LAPORAN PENDAHULUAN c v a

LAPORAN PENDAHULUAN
CVA (CEREBRO VASCULAR ACIDENT)
1. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah
sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal
dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer,
2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh
darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan
aliran darah keotak yang timbulnya secara mendadak.
2. Klasifikasi Stroke
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
1) Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien

umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan serebri yang
disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini beradal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan kelurnya ke ruang
subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia,
dan lainnya).

2) Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

3. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian
yaitu:
1) Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari

bagian tubuh yang lain.
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak.
5) Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara,
atau sensasi.
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1) Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah cerebral.
2) Aneurisma pembuluh darah cerebral Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa
penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah
penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3) Kelainan jantung / penyakit jantung Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial
fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan
menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang
bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4) Diabetes mellitus (DM) Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan,
yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah

khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga
terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
5) Usia lanjut Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak.
6) Policitemia Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.

7) Peningkatan kolesterol (lipid total) Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan
aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
8) Obesitas Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9) Perokok Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadi aterosklerosis.
10) kurang aktivitas fisik Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik
termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1) Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2) Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan

obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
4. Patofisiologik
1) Stroke non hemoragik
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombosis, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan
faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat
membeku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan Iskemia jaringan otak pada area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, edema dan kongesti di sekitar
area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.

Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Karena trombosis

biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan
serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.
2) Stroke hemoragik
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid
pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam
cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Otak dapat berfungsi bila kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang

dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan O2sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak
walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma akan turun sampai 70% akan terjadi
gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O 2 melalui
proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilataasi pembuluh darah otak.

5. Tanda dan Gejala
Perbedaan antara Stroke Nonhemoragik dengan Stroke Hemoragik
Gejala (Anamnesa)

Stroke Nonhemoragik

Stroke Hemoragik

Awitan (onset)
Waktu (saat terjadi awitan)
Peringatan

Nyeri kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran menurun

Sub-akut kurang
Mendadak
Bangun pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-

Sangat akut/mendadak
Saat aktivitas
+++
+
+
+++

Koma.kesadaran menurun
Kaku kuduk

Tanda kernig
Edema pupil
Perdarahan retina
Bradikardia
Penyakit lain

Kadang sedikit
+/+++
++
+
+
+
Hari ke-4
Sejak awal
Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu

hipertensi,

di retina, koroner, perifer. aterosklerosis,


penyakit

Emboli pada kelainan katub, jantung hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP
Rontgen
Angiografi

fibrilasi, bising karotis
+

+
Kemungkinan

Oklusi, stenosis

glandula pineal
Aneurisma, AVM,

CT scan


Densitas

Oftalmoskop

hipodensi)
Fenomena

berkurang

Lumbal fungsi

massa

intrahemister.vasospasme
(lesi Massa intrakranial densitas
bertambah (lesi hiperdensi)
silang Perdarahan retina atau korpus
vitreum

Silver wire art

pergeseran

Normal

Meningkat

Jernih

Merah

< 250/mm3

>1000/mm3

Oklusi
Di tengah

Ada pergeseran
Bergeser dari bagian tengah

 Tekanan

 Warna

 Eritrosit

Arteriografi
EEG
6. Prognosis

Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak,
berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan
separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan
atau tungkai yang terkena agak terbatas.
Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai
dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung.
Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun
beberapa mengalami perbaikan.
7. Penatalaksanaan Medis
1) Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
2) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
3) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan
4) Tanda-tanda vital diusahakan stabil
5) Bed rest

6) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
7) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
8) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
9) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
10) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
11) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:
1) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral
9. Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi

kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges
dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu
melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan
data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis
keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007).
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :jadi