Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam Pengangkutan Kapal Penyeberangan Di Kawasan Medan Belawan (Studi Pada Kantor PT PELNI)

BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP ANGKUTAN PERAIRAN DARATAN
A. Sejarah Transportasi Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
Transportasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dan juga
strategis di dalam memperlancar roda pembangunan, memperkokoh persatuan dan
kesatuan serta mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Transportasi juga
berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah
yang berpotensi namun belum berkembang dalam upaya peningkatan dan
pemerataan pembangunan. Transportasi meningkat sesuai dengan kebutuhan
zaman seiring dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan taraf kehidupan.14
Kita dapat mengerti bahwa transportasi melalui air telah ada jauh sebelum
adanya transportasi di darat. Sebab air mempunyai permukaan yang datar, air
tidak mempunyai rintangan seperti hutan, bukit ataupun rawa. Dan keuntungan
besar ialah bahwa daya geser pada air boleh dikatakan tidak ada, jadi hanya
diperlukan sedikit tenaga. Perkembangan permbuatan kapal cukup mantap
meskipun lambat. Diperkirakan bermula empat ribu tahun yang lalu sebelum
Masehi di Timur Tengah. Sejak 3500 SM layar dan tiang kapal sudah umum di
gunakan, kadang-kadang ditambah dengan dayung yang di kayuh oleh budakbudak. Dibelakang kapal di pasang sebuah dayung khusus sebagai kemudi kapal
yang dilakukan oleh satu orang, kemudian kapal-kapal menjadi besar dan dayung
di ikat erat-erat dengan tali cambuk, atau dengan tali kulit supaya lebih kuat pada
buritan kapal dan kemudi. Dengan sebuah pengumpil dayung itu dapat

digerakkan.

14

Iskandar Abubakar, Herdjan Kenasin, Wiranto, dan B.Barzach, Op.Cit.Hal.1

Universitas Sumatera Utara

Mula- mula kapal hanya di gunakan di sungai-sungai besar dan juga kapalkapal masih di buat dari kayu bermutu rendah,seperti kayu buluh dan kayu pohon
akasia. Kemudian ilmu bangunan kapal lahir sesudah penemuan kompas kapal
pada abad ke empat belas. Ilmu ini meliputi cara-cara membuat kapal maupun
dasar teoretis bangunan kapal, dan seratus tahun kemudian kapal layar masih
belum dapat sama sekali menggantikan kapal dayung. Kapal dayung akhirnya
lenyap waktu.
Selama abad ke tujuh belas dan delapan belas kapal layar makin besar,
makin cepat, dan semakin sempurna. Bermacam jenis kapal di kembAngkan, dari
jenis kapal berlayar satu sampai dengan jenis kapal berlayar empat atau sekunar
untuk aneka kebutuhan baik untuk perang maupun untuk keperluan angkutan
biasa. Dalam pembuatan kapal, Inggris memegang peran utama.mereka membuat
kapal-kapal dagang besar untuk berlayar ke Asia Timur. Fregat, kapal-kapal

perang kecil layar tiga yang cepat bergerak, korvet, kapal perang cepat untuk
mengiring konvoi, dan yang terakhir , mungkin kapal yang paling bagus klipersebuh kapal yang cepat, indah, panjang dan ringkas, khusus di buat untuk
mengangkut teh dari Timur jauh ke Inggris atau untuk mengangkut bulu domba.
Setelah kapal api datang, Kliper masih bertahan kira-kira tiga perempat abad
karena kecepatannya bias mencapai rata-rata 20 knot. Kapal cepat juga di
perlukan Inggri untuk mengangkut orang imigran ke Australia dalam persaingan
keras dengan Amerika. Beberapa abad yang lain orang sudah mencoba
menjalankan kapal dengan tenaga uap.
Pada tahun 1736 seorang ahli mesin bangsa Inggris yang bernama
Jonathan Hulls mengeluarkan paten untuk kapal tunda bermesin yang tak pernah
di buat.kemudian di Clyde pada tahun 1812 untuk pertama kali Henry bell

Universitas Sumatera Utara

membuat kapal api yang di berinama Comet .dari itu kapal api sangat
berkembang. Kapal api dengan kincir memakai banyak bahan bakar dan terang
bahwa biaya untuk menjalankannya tinggi. Kecepatannya pun terbatas karena
mesin-mesin tidak dapat dibuat terlalu berat , supaya rAngka kapal yang dibuat
dari kayu tidak pecah. Kayu cukup untuk mengangkut muatan seberat bobotnya.
Besi dapat mengangkut muatan dua kali berat bobotnya, dan baja lebih besar lagi.

Tetapi kebanyakan orang berkeberatan terhadap kapal besi, lagi pula menurut para
ahli kapal akan tenggelam sampai dasar laut seperti itik mainan dari tembaga. Ada
beberapan kapal api dengan kicir kayu yang menjadi terkenal karena melintasi
lautan Atlantik.
Kapal api berkincir kayu ini tidak bertahan lama. Pada saat yang
bersamaan dengan penemuan baling-baling , kapal- kapal dari besi mulai juga
dibuat. Tetapi pada saat itu masih belum ada mesin yang dapat menggerakkan
baling-baling tersebut,Besi yang baru saja menggantikan kayu dalam pembuatan
kapal kini sudah diganti lagi dengan baja .Kapal pertama dari baja diluncurkan
pada tahun 1863 dan sepuluh tahun kemudian baja hampir sama sekali
meggantikn besi. Hal ini mungkin sudah ditemukan cara membuat baja yang
mudah murah dan juga efisien.
Sementara itu sebuah kapal penumpang yang dilengkapi dengan mesin
turbin, King Edward ( sebuah kapal tamasya yang kecil ) di turunkan keair di
Clyde pada tahun 1902. Kapak itu berlayar selama 50 tahun, suatu rekor baru
sebuah kapal. Pada tahun 1903, Emmerald, Kapal pesiar kecil juga dengan
perlengkapan turbin, menyeberangi laut atlantik, Lusitania dan Mauretania dua
kapal.

Universitas Sumatera Utara


Jenis standart kapal penumpang sejak jaman sebelum perang dunia I ialah
kapal Mil turbin dengan minyak, dan kemungkinan kecil bahwa dikemudian hari
akan diganti dengan lain macam mesin pendorong kapal. Kepercayaan
perusahaan-perusahaan kapal pada kombinasi minyak dan uap untuk transportasi
laut dibuktikan lagi pada tahun 1960 dengan kapal terbesardi dunia, yang baru
dibuat oleh Inggris, yaitu Queen Elizabeth II . Kapal ini mempunyai dua turbin
utama, masing-masing berkapasitas 50.000 daya kuda dan membangkitkan
kecepatan sekitar 30 knot. Sayang, turbin gas, seperti juga mesin diesel yang dapat
digunakan dengan bahan minyak yang lebuh murah, tak dapat memuaskan benar
jika dipakai alat untuk penggerak kapal.
Masalah utama terletak pada jumlah Pemakaian bahan bakar dan suhu
kerjanya. Akan tetapi, telah dapat ditemukan suatu alat yang dinamakan “ mesin
piston – bebas” dimana gas di mekarkan dalam turbin berbalik pada tekanan
sedang dan suhu sedang sejak tahun 1953 telah dicoba pada berapa kapal muatan
Samudera , kapal penghela jala, kapal penyusur, dan kapal perang kecil, dan
ternyata hasilnya memuaskan. Perkembangan lain ialah mendorong dalam bentuk
turbin gas-listrik , yang bekerja seperti mesin diesel listrik. Sejak saat itu kapalkapal terus berkembanga hingga saat ini.15
B. Pengaturam Hukum tentang Angkutan Perairan, Sungai dan Danau
Dalam perjalanan waktu, Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang

Pelayaran perlu dilakukan penyesuaian karena telah terjadi berbagai perubahan
paradigma dan lingkungan strategis, baik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
seperti penerapan otonomi daerah atau adanya kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan. Maka dari itu dilakukanlah penyempurnaan dari Undang-undang
15

Sutrisno Eddy, Kisah-Kisah Penemuan Sepanjang Zaman Transportasi,Inovasi,2001,

Hal.70-73

Universitas Sumatera Utara

Nomor 21 tahun 1992, menjadi Undang-undang Nomor 17 tahun 2008. Undangundang tentang Pelayaran terdapat empat unsur utama, yakni masing-masing
transportasi di perairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan
perlindungan lingkungan maritim.
Pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat
ketentuan yang mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada konvesi
internasional yang cenderung menggunakan alat yang mutakhir pada sarana dan
prasarana keselamatan pelayaran. 16
Menurut Bab V Undang-undang Nomor 17 tahun 2008, transportasi di

perairan terdapat dua belas bagian dapi Pasal 6 sampai dengan Pasal 59,masingmasing bagian kesatu tentang jenis angkutan di perairan terdapat dalam Pasal 6,
Bagian Kedua tentang angkutan laut yang terdiri atas lima paragraf masingmasing dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 17, Bagian ketiga tentang angkutan
sungai dan danau dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 20, Bagian Keempat tentang
angkutan penyeberangan dari Pasal 21 sampai dengan Pasal 23, Bagian Kelima
tentang angkutan di perairan untuk daerah yang masih tertinggal dan/atau wilayah
terpencil dari Pasal 24 sampai dengan Pasal 26, Bagian Keenam tentang perizinan
angkutan dari Pasal 27 sampai dengan Pasal 30, Bagian Ketujuh tentang usaha
jasa terkait dengan angkutan di perairan dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 34,
Bagian Kedelapan tentang tarif angkutan dan usaha jasa terkait dari Pasal 35
sampai dengan Pasal 37, Bagian Kesembilan tentang kewajiban dan tanggung
jawab pengangkut yang terdiri atas tiga paragraf dari Pasal 38 sampai dengan
Pasal 49, Bagian Kesepuluh tentang angkutan multimoda dari Pasal 50 sampai

16

Prof.Dr. H. K. Martono, S.H.,LLM.dan Eka Budi Tjahjono, S.H., M.H., Transportasi
Di Perairan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Jakarta,PT.Raja Grafindo
Persada,2011, Hal.3-4

Universitas Sumatera Utara


dengan Pasal 55, Bagian Kesebelas tentang pemberdayaan industri angkutan
perairan nasional dari Pasal 56 sampai dengan Pasal 58 dan Bagian Keduabelas
tentang sanksi administratif terdapat dalam Pasal 59 UURI No.17 Tahun 2008.17
a) Angkutan perairan
Mengenai angkutan di perairan terdapat berbagai jenis mulai dari angkutan
laut dalam negeri, angkutan laut luar negeri, angkutan laut khusus, angkutan laut
pelayaran rakyat, angkutan sungai dan danau, angkutan penyeberangan dan juga
angkutan perintis.
Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan
laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta di awaki
oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. Pengguaan kapal berbendera
Indonesia oleh perusahaan angkutan laut nasional tersebut dimaksud dalam
rAngka pelaksanaan asas cabotage untuk melindungi kedaulatan ( sovereignity)
dan mendukung perwujudan Wawasan Nusantara serta memberikan kesempatan
berusaha seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional untuk
memperoleh pangsa pasar, oleh karena itu kapal asing dilarang mengangkut
penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah laut
teritorial beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.
Berdasarkan ketentuan demikian jelas Undang-undang Nomor 17 Tahun

2008 tetap mempertahankan dan lebih mempertegas dalam memberlakukan asas
cabotage dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
pelayaran. Yang dimaksud dengan asas cabotage adalah hak untuk melakukan

17

Prof.Dr. H. K. Martono, S.H.,LLM.dan Eka Budi Tjahjono, S.H., M. H., Transportasi
Di Perairan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Op. Cit, Hal. 13

Universitas Sumatera Utara

pengangkutan penumpang,barang dan pos secara komersial dari satu pelabuhan
kepelabuhan yang lain di dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia.18
b. Wilayah Operasi
Dalam penyelenggaraan pelayanan angkutan perairan berdasarkan Pasal 2
menyebutkan dalam pelayanannya terdapat dua trayek yaitu trayek tetap dan
trayek teratur. Kapal yang melayani angkutan perairan,sungai dan danau, bias di
tempuh melalui trayek yang tetap dan dilakukan dalam jaringan trayek, yang
dimana jaringan trayek terdiri dari :
1) Trayek utama, yaitu menghubungkan antara pelabuhan perairan,sungai

dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran.
2) Trayek cabang, yaitu menghubungkan antara pelabuhan laut, sungai
dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan yang
bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran atau antar pelabuhan yang
bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran.
Mengenai ketentuan trayek utama dan trayek cabang tercantum dalam
Pasal 12 Ayat(1) Peraturan Pemerintah Perhubungan Nomor KM 58
Tahun 2007.19
Pelaksanaan kegiatan angkutan laut dalam negeri, disamping dilaksanakan
dengan
Trayek secara tetap dan teratur (liner) juga dapat dilengkapi dengan trayek tidak
tetap dan tidak teratur (tramper), namun demikian pengoperasian kapal pada
trayek tidak tetap dan tidak teratur (tramper) yang dilakukan oleh perusahaan
angkutan laut nasional wajib dilaporkan kepada pemerintah. Ketentuan mengenai
kegiatan angkutan laut dalam negeri diatur lebih lanjut dengan perturan
18
19

Ibid, Hal. 14
Iskandar Abubakar, Herdjan Kenasin, dan B.Barzach, Op. Cit, Hal. 89-90


Universitas Sumatera Utara

pemerintah, karena itu berdasarkan Pasal 10 Undang-undang Nomor 17 Tahun
2008 berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010.20
Penetapan

lintas

angkutan

penyeberangan

dilakukan

dengan

memperimbAngkan :
a. Pengembangan jejaring dan/atau jejaring jalur kereta api yang dipisahkan
oleh perairan;

b. Berfungsi sebagai jembatan;
c. Hubungan antara dua pelabuhan, antara perlabuhan dan terminal dan antar
dua terminal penyeberangan dengan jarak tertentu, karena tidak semua
daratan yang dipisahkan oleh perairan dihubungkan oleh angkutan
penyeberangan,

tetapi

daratan

yang

dihubungkan

merupakan

pengembangan jejaring jalan dan/atau jejaring jalur kereta api yang di
pisahkan oleh perairan, dengan memenuhi karakteristik angkutan
penyeberangan;
d. Tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan pengangkutnya;
e. Rencana tata ruang wilayah; dan
f. Jejaring trayek angkutan laut sehingga dapat mencapai optimalisasi
keterpaduan antara dan intramoda.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan penyeberangan diatur
dengan peraturan pemerintah, karena itu berdasarkan Pasal 353 Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2008 beraku Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010.
Menurut

Peraturan

Pemerintah

tersebut

penyelenggaraan

angkutan

penyeberangan dilakukan oleh perusahaan angkutan penyeberangan dengan

20

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Lembaga
Negara Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2010, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5108

Universitas Sumatera Utara

menggunakan

kapal

berbendera

Indonesia

yang

memenuhi

persyaratan

kelaiklautan dan diperuntukkan bagi angkutan penyeberangan, dalam jadwal tetap
dan teratur (liner) untuk melayani lintas penyeberangan yang di tetapan oleh
Menteri Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan KM 32 Tahun 2001. 21
C ) Persyaratan Operasional
Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan perairan, sungai dan
danau wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1) Memenuhi persyaratan teknis/ kelaikan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(2) Memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan
pada trayek yang dilayani.
(3) Memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan
untuk kapal sungai dan danau.
(4) Memiliki fasilitas utama dan/atau pendukung baik bagi kebutuhan awak
kapal maupun penumpang, barang, dan/atau hewan, sesuai dengan
persyaratan teknis yang berlaku.
(5) Mencantumkan identitas perusahaan/ pemilik dan nama kapal yang
ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan
kanan kapal.
(6) Mencantumkan

informasi/

petunjuk

yang

diperlukan

dengan

menggunakan bahasa Indonesia.22
Setiap kapal yang memiliki ukuran di bawah GT 7 yang akan di
operasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau, dapat diukur dan

21

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 32 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Penyeberangan.
22
Ibid, Hal 85

Universitas Sumatera Utara

didaftrakan, dan memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal dan pengawakan kapal,
sedAngkan kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas akan di
operasikan untuk melayani angkutan sungai dan danau, wajib diukur dan didaftar,
memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal persyaratan pengawakan kapal, dan
dapat diberikan tanda kebangsaan. Kapal yang telah di ukurdan didaftarkan,
memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal, persyaratan pengawakan kapal dapat
dapat diberi surat ukur dan surat tanda kebangsaan Indonesia.
Kapal yang telah memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal dan
pengawakan kapal tersebut diberikan sertifikat kelikan kapal dan sertifikat
pengawakan kapal. Sertifikat kelaikan kapal dan sertifikat pengawakan kapal
untuk kapaldi bawah GT 7 diberikan oleh Bupati/Walikota sebagai tugas
desentalisasi,sebaliknya kapal yang berukuran lebih dari GT 7 di berikan oleh
Bupati/Walikota setempat sebagai tugas pembantuan. Pemberian sertifikat dan
surat-surat tersebut yang di bawah GT 7 merupakan atas dasar pedoman dan
prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, SedAngkan
kapal yang memiliki ukuran mulai dari GT 7 ke atas didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kapal sungai dan danau yang di beri izin
berlayar tersebut hanya boleh berlayar di wilayah operasi yang diberikan, Dalam
hal kapal tersebut akan berlayar ke laut harus memenuhi persyaratan kelaiklautan
kapal.
Awak kapal yang bertugas dalam pengoperasian kapal untuk pelayanan
angkutan laut wajib :
a. Memakai pakaian yang sopan atau pakaian seragam bagi awak kapal
perusahaan;

Universitas Sumatera Utara

b. Tidak minum-minuman yang mengandung alkohol, obat bius, narkotika,
maupun obat lain yang memengaruhi pelayanan dalam pelayaran;
c. Mematuhi waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian awak kapal sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.23
Kegiatan angkutan perairan, sungai dan danau berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Kegiatan pengangkutan perairan, sungai dan danau di dalam negeri,
dilakukan oleh orang perseorangan warga Negara Indonesia atau badan
usaha dengan menggunkan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi
persyaratan kelaiklautan kapal serta di awaki olek awak kapal
berkewarganegaraan Indonesia.
2) Kegiatan angkutan perairan, sungai dan danau antara Negara Republik
Indonesia dan Negara tetangga, dilakukan bedasarkan perjanjian antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Negara tetangga yang
bersangkutan.
3) Angkutan perairan, sungai dan danau yang dilakukan antara dua Negara
hanya dapat dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia dan/atau kapal
yang berbendera Negara yang bersangkutan.
4) Kegiatan perairan, sungai dan danau disusun dan dilakukan serta terpadu
dengan memperhatikan intra dan antarmoda yang merupakan suatu
kesatuan sistem transportasi nasional.
5) Kegiatan angkutan perairan, sungai dan danau dapat dilaksanakan dengan
menggunakan trayek tetap dan teratur atau trayek tidak tetap dan tidak
teratur. 24
23

Prof.Dr. H. K. Martono, S.H.,LLM.dan Eka Budi Tjahjono, S.H., M.H., Transportasi
Di Perairan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Hal 70-71

Universitas Sumatera Utara

Kelima point di atas dapat dilihat di dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Undangundang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran.
C. Pihak

Dalam

Penyelenggaraan

Pengangkutan

Angkutan

Penyeberangan
Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para
subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam bubungan hukum
pengangkutan.

Mengenai

siapa

saja

yang

menjadi

pihak-pihak

dalam

penyelenggaraan pengangkutan ada beberapa pendapat yang dikemukakan para
ahli antara lain; Menurut HMN Purwosutjipto, pihak – pihak pengangkutan yaitu
pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan adalah orang yang mengikakan diri untuk
menyelenggarakan pemgangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah
pengirim yaitu pihak yang mengikat diri untuk membayar uang angkutan,
dimaksud juga ia memberikan muatan.
Sementara itu Abdulkadir Muhammad menjelaskan, pihak-pihak dalam
perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi
kewajiban dan memeperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan niaga. Mereka
adalah pertama pengangkut yang berkewajiban pokok menyelenggarakan
pengangkutan dan berhak atas biaya pengangkutan. Kedua pengirim yang
berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan
pengangkutan barangnya. Ketiga penumpang yang berkewajiban pokok
membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan.
Sedangkan dalam hal perjanjian pengangkutan penumpang, maka pihak
yang terkait adalah :
1. Pihak pengangkut ( penyedia jasa angkutan ) yakni pihak yang
berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan
24

Iskandar Abubakar, Herdjan Kenasin, dan B.Barzach, Op. Cit. Hal. 83

Universitas Sumatera Utara

berhak atas penerimaan pembayaran tarif ( ongkos ) angkutan sesuai
dengan yang telah di tetapkan.
2. Pihak penumpang ( pengguna jasa angkutan ), yakni pihak yang berhak
mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban
untuk membayar tarif ( ongkos) angkutan sesuai yang telah di tetapkan.25
Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum
pengangkutan adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum
pengangkut, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses
perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan atau mereka yang secara
langsung terikat memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam pengangkutan.
Mereka itu adalah pihak :
1. Pengangkut
Berkewajiban utama menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas
biaya pengangkutan.
2. Pengirim
Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas
pelayanan pengangkutan barangnya.
3. Penumpang
Berkewajiaban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas
pelayanan pengangkutan.
Ada juga mereka yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian
pengangkutan, tetapi bukan pihak dalam peranjian pengangkutan, melainkan
bertindak atas nama atau untuk kepentingan pihak lain, seperti :
a. Perusahaan ekspedisi muatan;
b. Perusahaan agen perjalanan;
c. Perusahaan muat bongkar;

25

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut, Penerbit, Pustaka Bangsa Pers, Medan,
2005, Hal 11-13

Universitas Sumatera Utara

d. Perusahaan pergudangan atau karena memperoleh hak dalam petianjian
pengangkutan, dan;
e. Penerima kiriman.
1) Pengangkut (Carrier)
Secara umum, dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkut, kecuali dalam pengangkutan laut.
Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah
pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang atau
penumpang dan atau barang.
Dilihat dari sisi statusnya sebagai badan yang bergerak di bidang jasa
pengangkutan, pengangkut dapat dikelompokkan dalam empat jenis, yaitu
perusahaan pengangkutan kereta api, perusahaan pengangkutan jalan, perusahaan
pengangkutan perairan, dan perusahaan pengangkutan udara. Dilihat dari sisi
kepemilikan badan usaha, pengangkut dapat dikelompokkan dalam tiga jenis,
yaitu:
(a) Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Ada yang berbentuk perusahaan persero (Persero), contohnya PT Kereta
Api Indonesia (Persero), dan PT Garuda Indonesia Airlines (Persero) dan
PT Pelayaran Nusantara Indonesia (Persero). Ada juga yang berbentuk
perusahaan Umum (Perum). Contoh Perum DAMRI.
(b) Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
Umumnya berbentuk badan bukum perseroan terbatas, contohnya PT
Lintas Sumatera, PT Samudra Indonesia, PT sriwijaya Airlines, dan PT
Lion Airlines, sedAngkan yang berbentuk badan hukum koperasi,.
contohnya Taksi Kopti Jaya. Akan tetapi, ada juga yang berbentuk
persekutuan bukan badan hukum CV, contohnya CV Titipan Kilat.

Universitas Sumatera Utara

(c) Badan Usaha Milik Perseorangan
Contohnya PO Putra Remaja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan kriteria pengangkut menurut
Undang-Undang Pengangkutan Indonesia adalah:
1.1 Perusahaan penyelenggara pengangkutan;
1.2 Menggunakana alat pengangkut mekanik;
1,3 Penerbit dokumen pengangkutan; dan
1.4 Memperoleh izin usaha dari pemerintah Indonesia. 26
Di tinjau dari sisi statusnya sebagai badan yang bergerak di bidang jasa
pengangkutan, yaitu perusahaan pengangkutan perairan daratan. Pengangkutan
perairan merupakan kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang
dan/atau barang dengan menggunakan kapal. Perusahaan pengangkutan perairan
wajih mengangkut penumpang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian
pengangkutan perairan. Karcis penumpang dan dokumen muatan merupakan
tanda bukti telah teriadi perjanjian pengangkutan perairan.
Pengangkutan pada pengangkutan perairan adalah perusahaan angkutan
perairan dengan menggunakan kapal yang mendapat izin operasi dari pemerintah
dengan memungut bayaran. Pengangkutan perairan daratan dapat berupa
pengangkutan sungai, danau dan penyeberangan laut. Penyelenggaraan
pengangkutan di perairan dalam negeri (pengangkutan sungai, danau dan
penyeberangan laut) dilakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia.
Penyelenggaraan pengangkutan sungai dan danau disusun secara terpadu
intra dan antarmoda yang merupakan satu kesatuan tatanan pengangkutan
nasional. Pengangkutan sungai dan danau diselenggarakan dengan menggunakan
26

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga,Bandung, PT Citra Aditya Bakti,
2013, hal 53-55.

Universitas Sumatera Utara

trayek tetap dan teratur yang dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak
teratur.

Khusus

pengangkutan

menyeberang

lautan

(samudera)

harus

diselenggarakan oleh pengangkut yang berbentuk badan hukum, sedAngkan
pengangkutan di perairan boleh diselenggarakan oleh pengangkut yang berbentuk
badan hukum dan tidak berbentuk badan hukum (warga negara lndonesia).
Pengangkut yang berbentuk badan hukum boleh Badan usaha Milik
Negara (BUMN) misalnya PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero), boleh juga
Badan Usaha Milik swasta (BUMS), misalnya PT Bahtera Adiguna. 27
2) Penumpang (Passanger)
Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia menggunakan
kata "penumpang". Penumpang (passanger) adalah semua orang yang ada di
kapal, kecuali nakhoda (Pasal 341 KUHD). Perjanjian pengangkutan mewajibkan
pengangkut untuk mengusahakan keselamatan penumpang sejak saat masuk ke
kapal sampai saat keluar dari kapal (Pasal 522 Ayat(1) KUIHD). Nakhoda adalah
pemimpin kapal dan mewajibkan penumpang untuk memiliki karcis penumpang
sebagai bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan (Pasal 530 Ayat(2) KUHD).
Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan orang. penumpang
adalah orang-orang yang mengikatkan dirinya

untuk membayar biaya

pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh jasa pengangkutan.
Menurut perianjian pengangkutan, penumpang memiliki dua status, yaitu sebagai
subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia
adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan,
penumpang harus melakukan perbuatan hukum atau mampu membuat perjanjian

27

Ibid, Hal, 62.

Universitas Sumatera Utara

(Pasal 1320 KUHPerdata). Sehingga dapat dipahami kriteria penumpang menurut
Undang-undang pengangkutan Indonesia yaitu:
(a) Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian pengangkutan.
(b) Pihak tersebut adalah penumpang yang wajib membayar biaya
pengangkutan.
(c)

Pembayaran biaya pengangkutan dibuktikan oleh karcis yang dikuasai oleh
penumpang.28
Mengenai penumpang di bawah umur, kenyataan menunjukkan bahwa

anak-anak dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan masyarakat
ialah fungsi dan tujuan pengangkutan. Anak-anak sekolah naik angkot atau bus
kota untuk mencapai tujuan, yaitu tiba dengan selamat di sekolah atau di rumah
masing-masing

Berdasarkan

kebiasaan,

anak-anak

melakukan

perjanjian

Pengangkutan itu sudah mendapat restu dari pihak orangtua atau walinya.
Berdasarkan kebiasaan juga, pihak pengangkut sudah memaklumi hal
tersebut. Jadi yang bertanggung jawab itu adalah orang tua atau wali yang
mewakili anak- anak itu. Hal ini bukan menyimpangi undang-undang bahkan
sesuai dengan undang-undang dan hukum kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat.
3) Pengirim (Consigner, Shipper)
Kitab undang-undang Hukum Dagang (KUHD Indonesia juga tidak
mengatur defenisi pengirim secara umum. Akan tetapi dilihat dari pihak dalam
men pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk perianjian
membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh
28

Ibid, Hal, 65

Universitas Sumatera Utara

pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam bahasa Inggris pengirim
disebut consigner, khusus pada pengangkutan perairan pengangkut disebut
shipper.
Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan barang dan atas dasar itu berhak memperoleh pelayanan
pengangkutan dari pengangkut udara niaga. Pengirim dapat berstatus sebagai
pemilik barang sendiri atau orang lain yang bertindak atas nama pemilik barang,
misalnya ekspeditur. Pengirim dapat juga berstatus sebagai penjual dalam
perjanjian jual beli ekspor impor yang berkewajiban menyerahkan barang atau
melalui jasa pengangkutan.
Pengirim dapat juga berstatus sebagai perusahaan perseorangan atau
sebagai perusahaan badan hukum atau bukan badan hukum Pengirim dapat juga
herstatus sebagai manusia pribadi atau badan hukum nonprofit orientedcontohnya
lembaga swadaya masyarakat (LSM, NGO) yang bergerak di bidang kemanusiaan
atau kegiatan sosial.
4) Penerima (Consignee)
Dalam Undang-Undang Pengangkutan Indonesia penerima mungkin
pengirim sendiri mungkin pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima
adlalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan.
Dalam hal penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan
pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang
entingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum
pengangkutan.
Kenyataannnya, penerima adalah pengirim yang dapat diketahui dari
dokumen pengangkutan. Selain itu dari dokumen pengangkutan juga dapat

Universitas Sumatera Utara

diketahui bahwa penerima adalah pembeli atau importir, jadi sebagai pihak ketiga
yang berkepentingan. Penerima juga adalah pihak yang meperoleh kuasa (hak)
untuk menerima barang yang dikirimkan kepadanya. Dalam hal ini, penerima
berposisi atas nama pengirim. Penerima yang berstatus pembeli dapat berupa
badan hukum, dapat juga bukan badan hukum. Akan tetapi, yang berstatus
importir selaku badan hukum. Sehingga kriteria penerima menurut UndangUndang Pengangkutan Indonesia, yaitu:
a) Perusahaan atau perseorangan yang meperoleh hak dari pengirim;
b) Dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan;
c) Membayar atau tanpa membayar biaya pengangkutan. 29
D. Prinsip Tanggung Jawab Angkutan Penyeberangan
Didalam pengangkutan mengenal unsur tanggung jawab yaitu:
1) Tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan
Tanggung jawan hukum atas kesalahan (based on fault liability) terdapat
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dimana Pasal tersebut
juga dikenal dengan tindakan melawan hukum (onrechtsmatigdaad) berlaku
umum terhadap siapa pun termasuk perusahaan pengangkutan. Menurut Pasal
tersebut barang siapa saja yang menimbulkan kerugian (to compensate the
damage). Berdasakan ketentuan tersebut setiap orang harus bertanggung jawab
secara hukum atas perbuatannya sendiri artinya apabila karena perbuatannya
mengakibatkan kerugian kepada orang lain, maka orang tersebut harus
bertanggung jawab (liable) untuk membayar ganti kerugian yang diderita.
Menurut Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tanggung
jawab hukum terhadap orang yang menderita kerugian tidak hanya terbatas

29

Ibid, Hal. 69

Universitas Sumatera Utara

kepada perbuatan sendiri, melainkan juga perbuatan, karyawan, pegawai, agen,
perwakilannya apabila menimbulkan kerugian kepada orang lain, sepanjang orang
tersebut bertindak sesuai dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada
orang tersebut. Pada prinsipnya tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan
berlaku terhadap semua perusahaan pengangkutan. Tanggung jawab atas dasar
kesalahan harus memenuhi unsur-unsur, adanya kesalahan, kerugian dan kerugian
tersebut ada hubungannya dengan kesalahan.
Tanggung jawab berdasarkan kesalahan harus memenuhi tiga unsur yakni :
1) ada kesalahan; 2) ada kerugian; dan 3) kerugian tersebut ada hubungan dengan
kesalahan. Apabila penumpang ingin memperoleh ganti rugi atas kerugian yang
diderita, penumpang wajib membuktikan kesalahan perusahaan tersebut. Apabila
ada kesalahan, maka perusahaan bertanggung jawab membayar ganti kerugian
yang diderita oleh penumpang dan sebaliknya apabila tidak ada kesalahan atau
tidak ada kerugian, perusahaan tidak akan membayar ganti kerugian yang diderita
oleh penumpang. Para pihak baik penumpang dan/atau pengirim barang maupun
perusahaan saling membuktikan satu terhadap yang lainnya. 30
2) Tanggung jawab karena praduga
Menurut prinspi ini , pengangkut selalu di anggap bertanggung jawab atas
setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan
tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dibebaskan
dari tanggung jawab mmbayar ganti kerugian itu.
Tidak bersalah artinya tidak melakukan kelalaian, telah berupaya
melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang
menimbulkan kerugian itu tidak mungkin di hindari. Beban pembuktian ada pada
30

Prof.Dr. H. K. Martono, S.H.,LLM.dan Eka Budi Tjahjono, S.H.,M.H., Transportasi Di
Perairan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, Hal .168

Universitas Sumatera Utara

pihak pengangkut, bukan pada pihak yang di rugikan. Pihak yang dirugikan cukup
menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang
diselenggarakan pengangkut. Jika perusahaan pengangkutan perairan dapat
membuktikan bahwa kerugian itu bukan disebabkan oleh kesalahannya, dia dapat
di bebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya( Pasal 41 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2008). Walaupun terdapat pada pengangkutan perairan,
bukan berarti pada pengangkutan darat dan udara tidak diperbolehkan.
Dalam perjanjian pengangkutan, perusahaan pengangkut dan pemilik
boleh menjanjikan prinsip tanggung jawab praduga, biasanya dirumuskan dengan
“ kecuali jika perusahaan pengangkutan dapat membuktikan bahwa kerugian itu
bukan karena kesalahannya. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD)
Indonesia menganut prinsip tanggung jawab karena praduga”.
Apabila barang yang di angkut itu diserahkan sebagian atau seluruhnya
ataupun rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada
pengirim, kecuali jika dia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan sebagian
atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah
atau tidak dapat dihindari terjadinya (Pasal 468 Ayat(2) KUHD).
Dengan demikian, jelas bahwa dalam hukum pengangkutan Indonesia
prinsip tanggung jawab Karena kesalahan dank arena praduga kedua-duanya di
anut. Prinsip tanggung jawab Karena kesalahan adalah asas, sedAngkan prinsip
tanggung jawab karena praduga adalah pengecualiaan. Artinya, pengangkut
bertanggung jawab atas setia kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan
pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa ia tidak
bersalah/lalai, ia dibebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya. 31
31

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, Hal.49

Universitas Sumatera Utara

3) Tanggung jawab mutlak
Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap
kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharusan
pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.
Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu
dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan
alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan
dengan kalimat : “ pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang
timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”. Dalam
Undang-Undang pengangkutan ternyata tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal
ini tidak mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha di bidang jasa
pengangkutan tidak perlu dibebani dengan resiko yang terlalu berat.
Namun, tidak berarti bahwa pihak-pihak tidak boleh menggunakan prinsip
ini dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak boleh saja menjanjikan prinsip ini
untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab berdasarkan asas
kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan, dalam perjanjian pengangkutan
harus dinyatakan dengan tegas misalnya, dimuat pada dokumen pengangkutan. 32

32

Ibid , Hal 49

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Barang-Barang Milik Penumpang Dalam Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air, Medan)

3 107 89

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pengangkutan Penumpang Kapal Laut PT. (Persero) Pelayaran Nasional Indonesia Cabang Belawan – Medan (Studi Kasus : Penumpang Tujuan Belawan – Medan).

0 20 87

Citra Pelayanan Jasa Kapal Penumpang PT PELNI OFFICE, Jakarta

1 45 178

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam Pengangkutan Kapal Penyeberangan Di Kawasan Medan Belawan (Studi Pada Kantor PT PELNI)

0 0 3

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam Pengangkutan Kapal Penyeberangan Di Kawasan Medan Belawan (Studi Pada Kantor PT PELNI)

0 1 3

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam Pengangkutan Kapal Penyeberangan Di Kawasan Medan Belawan (Studi Pada Kantor PT PELNI)

0 0 15

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam Pengangkutan Kapal Penyeberangan Di Kawasan Medan Belawan (Studi Pada Kantor PT PELNI)

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam Pengangkutan Kapal Penyeberangan Di Kawasan Medan Belawan (Studi Pada Kantor PT PELNI)

0 0 8

BAB II PRINSIP-PRINSIP ANGKUTAN UDARA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG A. Perjanjian Pengangkutan Udara dan Penumpang Menurut Hukum - Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Penerbangan Domestik (Studi Pada Pt. Garuda Indonesia

0 0 35

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA - Analisis Hukum Terhadap Perlindungan Hak Penumpang Pesawat Udara Pada Pt. Lion Air Medan

0 0 17