PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477 – 2097 224 STUDI AWAL PEMBENTUKAN LUBANG GERUSAN DAN LAPIS ARMOR PADA PROSES GERUSAN DI HILIR BED SILL Junaidi
STUDI AWAL PEMBENTUKAN LUBANG GERUSAN DAN LAPIS ARMOR
PADA PROSES GERUSAN DI HILIR BED SILL
1) 1) 1)
Junaidi , Ukiman , Risman
1 Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Semarang, Jln. Prof. H.Soedarto, S.H.
Tembalang, Semarang 50275 E-mail:
Abstract
Bed sills are constructions that are most widely used as a sediment controller cross the
river. Flow conditions in the downstream bed sill form a hydraulic jump and often lead rolls
of flow and vortex. This can cause scouring that often affects the stability and security of
the construction. This study examine the impact of armor layer formation on the surface of
which has been eroded in the process of scouring downstream bed sill (clear water scour)
following the conclusion of equilibrium phase in nonuniform material channel. This
research conducted at the Laboratory of Hydraulics Department of Civil Engineering
Semarang State polytechnic using flume equipped with a hydraulic circuit, doors, and other
measuring tools. The results showed that the extent of scour hole is very dependent on the
time. There are three stages of the formation of local scour holes , namely the early stages,
the formation stage, and the final stage until it reaches equilibrium. Scour hole shape is very
dependent on the distance between bed sill. There are two forms of scour holes, ie quasi -
parabolic shape and spoon. Quasi - parabolic shape occur at short distances between the bed
sill, while the spoon shape occur at great distances bed sill. The armor layer has a value of
d greater with the growing distance between the bed sill interval. This means that the
50greater the distance interval between the bed sill, armor layer formed on the phase
equilibrium (equilibrium ) has increased roughness.Keywords: scour, bed sill, equilibrium, armor layer, flume
Abstrak
Konstruksi bed sill merupakan bangunan yang paling banyak digunakan sebagai bangunan
pengontrol sedimen melintang sungai. Kondisi aliran di hilir bangunan bed sill membentuk
loncatan hidraulik dan sering menimbulkan gulungan aliran dan pusaran (vortex). Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya gerusan sehingga sering mempengaruhi stabilitas dan
keamanan bangunan tersebut. Penelitian ini akan mengkaji proses gerusan dan terbentuknya
lapis armor pada proses gerusan di hilir bed sill setelah tercapainya fase kesetimbangan
pada saluran dengan sedimen dasar tidak seragam. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Hidraulika Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang dengan menggunakan flume
yang dilengkapi dengan sirkuit hidraulik, pintu, dan alat-alat ukur lainnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa luas lubang gerusan sangat bergantung pada waktu. Tiga tahap
pembentukan lubang gerusan lokal telah teramati, yaitu tahap awal yang cepat, tahap
pembentukan, dan tahap akhir berupa perlambatan hingga mencapai kesetimbangan
(equilibrium). Bentuk lubang gerusan sangat bergantung pada jarak antar bed sill. Ada dua
bentuk lubang gerusan yaitu bentuk quasi-parabolic yang terjadi pada jarak yang pendek
antar bed sill, dan bentuk spoon terjadi pada jarak bed sill yang besar. Material lapis armor
memiliki nilai d yang makin besar dengan makin besarnya jarak interval antar bed sill.
50 Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jarak interval antar bed sill, lapis armor yangterbentuk pada fase kesetimbangan (equilibrium) memiliki kekasaran yang makin
meningkat Kata kunci: gerusan, bed sill, kesetimbangan, lapis armor, flumePROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
PENDAHULUAN
Konstruksi bed sill merupakan bangunan yang paling banyak digunakan sebagai bangunan pengontrol sedimen melintang sungai. Struktur ini tidak hanya menstabilkan dasar saluran melawan gerusan sedimen, tetapi juga membantu mengontrol kemiringan dasar saluran. Karena pentingnya bed sill sebagai bangunan kontrol kemiringan sungai, perancangan struktur ini menjadi isu penting untuk stabilitas sungai dan kontrol sedimen.
Kondisi aliran di hilir bangunan hidraulik membentuk loncatan hidraulik dan sering menimbulkan gulungan aliran dan pusaran (vortex). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gerusan sehingga sering mempengaruhi stabilitas dan keamanan bangunan tersebut. Kedalaman dan panjang gerusan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh debit, kemiringan dasar sungai, diameter butiran, tinggi terjun dan waktu pengaliran (Mulyandari, 2010). Makin lama terjadinya limpasan air dan makin besar debit aliran, maka makin dalam dan makin panjang gerusan yang terjadi. Selain itu apabila dasar sungai terdiri dari material lepas yang berdiameter butiran kecil seperti pasir dan kerikil dan kemiringan dasar sungai cukup besar, maka gerusan yang terjadi akan lebih cepat bertambah dalam dan berkembang ke hilir. Dampak dari gerusan ini harus diantisipasi karena berpengaruh pada penurunan stabilitas dan keamanan bangunan air. Mengingat kompleksitas dan pentingnya permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian tentang gerusan lokal (local scouring) di sekitar bangunan hidraulik yang terdapat pada sungai akibat adanya pengaruh debit, gradasi butiran sedimen, kemiringan, serta lama waktu gerusan.
Penelitian tentang gerusan lokal di sekitar bangunan hidraulik telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Gaudio et. al. (2003) meneliti tentang evolusi gerusan di hilir bed sill menggunakan aliran tanpa suplai sedimen (clear water condition) dan menggunakan dua sedimen seragam yang berbeda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kedalaman gerusan maksimum, y , dan evolusi waktu y lubang gerusan
s s
terbentuk secara cepat dan kondisi mendekati equilibrium tercapai dalam waktu yang pendek. Lenzi (2002; 2003a; 2003b) meneliti 29 struktur terjunan di sebuah sungai pegunungan di Alpin Italia dengan parameter tak berdimensi dimana kedalaman maksimum gerusan dan panjang gerusan dibagi terhadap tinggi terjunan. Ikegaya (1977) meneliti interval bed sill berdasarkan pada konsep kemiringan dasar stabil. Izumi (1984) membahas fungsi kontrol dasar berdasarkan percobaan laboratorium dengan variasi interval bed sill, tinggi, debit aliran, dan komposisi material dasar. Dia menemukan tinggi efektif bed sill yang lebih baik dan kenaikan jumlah konstruksi mengurangi sedimentasi.
Dari serangkaian penelitian di atas masih memerlukan banyak kajian lanjutan, misalnya dampak terbentuknya lapis armor pada permukaan yang telah tergerus pada proses gerusan di hilir bangunan hidraulik setelah tercapainya fase kesetimbangan (equilibrium) pada saluran dengan dasar tidak seragam. Dengan terbentuknya lapis armor ini maka proses gerusan tidak berlanjut dan permukaan dasar saluran menjadi stabil. Bila fenomena ini dapat dipahami secara baik dari sudut pandang hidraulika aliran dan angkutan, maka kita dapat mendesain bangunan hidraulik yang secara alamiah dapat mengamankan dirinya dari pengaruh gerusan. Penelitian ini akan mengkaji dampak terbentuknya lapis armor pada permukaan yang telah tergerus pada proses gerusan di hilir bed sill (clear water scour) setelah tercapainya fase kesetimbangan (equilibrium) pada saluran dengan sedimen dasar tidak seragam.
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidraulika Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang dengan menggunakan saluran terbuka / flume yang dilengkapi dengan sirkuit hidraulik, pintu, dan alat-alat ukur. Sediment transport flume yang digunakan berupa satu set model saluran terbuka dengan dimensi flume panjang 5,00 m, lebar 0,08 m dan tinggi 0,18 m dengan dinding tembus pandang yang terbuat dari kaca yang di letakan pada struktur rangka kaku dan dasar flume yang terbuat dari stainless
steel . Alat ini dilengkapi dengan pompa daya dengan kapasitas 5 lt/dt. Alat lain yang
digunakan berupa pompa untuk drain dengan kapasitas 2 l/dt, penyearah Arus, alat ukur
point gauge , dan alat sensor laser distance meter (LDM). Sedangkan alat bantu lain
berupa alat ukur berat (timbangan), mesin pemanas (oven), dan saringan (ayakan), kantong kain goni, rangka penyangga/penopang LDM, kontainer sedimen, anyaman bambu (besek), rangka bak pengendapan sedimen, stopwatch, dan kamera photo.
Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi aliran tanpa sedimen (clear water scour). Prosedur penelitian meliputi persiapan, kalibrasi alat, dan uji aliran. Kemudian dilakukan running. Running dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a.
Bagian flume yang akan dipakai percobaan dilapisi material dasar tidak seragam yang memiliki ukuran dari 0.15 mm hingga 6.3 mm sepanjang 3.2 m. Bed sill dibuat dengan papan setebal 2 mm, lebar 8 cm dan tinggi 9 cm.
b.
Bagian saluran yang akan diamati diberi bed sill pada interval berbeda berurutan 0.2 m, 0.4 m, 0.6 m, 0.8 m, dan 1.2 m. Bagian puncak bed sill dipakai untuk mengontrol elevasi dasar saluran.
c.
Dengan sedimen pada kawasan yang diamati, flume dialiri debit untuk proses gerusan. Sedimen hasil gerusan ditampung pada titik ujung flume hingga sedimen keluaran berkurang pada pengujian selama 6 jam. Pada kondisi ini suplai air dihentikan, waktu gerusan dicatat, dan tampang memanjang hasil gerusan pada centerline flume diamati dan dicatat setiap jarak 1 cm.
d.
Debit yang digunakan dalam pengujian ini adalah 1.50 l/s (kecil), 2.00 l/s (sedang), dan 2.50 l/s (besar). Sedangkan gradien saluran sebesar 0.47%; 0.78%; dan 1.10% e.
Dengan mengubah satu variabel pengujian (kemiringan flume atau debit aliran), percobaan flume diulang hingga semua kombinasi teramati.
Pengambilan sampel armoring dilakukan pada lubang gerusan, dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu cetok pada bagian permukaan dengan kedalaman tertentu sepanjang saluran (d90 atau 1 cm), selanjutnya sampel ditaruh dalam tempat untuk ditiriskan, dioven, kemudian ditimbang dan diayak untuk setiap percobaan. Skema proses gerusan di bed sill adalah seperti Gambar 1 di bawah.
Uo ho
Lapis armor
bed material ys lubang gerusan
Bed sill tanpa armor Gambar 1. Skema proses gerusan di hilir bed sill
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
Parameter-parameter yang akan diukur pada proses pengujian menggunakan flume adalah pembentukan lubang gerusan, panjang dan kedalaman gerusan ke arah hilir bed sill, terjadinya angkutan sedimen dasar, serta distribusi ukuran butir lapis armor lubang gerusan pada akhir proses running.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Material Sedimen Dasar
Karakteristik material sedimen dasar yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukkan dari hasil analisa saringan dan distribusi ukuran butiran seperti yang disajikan dalam grafik Gambar 2. Setelah dilakukan analisa ayakan dan penggambaran secara grafis, selanjutnya dapat dilakukan pembacaan dan perhitungan terhadap parameter-parameter diameter referensi butiran material dasar yang meliputi d
16 , d 25 ,
d , d , d , d , d , d , dan d . Hasil perhitungannya adalah seperti pada Tabel 1 di
35
50
65
75
84
90
95 bawah.
Tabel 1 Diameter referensi butiran material dasar
No. Parameter Diameter (mm) 1 d
16
0.28 2 d
25
0.35 3 d
0.45
35
4 d
50
0.61 5 d
65
1.13 6 d
75
1.39 7 d
2.22
84 Gambar 2. Grafik distribusi ukuran butir
8 d
90
2.81 material bahan uji 9 d
95
4.22 d x adalah ukuran butiran (saringan) dimana x% dari berat sampel lolos saringan. Berdasarkan nilai d
50 pada Tabel 1 maka material bahan uji dengan d 50 = 0.61 mm
termasuk pasir kasar, sedangkan berdasarkan parameter ketidakseragaman butiran (
g = 3,00 berarti material dasar termasuk
), maka dengan nilai σ sedimen tidak seragam. Berdasarkan hasil penimbangan dan pengukuran dimensi diperoleh rapat massa sedimen (ρs) terendam sebesar 2,631 gr/cm3.
Karakteristik Lubang Gerusan
Hasil-hasil pengukuran terhadap gerusan di hilir bed sill meliputi pembentukan lubang gerusan pada berbagai interval jarak antar bed sill (40 cm, 60 cm, 80 cm, dan 120 cm) dan pembentukan lubang gerusan pada berbagai catatan waktu hingga fase akhir (10 menit, 30 menit, 60 menit, 120 menit, 240 menit, dan 360 menit). Tabel 3 menunjukkan data-data kondisi awal dan parameter terukur pengujian. Profil hasil gerusan pada berbagai jarak interval bed sill untuk running R5 adalah seperti pada Gambar 3 di bawah.
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
Tabel 3 Kondisi awal dan besaran-besaran terukur pengujian
Running Kode Jarak Sill Q (m3/s) q (m2/s) So Seq ys (m)
R1 G1 0.0015 0.01875 0.0047 0.00059 0.040 G2 0.0015 0.01875 0.0047 0.00059 0.034 G3 0.0015 0.01875 0.0047 0.00059 0.026 G4 0.0015 0.01875 0.0047 0.00059 0.011 R2 G1 0.0015 0.01875 0.0078 0.00059 0.043 G2 0.0015 0.01875 0.0078 0.00059 0.054 G3 0.0015 0.01875 0.0078 0.00059 0.035 G4 0.0015 0.01875 0.0078 0.00059 0.036 R3 G1 0.0015 0.01875 0.011 0.00059 0.054 G2 0.0015 0.01875 0.011 0.00059 0.069 G3 0.0015 0.01875 0.011 0.00059 0.057 G4 0.0015 0.01875 0.011 0.00059 0.042 R4 G1 0.002 0.025 0.0047 0.00046 0.400 G2 0.002 0.025 0.0047 0.00046 0.043 G3 0.002 0.025 0.0047 0.00046 0.011 G4 0.002 0.025 0.0047 0.00046 0.020 R5 G1 0.002 0.025 0.0078 0.00046 0.043 G2 0.002 0.025 0.0078 0.00046 0.058 G3 0.002 0.025 0.0078 0.00046 0.050 G4 0.002 0.025 0.0078 0.00046 0.016 R6 G1 0.002 0.025 0.011 0.00046 0.047 G2 0.002 0.025 0.011 0.00046 0.065 G3 0.002 0.025 0.011 0.00046 0.051 G4 0.002 0.025 0.011 0.00046 0.043 R7 G1 0.0025 0.03125 0.0047 0.00038 0.034 G2 0.0025 0.03125 0.0047 0.00038 0.030 G3 0.0025 0.03125 0.0047 0.00038 0.010 G4 0.0025 0.03125 0.0047 0.00038 0.028 R8 G1 0.0025 0.03125 0.0078 0.00038 0.050 G2 0.0025 0.03125 0.0078 0.00038 0.065 G3 0.0025 0.03125 0.0078 0.00038 0.040 G4 0.0025 0.03125 0.0078 0.00038 0.015 R9 G1 0.0025 0.03125 0.011 0.00038 0.048 G2 0.0025 0.03125 0.011 0.00038 0.065 G3 0.0025 0.03125 0.011 0.00038 0.057 G4 0.0025 0.03125 0.011 0.00038 0.019Keterangan: Rx = running ke x, Q = debit aliran; q = debit per satuan lebar, S dan S eq = kemiringan dasar memanjang awal dan kondisi equilibrium, dan y s = kedalaman gerusan maksimum, G1, G2, G3, dan G4 = jarak interval antar bed sill 40 cm, 60 cm, 80 cm, dan 120 cm
Berdasarkan Gambar 3 tampak bahwa bentuk lubang gerusan sangat bergantung pada jarak antar bed sill. Tampak bahwa hasil pengujian pada segmen dengan panjang interval antar bed sill 40 cm dan 60 cm, bentuk lubang gerusan adalah quasi-parabolic. Konfigurasi ini ditandai oleh sebuah lubang gerusan yang menempati seluruh ruang diantara bed sill. Teramati juga bahwa dimensi lubang gerusan secara khusus dipengaruhi oleh kedekatan antar bed sill ketika debit aliran tinggi. Lebih jauh, ketika panjang interval antar bed sill cukup besar seperti pada segmen 3, dan 4, yang memiliki interval 80 cm dan 120 cm, bentuk lubang gerusan membentuk profil spoon / sendok (Meftah dan Mossa, 2006).
Dari Gambar 3 juga ditunjukkan bahwa profil gerusan untuk segmen 3 dan 4 (interval bed sill 80 cm dan 120 cm) sesuai dengan kondisi alam. Hasil ini bersesuaian dengan hasil penelitian Gaudio dan Marion, 2000 dan Lenzi dan Marion, 2003b. tetapi untuk profil lubang gerusan segmen 1 dan 2 (dengan jarak interval bed sill 40 cm dan 60 cm) tidak sesuai dengan kejadian alam. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh jarak antar bed sill pada konfigurasi ini sehingga dapat dikatakan bahwa ketika panjang lubang gerusan sebanding dengan jarak antar bed sill, maka bed sill akan terganggu oleh pembentukan gerusan.
Sedangkan profil hasil gerusan pada berbagai pencatatan waktu untuk running R5 dengan interval 60 cm adalah seperti pada Gambar 4 di bawah. Gambar 4 menunjukkan bahwa bagian paling atas dari lereng gerusan hulu selalu berada dalam kesetimbangan selama seluruh periode dari proses pembentukan lubang gerusan, sementara bagian paling bawah masih terus berkembang lubang gerusannya.
Jarak bed sill 40 cm Jarak spasi bed sill 60 cm
Jarak spasi bed sill 80 cm Jarak spasi bed sill 120 cmGambar 3. Hasil akhir kedalaman dan panjang gerusan pada uji running R5
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
Dari Gambar 4 juga tampak bahwa pada awal pembentukan (menit ke 10, 30, hingga 60) gerusan berlangsung cepat, kemudian berkurang perlahan-lahan hingga mencapai kondisi kesetimbangan setelah periode yang panjang (6 jam). Besarnya kedalaman gerusan maksimum bergantung kepada tegangan geser dasar, kondisi turbulen dekat dasar, dan karakteristik sedimen (densitas material dasar, distribusi ukuran butir sedimen, porositas, material dasar kohesive atau non kohesive, dll). Di sungai dengan dasar kerikil, bed sill digunakan untuk membatasi degradasi dasar dan untuk mengontrol erosi di pendekat pilar jembatan atau di hilir saluran dari kolam tampung bendungan. Berdasarkan Gambar 4 tampak bahwa meluasnya lubang gerusan sangat bergantung kepada waktu. Meftah dan Mossa (2006) menjelaskan bahwa ada tiga tahap pembentukan lubang gerusan. Pada tahap awal, pembentukan lubang gerusan berlangsung cepat, hal ini disebabkan karena laju yang tinggi dari material terangkut yang mencapai hilir masing-masing sill.
K ed a la m a n g eru sa n ( ys) t = 10 menit t = 30 menit t = 60 menit t = 120 menit t = 240 menit t = 360 menit
Panjang lubang gerusan (ls)
Gambar 4. Proses pembentukan lubang gerusan pada interval bed sill 60 cm Laju yang tinggi dari material terangkut adalah akibat dari gaya tinggi dari tegangan geser dasar yang bekerja pada material dasar di awal waktu. Tahap dua ditandai dengan peningkatan laju pembentukan gerusan yang lebih lambat daripada tahap pertama. Tahap final ditandai dengan proses gerusan yang lambat dimana gerusan mencapai kondisi kesetimbangan setelah periode waktu yang panjang.
Fase kesetimbangan diasumsikan tercapai ketika tidak ada angkutan partikel sedimen yang teramati sepanjang saluran. Meftah dan Mossa (2006) menjelaskan bahwa selama periode waktu yang lebih panjang dari 60% dari durasi dimana tahap kesetimbangan tercapai, kedalaman gerusan meningkat hanya dengan nilai sekitar 10% dari kedalaman gerusan maksimum. Dari Gambar 4 juga dapat dijelaskan bahwa untuk semua pengujian running percobaan, pengaruh waktu terhadap pembentukan lubang gerusan merupakan variabel yang sangat penting.
Proses Pembentukan Lapis Armor
Profil permukaan lapis armor yang terbentuk dari proses gerusan di hilir bed sell pada berbagai jarak interval antar bed sill adalah seperti pada Gambar 5 di bawah. Sedangkan distribusi ukuran butir dan diameter median lapis armor ditunjukkan pada Gambar 6 dan Tabel 4 di bawah.
Profil permukaan lapis armor Interval bed sill 40 cm 60 cm 80 cm 120 cm
Gambar 5. Foto permukaan lapis armor pada berbagai jarak bed sill Dari Gambar 5 tampak bahwa pada hasil akhir proses gerusan, distribusi spasial permukaan lapis armor yang terbentuk dalam satu segmen interval, di bagian hulu materialnya lebih halus dan makin ke hilir makin kasar. Pada 2/3 bagian segmen bagian hilir, permukaan dasar sepenuhnya tertutupi lapis armor. Dari Gambar 6 dan Tabel 4 tampak bahwa material lapis armor memiliki nilai d
50 yang makin besar dengan makin
besarnya jarak interval antar bed sill. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jarak interval antar bed sill, lapis armor yang terbentuk pada fase kesetimbangan (equilibrium) memiliki kekasaran yang makin meningkat.
Tabel 4. Diameter median lapis armor pada berbagai interval bed sill
Interval bed Diameter sill (cm) D m (mm) 40 d
50 1.106
60 d
50 1.122
80 d
50 1.256
120 d 1.263
50 PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
Interval bed sill 40 cm Interval bed sill 60 cm
Interval bed sill 80 cm Interval bed sill 120 cm
Gambar 6. Grafik distribusi ukuran butir lapis armor pada berbagai interval bed sill
SIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa luasnya lubang gerusan sangat bergantung pada waktu. Tiga tahap pembentukan lubang gerusan lokal telah teramati, yaitu tahap awal yang cepat, tahap pembentukan, dan tahap akhir berupa perlambatan hingga mencapai kesetimbangan (equilibrium). Bentuk lubang gerusan sangat bergantung pada jarak antar bed sill. Ada dua bentuk lubang gerusan, yaitu bentuk quasi-parabolic dan spoon. Bentuk quasi-parabolic terjadi pada jarak yang pendek antar bed sill, sementara bentuk spoon terjadi pada jarak bed sill yang besar. Berdasarkan hasil di atas juga dapat disimpulkan bahwa material lapis armor memiliki nilai diameter median (d ) yang makin besar dengan makin besarnya jarak interval
50
antar bed sill. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jarak interval antar bed sill, lapis armor yang terbentuk pada fase kesetimbangan (equilibrium) memiliki kekasaran yang makin meningkat
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kemenristekdikti yang telah memberikan dana penelitian Hibah Bersaing Tahun 2016 melalui kontrak No. 188/SP2H/LT/DRPM/III/2016. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada P3M Politeknik Negeri Semarang, mahasiswa dan staf laboratorium hidraulika Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
DAFTAR PUSTAKA
- –284 Ikegaya H. (1977). Field Planning of Sabo Construction Work. Sankaido Publish (in Japanese).
- –509 Mulyandari, R. (2010). Kajian Gerusan Lokal Pada Ambang Dasar Akibat Variasi Q
PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477
Gaudio, R., Marion, A. and Bovolin, V. (2000). Morphological Effects of Bed Sills in Degrading Rivers. J. Hydraul. Res. IAHR 38(2), 89 –96
Gaudio, R., and Marion, A. (2003). Time Evolution of Scouring Downstream of Bed Sills. J. Hydraul. Res., 41, 3, 271
Izumi I. (1984). Scouring Prevention Efficiency Of Bed-Sills. New Sabo No.59, pp. 24 28 (in Japanese). Lenzi M. A., Marion A., and Comiti F. (2003a). Interference Processes on Scouring at Bed Sills. Earth Surface Processes and Landforms, Vol. 28, pp. 99-110. Lenzi M. A., Marion A., and Comiti F. (2003b). Local Scouring at Grade-Control
Structures in Alluvial Mountain Rivers. Water Resources Research, Vol. 39, No. 7, pp. 1176. Lenzi (2002). Stream Bed Stabilization Using Boulder Check Dams That Mimic Step-
Pool Morphology Features in Northern Italy. Geomorphology, Vol. 45, pp. 243- 260. Meftah M.B., and M. Mossa (2006). Scour holes downstream of bed sills in low- gradient channels. J. Hydraulic Res., Vol. 44, No. 4 (2006), pp. 497
(Debit), I (Kemiringan) dan T (Waktu). Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik UNS Surakarta