BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Definisi Asfiksia - Hubungan Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Dari Ibu Pre- Eklampsi Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Dari Tahun 2008-2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1.1. Definisi Asfiksia

  Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).

  2.1.2. Klasifikasi Asfiksia

  Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 2.

  Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6 3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010)

Tabel 2.1 Nilai APGAR (Ghai, 2010) Nilai

  1

  2 Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur

  Denyut jantung Tidak ada <100 >100 Warna kulit Biru atau Tubuh merah jambu & Merah jambu pucat kaki, tangan biru.

2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko Asfiksia

  Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Gomella, 2009):

  1. Faktor ibu

  • Pre-eklampsi dan eklampsi
  • Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
  • Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
  • Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
  • Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
  • Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta (Gomella, 2009).

  2. Faktor Tali Pusat

  • Lilitan tali pusat
  • Tali pusat pendek
  • Simpul tali pusat
  • Prolapsus tali pusat(Gomella, 2009).

  3. Faktor Bayi

2.1.4.Patofisiologi Asfiksia pada Pre-eklampsi Ibu yang mengalami pre-eklampsi cenderung akan melahirkan bayi yang asfiksia.

  Sesuai yang diungkapkan oleh Cunningham (2005) disfungsi endotel akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar hormon vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin) dan vasodilator (nitritoksida, prostasiklin). Vasokonstriksi yang meluas menyebabkan hipertensi (Cunningham, 2005). Pada ginjal juga mengalami vasokonstriksi pembuluh darah sehingga menyebabkan peningkatan plasma protein melalui membran basalis glomerulus yang akan menyebabkan proteinuria.

  Vasokonstriksi pembuluh darah mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari hipoksia janin adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida sehingga terjadi asfiksia neonatorum (Winkjosastro, 2007).

  Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kemudian disusul dengan pernapasan teratur dan tangisan bayi. Proses perangsangan pernapasan ini dimulai dari tekanan mekanik dada pada persalinan, disusul dengan keadaan penurunan tekanan oksigen arterial dan peningkatan tekanan karbon dioksida arterial, sehingga sinus karotikus terangsang terjadinya proses bernapas. Bila mengalami hipoksia akibat suplai oksigen ke plasenta menurun karena efek hipertensi dan proteinuria sejak intrauterin, maka saat persalinan maupun pasca persalinan berisiko asfiksia (Winkjosastro, 2007).

  Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada

  2.1.5.Manifestasi klinis Asfiksia

  • Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt atau kurang dari lOOx/menit dan tidak teratur
  • Mekonium dalam air ketuban ibu
  • Apnoe
  • Pucat
  • Sianosis
  • Penurunan kesadaran terhadap stimulus
  • Kejang (Ghai, 2010)

  2.1.6.Diagnosis Asfiksia

  Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum. Anamnesis

  • Gangguan/ kesulitan waktu lahir.
  • Cara dilahirkan.
  • Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan (Ghai, 2010).

  Pemeriksaan fisik • Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

  • Bayi tidak bernafas atau menangis.
  • >Tonus otot menurun.
  • Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi.
  • BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).

2.1.7.Penatalaksanaan

  Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut: 1)

  Pengawasan suhu Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan: a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

  b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

  c) Bungkus bayi dengan kain kering. 2) Pembersihan jalan nafas

  Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.

  3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.

  Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain: a.

  Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10) Caranya: 1.

  Bayi dibungkus dengan kain hangat Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut 3. Bersihkan badan dan tali pusat.

  4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.

  b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) Caranya: 1.

  Bersihkan jalan napas.

  2. Berikan oksigen 2 liter per menit.

  3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).

  4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.

  c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) Caranya:

2.1.8. Pencegahan

  Pencegahan secara Umum Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait (Perinasia, 2006).

  Pencegahan saat persalinan

  Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

  • Yang harus diperhatikan: a.

  Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, sertapemberian pituitarin dalam dosis tinggi.

  b.

  Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan oksigen dan darah segar.

  c.

  Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama pada kala II (Perinasia, 2006).

  Pre-eklampsi

2.2.1. Definisi

  Pre-eklampsi merupakan sindrom spesifik kehamilan pada umur kehamilan diatas 20 minggu, yang paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham, 2005) Menurut Manuaba (2007) klasifikasi pre-eklampsi terbagi dua, yaitu a.

  Pre-eklampsi ringan bila disertai keadaan sebagai berikut : 1.

  Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih 2. Oedema ringan dengan kenaikan BB 1 kg/minggu 3. Proteinuria 0,3 gr/24 jam atau + 1 s/d + 2 4. Tidak disertai gangguan fungsi organ b.

  Pre-eklampsi berat bila disertai keadaan sebagai berikut : 1. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih 2. Proteinuria 5 gr/24 jam atau +4 s/d +5 3. Bisa disertai dengan

  • Oliguria (urine

  ≤ 400 mL/24jam)

  • Keluhan serebral, gangguan penglihatan
  • Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium
  • Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
  • Edema pulmonum, sianosis
  • Gangguan perkembangan intrauterine Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia

2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko

  Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya pre- eklampsi, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya pre-eklampsi. Faktor risiko tersebut meliputi

  i) Multipara dengan umur > 35 tahun j) Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun k)

  Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler . Pada pre-eklampsi terjadi penurunan kadar prostasiklin dengan akibat meningkatnya thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.

  Patogenesis terjadinya Pre-eklampsi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.

  Kehamilan kembar

  Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi) l)

  g) Riwayat pernah menderita preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga

  a) Disfungsi dan aktivasi dari endothelial

  Primigravida

  e) Defisiensi kalsium. Kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah f)

  d) Peran faktor genetik dan imunologik

  Iskemia uterus

  b) Invasi trofoblas yang abnormal

  (Wiknjosastro, 2007):

h) Riwayat penderita hipertensi.

2.2.4. Patogenesis

  menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin. ( Prawihardjo,2002 ) 3.

  Vasokonstriksi pembuluh darah meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah arteriol dan kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik. (Prawihardjo, 2002 ) Pada pre-eklampsi yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2005).

2.2.5. Diagnosis

  • Pemeriksaan Laboratorium(Wiknjosastro, 2005):

  a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

  1. Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normalhemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %)

  2. Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol %)

  3

  3. Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm ) c. Pemeriksaan Fungsi hati

  1. Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)

  2. LDH (laktat dehidrogenase) meningkat 3. Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.

  4. Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)

  5. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l)

  6. Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl )

  d. Tes kimia darahAsam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl )

  • Radiologi

  a.Ultrasonografi Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intra uterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

  b. Kardiotografi Diketahui denyut jantung janin lemah 2.2.6.

   Penatalaksanaan Pre-eklampsi ringan:

  Penatalaksanaan pre-eklampsi ringan menurut Saifuddin (2006):

  1. Rawat jalan (ambulatoir)

  2. Rawat inap (hospitalisasi) Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir):

  1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya

  Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi):

  1. Pre-eklampsi ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre-eklampsi berat.

  2. Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu seperti tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsi berat dan eklampsi seperti nyeri bagian kanan atas, nyeri ulu hati.

  3. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa:

  a. Pengamatan gerakan janin setiap hari

  b. NST (non stress test) 2 kali seminggu

  c. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG (ultrasonografi) setiap 3-4 minggu d. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina.

  Pengelolaan obstetrik Tergantung umur kehamilan:

  a. Bila penderita tidak inpartu

  • Umur kehamilan kurang 37 minggu Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
  • Umur kehamilan 37 minggu atau lebih 1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus.

  Pre-eklampsi berat: Dapat ditangani secara aktif atau konservatif (Saifuddin, 2006).

  • Aktif: kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan.
  • Konservatif: kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan.

  1. Penanganan aktif:

  • Kegagalan penanganan konservatif
  • Usia kehamilan 35 minggu atau lebih

  2. Penanganan konservatif:

  • Pada kehamilan kurang dari 35 minggu
  • Keadaan janin masih baik Pengobatan Antikonvulsan. Magnesium sulfat diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.

  Antihipertensi.

  Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena secara pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun.

  • Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5m intramuskular

  Persalinan

  Pada pre-eklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati. Anestesi yang aman/terpilih adalah anastesi umum. Tidak harus dilakukan anastesi spinal, karena anestesi spinal berhubungan dengan hipotensi (Cunningham, 2005).

2.2.7. Pencegahan

  sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsi kalau ada faktor-faktor predesposisi. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsi dan mengobatinya segera apabila ditemukan. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsi tidak juga dapat di hilangkan (Wiknjosastro, 2007).

Dokumen yang terkait

Hubungan Bayi Lahir Kurang Bulan dengan Penyakit Jantung Bawaan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

0 45 52

Prevalensi Kebutaan Akibat Retinopati Diabetik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Dari Tahun 2008 - 2010

0 36 88

Hubungan Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Dari Ibu Pre- Eklampsi Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Dari Tahun 2008-2011

0 51 51

Gambaran Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan

2 65 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi - Uji Diagnostik Genexpert MTB/RIF Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Perubahan Sistem Haematologi dalam Kehamilan - Karakteristik Bayi Lahir Spontan pada Ibu dengan Riwayat Anemia dalam Kehamilan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun 2011-2013.

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mata - Prevalensi Kebutaan Akibat Retinopati Diabetik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Dari Tahun 2008 - 2010

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kornea 2.1.1. Anatomi - Karakteristik Penderita Keratitis Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga Dalam - Gambaran Emisi Otoakustik Pada Bayi Baru Lahir Dengan Berbagai Faktor Risiko Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 Sampai Juni 2012

0 0 17