BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Ditinjau dari Penggunaan Model Problem Based Learning Kelas IV SD Negeri 01 Wolo Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2014/2015

6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Hasil Belajar

2.1.1 Hakekat Hasil Belajar
Setiap siswa setelah melakukan serangkaian proses belajar pasti akan
mendapat hasil belajar dari apa yang telah dipelajarinya tersebut. Menurut
Mulyasa (2009:208) “penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu
kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta
didik”. Sedangkan Sudjana (2010:22) berpendapat “hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya”.
Hasil belajar digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh
seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Menurut Purwanto (2013:45)
“hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan
pengajaran (ends are being attained)”. Sedangkan menurut Winkel (dalam,

Purwanto 2013:45) bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”.
Berdasarkan pengertian mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dari suatu kegiatan yang
berupa proses belajar dan dapat digunakan untuk mengukur perubahan sikap dan
perilaku.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar dapat berhasil atau tidak karena ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut berasal dari
dalam diri orang yang belajar dan juga berasal dari luar diri orang yang belajar
tersebut. Menurut Reni (2001:84) faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada
dua, yaitu: faktor Internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal. Faktor internal
yang mempengaruhi hasil belajar merupakan faktor yang berada diluar diri
individu yang sedang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar

7

dari luar individu adalah kesehatan, inteledensi dan bakat, minat dan motivasi, dan
cara belajar.
Sedangkan faktor yang kedua yang mempengaruhi hasil belajar yaitu

faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri individu yang sdang belajar.
Faktor dari luar yang mempengaruhi adalah keluarga, sekolah, masyarakat, dan
lingkungan sekitar.
2.1.3

Mengukur Hasil Belajar
Hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi. Terdapat 2

macam teknik penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar, yaitu:
1.

Teknik Tes
Arikunto (2001:32) mengatakan bahwa “tes adalah serentetan pertanyaan

atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok”. Menurut Suwandi (2009:39) mengemukakan bahwa “tes merupakan
suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa
yang sedang dites”. Sedangkan menurut Sudjana (2010:35) menyebutkan bahwa
“tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada

siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam
bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan)”.
Berdasarkan pendapat mengenai pengertian tes, maka dapat disimpulkan
bahwa teknik tes adalah pertanyaan atau tugas atau latihan yang diberikan kepada
siswa untuk mengukur pengetahuan dalam bentuk lisan, tulisan maupun
perbuatan.
2.

Teknik non Tes
Menurut Sudjana (2010:104) “alat-alat penilaian hasil dan proses belajar

mengajar, disamping berupa tes, bisa digunakan juga teknik wawancara,
kuisioner, observasi, skala, sosiometri, studi kasus, dll”. Sedangkan menurut
Arikunto (2001:26) “yang termasuk golongan teknik nontes adalah skala

8

bertingkat (rating scale),kuesioner (questionair), daftar cocok (chek list),
wawancara (interview), pengamatan (observation) dan riwayat hidup”.
Berdasarkan pendapat mengenai teknik nontes tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa teknik nontes meliputi:
a. Observasi
Metode atau cara yang digunakan untuk menganalisis dan
mengamati tingkah laku dengan melihat atau mengamati
individu atau kelompok secara langsung.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk menghimpun bahan keterangan
yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara
sepihak, berhadapan muka, dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan.
c. Kuesioner
Kuesioner juga sering dikenal dengan angket. Kuesioner
adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang
yang akan diukur (responden).
d. Sosiometri
Sosiometri digunakan untuk memperoleh data mengenai
hubungan sosial siswa di kelasnya atau di dalam kelompoknya.
e. Studi Kasus
Studi kasus digunakan untuk memperoleh data mengenai
pribadi siswa secara mendalam dalam kurun waktu tertentu.

f. Skala Bertingkat
Menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
sesuatu hasil pertimbangan. Angka yang digunakan dengan
jarak yang sama dan diletakkan secara bertingkat dari yang
rendah ke yang tinggi.
g. Daftar Cocok
Sebuah daftar yang memuat pertanyaan singkat, tertulis
tentang berbagai gejala yang dimaksudkan sebagai penolong
pencatatan ada atau tidaknya suatu gejala dengan cara memberi
tanda cek (V) pada setiap permunculan gejala yang dimaksud.
h. Riwayat Hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang
selama dalam masa kehidupannya.
2.1.4
Penilaian Hasil Belajar
Untuk melakukan penilaian terhadap hasil belajar dapat dilihat melalui 3
ranah. Ketiga ranah tersebut juga di klasifikasikan oleh Benyamin Bloom, yaitu
kognitif, afektif, dan psokomotor. Ella (2004:59) menyebutkan ketiga ranah
tersebut sebagai berikut:


9

1.

Ranah Kognitif
Terdapat enam aspek pada ranah kognitif, yaitu:

2.

a. Pengetahuan (C1), didefinisikan sebagai ingatan terhadap hal-hal
yang telah dipelajarai sebelumnya. Hal ini termasuk mengingat
bahan-bahan, fakta, gejala, dan teori. Hasil belajar dari
pengetahuan merupakan tingkatan rendah.
b. Pemahaman (C2), didefinisikan sebagai kemampuan untuk
memahami materi bahan. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju
dari ingatan sederhana, hafalan atau pengetahuan tingkat rendah.
c. Penerapan (C3), merupakan kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari dan dipahami kedalam situasi konkret,
nyata, atau baru. Hasil belajar untuk kemampuan menerapkan ini
tingkatannya lebih dari pemahaman.

d. Analisis (C4), merupakan kemampuan untuk menguraikan lebih
materi kedalam bagian-bagian atau yang lebih terstruktur dan
mudah dimengerti. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan
kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan
menerapkan.
e. Sintensis (C5), merupakan kemampuan untuk mengumpulkan
bagian-bagian menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh.
Hasil belajar sintesis menekankan pada perilaku krestif dengan
mengutamakan perumusan pola atau struktur baru dan unik.
f. Penilaian (C6), merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan
menguji suatu nilai materi utnuk tujuan tertentu. Hasil belajar
penilaian merupakan tingkatan kognitif paling tinggi sebab berisi
unsur-unsur dari semua kategori, termasuk kesadaran untuk
melakukan pengujian yang syarat nilai dan kejelasan kriteria.
Ranah Afektif
Terdapat lima tingkatan pada ranah afektif menurut Ella (2004:62), yaitu:
a. Penerimaan, yaitu kesadaran atau kepekaan yang disertai keinginan
untuk bertoleransi terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala. Hasil
belajar penerimaan merupakan pemilihan kemampuan untuk
membedakan dan menerima perbedaan.

b. Respon atau jawaban, merupakan kemampuan menerima
tanggapan terhadap suatu gagasan, benda, bahan, atau gejala
tertentu. Hasil belajar penanggapan merupakan suatu komitmen
untuk berperan serta berdasarkan penerimaan.
c. Penilaian, merupakan kemampuan memberikan penilaian terhadap
gagasan, benda, bahan, atau gejala. Hasil belajar penilaian
merupakan keinginan untuk diterima, diperhitungkan, dan dinilai
orang lain.
d. Pengelolaan atau pengaturan, merupakan kemampuan mengelola
berhubungan dengan tindakan penilaian dan perhitungan yang telah
dimiliki. Hasil belajarnya merupakan kemampuan mengantur dan

10

3.

mengelola sesuatu secara harmonis dan konsisten berdasarkan
pemilikan filosofi yang dihayati.
e. Bermuatan nilai, merupakan tindakan puncak dalam perwujudan
perilaku seseorang yang secara konsisten sejalan dengan nilai atau

seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara mendalam. Hasil
belajarnya merupakan perilaku seimbang, harmonis dan
bertanggung jawab dengan standar nilai yang tinggi.
Ranah Psikomotorik
Menurut Ella (2004:63) hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk
keterampilan (skill). Tingkatan ranah psikomotorik yaitu:
a. Gerakan reflek, merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar
dalam menanggapi stimulus.
b. Gerakan dasar, merupakan pola gerakan yang diwarisi yang
terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang
lebih kompleks.
c. Gerakan tanggapan (perceptual), merupakan penafsiran terhadap
segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri
terhaap lingkungan.
d. Kegiatan fisik, merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot,
kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan, dan kekuatan
suara.
e. Komunikasi tidak berwacana, merupakan komunikasi melalui
gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini merentang dari ekspresi mimik
muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan penilaian

hasil belajar dapat dilihat melalui 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dalam ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan penilaian. Ranah afektif terdapat beberapa tingkatan, yaitu
penerimaan, respon atau jawaban, penilaian, pengelolaan atau pengaturan,
bermuatan nilai. Sedangan dalam ranah psikomotor terdapat tingkatan, yaitu
gerakan reflek, gerakan dasar, gerakan tanggapan, kegiatan fisik, dan komunikasi
tidak berwacana
2.2 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.2.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Wisudawati dan Sulistyowati Eka (2014:22) menyatakan bahwa:
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan rumpun ilmu, memiliki
karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual
(factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (event) dan

11

hubungan sebab-akibatnya. Cabang ilmu yang termasuk anggota
rumpun IPA saat ini antara lain Biologi, Fisika, IPA, Astronomi/

Astrofisika, dan Geologi.Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu
yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan
percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teri (deduktif). Ada dua
hal yang berkaitan yang tidak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA
sebagai produk, pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, dan IPA sebagai
proses, yaitu kerja ilmiah. Saat ini objek kajian IPA semakin luas,
meliputi konsep IPA, proses, nilai, dan sikap ilmiah, aplikasi IPA
dalam kehidupan sehari-hari, dan kreativitas (Kemendiknas, 2011).
Sukarno (dalam Wisudawati dan Sulistyowati Eka, 2014:23) menyatakan
bahwa:
Ilmu adalah pengetahuan yang ilmiah, pemgetahuan yang diperoleh
secara ilmiah, artinya diperoleh dengan metode ilmiah. Dua sifat
utama ilmu adalah rasional, artinya masuk akal, logis atau diterima
akal sehat, dan objektif. Artinya, sesuai dengan objeknya, sesuai
dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengamatan. Dengan
pengertian ini, IPA dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang sebab, dan akibat kejadian-kejadian yang ada di alam ini.
Definisi di atas adalah salah satu definisi IPA dan bersifat sederhana. Hal
ini yang dimaksud IPA adalah body of knowledge. Menurut Subiyanto (dalam
Wisudawati dan Sulistyowati Eka, 2014:23) definisi IPA yang senada sebagai
berikut:
a. Suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun
secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum.
b. Pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktik.
c. Suatu cabang ilmu yang bersangkut-paut dengan observasi dan
klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum umum
dengan induksi dan hipotesis.
Carin dan Sund (dalam Wisudawati dan Sulistyowati Eka 2014:24)
mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara
teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan
eksperimen. Merujuk pada definisi Carin dan Sund tersebut maka IPA memiliki
empat unsur utama, yaitu:

12

a. Sikap: IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda,
fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.
Persoalan IPA dapat dipecahkan dengan menggunakan
prosedur yang bersifat open ended.
b. Proses: proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan
adanya prosedur yang runtutdan sistematis melalui metode
ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis,
perancangan
eksperimen,
atau
percobaan,
evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
c. Produk: IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori,
dan hukum.
d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam
kehidupan sehari-hari.
2.2.2

Tujuan Pembelajaran IPA
Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran ilmu pengetahuan

alam bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.
2.

3.
4.
5.

6.

2.2.3

Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk
meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prindip dan
konsep, fakta yang ada di alam. Hubungan saling
ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.
Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi.
Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif,
jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.
Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis
induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip
sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.
Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari
keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam
teknologi.

Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran ilmu pengetahuan alam

pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek – aspek sebagai berikut:
1.

2.
3.

Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta
kesehatan.
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair,
padat, dan gas.
Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas,
magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

13

4.

Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.

Keempat kelompok bahan kajian IPA SD/MI tersebut disajikan secara
spiral, artinya setiap bahan kajian disajikan di semua tingkat kelas tetapi dengan
tingkat kedalaman yang berbeda; semakin tinggi tingkat kelas semakin dalam
bahasannya.
2.3 Model Pembelajaran
Menurut Agus Suprijono (2010:45) Model pembelajaran merupakan
landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan
teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model
pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan
kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun
tutorial. Menurut Arends (dalam Agus Suprijono, 2010:46) model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuantujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Melalui model pembelajaran guru dapat
membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan
mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar. Dalam proses belajar banyak model pembelajaran yang dipilih sesuai
dengan materi yang disampaikan oleh guru.
2.4 Model Problem Based Learning
2.4.1 Definisi Model Problem Based Learning
Menurut Barrow (dalam Huda, 2014: 271) mendefinisikan Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) sebagai pembelajaran yang
diperoleh melalui proses yang menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah.
Masalah tersebut ditemukan pertama-tama dalam proses pembelajaran. Sementara
itu, Lloyd Jones, Margeston, dan Bligh (dalam Huda, 2014: 271) menyatakan

14

bahwa ada tiga elemen dasar yang seharusnya muncul dalam pelaksanaan
Problem Based Learning: menginisiasi pemicu/masalah awal (initiating trigger),
meneliti isu-isu yang diidentifikasi sebelumnya, dan memanfaatkan pengetahuan
dalam memahami lebih jauh situasi masalah. Problem Based Learning merupakan
kurikulum sekaligus proses, kurikulumnya meliputi masalah-masalah yang dipilih
dan dirancang dengan cermat yang menuntut upaya kritis siswa untuk
memperoleh pengetahuan, menyelesaikan masalah, belajar secara mandiri, dan
memiliki skill partisipasi yang baik.
Lauren Resnick (dalam Supinah, 2010: 17) mengemukakan Problem
Based Learning utamanya dikembangkan untuk membantu siswa sebagai berikut:
a. Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi.
b. Belajar berbagai peran orang dewasa. Dengan melibatkan siswa dalam
pengalaman nyata atau simulasi (pemodelan orang dewasa), membantu
siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar
melakukan peran orang dewasa
c. Menjadi pelajar yang otonom dan mandiri. Pelajar yang otonom dan
mandiri ini dalam arti tidak sangat tergantung pada guru. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara, guru secara berulang-ulang membimbing dan
mendorong serta mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan,
mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri.
Siswa dibimbing, didorong dan diarahkan untuk menyelesaikan
tugastugas secara mandiri. Kemampuan untuk menjadi pembelajar
yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya
kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar
sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi siswa dalam
mengarungi kehidupan pribadi, sosial maupun dunia kerja selanjutnya.
HS Barrows (dalam Supinah, 2010: 18) menyatakan bahwa proses
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan
pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi
pengetahuan baru. Sementara itu Satyasa (dalam Supinah, 2010: 18)
mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan
pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalahmasalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam
belajar. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktifitas
pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah (Jumanta Hamdayama, 2014: 209).

15

Howard Barrows dan Kelson (dalam Amir, 2013: 21) mengemukakan
rumusan Problem Based Learning sebagai berikut.
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses
pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang
menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka
mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri
serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan
dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan Problem Based
Learning, sebagai model pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah
kepada siswa di mana masalah tersebut dialami atau merupakan pengalaman
sehari-hari siswa. Selanjutnya siswa menyelesaikan masalah tersebut untuk
menemukan pengetahuan baru. Secara garis besar Problem Based Learning terdiri
dari kegiatan menyajikan kepada siswa suatu situasi masalah yang autentik.
2.4.2 Prinsip-prinsip Problem Based Learning
Menurut Hosnan (2014:300) prinsip utama PBL adalah penggunan
masalah nyata sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan pemecahan masalah.
Pemilihan atau penentuan masalah nyata ini dapat dilakukan oleh guru
maupun peserta didik yang disesuaikan kompetensi dasar tertentu. Masalah ini
bersifat terbuka (open-ended problem), yaitu masalah yang memiliki banyak
jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keingintahuan peserta didik
untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut. Masalah itu
juga bersifat tidak terstruktur dengan baik (ill-structured) yang tidak dapat
diselesaikan secara langsung dengan cara menerapkan formula atau strategi
tertentu, melainkan perlu informasi lebih lanjut untuk memahami serta perlu
mengkombinasikan beberapa strategi atau bahkan mengkreasi strategi sendiri
untuk menyelesaikannya.
Kurikulum 2013 menurut Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum, menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak

16

dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah
subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah,
mengintruksi, dan menggunakan pengetahuan. Di dalam PBL, pusat pembelajaran
adalah peserta didik (student-centered),sementara guru berperan sebagai fasilitator
yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan
membangun

pengetahuannya

secara

berpasangan

ataupun

berkelompok

(kolaborasi antara peserta didik).
Salah satu model yang digunakan untuk menarik perhatian siswa pada saat
proses pembelajaran berlangsung, yaitu dengan melakukan apersepsi atau
pembukaan dengan menghubungkan materi yang telah disampaikan dengan
materi yang akan disampaikan. Apersepsi ini dilakukan untuk menarik perhatian
siswa sehingga siswa fokus pada materi yang diberikan dan dalam pemberian
materi, sebaiknya harus disertai media yang mendukung sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, kemudian mengakhiri
pelajaran dengan menarik kesimpulan.
2.4.3 Ciri-Ciri Model Problem Based Learning
Ciri–ciri model Problem based learning menurut Hosman (2014: 300)
adalah sebagai berikut:
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
Pengaturan pembelajaran berkisar pada masalah atau pertnyaan
yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan
masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria autentik,
jelas, mudah dipahami, luas, dan bermanfaat.
b. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah
hendaknya mengaitkan atau melibatkan baerbagai disiplin ilmu.
c. Penyelidikan yang Autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis
masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan
untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa
menganalisis dan merumuskan masalah., mengembangkan dan
meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulak, dan
menggambarkan hasil akhir.
d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun
hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil

17

karyanya. Artinya, hasil pencapaian masalah siswa ditampilkan
atau dibuatkan laporannya.
e. Kolaborasi
Pada pembelajaran berbasis masalah, tugas-tugas belajar berupa
masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan
siswa, baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersamasama antar siswa dengan guru.
2.4.4 Karakteristik Model Problem Based Learning
Karakteristik

model

Problem

based

learning

menurut

Jumanta

Hamdayama (2014: 209-210) sebagai berikut:
1) Belajar dimulai dengan satu masalah.
2) Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia
nyata siswa.
3) Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar
disiplin ilmu.
4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam
membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar
mereka sendiri.
5) Menggunakan kelompok kecil.
6) Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah mereka
pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.
Berdasarkan uraian diatas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan adanya masalah yang
dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa
memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui untuk
memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap
menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam
belajar.
2.4.5 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning
Langkah-langkah model Problem Based Learning menurut Jumanta
Hamdayama (2014: 212) sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah
yang akan dipecahkan.
2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah
dari berbagai sudut pandang.
3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan
berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.

18

4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari data dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau
merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan.
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah
siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan
sesuai rumusan hasil pengajuan hipotesis dan rumusan
kesimpulan.
Sedangkan sintak model Problem Based Learning, menurut Jumanta
Hamdayama (2014: 212) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintak Model Problem Based Learning
Fase
Fase 1
Orientasi
masalah

siswa

Tingkah Laku Guru
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
kepada menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan,
memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya

Fase 2
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisir siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar
yang
belajar
berhubungan dengan masalah
Fase 3
Guru mendoronng siswa untuk mengumpulkan
Membimbing
penyelidikan informasi
yang
sesuai,
melaksanakan
individual atau kelompok
eksperimen
atau
pengamatan
untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah
Fase 4
Mengembangkan
menyajikan hasil karya

Fase 5
Menganalisis
mengevaluasi
pemecahan masalah

Guru membantu siswa dalam merencanakan
dan dan menyiapkan karya yang sesuai,
melaksanakan eksperimen atau pengamatan
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
dan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
proses mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan

Dari sintak model Problem Based Learning menurut Jumanta Hamdayama
(2014: 212) tersebut, maka selajutnya penulis akan menyusun pemetaan dan

19

implementasi model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses. Berikut tabel pemetaan dan implementasi
pembelajaran model Problem Based Learning berdasarkan standar proses:
Tabel 2.2
Pemetaan Model Problem Based Learning berdasarkan
Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
No
1
2

3

4

5

Fase PBL

Pendahuluan

Orientasi siswa
kepada masalah
Mengorganisir
siswa
untuk
belajar
Membimbing
penyelidikan
individual
atau
kelompok
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Menganalisis dan
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah

Kegiatan Pembelajaran
Eksplorasi Elaborasi

Konfirmasi










Tabel 2.3
Implementasi Model Problem Based Learning berdasarkan
Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintak PBL

Langkah dalam
Standar Proses

Orientasi
siswa
Kegiatan Awal
kepada masalah
Kegiatan Inti
Mengorganisir siswa Eksplorasi
untuk belajar

Membimbing
penyelidikan

Elaborasi

Kegiatan Guru
Guru
menjelaskan
tujuan
pembelajaran, menjelaskan segala hal
yang akan dibutuhkan, memotivasi
siswa
terlibat
dalam
aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
Guru mendoronng siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai,

20

individual
kelompok

atau

melaksanakan
eksperimen
atau
pengamatan
untuk
mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah

Mengembangkan dan Elaborasi
menyajikan
hasil
karya

Guru
membantu
siswa
dalam
merencanakan dan menyiapkan karya
yang
sesuai,
melaksanakan
eksperimen atau pengamatan untuk
mendapatkan
penjelasan
dan
pemecahan masalah

Menganalisis
dan Konfirmasi
mengevaluasi proses
pemecahan masalah

Guru
membantu
siswa
untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan

Penutup

Guru membimbing peserta didik
untuk menyimpulkan dan merangkum
secara lisan dari materi yang sudah
dipelajari, menyampaikan materi yang
akan dipelajari selanjutnya, menutup
pelajaran dengan salam dan berdoa.

2.4.6 Kelebihan Model Problem Based Learning
Menurut Smith (dalam Amir Taufik, 2013: 27) kelebihan Problem Based
Learning bagi pemelajar adalah meningkatkan kecakapan pemecahan masalahnya,
lebih mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya
yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran,
membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan
memotivasi pemelajar.
Kelebihan model Problem Based Learning menurut Amir Taufik (2013:
27-29) sebagai berikut:
1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi
ajar.
Dengan konteks yang dekat, dan sekaligus melakukan deep
learning (karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik)
bukan surface learning (yang sekedar hafal saja), maka siswa akan
lebih memahai materi.

21

2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Dengan
kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan
konteks-konteks praktik, siswa bisa merasakan lebih baik konteks
operasinya di lapangan.
3) Mendorong untuk berpikir.
Dengan proses yang mendorong siswa untuk mempertanyakan,
kritis, reflektif. Siswa dianjurkan untuk tidak terburu-buru
menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya,
dan fakta-fakta yang mendukung alasan.
4) Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial.
Problem Based Learning dapat mendorong terjadinya
pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial. Siswa
diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima
pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk
orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan
yang sering disebut soft skill, seperti juga hubungan interpersonal
dapat dikembangkan. Pengalaman kepemimpinan dapat dirasakan,
mempertimbangan strategi, memutuskan, dan persuasive dengan
orang lain.
5) Membangun kecakapan belajar (life-long learning skill).
Dengan
struktur
masalah
yang
agak
mengambang,
merumuskannya, serta dengan tuntutan mencari sendiri
pengetahuan yang relevan akan melatih siswa membangun
kecakapan belajar.
6) Memotivasi pemelajar.
Dengan Problem Based Learning dapat membangkitkan minat
dari dalam diri siswa karena Problem Based Learning
menciptakan masalah dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan

uraian

tersebut

dapat

disimpulkan

bahwa

dengan

menggunakan model PBL dapat meningkatkan daya ingat siswa atas materi ajar,
meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, mendorong siswa untuk
berpikir, membangun kinerja tim, mengembangkan kecakapan belajar dan
memotivasi pemelajar. Sehingga dengan menggunakan PBL pembelajaran akan
lebih bermakna.
2.5

Penelitian yang Relevan
Chitika, Prisky (2012) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kleas IV SDN 3 Jepon Kecamatan
Jepon Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Program

22

Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana. Menyimpulkan
bahwa analisis pada kelas eksperimen perhitungan menunjukkan bahwa
Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah dan metode pembelajaran konvensional ditemukan
bahwa nilai t hitung > t tabel (5.345>4660). Signifikansi (0.000

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22