AXIOLOGY ARBITRATION VALUE RULING IN THE CASE SETTLEMENT TRADE (Case Study Decision Of Supreme Court Number : 199 K / Pdt.Sus / 2012)

TALREV

Volume 1 Issue 2, December 2016: pp. 228-246. Copyright ©2016 TALREV.
Faculty of Law Tadulako University, Palu, Central Sulawesi, Indonesia.
ISSN: 2527-2977 | e-ISSN: 2527-2985.
Open acces at: http://jurnal.untad.ac.id/index.php/TLR

AKSIOLOGI NILAI PUTUSAN ARBITRASE DALAM
PENYELESAIAN PERKARA PERDAGANGAN
(Studi Kasus Putusan MA No. 199 K/Pdt.Sus/2012)
AXIOLOGY ARBITRATION VALUE RULING IN THE CASE
SETTLEMENT TRADE
(Case Study Decision Of Supreme Court Number : 199 K / Pdt.Sus / 2012)
Safrin Salam
Faculty of Law Buton Muhammadiyah University
JL. Betombari No. 36, 70122, Baubau, Southeast Sulawesi, Indonesia
Telp./Fax: +62-402-2827038 Email: salamsafrin2@gmail.com
Submitted: Dec 30, 2016; Reviewed: Dec 30, 2016; Accepted: Dec 31, 2016

Abstrak
Keberadaan Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) di Indonesia yang masih exist

sampai saat ini merupakan salah satu wujud dari diakomodasinya pola-pola penyelesaian sengketa diluar Pengadilan. Pertimbangan Hukum Penerapan Alasan-Alasan
Pembatalan Putusan Arbitrase Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Putusan MA No. 199 K/Pdt.Sus/2012 Kaitannya Dalam Menjamin Kepastian Hukum Para Pihak yang Bersengketa adalah pertimbangan hukum pembatalan putusan tidak semua diterima atau ditolaknya permohonan
pembatalan putusan arbitrase berdasarkan alasan hukum yang terdapat dalam pasal
70 UU No. 30 tahun 1999. Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang ADR, perlu
disempurnakan khususnya penjelasan pasal 60 dan pasal 70 yang bisa memunculkan
ketidakpastian hukum bagi pencari keadilan dikalangan pelaku bisnis yang bersengketa
serta peluang hilangnya kepercayaan pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa di
luar pengadilan melalui lembaga arbitrase (Majelis Arbitrase Ad-Hoc, BANI, dll)
Kata Kunci: Aksiologi Putusan, Arbitrase, Perkara Perdagangan
Abstract
The existence of the Indonesian National Arbitration Board (BANI) in Indonesia that
still exist to this day is one manifestation of diakomodasinya patterns of dispute resolution outside the court. Legal Considerations Application Reasons Cancellation Arbitral
Article 70 of Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution in
Supreme Court Decision No. 199 K / Pdt.Sus / 2012 Relation Ensure Legal Certainty In
the disputing parties are legal considerations of the cancellation decision was not all
acceptance or rejection of the cancellation request arbitration decision based on legal
grounds contained in Article 70 of Law No. 30 of 1999. Act No. 30 of 1999 on the ADR
needs to be improved, especially the explanation of article 60 and article 70 which
could lead to legal uncertainty for justice seekers among businesses in the dispute and

the opportunity loss of trust businesses to resolve the dispute out of court through arbitration institution (the Arbitration Tribunal Ad-Hoc, BANI, etc.)
Keywords:, Arbitration, Axiology Decision, Case of Commerce

□ 228

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

gai katalisator perubahan (a catalyst for

PENDAHULUAN
Perkembangan gliobalisasi saat ini

change). 2

telah membawa bangsa Indonesia dalam

Penyelesaian sengketa merupakan

free market dan free competition. Dengan


salah satu dari rangkaian kegiatan transak-

adanya free market dan free competition

si. Secara konvensional, penyelesaian

serta untuk memperlancar dan menye-

sengketa biasanya dalam dunia bisnis, se-

hatkannya, maka bangsa-bangsa di dunia

perti

menyusun multi-national agreement den-

proyek pertambangan, minyak dan gas,

gan tujuan mewujudkan ekonomi yang


energi, infrastruktur, dan sebagainya yang

mampu mendukung perkembangan inter-

dilakukan melalui proses litigasi. 3

dalam

perdagangan,

perbankan,

nasional yang bebas. Dengan adanya per-

Terhadap sengketa yang terjadi ter-

kembangan kegiatan ekonomi dan bisnis,

sebut, pada dasarnya peraturan perun-


maka tidak mungkin dihindari terjadinya

dang-undangan di Indonesia telah menye-

sengketa (dispute) antarpihak yang terli-

diakan sarana untuk menyelesaikan masa-

bat. Adanya sengketa ini dapat berimbas

lah yang dapat ditempuh, yaitu melalui

pada pembangunan ekonomi yang tidak

peradilan (litigasi) dan di luar peradilan

efisien, penurunan produktivitas, keman-

(non litigasi).
Litigation (bahasa Inggris) artinya


dulan dunia bisnis dan biaya produksi
yang meningkat. 1

pengadilan. Jadi nonlitigasi adalah di luar
karena

pengadilan. Sebagai bahan perbandingan,

adanya perbedaan kepentingan masing-

litigation (pengadilan), sebagian besar tu-

masing para pihak, yaitu bila ada interaksi

gasnya adalah menyelesaikan sengketa

antara dua orang atau lebih, dimana salah

dengan menjatuhkan putusan (constitu-


satu pihak percaya bahwa kepentingannya

tive) misalnya menjatuhkan putusan atas

tidak sama dengan kepentingan yang lain.

sengketa waris, perbuatan melawan hu-

Kata sengketa (conflict; dispute)mestinya

kum dan sebagian kecil tugasnya adalah

tidak hanya bersifat merusak (destructive)

penangkalan sengketa dengan menjatuh-

dan

kan penetapan pengadilan (deklaratoir)


Sengketa

merugikan

dapat

terjadi

(harmful),

melainkan

membangun (constructive), menarik/ menantang (challenging) serta dinamis seba1

Suyud Margono. (2004). ADR & Arbitrase
Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum.
Bandung : Ghalia Indonesia. hlm. 12

2


Yusuf Shofie. (2003). Penyelesaian Sengketa
Konsumen Menurut UUPK Teori & Praktik
Penegakan Hukum. Bandung : PT Citra
Aditya Bakti. hlm. 12
3
Frans Hendra Winarta. (2011). Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta : Sinar Grafika.
hlm. 2

□ 229

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

Berdasarkan alasan-alasan tersebut,

misalnya penetapan wali, penetapan anak
angkat dan lain-lain. 4

berkembanglah suatu sistem penyelesaian


Penggunaan jalur formal and official

sengketa melalui arbitrase. Arbitrase se-

ini berupa cara litigasi dan non-litigasi.

bagai salah satu cara penyelesaian sengke-

Jalur formal and official ini diarahkan un-

ta yang didasarkan atas kesepakatan para

tuk

pihak di kalangan bisnis lazimnya dijadi-

menghindari cara-cara pemaksaan

sekunder


(secondary enforcement

sys-

tem) yang diidentifikasi sebagai penegak

kan pilihan dalam penyelesaian sengketa
yang mungkin timbul. 7

hukum yang dilakukan oleh pihak yang

Arbitrase merupakan suatu bentuk

berkepentingan maupun sekelompok ma-

lain dari ajudikasi, yakni ajudikasi privat,

syarakat

karena melibatkan litigasi sengketa priba-

berupa tindakan main hakim

sendiri (eigenrechting) yang

dibarengi

persuasif kekerasan fisik. 5

di yang membedakannya dengan litigasi
melalui pengadilan. Sifat pribadi dari arbi-

Oleh karena beberapa kekurangan

trase memberikan keuntungan-keuntungan

itulah, sebagian orang cenderung lebih

melebihi ajudikasi melalui pengadilan ne-

memilih penyelesaian sengketa diluar

geri.

pengadilan. Meskipun tiap-tiap masyara-

Di indonesia, arbitrase sebagai salah

kat memiliki cara sendiri-sendiri untuk

satu mekanisme penyelesaian sengketa di

menyelesaikan persoalan tersebut, namun

luar pengadilan, sudah cukup lama diken-

demikian dunia usaha yang berkembang

al. keberadaan lembaga hukum ini secara

secara universal dan global mulai men-

formal dapat ditarik jauh sebelum indone-

genal bentuk-bentuk penyelesaian sengke-

sia merdeka, yakni ketika pemerintah ko-

ta yang homogen, menguntungkan, mem-

lonial memberlakukan Reglement op de

berikan rasa aman dan keadilan bagi para

Rechtsvordering (Rv), Hukum acara per-

pihak.

6

data yang berlaku di muka Raad van Justitie.
Arbitrase di Indonesia diatur dalam

4

I Wayan Wiryawan & I Ketut Artadi. (2010).
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.
Denpasar-Bali. Udyana University Press.
hlm. 3
5
M. Yahya Harahap. (2008). Hukum Acara
Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika. hlm. 126
6
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. (2004).
Hukum Arbitrase. Jakarta : Raja Grafindo
persada. hlm. 1

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 ten7

M. Husseyn Umar, Memahami UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Sebuah Ikhtisar, Seminar E-Commerce dan
Mekanisme Penyelesaiannya Melalui Arbitrase/Alternatif Penyelesaian Sengketa, Hotel
Mulia, Jakarta 3 Oktober 2000. hlm. 7

□ 230

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

tang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

dilan Negeri. Artinya, Pengadilan Negeri

Sengketa.

berwenang untuk memeriksa apakah unmelalui

sur-unsur dalam Pasal 70 UU No. 30 Ta-

Lembaga Arbitrase yaitu BANI (Badan

hun 1999 terpenuhi atau tidak. Pemberian

Arbitrase Nasional Indonesia) menghasil-

hak bagi pengadilan untuk mengintervensi

kan suatu putusan arbitrase yang bersifat

kewenangan arbitrase dimungkinkan apa-

final and binding, yaitu merupakan putu-

bila dapat dibuktikan adanya tindakan-

san akhir dan mempunyai kekuatan hu-

tindakan pemalsuan, penipuan ataupun

kum tetap dan mengikat para pihak. (Pasal

penggelapan sebagaimana dimaksud da-

60 Undang-Undang 30 Tahun 1999 Ten-

lam pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999.

Penyelesaian

sengketa

tang Arbitrase dan Dispute Solution).

Berdasarkan

ketentuan

tersebut,

Dengan demikian, terhadap putusan arbi-

maka pada dasarnya permohonan pemba-

trase tidak dapat diajukan upaya hukum

talan terhadap putusan bukanlah merupa-

banding, kasasi atau peninjauan kembali.

kan suatu upaya hukum banding seperti

Hal ini merupakan salah satu kelebihan

yang disediakan dalam penyelesaian mela-

yang dimiliki arbitrase karena dapat

lui pengadilan. Oleh karena itu, tanpa ala-

memberikan kepastian hukum secara efek-

san yang spesifik, pada prinsipnya tidak

tif bagi para pihak yang bersengketa dan

mungkin untuk mengadili kembali suatu

menghindarkan sengketa tersebut menjadi

putusan arbitrase. Sekedar tidak puas saja

semakin berkepanjangan.

dari satu pihak tidak mungkin diajukan

Namun demikian, tidak dapat di-

pembatalan. Hal ini penting untuk menja-

pungkiri bahwa ada kenyataannya tidak

ga terpenuhinya asas putusan arbitrase

semua putusan yang dihasilkan melalui

yang bersifat final and binding.

BANI (Badan Arbitrase Nasional Indone-

Terkait penerapan Pasal 60 dan Pas-

sia) akan memberikan kepuasaan kepada

al 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

para pihak. Dalam hal ini, pengadilan

1999 tentang ADR (Alternative Dispute

memiliki peran yang besar dalam men-

Resolution) diatas pada kasus oposisi di-

gembangkan arbitrase. 8

mana PT. Hutama Karya (Persero) dan

Permohonan pembatalan terhadap

PT. Hutama Binamaint Join Operation

putusan arbitrase diajukan kepada Penga-

telah mengadakan kerjasama/ join operation dengan membentuk wadah yang dibe-

8

Erman Rajagukguk. (2000). Arbitrase dalam
Putusan Pengadilan. Jakarta : Chandra Pratama. hlm. 4

ri nama Hutama Binamaint Join Opera-

□ 231

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

tion. Kemudian PT. Tunas Diptapersada

suai jadwal waktu yang telah ditentukan

memberikan pekerjaan kepada Hutama

dalam surat perintah kerja. PT. Diptaper-

Binamaint Join Operation untuk menger-

sada kemudian mengajukan penyelesaian

jakan proyek pembangunan Komplek

sengketa tersebut melalui BANI, dalam

Griya Kemayoran yang terletak di Jalan

Putusan BANI menegaskan bahwa Ter-

Industri No. 9-11, Jakarta Pusat sesuai Su-

mohon telah melakukan wanprestasi akan

rat

tetapi putusan BANI tersebut belum dapat

Perintah

Kerja

No.

004/TDP/SPK/PMBG/l/96 yang dikelua-

ditindaklanjuti

rkan oleh Pemohon. Surat Perintah Kerja

mengajukan banding melalui Mahkamah

No. 004/TDP/SPK/PMBG/l/96 yang dike-

Agung. Keadaan ini membuat hasil putu-

luarkan oleh Pemohon tersebut mengenai

san BANI tersebut belum dapat dieksekusi

ketentuan tentang pelaksanaan Pembagu-

sehingga muncul ketidakkepastian hukum

nan Proyek dan ketentuan tentang perseli-

atas putusan BANI tersebut. Marwah Pu-

sihan yang akan terjadi dikemudian hari

tusan BANI yang bersifat final and bind-

akan dibuatkan Perjanjian Borongan terle-

ing tersebut eksistensinya menimbulkan

bih dahulu. Selama Perjanjian Borongan

suatu permasalahan. Secara substansi final

tersebut dalam angka 3 di atas belum di-

and binding pada perkara a quo seharus-

buat, dikarenakan masih menunggu kese-

nya sudah bisa diekseksui namun dilain

pakatan mengenai isi perjanjian Borongan

sisi perkara a quo tersebut belum dapat

antara Pemohon dengan Termohon I dan

dieksekusi karena adanya mekanisme

Termohon ll maka Termohon I dan Ter-

pembatalan putusan sebagaimana yang

mohon II tetap menjalankan pekerjaan

diatur didalam Undang-Undang Nomor 30

pembangunan Proyek sesuai ketentuan

Tahun 1999. Hal ini tentu menimbulkan

Surat

No.

ketidakpastian hukum bagi para pebisnis

004/TDP/SPK/PMBG/I/96 yang dikelua-

yang menggunakan jalur ADR (Alterna-

rkan oleh Pemohon, dalam pelaksanan

tive Dispute Resolution) dalam mencari

Pembangunan Proyek Griya Kemayoran

kepastian hukum.

Perintah

Kerja

olehkarena

Termohon

yang dilaksanakan oleh Termohon I dan

Berdasarkan uraian pada latar bela-

Termohon II tersebut ternyata dalam pe-

kang tersebut di atas, maka pokok perma-

laksanaan Pembangunan Proyek yang di-

salahan dalam penelitian ini adalah seba-

lakukan oleh Termohon I dan Termohon

gai berikut;

II mengalami keterlambatan dan tidak se-

□ 232

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

1. Bagaimana pertimbangan hukum pe-

mempelajari pandangan-pandangan dan

nerapan alasan-alasan pembatalan pu-

doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, pe-

tusan arbitrase berdasarkan pasal 70

neliti akan menemukan ide-ide yang me-

UU No. 30 tahun 1999 dalam putusan

lahirkan

MA No. 199 K/Pdt.Sus/2012 kaitan-

konsep-konsep hukum, dan asas-asas hu-

nya dalam menjamin kepastian hu-

kum yang relevan dengan isu yang diha-

kum para pihak yang bersengketa?

dapi (Marzuki, 2010: 93).

pengertian-pengertian

hukum,

2. Bagaimana kekuatan hukum keberlakuan putusan arbitrase pasal 60 UU
No. 30 tahun 1999 pasca putusan MA

Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum primer yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yai-

No. 199 K/Pdt.Sus/2012?

tu, Undang-Undang Dasar Negara RepubMETODE PENELITIAN

lik Indonesia Tahun 1945, Undang-

Tipe Penelitian

Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Penelitian ini merupakan penelitian

alternative dispute resolution, kemudian

hukum normatif (normative legal re-

Putusan MA No. 199 K/Pdt.Sus/2012 ser-

search) yakni penelitian hukum yang di-

ta undang-undang dan peraturan-peraturan

lakukan dengan cara meneliti dan mene-

lainnya yang berkaitan dengan isu peneli-

laah peraturan perundang-undangan.

tian. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku, hasil penelitian, jurnal

Pendekatan Penelitian

hukum, surat kabar, media internet, maka-

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu
pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).Pendekatan undangundang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut-paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani.Pendekatan
konseptual

beranjak

dari

pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang ber-

lah dan sumber-sumber lainnya yang terkait dengan masalah kehutanan.
Data diperoleh peneliti melalui penelusuran bahan-bahan hukum. Untuk
pendekatan perundang-undangan, peneliti
mencari perundang-undangan terkait dengan pengaturan arbitrase. Sedangkan untuk pendekatan konsep peneliti mengumpulkan dengan cara melakukan penelusuran buku-buku hukum (treatises) serta jurnal hukum baik yang sifatnya nasional

kembang di dalam ilmu hukum. Dengan

□ 233

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

maupun internasional. (Marzuki, 2010:

01/X/AD-HOC/2002"). Alasan ini

237-239).

sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. melalui Yuri-

Analisis Data

sprudensi terhadap keberlakuan asas

Bahan-bahan hukum tersebut kemudian diteliti menggunakan pendekatan
yang ada untuk menjawab isu hukum yang
selanjutnya

memberikan

preskripsi

tentang legal solution (solusi hukum) atas
isu hukum yang dibahas.

san-Alasan Pembatalan Putusan Arbitrase Berdasarkan Pasal 70 UU No. 30
Tahun 1999 dalam Putusan MA No.
199 K/Pdt.Sus/2012 Kaitannya Dalam
Menjamin Kepastian Hukum Para Pi-

K/Sip/1982 tanggal 10 Maret 1983
yang kaidah

hukumnya mengatur

bungkan dengan perkara yang terdahulu, yang telah ada putusan
M.A berlaku azas ne bis in idem;
mengingat kedua perkara ini pada
hakekatnya sasarannya sama, yaitu
: pernyataan tidak sah jual beli tanah tersebut dan pihak-pihak po-

hak yang Bersengketa.
Berdasarkan duduk perkara diatas,
penulis melakukan analisis hukum terhadap pertimbangan hukum putusan MA
Upaya hukum permohonan pembatalan putusan arbitrase oleh PT.
TUNAS DIPTAPERSADA

sudah

pernah diajukan sebelumnya oleh
pemohon (exceptio nebis in idem).
Hal ini didasarkan pada permohonan
pembatalan terhadap Putusan ArbiNo.

koknya juga sama".
Menurut hemat penulis, penulis sependapat dengan alasan hukum yang digunakan oleh MA dalam pertimbangannya

No. No. 199 K/Pdt.Sus/2012 yaitu

Ad-Hoc

Mahkamah Agung R.I. No. 1149

"Terhadap perkara ini dihu-

Pertimbangan Hukum Penerapan Ala-

trase

gaimana tercantum dalam Putusan

sebagai berikut :

PEMBAHASAN

I.

hukum nebis in idem, yakni seba-

01/X/AD-

HOC/2002 tanggal Oktober 2002
("Putusan Arbitrase Ad-Hoc No.

dimana sebuah perkara tidak dapat diajukan kembali apabila pokok perkaranya
sama, hal ini sesuai dengan pendapat M.
Yahya Harahap mengatakan nilai kekuatan pembuktian putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap
atau gezag van geqijsde, secara langsung
terkandung makna putusan tersebut telah
final dan sekaligus bermakna dilarang untuk memperkarakannya kembali (consi-

□ 234

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

dered final and bars relitigation of the

ta ("UU No. 30/1999"), yang bu-

same matter), putusan yang berkekuatan

nyinya dikutip di bawah ini.

hukum tetap, pada waktu yang bersamaan

"Permohonan

pembatalan

melekat doktrin ne bis in idem, yang mela-

putusan arbitrase harus diajukan

rang suatu perkara yang sama yang telah

secara tertulis dalam waktu paling

diputus untuk diperkarakan (retiligation)

lama 30 (tiga puluh) hari terhitung

untuk kedua kalinya.

sejak hari penyerahan dan pendaf-

Dalam putusan MA No. No. 199
K/Pdt.Sus/2012, pemohon telah mengaju-

taran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri".

kan permohonan pembatalan putusan arbi-

Berdasarkan fakta persidangan pe-

trase ke pengadilan negeri Jakarta pusat

mohon mengajukan permohonan ke hari

dimana Subyek yang sama dengan Perka-

2829 (kedua ribu delapan ratus dua puluh

ra Pembatalan Putusan Arbitrase No. 477,

Sembilan) terhitung dari . hal ini telah me-

yaitu Pemohon dan Para Termohon. Se-

langgar ketentuan Pasal 71 UU No.

mentara dilihat dari obyeknya baik dalam

30/1999 karena pengajuannya telah me-

Permohonan a quo maupun Perkara Pem-

lampaui tenggang waktu yang ditetapkan

batalan Putusan Arbitrase No. 477 mem-

yaitu paling lama 30 (tiga puluh) hari ter-

punyai obyek yang sama pula, yaitu :

hitung sejak hari penyerahan dan pendaf-

mengenai pembatalan Putusan Arbitrase

taran putusan arbitrase. Ketentuan dalam

Ad-Hoc No. 01/ X/AD-HOC/2002. Ber-

Pasal 71 UU No. 30/1999 tersebut di atas,

dasarkan alasan ini maka jelaslah permo-

ketentuan dalam Pasal 1946 KUHPerdata

honan pembatalan ini nebis in idem.

mengatur mengenai upaya hukum yang

II.

Selain itu tentang waktu untuk men-

telah melampaui tenggang waktu (daluar-

gajukan upaya hukum pembatalan

sa), seperti dikutip di bawah ini.

putusan abitrase telah lewat waktu

"Lewat waktu ialah suatu sa-

(exceptio peremptoria temporisl).

rana hukum untuk memperoleh se-

Syarat

permohonan

suatu atau suatu alasan untuk di-

pembatalan putusan arbitrase adalah

bebaskan dari suatu perikatan den-

Pasal 71 Undang-Undang

Nomor

gan lewatnya waktu tertentu dan

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dengan terpenuhinya syarat-syarat

dan Alternatif Penyelesaian Sengke-

yang ditentukan dalam undang-

diajukannya

undang".

□ 235

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

Mahkamah Agung R.I. melalui Yu-

talan putusan arbitrase tersebut ha-

risprudensi Tetap telah menunjukkan si-

rus diajukan secara tertulis kepada

kapnya terhadap suatu upaya hukum yang

ketua pengadilan negeri di mana pu-

telah melampaui tenggang waktu (daluar-

tusan arbitrase tersebut didaftarkan

sa), yakni sebagaimana tercantum dalam

dan dicatat, dalam jangka waktu se-

Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 237

lambat-lambatnya 30 (tiga puluh)

K/Sip/1968 tanggal 20 Juli 1968 yang

hari terhitung sejak hari penyerahan

kaidah hukumnya mengatur sebagai beri-

dan pendaftaran putusan arbitrase

kut :

kepada panitera pengadilan negeri.
"Pengajuan permohonan ka-

Namun menurut penulis, terkait

sasi telah melampaui tenggang

dengan

yang ditentukan dalam Pasal 115

mengajukan permohonan pembata-

ayat (1) UU Mahkamah Agung

lan ini disebabkan atas keterlamba-

Republik Indonesia, oleh karena

tan informasi atas putusan arbitrase

itu harus dinyatakan tidak dapat

kepada para pihak yang bersengketa,

diterima".

menurut M. Yahya Harahap syarat

keterlambatan pemohon

III. Berdasarkan pertimbangan hukum

dalam batas tenggang waktu permo-

selanjutnya MA menilai permoho-

honan dianggap sah apabila terhi-

nan pembatalan putusan arbitrase te-

tung sejak putusan diberitahukan

lah lewat waktu, dimana

kepada para pihak :

putusan

arbitrase Ad-Hoc No. 01/ X/AD-

a. Diberitahukan

HOC/2002 telah terdaftar di penga-

kepada

mereka

sendiri in person,

dilan negeri bulan oktober 2002 se-

b. Di tempat kediaman mereka mas-

dangkan pemohon baru mendaftar

ing-masin,

permohonannya pada hari ke 2829

Berdasarkan alasan-alasan penen-

(dua ribu delapan ratus dua puluh

tuan batas waktu permohonan pembatalan

Sembilan) hari, artinya permohonan

putusan arbitrase jika dihubungkan den-

pemohonan telah lewat waktu, me-

gan

nurut penulis, penulis sependepat

K/Pdt.Sus/2012 tentang Permohonan pe-

dengan pertimbangan hukum MA

mohon yang telah lewat waktu 2829 (dua

ini. Hal ini sesuai dengan UU No.

ribu delapan ratus dua puluh Sembilan)

30 tahun 1999, permohonan pemba-

hari. Penulis memaknai batas tenggang

putusan

MA

No.

No.

199

□ 236

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

waktu yang dihitung oleh MA, terhitung

al sekaligus

yang masing-masing akan

saat putusan arbitrase terdaftar di pengadi-

diuraikan seperti di bawah ini.

lan bukan berdasar atas putusan telah dis-

Berdasarkan Pasal 70 huruf a UU

ampaikan in person (pemohon) dan kua-

No. 30/1999, pembatalan putusan arbi-

sanya serta belum lengkapnya penjelasan

trase dapat diajukan jika adanya surat atau

perhiotungan waktu pemohon 2829 se-

dokumen yang diakui palsu atau dinyata-

hingga disebut lewat waktu. Menurut pe-

kan palsu, dokumen mana telah digunakan

nulis, perlu adanya dasar akan perhitun-

dalam pemeriksaan arbitrase;

gan patokan batas waktu perhitungan

Berdasarkan Pasal 70 huruf b UU

tenggang waktu untuk menjamin kepas-

No. 30/1999, pembatalan putusan arbi-

tian hukum para pihak yang bersengketa.

trase dapat diajukan jika terdapat doku-

Penulis sependapat dengan pendapat M.

men yang bersifat menentukan diketahui

Yahya harahap dimana perhitungan batas

disembunyikan oleh pihak lawan setelah

tenggang waktu permohonan, tidak berpa-

putusan arbitrase dijatuhkan;

tokan pada tanggal pemberitahuan putu-

Berdasarkan Pasal 70 huruf c UU

san. Tapi didasarkan pada tanggal diketa-

No. 30/1999, pada dasarnya menentukan

hui keadaan kepalsuan, kecurangan dan

putusan arbitrase yang diambil dari hasil

itikad tidak baik, yang pengetahuannya

tipu muslihat yang dilakukan oleh salah

hanya dapat dibuktikan dengan alat bukti

satu pihak dalam pemeriksaan sengketa

tertulis.

dapat menjadi dasar pembatalan putusan

Pertimbangan MA berikutnya ada-

arbitrase.

lah permohonan pemohon kabur (Exceptio

Menurut MA ketiga pasal tersebut

Obscuur Libelum) dimana pemohon men-

mempunyai obyek yang sangat berbeda

dalilkan permohonan diajukan oleh karena

antara yang satu dengan yang lain, dima-

(quod non, hal mana ditolak) Putusan Ar-

na obyek yang satu mengenai adanya surat

bitrase Ad-Hoc No. 01/X/AD-HOC/2002

atau dokumen palsu, adalah berbeda den-

mengandung/memenuhi unsur-unsur da-

gan unsur mengenai adanya dokumen

lam Pasal 70 huruf a dan Pasal 70 huruf b

yang bersifat menentukan diketahui dis-

serta dan Pasal 70 huruf c UU No.

embunyikan oleh pihak lawan.

30/1999. Bahwa artinya, Permohonan a

Berdasarkan 5 (lima) syarat yang

quo mengacu pada lebih dari 1 (satu) da-

harus ada dalam petitum permohonan ini,

sar hukum, bahkan 3 (tiga) ketentuan pas-

maka dalam putusan MA No. No. 199

□ 237

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

K/Pdt.Sus/2012 benar adanya bahwa peti-

pemeriksaan sengketa dapat menjadi

tum yang diajukan oleh pemohon tidak

dasar pembatalan putusan arbitrase.

memenuhi syarat formil sebuah petitum
dimana pemohon menggabungkan 3 (tiga)
objek alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase menjadi satu obyek dalam
pasal 70 UU No. 30 tahun 1999. Bahkan
menurut penulis, MA melakukan penemukan hukum terhadap pasal 70 UU No.
30 tahun 1999. MA menjelaskan makna
pasal 70 UU No. 30 tahun 1999 dalam
putusan MA No. No. 199 K/Pdt.Sus/2012

san Arbitrase pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999 pasca putusan MA No. 199
K/Pdt.Sus/2012 Kaitannya Dalam Menjamin Kepastian Hukum Para Pihak
Yang Bersengketa.
Undang-Undang No. 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase dalam pasal 70

adalah;
a. Berdasarkan Pasal 70 huruf a UU
No. 30/1999, pembatalan putusan
arbitrase dapat diajukan jika adanya
surat atau dokumen yang

Kekuatan Hukum Keberlakuan Putu-

diakui

palsu atau dinyatakan palsu, dokumen mana telah digunakan dalam
pemeriksaan arbitrase;
b. Berdasarkan Pasal 70 huruf b UU
No. 30/1999, pembatalan putusan
arbitrase dapat diajukan jika terdapat dokumen yang bersifat menentukan diketahui disembunyikan oleh
pihak lawan setelah putusan arbitrase dijatuhkan;
c. Berdasarkan Pasal 70 huruf c UU
No. 30/1999, pada dasarnya menentukan putusan arbitrase yang diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam

yang mengatur bahwa pihak dapat mengakukan permohonan pembatalan apabila
putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah
putusan

dijatuhkan, diakui palsu

atau dinyatakan palsu;
b. Setelah putusan diambil ditemukan
dokumen yang bersifat menentukan,
yang disembunyikan oleh pihak lawan.
c. Putusan diambil dari hasil tipu
muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan
sengketa.
Putusan arbitrase No. 01/X/ADHOC/2002. Berdasarkan fakta dipersidangan bahwa pemohon dulu termohon telah
terbukti melakukan cidera janji dimana
□ 238

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

PT. HUTAMA KARYA (Persero) dan

rkan oleh Pemohon. Penulis menilai bah-

Termohon II PT. HUTAMA BINA-

wa hak dan kewajiban telah dipenuhi

MAINT JOIN OPERATION telah men-

HUTAMA BINAMAINT JOIN OPERA-

gadakan kerjasama / join operation den-

TION

gan membentuk wadah yang diberi nama

meski perjanjian borongan kedua belah

HUTAMA BINAMAINT JOIN OPERA-

pihak belum dibuat. Namun sampai

TION. PT. TUNAS DIPTAPERSADA

proyek berjalan perjanjian borongan be-

memberikan pekerjaan kepada HUTAMA

lum juga dibuat oleh PT. TUNAS DIP-

BINAMAINT JOIN OPERATION untuk

TAPERSADA.

mengerjakan

memenuhi

kewajibannya

pembangunan

Sehingga menurut penulis, salah sa-

Komplek Griya Kemayoran yang terletak

tu hal yang menyebabkan wanprestasi

di Jalan Industri No. 9-11, Jakarta Pusat

oleh PT. Tunas Diptapersada yaitu PT.

sesuai

No.

Tunas Diptapersada tidak memenuhi pres-

004/TDP/SPK/PMBG/l/96 yang dikelua-

tasi sama sekali; dimana PT Tunas Dipta-

rkan oleh Pemohon. Bahwa atas Surat Pe-

persada tidak memenuhi janjinya mem-

rintah

buat perjanjian borongan dengan Hutama

Surat

proyek

telah

Perintah

Kerja

Kerja

No.

004/TDP/SPK/PMBG/l/96 yang dikelua-

Binamaint.

rkan oleh Pemohon tersebut mengenai ke-

Dalam hal ini PT. Tunas Diptaper-

tentuan tentang pelaksanaan Pembagunan

sada belum sama sekali menentukan pres-

Proyek dan ketentuan tentang perselisihan

tasi apa dan hal-hal apa yang menjadi

yang akan terjadi dikemudian hari akan

prestasi dari HUTAMA BINAMAINT

dibuatkan Perjanjian Borongan terlebih

JOIN OPERATION dalam bentuk perjan-

dahulu.

jian borongan. Kemudian PT. TUNAS

Bahwa selama Perjanjian Borongan

DIPTAPERSADA mengajukan Permoho-

tersebut belum dibuat, dikarenakan masih

nan Pembatalan ke Pengadilan Negeri Ja-

menunggu kesepakatan mengenai isi per-

karta Barat yang telah diputus dalam per-

janjian Borongan antara Pemohon dengan

kara

Termohon I dan Termohon ll maka Ter-

477/Pdt.G/2002/PN.JKT.BAR tanggal 13

mohon I dan Termohon II tetap menjalan-

Desember 2002 jo Putusan Banding Mah-

kan pekerjaan pembangunan Proyek se-

kamah Agung RI yang telah diputus da-

suai ketentuan Surat Perintah Kerja No.

lam perkara Nomor: 2908 K/Pdt/2003

004/TDP/SPK/PMBG/I/96 yang dikelua-

tanggal 24 Januari 2006 jo Putusan Penin-

Nomor:

□ 239

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

jauan Kembali yang telah diputus dalam

Dalam pertimbangan hukum putu-

perkara Nomor : 73 PK/Pdt/2008 tanggal

san MA No. 199 K/Pdt.Sus/2012, Mah-

26 September 2008 dimana dalam Putusan

kamah Agung memperkuat putusan arbi-

tersebut memutuskan Menyatakan Permo-

trase Ad-Hoc No. 01/X/AD-HOC/2002

honan Pemohon tidak dapat diterima (niet

dimana Mahkamah Agung menolak per-

ontvankelijk verklaard). Maka menurut

mohonan pembatalan putusan arbitrase PT

ketentuan hukum acara perdata pemohon

TUNAS DIPTAPERSADA,

berhak mengajukan Permohonan Pemba-

Penulis menilai Mahkamah Agung

talan Putusan arbitrase lagi ke Pengadilan

benar-benar menerapkan prinsip final and

Negeri Jakarta Barat

binding pada putusan arbitrase didasarkan

Menurut penulis permohonan pem-

pada alasan hukum bahwa penggunaan

batalan putusan arbitrase yang diterima

alasan-alasan hukum pembatalan putusan

oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah

arbitrase Pasal 70 UU No. 30 tahun 1999

sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,

memiliki batas-batas.

dimana menurut pasal 646 Rv mengatur

Hal ini diperkuat dengan penemuan

kompetensi absolute dan relative penyele-

hukum yang dilakukan oleh Mahkamah

saian pembatalan putusan arbitrase :

Agung dalam putusan MA No. 1999

a. Kompetensi absolutnya, jatuh menjadi yuridiksi pengadilan

K/Pdt.Sus/2012, yaitu
a.

b. Sedang kompetensi relatifnya, men-

Berdasarkan Pasal 70 huruf a UU
No. 30/1999, pembatalan putusan

jadi kewenangan pengadilan negeri

arbitrase

yang mengeluarkan perintah ekse-

adanya surat atau dokumen yang

kusi.

diakui palsu atau dinyatakan palsu,

Permohonan pembatalan putusan

dokumen mana telah digunakan

arbitrase yang telah diterima oleh pengadilan negeri bukan merupakan satu-

dapat

diajukan

jika

dalam pemeriksaan arbitrase;
b.

Berdasarkan Pasal 70 huruf b UU

satunya mekanisme akhir dari putusnya

No. 30/1999, pembatalan putusan

sengketa bisnis ini namun pihak yang ka-

arbitrase dapat diajukan jika terda-

lah bisa mengajukan kembali permohonan

pat dokumen yang bersifat menen-

pembatalan putusan arbitrase melalui

tukan

upaya banding atau kasasi ke Mahkamah

oleh pihak lawan setelah putusan

Agung.

arbitrase dijatuhkan;

diketahui

disembunyikan

□ 240

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

c.

Berdasarkan Pasal 70 huruf c UU

trase itu sendiri yaitu prinsip bersi-

No. 30/1999, pada dasarnya me-

fat final and binding dan harus di-

nentukan putusan arbitrase yang

ikuti oleh semua masyaraakt ter-

diambil dari hasil tipu muslihat

masuk Pengadilan negeri.

yang dilakukan oleh salah satu pi-

b.

Keberlakuan yuridis. Pasal 60 dan

hak dalam pemeriksaan sengketa

pasal 70 telah diatur dalam UU

dapat menjadi dasar pembatalan

No. 30 tahun 1999 dapat berlaku

putusan arbitrase.

apabila para pihak menentukan pe-

Berdasarkan hal tersebut diatas, pe-

nyelesaian sengketa melalui arbi-

nulis menyimpulkan keberlakuan hukum

trase dengan dilandasi perjanjian

Pasal 60 dan pasal 70 UU No. 30 tahun

arbitrase. Berlaku atau tidaknya

1999 tetap berlaku bersifat final and bind-

pasal 60 dan pasal 70 UU No. 30

ing. Hal ini dijelaskan dalam teori validi-

tahun 1999 ditentukan perjanjian

tas hukum yaitu;

arbitrase yang dibuat oleh para pi-

a.

Keberlakuan sosial atau faktual.

hak dimana dengan adanya perjan-

Pasal 60 dan pasal 70 telah ditaf-

jian arbitrase ini akan menutup pa-

sirkan oleh Mahkamah Agung te-

ra pihak untuk melakukan perla-

lah dijalankan secara sosiologis da-

wanan terhadap putusan arbitrase

lam

No.

yang bersifat final and binding.

01/X/AD-HOC/2002 dan seharus-

Hal ini ditegaskan pasa pasal 3 UU

nya Pengadilan Negeri menolak

No. 30 tahun 1999 menyebutkan

permohonan pembatalan putusan

“Pengadilan Negeri tidak berwe-

arbitrase oleh pemohon (PT. TU-

nang untuk mengadili sengketa pa-

NAS DIPTAPERSADA) dimana

ra pihak yang telah terikat dalam

obyek yang menjadi sengketa ada-

perjanjian arbitrase” apabila telah

lah wanprestasi bukan alasan hu-

terjadiu perjanjian arbitrase dianta-

kum pembatalan putusan arbitrase

ra para pihak maka nilai filosofi

pasal 70 UU No. 30 tahun 1999.

yang terdapat dalam pasal 60 dan

Mahkamah Agung melalui putu-

pasal 70 UU No. 30 tahun 19999

sannya telah memenuhi kepastian

tentang Arbitrase dan Alternatif

hukum para pihak yang bersengke-

Penyelesaian Sengketa dapat ter-

ta khususnya bagi putusan arbi-

jaga dengan baik dalam putusan

putusan

arbitrase

□ 241

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

c.

arbitrase yang bersifat final and

sarkan fungsinya dan memiliki si-

binding.

fat putusan yang final and binding.

Keberlakuan moral. Adanya Pasal

Akibatnya para pihak yang ber-

60 dan pasal 70 UU No. 30 tahun

sengketa semakin trust (percaya)

1999 tentang Arbitrase dan Alter-

pada Institusi Arbitrase (Ad-Hoc,

natif Penyelesaian Sengketa me-

BANI,dll) untuk untuk menyele-

rupakan bentuk kepastian dan kea-

saikan sengketa bisnis melalui in-

dilan bagi para pihak yang ber-

stitusi tersebut. Hasilnya iklim bis-

sengketa. Menurut penulis keber-

nis khususnya dalam bidang inves-

lakuan moral pasal 60 dan pasal 70

tasi di Indonesia semakin baik dan

UU No. 30 tahun 1999 tentang Ar-

harmoni.

bitrase dan Alternatif Penyelesaian

Menurut hemat penulis, dalam per-

Sengketa dapat berlaku baik dan

timbangan

efektif sesuai dengan filosofisnya

menggunakan Teori Ratio Decidendi :

adalah tergantung dari pelaksa-

teori ini didasarkan pada landasan filsafat

nanya, yaitu pihak yang berseng-

yang mendasar, yang mempertimbangkan

keta dan majelis arbitrase. Masing-

segala aspek yang berkaitan dengan pokok

masing pihak harus memiliki mor-

perkara yang disengketakan sebagai dasar

al baik dalam mencari keadilan

hukum dalam penjatuhan putusan, serta

dan kepastian juga Majelis Arbi-

pertimbangan hakim harus didasarkan pa-

trase yang memutus perkara per-

da motivasi yang jelas untuk menegakkan

dangangan yang secara adil tidak

hukum dan memberikan keadilan bagi pa-

memihak pihak yang bersengketa.

ra pihak. Pokok perkara yang perlu diper-

Sehingga ada kepastian hukum pa-

timbangkan dari berbagai aspek seperti :

da kasus yang diperiksa. putusan

aspek pendidikan (education), aspek ke-

MA No. 1999 K/Pdt.Sus/2012

manusiaan (humanity), ataupun aspek

memberikan

keadilan,kepastian

kemanfaatan, penegakan hukum (law en-

dan kemanfaatan bagi pihak yang

forcement), kepastian hukum, dan aspek

bersengketa, putusan Mahkamah

hukum lainnya. Sebagaimana dijelaskan

Agung ini memberikan kepastian

diatas bahwasanya dalam pertimbangan

bagi Institusi Arbitrase untuk me-

putusan MA

Mahkamah Agung juga

No. 199 K/Pdt.Sus/2012

mutus perkara perdagangan berda-

□ 242

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

menggunakan berbagai aspek seperti yang

bahwa UU No. 30 tahun 1999 mengakui

telah dijelaskan sebelumnya.

adanya pembatalan dan juga tidak men-

Berdasarkan penjelasan diatas, pe-

genal pembatalan putusan arbitrase.

nulis menemukan bahwa dalam putusan

Menurut hemat penulis, berdasarkan

MA No. 199 K/Pdt.Sus/2012 tidak men-

penjelasan putusan putusan MA No. 199

gikuti alasan-alasan hukum pembatalan

K/Pdt.Sus/2012, dapat diketahui menga-

putusan arbitrase pasal 643 Rv. Sedang-

nut sistem Rv. dimana sebelumnya telah

kan pembatalan putusan arbitrase menurut

ada putusan arbitrase yang dikeluarkan

UU No. 30 tahun 1999 diatur khusus yait

oleh majelis arbitrase ad-hoc yaitu ad-Hoc

terdiri dari 3 (tiga) pasal, yaitu pasal 70,

No. 01/X/AD-HOC/2002 yang kemudian

pasal 71 dan pasal 72. Berdasarkan ala-

diajukan Permohonan Pembatalan ke Pen-

san-alasan pembatalan putusan arbitrase

gadilan Negeri Jakarta Barat yang telah

yang ada pada UU No. 30 tahun 1999, pe-

diputus

nulis mencermati pertimbangan putusan

477/Pdt.G/2002/PN.JKT.BAR tanggal 13

MA No. 199 K/Pdt.Sus/2012 mendasar-

Desember 2002 jo Putusan Banding Mah-

kan pembatalan putusan arbitrase pada

kamah Agung RI yang telah diputus da-

Pasal 71 dan Pasal 72 UU No. 30 tahun

lam perkara Nomor: 2908 K/Pdt/2003

1999, sebagaimana dalam salah satu per-

tanggal 24 Januari 2006 jo Putusan Penin-

timbangannya yaitu Permohonan pemba-

jauan Kembali yang telah diputus dalam

talan putusan abitrase telah lewat waktu

perkara Nomor : 73 PK/Pdt/2008 tanggal

(exceptio peremptoria temporis). Berda-

26 September 2008.

dalam

perkara

Nomor:

sarkan penjelasan ini jelaslah, Mahkamah

Berdasarkan putusan Arbitrase Ad-

Agung dalam memutuskan permohonan

Hoc sampai pada putusan Mahkamah

pembatalan putusan arbitrase mendasar-

Agung dapat diketahui keberlakuan prin-

kan aturan hukumnya pada UU No. 30

sip final and binding pada putusan arbi-

tahun 1999. Yang menjadi persoalan se-

trase teruji. Putusan MA

lanjutnya menurut hemat penulis apakah

K/Pdt.Sus/2012 dapat diuji dengan teori

permohonan pembatalan putusan arbitrase

tujuan hukum Gustav Radbruch, menurut-

UU No. 30 tahun 1999 mengikuti aturan

nya ada 3 (tiga) tujuan hukum yaitu

hukum Rv, ICSID, BANI, atau UNCI-

a.

Keadilan;

TRAL. Penulis menilai Pasal 60 dan pasal

b.

Kemanfaatan; dan

70 UU No. 30 tahun 1999 mewujudkan

c.

Kepastian hukum

No. 199

□ 243

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

Menurut Teori prioritas kasuistik,
tujuan

hukum

mencakup

Oktober 2002 telah memberikan

keadilan-

keadilan bagi pihak termohon kasa-

dengan

si. Hakim Arbitrase Ad-Hoc telah

urutan prioritas, secara proporsional, se-

menggunakan penilaian hukumnya

suai dengan kasus yang dihadapi. Kasus

terhadap sengketa arbitrase ini dan

Arbitrase dalam Putusan MA

No. 199

menemukan bahwa pihak pemohon

dapat diketahui hakim

kasasi terbukti telah melakukan

dalam memutuskan perkara ini mempri-

wanprestasi berupa tidak dibuatnya

oritaskan keadilan,kemanfaatan dan ke-

perjanjian pemborongan sesuai den-

pastian hukum bagi para pihak.

gan jangka waktu yang disepakati

kemanfaatan-kepastian

K/Pdt.Sus/2012

a. Keadilan.

hukum

Menurut

N.E.

Algra

para pihak.

“Apakah sesuatu itu adil (rechtvaar-

b. Kemanfaatan. Pada dasarnya menu-

dig), lebih banyak tergantung pada

rut doktrin mengajarkan the greatest

rechtmatigheid (kesesuaian dengan

happiness principle (prinsip keba-

hukum) pandangan pribadi seorang

hagiaan yang semaksimal mungkin)

penilai.. Sengketa arbitrase antara

Sengketa Sengketa arbitrase antara

PT Tunas Diptapersada dan PT Hu-

PT Tunas Diptapersada dan PT Hu-

tama Karya, PT Hutama Binamaint

tama Karya, PT Hutama Binamaint

Joint Operation, Tuan M. Hussein

Joint Operation, Tuan M. Hussein

Umar dan Tuan Ir. H.R. Sidjabat

Umar dan Tuan Ir. H.R. Sidjabat se-

melalui putusan arbitrase Ad-Hoc

jak awal telah diselesaikan melalui

menyatakan bahwa PT Tunas Dip-

forum arbitrase ad-hoc, hal ini se-

trapersada telah terbukti melakukan

mata-mata untuk membawa manfaat

Wanprestasi (ingkar janji) sesuai

bagi para pihak yang bersengketa.

dengan perjanjian kerja yang dis-

Menurut penulis, dipilihnya Arbi-

epakati para pihak sampai pada ja-

trase Ad-hoc untuk menyelesaikan

tuh tempo (waktunya) PT Tunas

sengketa arbitrase karena para pihak

Diptapersada belum juga membuat

yang

Perjanjian pemborongan yang telah

manfaat yaitu perkara cepat selesai,

dijanjikan kepada pihak termohon

perkara tidak dapat ditahu oleh pub-

kasasi. Putusan Arbitrase Ad-Hoc

lic karena mekanisme hukum acara

No. 01/X/AD-HOC/2002 tanggal

arbitrase bersifat tertutup dan con-

bersengketa

mendapatkan

□ 244

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

fendential sehingga perkara tersebut

tetap terjaga melalui putusan MA

tidak akan menggangu privasi pe-

No. 199 K/Pdt.Sus/2012.

bisnis dan menjaga image masingmasing para pihak berbeda dengan
perkara yang diselesaikan melalui
pengadilan yang bersifat umum dan
terbuka. Sehingga menurut penulis
tepatlah kiranya putusan arbitrase
membawa kemanfaatan bagi para
pihak khususnya dalam putusan MA
No. 199 K/Pdt.Sus/2012.
c. Kepastian hukum. Menurut ajaran
positivisme janji hukum yang tertuang dalam dalam rumusan aturan
tadi merupakan kepastian yang harus diwujudkan. Menurut Achmad
Ali sebenarnya janji hukum itu bukan suatu yang harus, tetapi hanya
suatu yang seharusnya. Putusan arbitrase Ad Hoc

Ad-Hoc No.

01/X/AD-HOC/2002 tanggal Oktober 2002 sampai pada putusan MA
No. 199 K/Pdt.Sus/2012 telah memberikan kepastian hukum kepada pihak termohon kasasi bahwa terbukti
pemohon kasasi telah melakukan
wanprestasi. Sehingga putusan dari
arbitrase ad-hoc sampai putusan
mahkamah agung memiliki pendapat yang sama dalam putusannya.
Hal ini pun membuat prinsip final
and binding dalam putusan arbitrase

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian diatas
menunjukan bahwa Pertimbangan Hukum
Penerapan Alasan-Alasan Pembatalan Putusan Arbitrase Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dalam Putusan MA
No. 199 K/Pdt.Sus/2012 Kaitannya Dalam
Menjamin Kepastian Hukum Para Pihak
yang Bersengketa adalah tidak semua alasan pembatalan permohonan putusan arbitrase berdasar pada pasal 70 UU No. 30
tahun 1999.

Sedangkan Kekuatan Hu-

kum Keberlakuan Putusan Arbitrase Pasal
70 dan pasal 60 UU No. 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pasca putusan MA No.
199 K/Pdt.Sus/2012 adalah adanya putusan MA No. 1999 K/Pdt.Sus/2012 menguatkan prinsip final and binding yang
melekat pada putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh Lembaga Arbitrase (Majelis
arbitrase Ad-Hoc, BANI, dll). Saran dalam penelitian ini adalah UU No. 30 tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa perlu ada perubahan
karena penulis menemukan adanya kekaburan makna mengenai Pasal 60 dan Pasal
70 UU No. 30 Tahun 1999 bahkan baik
Pengadilan Negeri dan MA menggunakan
□ 245

Tadulako Law Review | Vol. 1 Issue 2, December 2016

penafsiran sendiri Pasal 70 UU No. 30
tahun

1999.

Putusan

MA

.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani.

199

(2004). Hukum Arbitrase. Jakarta :

K/Pdt.Sus/2012 sebagai precedent bisa

Raja Grafindo persada.

menjadi referensi bagi pembuat undang-

M. Husseyn Umar. (2000). Memahami

undang untuk menyempurnakan khusus-

Undang-Undang Nomor 30 Tahun

nya penjelasan Pasal 70, juga mengenai

1999 Tentang Arbitrase Dan Alter-

patokan batas tenggang waktu permoho-

natif Penyelesaian Sengketa Sebuah

nan pembatalan putusan arbitrase. Selain

Ikhtisar, Seminar E-Commerce dan

itu Perlu ada konsistensi dan harmonisasi

Mekanisme Penyelesaiannya Mela-

dalam penerapan permohonan pembatalan

lui Arbitrase/Alternatif Penyelesaian

putusan arbitrase di setiap jenjang badan

Sengketa, Hotel Mulia, Jakarta

peradilan baik Institusi arbitrase, Pengadi-

M. Yahya Harahap. (2008) Hukum Acara

lan Negeri dan Mahkamah Agung untuk

Perdata, Tentang Gugatan, Persi-

menjaga prinsip final and binding pada

dangan,

putusan arbitrase.

dan Putusan Pengadilan. Jakarta :

Penyitaan,

Pembuktian,

Sinar Grafika.
BIBLIOGRAFI

Suyud Margono. (2004). ADR & Arbi-

Erman Rajagukguk. (2000). Arbitrase da-

trase Proses Pelembagaan dan As-

lam Putusan Pengadilan. Jakarta :

pek Hukum. Bandung : Ghalia Indo-

Chandra Pratama.

nesia.

Frans Hendra Winarta. (2011). Hukum

Yusuf Shofie. (2003). Penyelesaian Seng-

Penyelesaian Sengketa. Jakarta : Sinar Grafika.

keta Konsumen Menurut UUPK
Teori & Praktik Penegakan Hukum.

I Wayan Wiryawan & I Ketut Artadi.

Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

2010. Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan. Denpaar-Bali :
Udyana University Press.
***

□ 246