristologi muncul pertanyaan apakah Kristus Allah atau Manusia? Maka ada yang mengatakan
Kristus itu hanya Allah, hanya manusia, di tengah-tengah, atau bagaimana. Muncullah terminologi
yang mendistingsi. Kalau disebut Allah bagaimana? Kalau disebut manusia bagaimana? Persatuannya
bagaimana? Pada akhirnya ditemukan rumusan dengan terminologi baru yang menyebut bahwa Yesus
punya DUA KODRAT sungguh Allah sungguh manusia. Namun Yesus memiliki SATU PRIBADI.

Kristus sehakikat dengan Allah. Inilah salah satu contoh munculnya terminologi baru untuk
merumuskan permasalahan iman.
Yang lain, apakah Gereja sudah sempurna atau belum. Gereja sering disebut Societas Perfecta yang
artinya masyarakat yang sempurna. Pertanyaannya apakah sungguh sempurna? Dikatakan sempurna
karena dihidupi oleh Roh Kudus. Namun dalam kenyataannya, anggota Gereja masih sering berdosa.
Lalu dalam LG Gereja disebut memiliki sisi ilahi dan insani. Struktur pribadi Kristus sama dengan
Struktur Gereja, yaitu ilahi dan insani. Inilah contoh bagaimana persoalan dipecahkan dengan
terminologi baru.
Demikian pula dengan sakramen Ekaristi yaitu Tubuh Kristus. Kita dapat bertanya apakah hosti itu
Tubuh Kristus? Ya. Tetapi mengapa bentuknya masih roti dan rasanya tetap roti. Teologi skolastik
menemukan terminologi dari filsafat Yunani. Thomas mengambil ide Aristoteles, beda dengan
Agustinus yang Platonian. Dalam filsafat Aristotelianisme, setiap benda memiliki materi – forma.
Maka demikian juga dengan setiap sakramen dan juga Ekaristi. (lih. Diktat hlm. 57 dst.)
Materia – Forma. Substansi – Aksiden. Esensi – Eksistensi. Aktus – Potensi.
(Hlm. 59) Skolastik mengenal substansi dan aksiden. Aksiden adalah apa yang tampak, namun
substansinya tidak terlihat. Maka teori ini digunakan untuk merumuskan Ekaristi. Karena ada materi
(roti) dan forma (kata-kata), terjadilah perubahan hanya pada substansi, bukan pada aksiden. Maka
muncul terminologi TRANSUBSTANSIASI yaitu perubahan yang terjadi pada roti dan anggur pada
saat Ekaristi. Substansi roti diubah menjadi Tubuh Kristus, tetapi aksidennya tetap roti. Substansi
anggur diubah menjadi Darah Kristus, tetapi aksisdennya tetap anggur.
Kata-kata dari epiklese pertama sampai epiklese kedua. Yang pertama adalah permohonan kepada
Roh Kudus untuk mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus. Yang kedua adalah
permohonan kepada Roh Kudus untuk mengubah Gereja.
Concomitantia berarti utuh, untuk menjawab bahwa ketika umat menerima tubuh Kristus saja, mereka
juga menerima darah Kristus. Dimensi Tubuh Kristus tidak bisa lepas dari dimensi Darah Kristus.
Dalam teologi skolastik, imam bertindak sebagai In Persona Christie dan Alter Christus. Imam dilihat
sebagai alter christus sebenarnya semua orang juga karena Mamat umumnya dalam baptis. Alter
Christus yang mana? Umat menjadi tubuh, dan imam menjadi kepala. Konsili Florence tahun 1415
berbicara tentang rahmat yang diberikan oleh Ekaristi. Kita menerima rahmat disatukan dengan
Kristus. Rahmat pemeliharaan hidup dan segala hal yang baik. Semua ini adalah karunia yang
diberikan dalam penyambutan Tubuh Kristus dalam Ekaristi. Ketika muncul pengertian rahmat,
muncul juga penerapan rahmat untuk jiwa-jiwa. Maka kita bisa mempersembahkan Ekaristi untuk
arwah tertentu. Paha Kristus diperuntukkan bagi arwah orang-orang yang kita doakan. Yang paling
baik ialah melalui Ekaristi.
Martin Luther : Prinsip Ekaristi: ia menolak transubstansiasi tapi consubstansiasi. Ia menolak
identifikasi riil. Ada ungkapan yang penting dalam gereja Katolik yakni PRAESENTIA REALIS
(Real Presence). Luther menolak devosi Ekaristis. (dll. Lihat hlm. 60-61).
6 Maret 2013
325 Gereja merumuskan Yesus sebagai Tuhan. Rumusan tidak mengubah fakta. Misalnya fakta soal
AIR, semasih kecil kita menyebut air. Beranjak sekolah tinggi, air kita kenal sebagai H 2O. Yesus tidak
turun ke dunia dengan doktrin. Yesus menceritakan relasinya dengan Bapa dan Roh Kudus. Dalam
perjalanannya, para murid didorong oleh Roh Kudus untuk menyimpulkan siapa Yesus agar Yesus
dikenal sesuai faktanya. Allah tidak mendiktekan doktrin, tetapi mengarahkan manusia pada
pengenalan dan penyimpulan akan fakta siapa Yesus Kristus. Yesus dikenal sebagai Allah dari katakata-Nya. Ini Kristologi implisit. Penyimpulan akan siapa Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus
merupakan hasil dari proses permenungan Gereja. Allah memperlengkapi Gereja dengan berbagai
cara, salah satunya melalui filsafat. Fides quaerens intellectum. Thomas Aquinas menggunakan

filsafat Aristoteles untuk memahami iman dengan lebih baik, lalu merumuskannya. Agustinus
menggunakan filsafat Plato. Ia banyak menggunakan istilah Signum untuk menjelaskan sakramen.
Sakramentum mengacu pada tanda, sehingga dalam sejarah dimensi misterion berkurang.
Allah menggerakkan orang-orang dalam Gereja. Allah berkarya melalui Sabda-Nya (Kristus)