Analisis Efektivitas Mesin Hopper Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness dan FMEA Pada PT. Karya Murni Perkasa Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1

Manajemen Perawatan1
Perawatan (maintenance) adalah semua tindakan yang dibutuhkan untuk

memelihara suatu unit mesin atau alat di dalamnya atau memperbaiki sampai pada
kondisi tertentu yang bisa diterima.
Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
planned dan unplanned maintanance. Klasifikasi dari pendekatan sistem
perawatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1

Maintenance

Planned
Maintenance

Predictive
Maintenance


Preventive
Maintenance

Unplanned
Maintenance

Corrective
Maintenance

Breakdown
Maintenance

Gambar 3.1 Klasifikasi Perawatan
(Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan.)

1

Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Realibility for Engineers. Taylor and
Francis Group. New York: LLC. Hal 3


Universitas Sumatera Utara

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah:
1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance
terbagi atas 2, yaitu:
a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu
peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan suatu
mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak
direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance terbagi atas:
1. Time based Maintenance
Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi
harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya.
2. Condition based Maintenance
Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa
perubahan

kondisi


dari peralatan/asset,

dengan

tujuan untuk

memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan.
b.

Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat
mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi
atau dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya
menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan.

2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2,
yaitu:
a. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk

Universitas Sumatera Utara


memperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar
yang telah ditetapkan pada mesin tersebut.
b. Breakdown

Maintenace,

yaitu

suatu

kegiatan

perawatan

yang

pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu
dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat
signifikan terhadap operasi ataupun produksi.


3.2

Total Productive Maintanance (TPM)
Total pemeliharaan produktif (TPM) adalah sebuah strategi perawatan

yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan. TPM adalah
pemeliharaan produktif

bergaya Amerika

yang telah dimodifikasi dan

ditingkatkan agar sesuai dengan lingkungan industri Jepang. Sekarang populer di
industri Jepang dan barat lainnya. Hal ini terkait erat dengan JIT (Just in Time)
dan TQM (Total Quality Management) dan PM (Preventive Maintenance),
dimana mesin bekerja secara produktif, efisien, dan keterlibatan tanggung jawab
karyawan, serta pencegahan masalah sebelum itu terjadi.
TPM digunakan untuk meminimalkan semua potensi kerugian dalam
produksi dan untuk mengoperasikan peralatan dengan penuh kemampuan. TPM

juga berkaitan dengan pertimbangan kualitas yaitu membuat tingkat cacat produk
nol, yang berarti tidak ada scrap produksi atau cacat, tidak ada kerusakan, tidak
ada kecelakaan, tidak ada limbah dalam proses produksi atau pergantian proses
produksi.

Universitas Sumatera Utara

TPM dapat didefinisikan dengan mempertimbangkan tujuan berikut:
1. Meningkatkan efektivitas peralatan, hal ini berkaitan dengan six big lossses
yang dibagi menjadi 3 kerugian utama yaitu
a.

Kerugian waktu, diklasifikasikan sebagai kerusakan alat dan, Setup and
Adjustment yang tidak terjaga.

b.

Kerugian

kecepatan,


diklasifikasikan

sebagai

kerugian

akibat

pemberhentian operasi mesin dan kerugian pengerjaan ulang.
c.

Kerugian kualitas diklasifikasikan sebagai kerugian akibat scrap dan
produk cacat.

2. Melibatkan operator dalam pemeliharaan harian, hal ini berarti untuk mencapai
perawatan otonom di mana para pekerja yang mengoperasikan peralatan
diizinkan dan bertanggung jawab untuk beberapa kegiatan pemeliharaan.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeliharaan, ini berarti memiliki
pendekatan sistematis untuk semua kegiatan pemeliharaan. Ini melibatkan

identifikasi sifat dan tingkat pemeliharaan preventif yang diperlukan untuk
masing-masing bagian peralatan, pembuatan standar untuk kondisi berbasis
pemeliharaan, dan pengaturan tanggung jawab masing-masing untuk operasi
dan Staf pemeliharaan.
4. Mendidik dan melatih personil, tugas ini adalah salah satu yang paling penting
dalam pendekatan TPM yaitu melibatkan semua orang di perusahaan. Operator
diajarkan

bagaimana

bekerja

pada

mesin

mereka

dan


bagaimana

mempertahankan cara kerja mereka dengan benar. Karena operator akan
melakukan beberapa pemeriksaan, penyesuaian mesin, dan tugas-tugas

Universitas Sumatera Utara

pencegahan lainnya. Pelatihan melibatkan operator bagaimana melakukan
inspeksi dan bagaimana bekerja dengan pemeliharaan dalam kemitraan.
5. Merancang dan mengelola peralatan untuk pemeliharaan pencegahan. Peralatan
ini mahal dan harus dipandang sebagai aset produktif. Peralatan dirancang
lebih mudah dalam mengoperasikan dan memelihara sistem yang ada. Dengan
mengevaluasi biaya operasi dan pemeliharaan peralatan baru sepanjang siklus
hidupnya, biaya jangka panjang akan diminimalkan. Harga beli yang rendah
tidak berarti biaya siklus hidup rendah2.

3.3

Overall Equipment Effectiveness (OEE)3
Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan metode yang


digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna
menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses
peralatan. Overall equipment effectiveness adalah besarnya efektivitas yang
dimiliki oleh peralatan atau mesin. OEE dihitung dengan memperoleh nilai
availabilitas dari alat-alat perlengkapan, efisiensi kinerja dari proses dan rate dari
mutu produk.
OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality of Rate (%)
Dalam penerapan OEE, ada beberapa manfaat yang dapat diambil, yaitu:
a. Menentukan starting point dari perusahaan ataupun peralatan/mesin.
b. Identifikasi bottleneck di dalam peralatan/mesin.
c. Identifikasi kerugian produktivitas (true productivity losses)
2

Osama Taisir R. Almeanazel. 2010. Total Productive Maintenance Review and Overall
Equipment Effectiveness Measurement. Yordania : Hashemite University. Hal 1-2
3
Seiichi Nakajima. 1984. Introduction to TPM. Cambrige. Productivity Press, Inc. Hal. 21

Universitas Sumatera Utara


d. Menentukan prioritas dalam usaha meningkatkan OEE dan peningkatan
produktivitas

3.3.1

Availability Ratio
Availability

ratio

merupakan

suatu

rasio

yang

menggambarkan

pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan.
Nakajima (1988) menyatakan bahwa availability merupakan rasio dari operation
time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan
demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah:
Availabili ty 


Operation Time
 100%
Loading Time
Loading Time  Downtime
 100%
Loading Time

Loading time adalah waktu yang tersedia (available time) perhari atau
perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned
downtime).
Loading Time = Total Available Time – Planned Downtime
Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu
downtime mesin (non-operation time). Dengan kata lain, operation time adalah
waktu operasi yang tersedia setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan
dari total available time yang direncanakan.

3.3.2

Performance Ratio
Performance ratio merupakan suatu ratio

yang menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil
dari operating speed rate dan net operating rate. Operating speed rate peralatan
mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan)
dan kecepatan operasi aktual. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari
suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah
suatu operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada
kecepatan rendah.
Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance
efficiency adalah:
a. Ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar)
b. Processed amount (jumlah produk yang diproses)
c. Operation time (waktu operasi mesin)
Formula pengukuran rasio ini adalah:

Performance Effiecienc y  Net Operting Time  Operating Speed Rate
processed Amount  Theoretica l Cycle Time

Operation Time
Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang
diproses (processed amount) dikalikan dengan actual cycle time dengan operation
time.

Net Operation Time 

processed Amount  Actual Cycle Time
Operation Time

Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal
mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin
(actual cycle time).

Universitas Sumatera Utara

Operating Speed Rate 

3.3.3

Theoretica l Cycle Time
Actual Cycle Time

Quality Ratio
Quality ratio atau rate of quality product merupakan suatu rasio yang

menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai
dengan standar. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:
Rate of Quality product 

processed Amount  Defect Amount
 100%
processed Amount

Berdasarkan pengalaman perusahaan yang sukses nilai OEE yang
ideal diharapkan adalah:
-

Availability ≥ 90%

-

Performancy ≥ 95%

-

Quality ≥ 99%

Sehingga nilai OEE ideal yang diharapkan adalah:
OEE = Availability x Performance x Quality
OEE = 0,90 x 0,95 x 0,99 x 100 %
OEE ≥ 85 %

Universitas Sumatera Utara

Alur pengukuran OEE dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Departemen

Data Kerugian
Spesifik

Six Big Loss

Kinerja

Kinerja
Keseluruhan

Planned
Downtime
Breakdown

Equipment
Failure

Penyetelan
Sparepart

Setup &
Adjustment Loss

Maintenance

Waiting Time

QC

Cleaning

PPIC

Quality Check

Cycle Time

Availability

Idle and Minor
Stoppage
Performance
Efficiency

OEE

Reduced Speed

Process Amount
Defect in Process

Quality Rate

Defect Process

Gambar 3.2 Alur Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness

3.4

Six Big Losses4
Untuk mencapai efektivitas peralatan keseluruhan (overall equipment

effectiveness), maka langkah pertama yaitu fokus untuk menghilangkan kerugian
utama (six big losses) yang dibagi dalam 3 kategori yang merupakan penghalang
terhadap efektivitas peralatan, adapun losses tersebut adalah sebagai berikut.
1. Downtime
a. Kerusakan Alat (Equipment failure/breakdown losses)
4

Francis, Wauters dan Jean Mathot. 2002. OEE (Overall Equipment Effectiveness). ABB Inc

Universitas Sumatera Utara

Equipment

failure

merupakan

perbaikan

peralatan

yang

belum

dijadwalkan sebelumnya dimana waktu yang terserap oleh kerugian ini
terlihat dari seberapa besar waktu yang terbuang akibat kerusakan
peralatan/mesin produksi. Kerugian ini masuk dalam katagori kerugian
downtime yang menyerap sebagian waktu yang tersedia pada waktu yang
telah dijadwalkan untuk proses produksi (loading time). Equipment
failure (breakdown) loss dihitung sebagai berikut.

Equipment Failure Loss 

Total Breakdown Time
 100%
Loading Time

b. Setup and Adjustment
Setup and adjustment merupakan waktu yang terserap untuk pemasangan,
penyetelan dan penyesuaian parameter mesin untuk mendapatkan
spesifikasi yang diinginkan pada saat pertama kali mulai memproduksi
komponen

tertentu. Setup and adjusment loss dihitung dengan formula

berikut ini.

Set up and adjustment Loss 

Total Set up and adjustmentTime
 100%
Loading Time

2. Speed Losses
a. Idling and minor stoppages
Idling and minor stoppages merupakan kerugian akibat berhentinya
peralatan sebagai akibat terlambatnya pasokan material atau tidak adanya
operator walaupun WIP tersedia. Idiling and minor stoppages loss dihitung
sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Idling and Minor Stoppages 

Nonproductive Time
 100%
Loading Time

b. Reduced Speed
Reduced Speed

merupakan kerugian yang terjadi akibat peralatan

dioperasikan dibawah standar kecepatan. Reduced speed loss dihitung
sebagai berikut.

Re duce speed losses 

Operation time  ( Ideal cycle time  Total product process)
 100%
Loading Time

3. Quality Losses
a. Defects in process (Quality defect)
Defects in process a d a l a h waktu peralatan yang terbuang untuk
menghasilkan produk jelek serta pengerjaan ulang pada saat mesin
berjalan terus menerus setelah proses penyetelan dan penyesuaian. Defect
in process loss dihitung sebagai berikut.

Pr ocess defect losses 

Ideal cycle time  produk cacat
 100%
Loading time

b. Reduced Yield (Start-up losses)
Reduced Yield

waktu peralatan yang digunakan untuk menghasilkan

produk rusak saat penyetelan dan penyesuaian untuk stabilisasi. Reduced
yield loss dihitung sebagai berikut.

Re duced Yield Losses 

Ideal cycle time  startup product
 100%
Loading time

Universitas Sumatera Utara

3.5

Diagram Pareto5
Alfredo Pareto adalah orang yang pertama kali memperkenalkan diagram

pareto ini. Tujuannya pada saat itu untuk mendistribusikan kesejahteraan
masyarakat, kemudian Dr. Joseph Juran mengembangkannya lagi sehingga dapat
digunakan pada berbagai macam bidang. Diagram pareto adalah grafik yang
menguraikan klasifikasi data secara menurun mulai dari kiri ke kanan. Diagram
pareto digunakan untuk mengidentifikasi masalah dari yang paling besar sampai
yang paling kecil.
Diagram ini pada awalnya menampilkan distribusi frekuensi tentang
kesejahteraan beberapa negara, yang kemudian ternyata sesuai untuk diterapkan
pada manajemen mutu. Diagram Pareto menunjukkan bahwa sekitar 80 % dari
kekayaan atau kesejahteraan negara-negara dikuasai oleh sekelompok kecil
negara. Jika diterapkan pada manajemen mutu, diagram pareto umumnya
mengatakan bahwa 80% dari problem dapat diselesaikan jika penyebab utamanya
yang umumnya ditimbulkan oleh sekelompok kecil penyebab utama (20%), dapat
diselesaikan.
Diagram pareto mempunyai ciri khas yaitu sumbu y merupakan persen
terhadap total reject dan penyajian data dalam grafik atau diagram sekaligus
menampakkan baik grafik batang dari nilai persentase masing-masing reject
terhadap total reject maupun grafik garis mengenai persen kumulatifnya. Oleh
karena itu diagram pareto digunakan untuk menunjukkan prioritas pada suatu
masalah dimana kepada masalah dominan tersebut dapat dilakukan penyelesaian
5

Dale H. Besterfield. Quality Control. Fifth Edition. (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1998).
Hlm. 5-7

Universitas Sumatera Utara

yang terarah. Fokus penyelesaian terhadap masalah tersebut kemudian akan dapat

1000
80 %
900
75 %
750
70 %

500

A

B
C
Penyebab Kerusakan

Persentase Kerusakan

Frekuensi Kerusakan

dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut.

D

Gambar 3.3 Pareto Diagram

3.6

Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)6
Diagram sebab akibat dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish

bone diagram) yang diperkenalkan pertama sekali oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada
tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan faktorfaktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik
kualitas output kerja. Di samping itu, diagram ini berguna untuk mencari
penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Dalam hal ini,
metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup efektif digunakan
untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara
detail.
Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas
hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab
utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu manusia (man), metode kerja
6

Rosnani Ginting. Sistem Produksi. (Graha Ilmu: Yogyakarta). Hlm. 307-309

Universitas Sumatera Utara

(work method), mesin atau peralatan kerja (machine/equipment), bahan baku (raw
material), lingkungan kerja (work environment).
Langkah-langkah pembuatan cause and effect diagram adalah sebagai berikut:
a. Gambarkanlah panah dengan kotak di ujung kanan dan tentukan masalah
yang hendak diperbaiki/diamati dan usahakan adanya tolak ukur yang jelas
dari permasalahan tersebut sehingga perbandingan sebelum dan sesudah
perbaikan dapat dilakukan.
b. Tentukan faktor-faktor penyebab utama (main causes) yang diperkirakan
merupakan sumber terjadinya penyimpangan atau yang mempunyai akibat
pada permasalahan yang ada tersebut. Gambarkan anak panah (cabangcabang) yang menunjukkan faktor penyebab ini yang mengarah pada panah
utama.
c. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci yang secara nyata
berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor-faktor penyebab utama
tersebut. Tuliskan detail faktor tersebut di kiri kanan gambar panah cabang
faktor-faktor utama dan buatlah anak panah (ranting) menuju ke arah panah
cabang tersebut.
d. Periksalah apakah semua item yang berkaitan dengan karakteristik output
benar-benar sudah dicantumkan dalam diagram.
e. Carilah faktor-faktor penyebab yang paling dominan.
Contoh penggunaan cause and effect diagram dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Faktor penyebab yang digunakan di Gambar 3.4 yaitu tenaga kerja, mesin, modal,
material, metode dan manajerial.

Universitas Sumatera Utara

Sebab

Tenaga kerja

Mesin

Akibat

Modal

Masalah

Material

Metode

Manajerial

Gambar 3.4 Cause and Effect Diagram

3.7

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)7
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah salah satu metode

analisis failure yang diterapkan dalam product development, system engineering
dan manajemen operasional. FMEA dilakukan untuk menganalisis potensi
kesalahan/ kegagalan dalam sistem, dan potensi yang teridentifikasi akan
diklasifikasikan menurut besarnya potensi kegagalan dan efeknya terhadap proses.
Metode ini membantu tim proyek untuk mengidentifikasi potential failure mode.
FMEA membuat tim mampu merancang proses yang bebas waste dan
meminimalisasi kesalahan serta kegagalan.
FMEA terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
a. Process, berfokus pada analisis proses manufaktur dan assembly

7

Dyadem Engineering Coorporation. 2003. Failure Mode and Effect Analysis for Automotive,
Aerospace and General Manufacturing Industries. CRC Press.

Universitas Sumatera Utara

b. Design, berfokus pada analisis produk sebelum proses produksi
c. Service, berfokus pada analisis jasa dari proses industri jasa sebelum
diluncurkan ke pelanggan.
Keguanaan FMEA adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi potensi kegagalan/kesalahan produk ataupun proses
b. Mencatat efek yang akan timbul jika benar-benar terjadi kegagalan/kesalahan
c. Menemukan sebab-sebab potensial dari kesalahan tersebut dan resiko yang
ditimbulkan
d. Membuat daftar dan prioritas tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi resiko kegagalan/kesalahan.
Langkah-langkah FMEA adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi potensi modus kesalahan untuk setiap langkah atau input.
b. Ketahui efek dari kesalahan yang berhubungan dengan modus kegagalan.
c. Identifikasi penyebab potensial dari modus kegagalan tersebut.
d. Buat daftar tindakan dan kontrol yang ada untuk mencegah terjadinya
penyebab potensial tersebut.
e. Tetapkan angka-angka yang menggambarkan besarnya kerugian (severity)
dari efek kesalahan, kemungkinan terjadi kesalahan berulang (occurence),
dan kesempatan untuk mendeteksi (detection) modus kegagalan sebelum
menyebabkan defect (cacat).
f. Kalikan angka untuk severity, occurence, dan detection untuk mendapatkan
risk priority number (RPN).

Universitas Sumatera Utara

g. Lakukan perbaikan untuk setiap item yang memiliki RPN tinggi.
Dokumentasikan setiap tindakan yang dilakukan, dan revisilah RPN.
h. Pergunakan dokumen FMEA secara aktif.

3.7.1

Penentuan Nilai Severity (S)
Severity adalah peringkat yang menunjukkan tingkat keseriusan efek dari

suatu mode kegagalan. Severity berupa angka 1 hingga 10, di mana 1
menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil) dan 10 menunjukkan tingkat
keseriusan tertinggi (sangat beresiko).Kriteria severity dapat dilihat pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1 Penentuan Nilai Severity
Efek
Berbahaya
tanpa
ada
peringatan
Berbahaya
dan
ada
peringatan

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang
Rendah

Kriteria
Dapat membahayakan konsumen
Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
Tidak ada peringatan
Dapat membahayakan konsumen
Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah
Ada peringatan
Mengganggu kelancaran lini produksi
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat
disortir (apakah sudah baik/bisa rework)
Pelanggan tidak puas
Sedikit mengganggu kelancaran lini produksi
Sebagian besar menjadi scrap, sisanya dapat
disortir (apakah sudah baik/bisa rework)
Pelanggan tidak puas
Sebagian kecil menjadi scrap, sisanya tidak
perlu disortir (sudah baik)
100% produk dapat di-rework
Produk pasti dikembalikan oleh konsumen

Rank
10

9

8

7

6
5

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 Penentuan Nilai Severity (Lanjutan)
Efek
Sangat rendah

Kecil
Sangat kecil
Tidak ada
Sumber:

Kriteria
Sebagian besar dapat di-rework dan sisanya
sudah baik
Kemungkinan produk dikembalikan oleh
konsumen
Hanya sebagian kecil yang dapat di-rework dan
sisanya sudah baik
Rata-rata pelanggan komplain
Komplain hanya diberikan oleh pelanggan
tertentu
Tidak ada efek buat konsumen

Rank
4

3
2
1

Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For
Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.

3.7.2

Penentuan Nilai Occurrence (O)
Occurrence adalah ukuran seberapa sering penyebab potensial terjadi.

Nilai occurrence berupa angka 1 sampai 10, di mana 1 menunjukkan tingkat
kejadian rendah atau tidak sering dan 10 menunjukkan tingkat kejadian sering.
Nilai occurrence dapat ditentukan berdasarkan jumlah kegagalan atau
angka Ppk (performance index) yaitu angka yang diperoleh dari perhitungan
statistik yang menunjukkan performance atau capability suatu proses dalam
menghasilkan produk sesuai spesifikasi. Nilai occurrence dapat diturunkan
dengan mencegah atau mengontrol penyebab/mekanisme melalui desain proses.
Nilainya ditentukan untuk setiap penyebab potensial. Bila tidak dapat ditentukan,
gunakan sejarah kualitas dati produk/proses sejenis. Kriteria Occurrence dapat
dilihat pada Tabel 3.2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.2 Nilai Occurrence dengan Menggunakan Jumlah Kegagalan
Peluang
Terjadinya Tingkat
Kemungkinan
Penyebab Kegagalan
Kegagalan
1 dalam 2
Sangat tinggi
1 dalam 3
1 dalam 8
Tinggi
1 dalam 20
1 dalam 80
Sedang
1 dalam 400
1 dalam 2.000
1 dalam 15.000
Rendah
1 dalam 150.000
Sangat kecil
1 dalam 1.500.000
Sumber:

Ranking
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For
Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.

3.7.3 Penentuan Nilai Detection (D)
Detection adalah peringkat seberapa telitinya alat deteksi yang digunakan.
Detection berupa angka dari 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan sistem deteksi
dengan kemampuan tinggi atau hampir dipastikan suatu mode kegagalan dapat
terdeteksi. Sedangkan 10 menunjukkan sistem deteksi dengan kemampuan rendah
yaitu sistem deteksi tidak efektif atau tidak dapat mendeteksi sama sekali.
Nilai detection dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria berikut.
a.

Error-proofed, yaitu alat deteksi yang bersifat error-proofing.

b.

Gauging, yaitu dengan alat bantu inspeksi.

c.

Manual inspection, yaitu dengan inspeksi secara manual.

Universitas Sumatera Utara

Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.3 Penentuan Nilai Detection
Keterangan
Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui
Jelas bagi indera manusia
Memerlukan inspeksi
Inspeksi yang hati-hati dengan menggunakan indera manusia
Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia
Memerlukan bantuan dan/atau pembongkaran sederhana
Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran
Diperlukan inspeksi dan/atau pembongkaran yang kompleks
Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi
Tidak dapat dideteksi
Sumber:

Rangking
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For
Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.

3.7.4

Menghitung Nilai RPN (Risk Priority Number)
RPN atau Risk Priority Number, yaitu angka yang menyatakan skala

prioritas terhadap resiko kualitas yang digunakan untuk panduan dalam
melakukan tindakan perencanaan. RPN merupakan hasil perkalian dari severity,
occurrence dan detection.
RPN = S x O x D
Angka RPN berkisar dari 1 hingga 1000, di mana semakin tinggi nilai
RPN, maka proses semakin beresiko untuk menghasilkan produk dengan
spesifikasi yang diinginkan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di pabrik PT. Karya Murni Perkasa yang beralamat di

Simpang Bandrek, Dusun II Desa Patumbak, Kecamatan Patumbak Medan.
Adapun waktu berlangsungnya penelitian ini adalah April 2015 hingga Juli 2017.

4.2

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian

yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat
tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu

4.3

Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek pada penelitian ini adalan mesin hopper pada

PT. Karya Murni Perkasa.

4.4

Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah bentuk kerangka berpikir yang dapat

digunakan sebagai dasar pendekatan dalam memecahkan masalah yang akan
diidentifikasi.
Adapun pada penelitian ini, upaya yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan pada mesin hopper adalah berhubungan dengan efektivitas

Universitas Sumatera Utara

penggunaan machine/equipment, yang dipengaruhi oleh faktor ketersediaan waktu
kerja (availability), performa mesin (performance), dan kualitas (quality) mesin
(Nakajima:1988). Berikut ini adalah kerangka konseptual pendekatan dalam
memecahkan permasalahan efektivitas mesin hopper.
Loading time

Availability
Downtime
Ideal cycle time

Performance

Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Operation time
Processed amount

Quality
Defect amount

Gambar 4.1 Kerangka Konseptual Penelitian

4.5

Identifikasi Variabel Penelitian
Ada dua jenis variabel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini

yaitu:
1. Variabel independen/variabel bebas, adalah variabel variabel penelitian yang
mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat.
Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Available Time, yaitu jumlah waktu kerja mesin produksi yang tersedia
untuk menghasilkan produk. Pada umumnya dihitung dalam satuan jam
kerja per hari atau per bulan maupun per tahun.

Universitas Sumatera Utara

b. Loading Time, yaitu waktu kerja mesin produksi di luar pemberhentian
mesin secara berkala. Loading time merupakan waktu tersedia dikurangi
dengan jumlah dowtime yang dianggarkan oleh perusahaan.
c. Operation Time, yaitu jumlah waktu kerja mesin produksi untuk kegiatan
operasi proses produksi. Operation time merupakan waktu yang tersedia
untuk proses produksi dikurangi waktu planned downtime dan unplanned
downtime.
d. Planned Downtime, yaitu jumlah waktu dimana mesin tidak beroperasi
karena telah dianggarkan oleh perusahaan untuk mendukung kinerja
mesin produksi, hal ini meliputi waktu shutdown secara berkala, set up
mesin yang terjaga, proses clean up mesin, dan perawatan berkala.
e. Unplanned Downtime, yaitu jumlah waktu dimana mesin tidak beroperasi
akibat kerusakan mesin dan set up di luar waktu yang telah dianggarkan
atau yang tidak terjaga.
f. Ideal Cycle Time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi
produk selama satuan waktu untuk kondisi mesin yang prima.
g. Jumlah produksi (processed amount, yaitu total produksi mesin produksi
selama proses produksi berlangsung.
h. Jumlah reject (defect amount, yaitu jumlah produksi tidak sesuai kriteria
produksi yang dihasilkan selama proses produksi.
2. Variabel dependen/variabel terikat, adalah variabel yang dipengaruhi oleh
perubahan variabel independen/variabel bebas. Adapun variabel dependen atau

Universitas Sumatera Utara

variabel terikat (variabel yang dipengaruhi) dalam penelitian ini adalah
efektivitas mesin produksi.

4.6

Jenis dan Sumber Data
Secara umum, data dibagi berdasarkan cara memperolehnya yakni:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui observasi langsung terhadap
objek penelitian dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data ini berupa
informasi mengenai uraian proses produksi dan penentuan faktor-faktor dan
penyebab mode kegagalan mesin serta pengaruhnya terhadap proses produksi.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi,
catatan-catatan

perusahaan

atau

informasi

dari

laporan-laporan

dari

perusahaan yang ada. Data ini berupa data ketersediaan waktu produksi, total
downtime, total produksi, dan jumlah defect.

4.7

Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:

1.

Data Primer
Pada tahapan ini data yang dikumpulkan berupa uraian proses produksi dan
faktor-faktor penyebab terjadinya mode kegagalan mesin dan pengaruhnya
terhadap proses produksi aspal, yang dilihat dari faktor manusia, mesin,
material, metode kerja dan lingkungan, serta besarnya nilai severity,
occurance, dan detection untuk menentukan nilai risk priority number (RPN)
Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara

Universitas Sumatera Utara

dengan

menggunakan

instrumen

kuisioner

semiterbuka.

Adapun

respondennya adalah supervisor bagian produksi (mandor pengelola) PT.
Karya Murni Perkasa dengan teknik pemilihan responden menggunakan
teknik purposive sampling dengan tipe judgement sampling.
2.

Data Sekunder
Pada tahapan ini, data yang dikumpulkan adalah data produksi aspal,
ketersediaan waktu produksi, total downtime, dan jumlah defect. Adapun
pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan mendapatkan hasil
dokumentasi perusahaan dan studi literatur yang berkaitan dengan efektivitas
mesin secara menyeluruh.

4.8

Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.8.1

Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan, yaitu:

1. Memaparkan rincian ketersediaan waktu, total downtime, total produksi dan
total defect sebagai data awal penelitian yang berguna dalam penentuan nilai
masing-masing rasio.
2. Menentukan masing-masing nilai rasio yaitu availibility ratio, performance
ratio, dan quality ratio.
3. Menghitung nilai OEE dengan cara mengalikan ketiga rasio yang ada, yaitu
Availibility Ratio x Performance Ratio x Quality Ratio.
4.

Menghitung masing-masing faktor six big loss.

5. Membuat pareto diagram six big losses.

Universitas Sumatera Utara

6. Membuat fishbone diagram penyebab utama yang berpengaruh pada OEE.
7. Menentukan nilai FMEA

4.8.2

Metode Analisis Data
Analisis dilakukan melalui grafik hasil perhitungan OEE dengan

melakukan penjelasan penyebab naik dan turunnya nilai OEE kemudian
dilanjutkan dengan penggunaan pareto diagram untuk menentukan faktor six big
losses yang paling berpengaruh dalam penurunan nilai OEE dan analisis mode
kegagalan mesin dengan menggunakan nilai risk priority number (RPN).

4.9

Kesimpulan dan Saran
Langkah akhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi

rancangan perbaikan mesin dan hal penting lainnya dalam penelitian tersebut serta
pemberian saran untuk penelitian selanjutnya bagi peneliti yang ingin
mengembangkan penelitian ini secara lebih mendalam.
Adapun flow chart langkah-langkah penelitian dimulai dari studi lapangan
dan studi literatur yang kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah,
pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan evaluasi kemudian diakhiri
dengan kesimpulan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Studi Literatur
Metode Overall

Studi Lapangan
-Kondisi Perusahaan
-Proses Produksi
-Informasi Pendukung

Equipment Effectiveness
dan FMEA

Perumusan Masalah
-Identifikasi masalah
-Penetapan Tujuan

Pengumpulan Data

Data Primer
-Proses produksi
-Mode Kegagalan,
Pengaruh dan Indeks
Nilai FMEA

Data Sekunder
-Jumlah Produksi
-Jumlah Downtime
-Jumlah Defect
-Ketersediaan Waktu
Produksi (Available time)
Pengolahan Data

Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Availability Ratio (a)
Performance Ratio (b)
Quality Ratio (c)
OEE = a.b.c
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
RPN = severity x occurence x detection

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.2 Flow Chart Langkah-Langkah Penelitian

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1

Pengumpulan Data

5.1.1

Data Waktu Downtime
Data waktu downtime (unplanned downtime) adalah waktu dimana mesin

berhenti beroperasi dikarenakan adanya kerusakan atau pemberhentian mesin
secara tiba-tiba.
Waktu Setup adalah waktu yang dibutuhkan mempersiapkan mesin agar dapat
beroperasi sesuai fungsinya. Pengadaan setup tak terduga (termasuk dalam
unplanned downtime) dapat terjadi dimana mesin mengalami pemberhentian
(shutdown) sampai pemasangan dan penyetelan selesai dilaksanakan. Data
downtime untuk mesin hopper dapat dilihat pada Tabel 5.1.

5.1.2

Data Planned Downtime
Planned downtime merupakan waktu yang digunakan untuk shutdown

yang direncanakan, diperlukan untuk pemeliharaan peralatan, process clean up,
perawatan periodik/berkala dan changeover untuk produk. Semua itu untuk
mendukung keadaan mesin tetap dalam keadaan baik. Data planned downtime
dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel. 5.1 Data Downtime Mesin Hopper

No.

Bulan

Planned

Waktu

Setup and

Downtime

Breakdown

Adjusment

(Jam)

(Jam)

(Jam)

Total
Unplanned
Downtime
(Jam)

1

Jan-15

50

21,25

19,35

40,60

2

Feb-15

50

15,64

18,40

34,04

3

Mar-15

50

19,75

25,20

44,95

4

Apr-15

50

18,68

23,85

42,53

5

Mei-15

50

14,96

16,60

31,56

6

Jun-15

50

17,15

24,12

41,27

7

Jul-15

50

16,78

21,12

37,90

8

Ags-15

50

19,64

24,00

43,64

9

Sep-15

50

21,68

23,50

45,18

10

Okt-15

50

17,68

25,00

42,68

11

Nov-15

50

21,25

24,50

45,75

12

Des-15

50

17,56

20,00

37,56

13

Jan-16

50

19,45

24,00

43,45

14

Feb-16

50

16,32

18,20

34,52

15

Mar- 16

50

21,05

20,00

41,05

16

Apr-16

50

17,68

20,80

38,48

17

Mei-16

50

20,40

23,00

43,40

Sumber: PT. Karya Murni Perkasa

5.1.3

Data Availability Time
Data jam kerja tersedia (availability time) adalah jumlah rata-rata jam

kerja tersedia pada Mesin Hopper untuk melakukan produksi dalam satuan jam.
Data availability time dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Universitas Sumatera Utara

5.1.4

Data Jumlah Produksi dan Produk Rusak
Jumlah produksi adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh mesin hopper

dalam satuan unit. Produk rusak adalah produk yang rusak dari proses hopper
yang diakibatkan oleh mesin breakdown sehingga mesin tidak dapat memasak
agregat bahan baku. Data jumlah produksi dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel. 5.2 Data Availability Time, Jumlah Produksi dan Jumlah Produksi
Rusak di Mesin Hopper

No.

Bulan

Availablity Time
(Jam)

Processed Amount
(Ton)

Defect Amount
(Ton)

1

Jan-15

600

8.218

556,08

2

Feb-15

552

5.256

324,12

3

Mar-15

600

7.176

537,60

4

Apr-15

600

8.036

569,62

5

Mei-15

528

4.988

298,15

6

Jun-15

600

8.079

555,70

7

Jul-15

480

4.868

384,37

8

Ags-15

600

7.684

558,88

9

Sep-15

600

6.754

508,58

10

Okt-15

624

8.369

572,42

11

Nov-15

600

6.376

486,17

12

Des-15

600

8.301

519,64

13

Jan-16

576

5.881

443,63

14

Feb-16

576

5.928

355,27

15

Mar- 16

600

8.148

557,46

16

Apr-16

624

8.367

515,97

17

Mei-16

576

5.545

417,80

Sumber: PT. Karya Murni Perkasa

Universitas Sumatera Utara

5.1.5

Data Pembersihan Mesin (Machine Cleaning)
Pembersihan mesin (machine cleaning) adalah waktu yang digunakan

untuk membersihkan Mesin Hopper dari sisa proses produksi dan debu. Lamanya
waktu pembersihan yang dianggarkan perusahaan adalah 1 jam per hari kerja.
Data Machine cleaning dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel. 5.3 Data Machine Cleaning Mesin Hopper

1

Jan-15

Machine Cleaning
(Jam)
25,00

2

Feb-15

18,40

3

Mar-15

20,00

4

Apr-15

20,00

5

Mei-15

22,00

6

Jun-15

20,00

7

Jul-15

16,00

8

Ags-15

25,00

9

Sep-15

20,00

10

Okt-15

20,80

11

Nov-15

20,00

12

Des-15

25,00

13

Jan-16

24,00

14

Feb-16

24,00

15

Mar- 16

20,00

16

Apr-16

26,00

17

Mei-16

24,00

No.

Bulan

Sumber: PT. Karya Murni Perkasa

Universitas Sumatera Utara

5.1.6

Data Jenis Kegagalan, Mode, dan Pengaruh pada Mesin Hopper
Pada pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) diperlukan

data jenis kegagalan, mode, dan pengaruh yang akan menentukan seberapa besar
proporsi kegagalan dalam mempengaruhi efektivitas mesin hopper. Data tersebut
ditampilkan pada Tabel 5.4, Tabel 5.5, Tabel 5.6, dan Tabel 5.7.

5.2

Pengolahan Data

5.2.1

Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode yang

digunakan untuk mengukur efektivitas mesin/peralatan perusahaan, dengan
mempertimbangkan faktor availability ratio, performance ratio dan quality ratio.

5.2.1.1 Perhitungan Availability Ratio
Availability ratio merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi
downtime peralatan, terhadap loading time. Dalam perhitungan OEE, equipment
failure berupa machine break dan setup & adjustment dikategorikan sebagai
kerugian downtime. Rumus yang digunakan untuk mengukur availability ratio
adalah:
Availabili ty 


Operation Time
 100%
Loading Time

Loading Time  Downtime
 100%
Loading Time

Universitas Sumatera Utara

Operation Time dihitung dengan rumus:
Operation Time = Loading Time – Total Downtime
Loading time adalah waktu yang tersedia perbulan dikurangi dengan waktu
downtime yang telah ditetapkan oleh perusahaan (planned downtime).
Loading Time = Available Time – Planned Downtime
Nilai availability mesin hopper untuk Januari 2015 adalah sebagai berikut.
Berdasarkan data availability time pada Tabel 5.2 dan data planned downtime,
waktu breakdown serta setup and adjustment pada Tabel 5.1, maka
Operation time = Loading Time - Downtime
= (600 – 50) jam – (21,25 + 19,35) jam
= 550 jam – 40,60 jam
= 509,40 jam
Diperoleh nilai availability Mesin Hopper sebagai berikut:

Availabili ty 

509,40
100%  92,62 %
550

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung availability ratio pada mesin
hopper sampai Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.8.

5.2.1.2 Perhitungan Performance Ratio
Performance ratio adalah rasio jumlah produk yang dikalikan dengan
waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses
produksi (operation time). Untuk menghitung nilai performance ratio digunakan
formula sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

PerformanceRatio  Net Operting Time  Operating Speed Rate
processed Amount  Theoretica l Cycle Time

Operating Time
Perhitungan performance ratio dimulai dengan perhitungan ideal cycle time. Ideal
cycle time merupakan waktu siklus proses yang dapat dicapai mesin dalam proses
produksi dalam keadaan optimal atau mesin tidak mengalami hambatan dalam
berproduksi. Dalam proses produksi yang optimal, mesin hopper mampu
menghasilkan 20 ton aspal dalam 1 jam kerja.
Perhitungan Ideal cycle time adalah sebagai berikut:

Ideal Cycle Time 


Waktu proses
Jumlah produksi
1 jam
 0,05 jam / ton
20 ton

Performance Efficiency Mesin Hopper untuk Januari 2015 adalah sebagai berikut.
Berdasarkan nilai processed amount pada Tabel 5.2 dan operating time pada
Tabel 5.10, maka:

Performance Ratio 

8218  0,05
 80,66 %
509,40

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung performance efficiency mesin
hopper periode Januari 2015– Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.8 Availability Ratio Mesin Hopper

No.

Bulan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Jan-15
Feb-15
Mar-15
Apr-15
Mei-15
Jun-15
Jul-15
Ags-15
Sep-15
Okt-15
Nov-15
Des-15
Jan-16
Feb-16
Mar- 16
Apr-16
Mei-16

Unplanned Downtime

Available
Time
(Jam)

Planned
Downtime
(Jam)

Breakdown Time
(Jam)

600
552
600
600
528
600
480
600
600
624
600
600
576
576
600
624
576

50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50

21,25
15,64
19,75
18,68
14,96
17,15
16,78
19,64
21,68
17,68
21,25
17,56
19,45
16,32
21,05
17,68
20,40

Setup Time
(Jam)

Total
Downtime
(Jam)

Loading
Time (Jam)

Operating
Time
(Jam)

Availability
Ratio
(%)

19,35
18,40
25,20
23,85
16,60
24,12
21,12
24,00
23,50
25,00
24,50
20,00
24,00
18,20
20,00
20,80
23,00

40,60
34,04
44,95
42,53
31,56
41,27
37,90
43,64
45,18
42,68
45,75
37,56
43,45
34,52
41,05
38,48
43,40

550,00
502,00
550,00
550,00
478,00
550,00
430,00
550,00
550,00
574,00
550,00
550,00
526,00
526,00
550,00
574,00
526,00

509,40
467,96
505,05
507,47
446,44
508,73
392,10
506,36
504,82
531,32
504,25
512,44
482,55
491,48
508,95
535,52
482,60

92,62
93,22
91,83
92,27
93,40
92,50
91,19
92,07
91,79
92,56
91,68
93,17
91,74
93,44
92,54
93,30
91,75

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.9 Performance Ratio Mesin Hopper

No.

Bulan

Processed
Amount
(Ton)

Ideal Cycle
Time
(Jam/Ton)

Operating Time
(Jam)

Performance
Ratio
(%)

1

Jan-15

8.218

0,05

509,40

80,66

2

Feb-15

5.256

0,05

467,96

56,16

3

Mar-15

7.176

0,05

505,05

71,04

4

Apr-15

8.036

0,05

507,47

79,18

5

Mei-15

4.988

0,05

446,44

55,86

6

Jun-15

8.079

0,05

508,73

79,40

7

Jul-15

4.868

0,05

392,10

62,08

8

Ags-15

7.684

0,05

506,36

75,87

9

Sep-15

6.754

0,05

504,82

66,90

10

Okt-15

8.369

0,05

531,32

78,76

11

Nov-15

6.376

0,05

504,25

63,22

12

Des-15

8.301

0,05

512,44

80,99

13

Jan-16

5.881

0,05

482,55

60,94

14

Feb-16

5.928

0,05

491,48

60,31

15

Mar- 16

8.148

0,05

508,95

80,05

16

Apr-16

8.367

0,05

535,52

78,12

17

Mei-16

5.545

0,05

482,6

57,45

Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.2.1.3 Perhitungan Rate of Quality Product
Rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan
kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar.
Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:

Rate of Quality Pr oduct 

Pr ocessed Amount  Defect Amount
 100%
Pr ocessed Amount

Universitas Sumatera Utara

Perhitungan Rate of Quality Product untuk bulan Januari 2015 adalah sebagai
berikut. Berdasarkan data processed amount dan defect amount pada Tabel 5.2,
maka
Rate of Quality Pr oduct 

8.218  556,08
100%  93,23%
8.218

Dengan cara yang sama, maka perhitungan Quality rate periode Januari 2015 –
Mei 2016 disajikan dalam Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Perhitungan Quality Rate Mesin Hopper

No.

Bulan

Processed
Amount
(Ton)

Defect
Amount
(Ton)

Rate of Quality
Product
(%)

1

Jan-15

8.218

556,08

93,23

2

Feb-15

5.256

324,12

93,83

3

Mar-15

7.176

537,60

92,51

4

Apr-15

8.036

569,62

92,91

5

Mei-15

4.988

298,15

94,02

6

Jun-15

8.079

555,70

93,12

7

Jul-15

4.868

384,37

92,10

8

Agust-15

7.684

558,88

92,73

9

Sep-15

6.754

508,58

92,47

10

Okt-15

8.369

572,42

93,16

11

Nop-15

6.376

486,17

92,38

12

Des-15

8.301

519,64

93,74

13

Jan-16

5.881

443,63

92,46

14

Feb-16

5.928

355,27

94,01

15

Mar-16

8.148

557,46

93,16

16

Apr-16

8.367

515,97

93,83

17

Mei-16

5.545

417,80

92,47

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara

5.2.1.4 Perhitungan Overall Equipment Effevtiveness (OEE)
Nilai dari OEE diperoleh dengan mengalikan availability ratio,
performance ratio, dan rate of quality product.
Nilai OEE dihitung dengan rumus:
OEE = Availability ratio (%)xPerformance ratio (%)xRate of Quality Product (%)
Perhitungan nilai overall equipment effectiveness (OEE) mesin hopper
untuk Januari 2015 adalah sebagai berikut. Berdasarkan nilai availability ratio
pada Tabel 5.8, performance ratio pada Tabel 5.9, dan rate of quality pada Tabel
5.10, maka
OEE = (92,62% x 80,66% x 93,23%) x 100 % = 69,65 %
Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Overall Equipment
Effectiveness mesin hopper periode Januari 2015 – Mei 2016 dapat dilihat pada
Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Overall Equipment Effectiveness Mesin Hopper
No.

Bulan

Availability
Ratio (%)

Performance
Ratio (%)

Rate of Quality
Product (%)

OEE
(%)

1

Jan-15

92,62

80,66

93,23

69,65

2

Feb-15

93,22

56,16

93,83

49,12

3

Mar-15

91,83

71,04

92,51

60,35

4

Apr-15

92,27

79,18

92,91

67,88

5

Mei-15

93,40

55,86

94,02

49,06

6

Jun-15

92,50

79,40

93,12

68,39

7

Jul-15

91,19

62,08

92,10

52,14

8

Agust-15

92,07

75,87

92,73

64,77

9

Sep-15

91,79

66,90

92,47

56,78

10

Okt-15

92,56

78,76

93,16

67,91

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.11 Overall Equipment Effectiveness Mesin Hopper (Lanjutan)
No.

Bulan

Availability
Ratio (%)

Performance
Ratio (%)

Rate of Quality
Product (%)

OEE
(%)

11

Nop-15

91,68

63,22

92,38

53,54

12

Des-15

93,17

80,99

93,74

70,74

13

Jan-16

91,74

60,94

92,46

51,69

14

Feb-16

93,44

60,31

94,01

52,97

15

Mar-16

92,54

80,05

93,16

69,00

16

Apr-16

93,30

78,12

93,83

68,39

17

Mei-16

91,75

57,45

92,47

48,74

Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.3

Perhitungan OEE Six Big Losses

5.3.1

Downtime Losses
Downtime adalah waktu dimana mesin tidak beroperasi akibat adanya

kerusakan atau gangguan pada mesin sehingga tidak dapat melaksanakan proses
produksi dengan baik sebagaimana mestinya. Dalam perhitungan Overall
Equipment Effectivenss (OEE) yang termasuk dalam kategori downtime losses
adalah equipment failure dan set up and adjustment.

5.3.1.1 Equipment Failure
Kegagalan mesin (equipment failure) atau kerusakan (breakdown) yang tiba-tiba
adalah penyebab kerugian yang terlihat jelas karena kerusakan mesin yang
menyebabkan mesin tidak beroperasi.

Universitas Sumatera Utara

Besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang diakibatkan oleh equipment
failure dihitung dengan rumus:

Equipment Failure Loss 

Total Breakdown Time
 100%
Loading Time

Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh perhitungan equipment
failure untuk Januari 2015 sebagai berikut. Berdasarkan nilai breakdown time dan
loading time pada Tabel 5.8,maka:

Equipment Failure Loss 

21,25
100%  3,86 %
550

Dengan perhitungan yang sama, equipment failure loss mesin hopper untuk
periode Januari 2015– Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Equipment Failure Loss Mesin Hopper
No.

Bulan

Breakdown
Time (Jam)

Loading
Time (Jam)

Breakdown
Loss (%)

1

Jan-15

21,25

550

3,86

2

Feb-15

15,64

502

3,12

3

Mar-15

19,75

550

3,59

4

Apr-15

18,68

550

3,40

5

Mei-15

14,96

478

3,13

6

Jun-15

17,15

550

3,12

7

Jul-15

16,78

430

3,90

8

Agust-15

19,64

550

3,57

9

Sep-15

21,68

550

3,94

10

Okt-15

17,68

574

3,08

11

Nop-15

21,25

550

3,86

12

Des-15

17,56

550

3,19

13

Jan-16

19,45

526

3,70

14

Feb-16

16,32

526

3,10

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.12 Equipment Failure Loss Mesin Hopper
Breakdown
Time (Jam)

Loading
Time (Jam)

Breakdown
Loss (%)

Mar-16

21,05

550

3,83

16

Apr-16

17,68

574

3,08

17

Mei-16

20,40

526

3,88

No.

Bulan

15

Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.3.1.2 Set up and Adjustment
Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk
waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatankegiatan penggantian satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk proses
produksi selanjutnya.
Besarnya persentase loss yang diakibatkan oleh set up and adjustment dihitung
dengan rumus:

Set up and adjustment Loss 

Total Set up and adjustmentTime
 100%
Loading Time

Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh perhitungan set up and
adjustement untuk Januari 2015 sebagai berikut. Berdasarkan nilai setup time dan
loading time pada Tabel 5.8, maka:

Set up and adjustment Loss 

19,35
100%  3,52 %
550

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Set up and Adjustment Loss
mesin hopper periode Januari 2015 – Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.13 Set up and Adjustment Loss Mesin Hopper

No.

Bulan

Setup Time
(Jam)

Loading
Time (Jam)

Setup &
Adjustment
Loss (%)

1

Jan-15

19,35

550,00

3,52

2

Feb-15

18,40

502,00

3,67

3

Mar-15

25,20

550,00

4,58

4

Apr-15

23,85

550,00

4,34

5

Mei-15

16,60

478,00

3,47

6

Jun-15

24,12

550,00

4,39

7

Jul-15

21,12

430,00

4,91

8

Agust-15

24,00

550,00

4,36

9

Sep-15

23,50

550,00

4,27

10

Okt-15

25,00

574,00

4,36

11

Nop-15

24,50

550,00

4,45

12

Des-15

20,00

550,00

3,64

13

Jan-16

24,00

526,00

4,56

14

Feb-16

18,20

526,00

3,46

15

Mar-16

20,00

550,00

3,64

16

Apr-16

20,80

574,00

3,62

17

Mei-16

23,00

526,00

4,37

Sumber : Hasil Pengolahan Data

5.3.2

Speed Losses
Speed loss terjadi pada saat mesin tidak beroperasi sesuai dengan

kecepatan produksi maksimum yang sesuai dengan kecepatan mesin yang
dirancang. Faktor yang mempengaruhi speed loss adalah idling and minor
stoppage dan reduced speed.

Universitas Sumatera Utara

5.3.2.1 Idling and Minor Stoppages
Idling and minor stoppages adalah kerugian yang terjadi ketika menunggu bahan
atau mendiamkan mesin sehubungan adanya pembersihan, quality check dan
penataan ulang. Data yang digunakan dalam perhitungan idling and minor
stoppages adalah machine cleaning.
Besarnya persentase efektivitas mesin yang hilang diakibatkan oleh idling and
minor stoppages dihitung dengan rumus:

Idling and Minor Stoppages 

Nonproductive Time
 100%
Loading Time

Dengan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh perhitungan idling an