1. PERILAKU ORGNISASI Latar Belakang

1.1 Latar Belakang
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling
memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya
ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konfik. Hal ini disebabkan karena
pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat
banyak kemungkinan timbulnya konfik. Konfik dapat menjadi masalah yang serius
dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas
organisasi tersebut, jika konfik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa
penyelesaian.
Suatu konfik merupakan hal wajar dalam suatu organisasi. Sering kali konfik tidak
dapat dihindari dalam organisasi, karena konfik
dapat menjadi kekuatan
positif
dan
negatif,
sehingga
manajemen seyogyanya
tidak
perlu
menghilangkan semua konfik, tetapi hanya pada konfik yang menimbulkan

dampak gangguan atas usaha organisasi mencapai tujuan saja yang perlu
dihilangkan. Beberapa
jenis
atau
tingkatan konfik
mungkin
terbukti
bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi.Dengan
demikian konfik bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, tetapi merupakan
sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat memberikan kontribusinya
bagi pencapaian tujuan organisasi.

1.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

Rumusan Masalah

Apa Pengertian Konfik
Apa Defnisi Konfik Organisasi
Apa Perbedaan Pandangan Tradisional & Interaksi Mengenai Konfik
Apa sumber-sumber konfik dalam organisasi
Bagaimana bentuk-bentuk konfik dalam organisasi
Bagaimana teknik-teknik Utama Memecahkan Konfik
Bagaimana mengelola konfik dalam organisasi
Bagaimana Mengatasi dan Mengelola Konfik dalam Organisasi

II
Pembahasan
A. Pengertian Konfik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konfik adalah percekcokkan, perselisihan,
pertentangan. Konfik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu confgure yang
berarti saling memukul. Secara Sosiologis konfik diartikan sebagai proses social
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha


menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.Jika dilihat defnisi secara sosiologis, konfik senantiasa ada dalam
kehidupan masyarakat sehingga konfik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat
diminimalkan.

B. Definisi Konfik Organisasi
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.


8.
9.

Ada beberapa pengertian konfik menurut beberapa ahli.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konfik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat
daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di
antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konfik. Hal ini
terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan
sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konfik dalam organisasi dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konfik di dalam organisasi maka secara umum konfik tersebut
dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konfik maka konfik tersebut telah menjadi kenyataan.
Dipandang sebagai perilaku, konfik merupakan bentuk minteraktif yang
terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan

organisasi (Muchlas, 1999). Konfik ini terutama pada tingkatan individual yang
sangat dekat hubungannya dengan stres.
Menurut Minnery (1985), Konfik organisasi merupakan interaksi antara dua
atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Konfik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak
yang sadar dan memberikan respon terhadap konfik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
(Robbins, 1993).
7. Konfik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain,
kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini,
pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang
diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
Konfik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku
komunikasi (Folger & Poole: 1984).
Konfik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan
yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang
diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps,
1986:185; Stewart, 1993:341).


C. Perbedaan
Pandangan
Mengenai Konfik

Tradisional

&

Interaksi

1.

Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan
bahwa konfik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus
dihindari. Konfik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan
irrationality. Konfik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang
buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan..
2.
Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung

mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konfik. Hal ini disebabkan
suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi
statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut
pandangan ini, konfik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat,
kritis – diri, dan kreatif.

D.Sumber-Sumber Utama Penyebab Konfik
Menurut Robbins (1996), konfik muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai
sumber terjadinya konfik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan
variabel pribadi.
1. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konfik. Suatu
hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang
tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang
terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konfik.
Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok,
kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan
kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara
kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi

merupakan variabel yang mendorong terjadinya konfik. Makin besar kelompok, dan
makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadinya konfik.
2. Karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan
(idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan
bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik,
dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konfik yang potensial. Jika
salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan
menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok
terjadi konfik. Keadaan ini disebut dengan konfik yang dipersepsikan (perceived

confict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa
cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konfik berubah
menjadi konfik yang dirasakan (felt confict). Selanjutnya, konfik yang telah
disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konfik yang
nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fsik,
huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
3. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap
manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan

perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konfik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
4. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konfik.
5. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki
perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab
itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang
sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.

E. Bentuk-bentuk Konfik dalam Organisasi
Pada hakekatnya konfik terdiri atas lima bentuk, yaitu:
1. konfik dalam diri individu,
2. konfik antar individu,

3. konfik antar anggota dalam satu kelompok,
4. konfik antar kelompok,
5. konfik antar bagian dalam organisasi,dan konfik antar organisasi.
a. Konfik dalam diri individu
Konfik
ini
merupakan
konfik
internal
yang
terjadi
pada
diri
seseorang. (intrapersonal confictt. Konfik ini akan terjadi ketika individu harus
memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang mana
yang harus dipilih untuk dilakukan. Handoko (1995:349) mengemukakan
konfik dalam diri individu, terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya,
bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk mela -kukan lebih dari kemampuannya. Menurut Winardi

(2004:169), terdapat tiga tipe konfik pada tingkat individu:

a)
Konfik Mendekat-mendekat (Approach-approach Confictt
Konfik demikian meliputi suatu situasi di mana seseorang harus memilih
antara dua macam alternatif positif dan yang sam a-sama memiliki daya tarik
yang sama. Contoh: apabila individu harus memilih antara tindakan menerima
sebuah promosi yang sangat dihargai di dalam organisasi yang bersangkutan dan
menerima pekerjaan baru yang menarik yang ditawarkan oleh perusahaan lain.
b) Konfik Menghindari-menghindari (Avoidance -avoidance Confictt
Sebuah situasi yang mengharuskan seseorang memilih antara dua macam
alternatif negatif yang sama tidak memiliki daya tarik sama sekali. Contoh:
apabila kita menghadapi pilihan transfer pekerjaan ke kota lain yang berada pada
lokasi yang tidak menyenangkan atau di PHK oleh organisasi di mana kita
bekerja.
c)
Konfik Pendekatan–menghindari (Approach -avoidance Confictt
Konfik ini meliputi sebuah situasi di mana seseorang harus mengambil keputusan
sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun
negatif yang berkaitan dengannya. Contoh: apabila seseorang diberi tawaran
promosi yang menjanjikan gaji lebih besar, tetapi yang juga sekaligus
mengandung tanggung jawab yang makin meningkat dan yang tidak disukai.
b.
Konfik antar individu
Konfik antar individu (interpersonal confictt bersifat substantif, emosional atau
kedua-duanya. Konfik ini terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu,
tindakan dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan.
c.
Konfik antar anggota dalam satu kelompok
Setiap kelompok dapat mengalami konfik substantif atau efektif. Konfik
subtantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika
anggota dari suatu komite m engha-silkan kesimpulan yang berbeda atas data
yang sama. Sedangkan konfik efektif terjadi karena tanggapan emosional
terhadap suatu situasi tertentu.
d.
Konfik antar kelompok
Konfik intergroup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbe -daan
persepsi, perbedaan tujuan, dan meningkatnya tuntutan akan keahlian.
e.
Konfik antar bagian dalam organisasi
Tentu saja yang mengalami konfik adalah orang, tetapi dalam hal ini orang
tersebut “mewakili” unit kerja tertentu. Menurut Mulyasa (2004:244) konfik ini
terdiri atas:
1) Konfik vertikal.

Terjadi antara pimpinan dengan bawahan yang tidak sependapat tentang cara
terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konfik antara kepala sekolah
dengan guru.
2) Konfik horizontal.
Terjadi antar pegawai atau departemen yang memiliki hierarki yang sama dalam
organisasi. Misalnya konfik antar tenaga kependidikan.
3) Konfik lini-staf.
Sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam
proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. Misalnya konfik antara kepala
sekolah dengan tenaga administrasi.
4) Konfik peran.
Terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya kepala sekolah
merangkap jabatan sebagai ketua dewan pendidikan.
f.
Konfik antar organisasi
Konfik antar organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan
pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap
organisasi lain. Misalnya konfik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu
organisasi masyarakat.

F. Teknik-Teknik Utama Memecahkan Konfik
1.

Integrating (Problem Solving). Dalam gaya ini pihak-pihak yang
berkepentingan secara bersama-sama mengidentifkasikan masalah yang dihadapi,
kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan
masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh
salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah
yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah
memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.
2.
Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya
kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk
menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa
(forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah.
Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan
dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan
waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk
menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat.
Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan.
Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk
menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
3.
Avoiding.
Taktik
menghindar
(avoiding)
cocok
digunakan
untuk
menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh. Gaya ini tidak cocok untuk
menyelesaikan masalah - malasah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi
penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau
mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah
hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
4.
Compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang
secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang
lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take
approach) dari pihak-pihak yang terlibat.Kompromi cocok digunakan untuk
menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda
tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara
buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang
demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian
konfik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam
penyelesaian masalah.

G. Mengatasi dan Mengelola Konfik dalam Organisasi
Tidak ada teknik pengendalian konfik yang dapat digunakan dalam segala
situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Gibson, (1996) mengatakan, memilih resolusi konfik yang cocok tergantung pada
faktor-faktor penyebabnya, dan penerapan manajemen konfik secara tepat dapat

meningkatkan kreativitas, dan produktivitas bagi pihak-pihak yang mengalami
Menurut Handoko (1992) secara umum, terdapat tiga cara dalam menghadapi
konfik yaitu, (1) stimulasi konfik, (2) pengurangan atau penekanan konfik, dan
(3) penyelesaian konfik.
Stimulasi konfik diperlukan apabila satuan-satuan kerja di dalam organisasi
terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konfik rendah. Situasi
konfik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif
akhirnya menjadi pasif. Perilaku dan peluang yang dapat mengarahkan individu
atau kelompok untuk bekerja lebih baik diabaikan, anggota kelompok saling
bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan
pekerjaan.
Pimpinan (manajertorganisasi perlu merangsang timbulnya persaingan dan
konfik yang dapat mempunyai dampak peningkatan kinerja anggota organisasi.
Pengurangan atau penekanan konfik, manajer yang mempunyai pandangan
tradisional berusaha menekan konfik sekecil-kecilnya dan bahkan berusaha
meniadakan konfik daripada menstimuli konfik. Strategi pengurangan konfik
berusaha meminimalkan kejadian konfik tetapi tidak menyentuh masalahmasalah yang menimbulkan konfik.
Penyelesaian konfik berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pimpinan organisasi
yang dapat mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang bertentangan.
Selain cara di atas, terdapat beberapa metode penyelesaian konfik, diantaranya:
1)
Dominasi & Penekanan
Dominasi atau kekerasan yang bersifat penekanan otokratik. Ketaatan harus
dilakukan oleh fhak yang kalah pada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang
lebih besar. Meredakan atau menenangkan, metode ini lebih terasa diplomatis
dalam upaya menekan dan meminimalkan ketidaksepahaman.
2)
Kompromi / Jalan Tengah
Pihak-pihak yg berkonfik dipisah sampai menemukan solusi atas masalah yg
terjadi, bisa dengan bantuan orang ketiga sebagai penengah untuk penyelesaian
masalah. Apabila tidak ditemukan titik temu antara kedua pihak yang bermasalah
maka kembali ke aturan yang berlaku.
3)
Pemecahan Masalah Integratif
Cara-cara yang dilakukan antara lain,

Konsensus, sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik, bukan
hanya menyelesaikan masalah dengan cepat.


Konfrontasi, tiap pihak mengemukakan pandangan masing-masing secara
langsung & terbuka.

Penentu tujuan, menentukan tujuan akhir kedepan yang lebih tinggi dengan
kesepakatan bersama

III
Kesimpulan
Konfik merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi,
disebabkan oleh banyak faktor yang pada intinya karena organisasi terbentuk dari
banyak individu dan kelompok yang memiliki sifat dan tujuan yang berbeda satu
sama lain.
Konfik sesungguhnya dapat menjadi energi yang kuat jika dikelola dengan
baik, sehingga dapat dijadikan alat inovasi. Akan tetapi sebaliknya jika tidak
dapat dikendalikan mengakibatkan kinerja organisasi rendah.
Sumber Dari:








Gibson, James L., et al., 1977. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih
bahasa oleh Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara.
Greenhalgh, Leonard, 1999. “Menangani Konfik”. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.),
Memimpin Manusia. Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konfik
http://littleblog.16mb.com/2013/04/mengelola-konfik-organisasi/
Winardi,
(2004), Manajemen
Konfik
(Konfik
Perubahan
dan
Pengembangant, CV Mandar Maju, Bandung.
Tjutju Yuniarsih, dkk., (1998), Manajemen Organisasi, IKIP Bandung Press,
Bandung.
http://fuadinotkamal.wordpress.com/2010/01/01/manajemen-konfik-dalamorganisasi

TUGAS INDIVIDU
PERILAKU ORGANISASI
MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI

HIDAYATUROHMAH
(1311039)

MANAJEMEN PERUSAHAAN

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) ANTARA SANTRI MUKIM DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN SYAICHONA MOH. CHOLIL BANGKALAN

0 64 26

PENGARUH PENILAIAN dan PENGETAHUAN GAYA BUSANA PRESENTER TELEVISI TERHADAP PERILAKU IMITASI BERBUSANA (Studi Tayangan Ceriwis Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Komunikasi Angkatan 2004)

0 51 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

11 143 2

FAKTOR-FAKTOR PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA BALUNG LOR KECAMATAN BALUNG KABUPATEN JEMBER

11 93 15

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN JASA ASURANSI JIWA PADA PT. BUMI ASIH JAYA DISTRIK JEMBER

0 37 87

HUBUNGAN TEKANAN ANGGARAN WAKTU (TIME BUDGET PRESSURE) TERHADAP PERILAKU DISFUNGSIONAL STAF AUDITOR

1 63 13

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

HUBUNGAN STATUS GIZI, MENARCHE DINI, DAN PERILAKU MENGONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI (FAST FOOD) DENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA SISWI SMAN 13 BANDAR LAMPUNG

40 171 70