BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga Dalam - Gambaran Emisi Otoakustik Pada Bayi Baru Lahir Dengan Berbagai Faktor Risiko Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 Sampai Juni 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Telinga Dalam

  Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul suara yang terdiri atas pinna dan saluran pendengaran luar. Telinga tengah adalah bagian yang menyalurkan suara dari telinga luar ke telinga dalam dan telinga dalam yang mengubah suara menjadi rangsangan saraf (Adnan,2008).

  Telinga dalam adalah organ pertama dari tubuh yang dalam perkembangannya telah terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran maupun konfigurasinya yaitu pada kehamilan trimester kedua. Diferensiasi telinga dalam dimulai pada awal minggu ketiga yaitu perkembangan intrauterin yang ditandai dengan tampaknya plokade ektoderm pada setingkat miensefalon. Plokade auditori berinvaginasi membentuk lubang (pit) auditori sepanjang minggu ke-4 yang kemudian menjadi vesikula auditori (Mattox, 1997).

  Pada tahap perkembangan selanjutnya vesikula otik (vesikula auditori)

  bagian ventral membentuk sakulus dan koklearis sedangkan bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis semisirkularis dan duktus endolimfatikus. Pembentukan saluran-saluran tersebut disebabkan adanya bagian-bagian tertentu dari daerah tersebut yang berdegenerasi. Duktus koklearis yang sedang tumbuh menembus mesenkim di sekitarnya dan berpilin seperti membentuk spiral. Selanjutnya duktus koklearis tetap berhubungan dengan sakulus melalui duktus reunien.

  Duktus semisirkularis, duktus utrikulus, duktus sakulus dan duktus koklearis kemudian diisi dengan cairan endolimfe sehingga semua struktur membran dari saluran tersebut dinamakan membran labirin. Dinding sel membran sel epitel tersebut dimodifikasi menjadi sel-sel rambut (sel neuroepitel dan Dasar dari sel-sel neuroepitel dikelilingi oleh ujung serabut saraf yang datang dari ganglion spinal dan ganglion vestibular. Ganglion-ganglion tersebut berhubungan dengan otak melalui serabut saraf yang dibentuk oleh tulang yang disebut tulang labirin . Ruang diantara membran labirin dan tulang labirin tersebut berisi cairan perilimfe.

Gambar 2.1. Perkembangan Telinga Dalam (Majumdar, 1985)

2.2. Anatomi Telinga Dalam

  Telinga dalam terdiri dari serangkaian rongga tulang yang disebut labirin tulang serta duktus dan sakulus membran yang disebut labirin membran (Drake R. L., Vogl W. and Mitchell A. W. M., 2004).

  Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. semisirkularis, duktus koklearis, utrikulus dan sakulus. Ruang labirin membranosa Struktur dari telinga dalam membantu penyampaian informasi ke otak tentang keseimbangan dan pendengaran yaitu : a. duktus koklear sebagai organ pendengaran.

  b. duktus semisirkularis, utrikulus dan sakulus sebagai organ keseimbangan.

Gambar 2.2. Membran Labirin (Drake R. L., Vogl W. and Mitchell A. W. M.,

  2004)

2.2.1. Vestibulum

  Vestibulum yang mengandung jendela oval pada dinding lateralnya adalah bagian pusat dari labirin tulang. Vestibulum berhubungan dengan koklea di bagian anterior dan dengan kanalis semisirkularis di bagian posterosuperior.

  Pada dinding lateral vestibulum terdapat foramen oval yang ditutupi foot

  

plate stapes beserta ligamentum anulare. Dinding medial vestibulum menghadap

  Pada dinding posterior vestibulum terdapat lima lubang kanalis berbentuk elips ke skala vestibularis koklea (Wright, 1997).

  2.2.2. Kanalis Semisikularis

  Terdapat tiga buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan lateral yang terletak di atas dan belakang vestibulum. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Bentuk kanalis seperti 2/3 lingkaran dengan panjang yang hampir sama yaitu ± 0,8 mm.

  Pada salah satu ujung masing-masing kanalis ini melebar disebut ampula dan mengandung sel-sel rambut krista yang berisi epitel sensori vestibular dan terbuka ke vestibulum. Struktur reseptor ini disebut krista ampularis terletak memanjang di ujung ampula pada tiap kanal membranosa. Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel pendukung (sustenakular) yang dikelilingi oleh bagian gelatinosa (kupula) yang menutupi ampula. Prosesus dari sel rambut melekat pada kupula dan basis sel rambut berhubungan dekat dengan serabut aferen dari bagian vestibular dari kranial ke nervus VII (vestibulokoklear) (Barrett K. E. et al, ).

  2.2.3. Koklea

  Koklea terletak di depan vestibulum dan berbentuk seperti rumah siput yang mengarah ke dasar dari kanalis auditorius interna dan sumbunya yang panjang mengarah keluar dengan membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal. Di sepanjang koklea, membran basilar dan membran Reissner membagi koklea menjadi tiga ruang atau skala. Di atas terdapat skala vestibuli dan di bawah skala vestibuli dan di bawah terdapat skala timpani yang mengandung cairan perilimfe dan berhubungan satu sama lain di puncak koklea melalui sebuah lubang terbuka yang disebut helikotrema. membraniosa dan tidak berhubungan dengan kedua skala lainnya (Guyton A. C.

Gambar 2.3. Potongan Melintang Koklea (Leblane A., 2000)

2.2.4. Sakulus dan Utrikulus

  Utrikulus terletak di bagian belakang lekukan dinding atas vestibulum, sakulus bentuknya jauh lebih kecil tetapi strukturnya sama dan terletak di dalam lekukan bagian bawah dan di depan utrikulus. Sakulus menyokong suatu struktur makula pada dinding medialnya dalam suatu bidang vertikal yang meluas ke dinding anterior. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap macula sakulus, utrikulus dan sakulus seluruhnya dikelilingi oleh perilimfe kecuali pada tempat masuknya saraf di daerah makula (Liston, 1997).

  Di dalam setiap labirin membranosa, di lantai utrikulus terdapat organ otolit (makula). Makula yang lain terletak pada dinding sakulus di posisi

  µm pada manusia dan lebih padat dari cairan endolimfe. Prosesus dari sel rambut dari bagian vestibular saraf kranial ke VII.

  2.2.5. Duktus Semisirkularis

  Bagian ini terbuka ke bagian posterior dari utrikulus melalui lima lubang yang terpisah dan letaknya tegak, ini merupakan tiga daratan pada ruang telinga dalam. Masing-masing duktus pada semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya yang membentuk ampula dan terletak pada saluran tulang yang melebar. Panjang sumbu dari masing-masing ampula kira-kira 2mm.

  2.2.6. Duktus Koklearis

  Duktus koklearis disebut juga skala media dan merupakan bagian labirin membran koklea sedangkan bagian labirin tulang koklea disebut skala vestibuli dan skala timpani. Bentuk duktus koklearis ini mengikuti bentuk labirin tulang koklea berupa dua setengah sampai dua tiga perempat putaran spiral. Duktus koklearis meluas mulai dari basis koklea sampai ke apek koklea kemudian akan berakhir sebagai saluran buntu pada apeks yang disebut caecum cupulare. Skala vestibuli dan skala timpani pada apeks koklea berhubungan satu sama lain terdapat helikotrema (Austin, 1997).

  2.2.7. Organ Corti

  Pada membran basilaris terdapat organ corti dimana struktur tersebut mengandung sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Organ ini memanjang dari apeks ke dasar koklea dan mempunyai bentuk spiral. Prosesus sel rambut melubangi lamina retikular, membran yang disokong oleh sel pilar atau

  

rods of corti. Sel rambut disusun menjadi empat baris, tiga baris dari sel rambut terdapat di sekeliling dari dasar sel rambut terletak di ganglion spiral di dalam

  2.3. Vaskularisasi Telinga Dalam

  Telinga dalam mendapat vaskularisasi dari arteri labirin cabang dari arteri serebralis anterior-inferior tetapi dapat juga sebagai cabang langsung dari arteri basilaris. Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi arteri vestibularis anterior dan arteri koklearis komunis yang bercabang pula menjadi arteri koklearis dan arteri vestibulokoklearis. Arteri vestibularis anterior memperarahi vestibularis anterior memperdarahi vestibularis, utrikulus dan sebagian duktus semisirkularis.

  Arteri vestibulokoklearis sampai di modiolus di daerah putaran basal koklea terpisah menjadi cabang terminal vestibular dan cabang koklear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal koklea. Cabang koklear memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis

  

ossea , limbus dan ligament/spiralis. Arteri koklearis berjalan mengitari nervus

  akustikus di kanalis akustikus di kanalis akustikus internus dan di dalam koklea mengitari modiolus.

  Vena dialirkan ke vena labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan koklearis ke sinus petrosus superior dan inferior (Wright, 1997).

  2.4. Persarafan Telinga Dalam

  Nervus vestibulokoklearis (nervus akustikus) yang dibentuk oleh bagian koklear dan vestibular di dalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar nervus fasialis dan masuk ke batang otak antara pons dan medulla. Sel sel sensoris vestibularis dipersarafi nervus koklearis dengan ganglion vestibularis

2.5. Fisiologi Pendengaran

  daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

  Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong cairan endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi, 2007).

Gambar 2.4. Transmisi Suara (Drake R. L., Vogl W. and Mitchell A. W. M., 2004)

2.6. Perkembangan Merespon Suara

  Pada masa ini bayi mulai menunjukkan perhatian lebih pada suara ibu daripada suara orang lain. Bayi akan terkejut jika ada bunyi keras dan mulai menyadari suara yang lembut. Bayi mulai bermain dengan mainan yang mengeluarkan bunyi dan berhenti menangis untuk mendengar suara. Bayi juga terbangun ketika ada suara keras dan mengedipkan atau melebarkan matanya sebagai reflex terhadap suara (Northen J. dan Downs H., 1991).

  2.6.2. Respon pada Bayi Usia 5-7 bulan

  Bayi mulai mencari sumber bunyi dan dapat menggeser kepalanya ke arah lateral ketika mendengar bunyi. Bayi memberikan tanggapan yang berbeda terhadap bunyi yang berbeda dan menangis jika mendengar suara yang tidak diinginkannya. Bayi mulai menyukai nyanyian dan siulan serta suara dari alat musik (Northen J. dan Downs H., 1991).

  2.6.3. Respon pada Bayi Usia 6-10 bulan

  Pada masa ini respon bayi tehadap suara meningkat dengan kepala berputar cepat. Bayi mulai dapat memberikan respon terhadap namanya, suara telepon dan suara lainnya. Bayi juga sudah dapat mengeluarkan suara dengan nada tinggi dan rendah (Northen J. dan Downs H., 1991).

  2.6.4. Respon pada Bayi Usia 9-13 bulan

  Perkembangan bayi mulai meningkat ditandai dengan bayi sudah dapat mengeluarkan beberapa suku kata seperti “ma-ma”. Bayi dapat mengeluarkan nada-nada nyanyian dan mengingat apa yang didengarnya. Bayi juga dapat menghubungkan bunyi tertentu dengan kejadian tertentu (Northen J. dan Downs

  2.6.5. Respon pada Bayi Usia 13-15 bulan mengeluarkan 3-5 kata serta dapat menirukan bunyi-bunyi tertentu (Northen J.

  and Downs H., 1991).

  2.6.6. Respon pada Bayi Usia 18-24 bulan

  Bayi dapat mengenal bagian dari tubuh dan dapat mengeluarkan 20-50 kata. Bayi juga dapat mendengar namanya dipanggil dari ruangan lain (Northen J. dan Downs H., 1991).

  2.6.7. Respon pada Bayi Usia di atas 24 bulan

  Pada tahap ini bayi sudah dapat mengatakan 4-5 kalimat dan dapat dimengerti oleh orang yang mendengarkannya (Northen J. dan Downs H., 1991).

2.7. Emisi Otoakustik

  Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik (Soepardi, 2007). Pemeriksaan emisi otoakustik dilakukan dengan cara memasukkan sumbat telinga (probe) ke dalam liang telinga luar. Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan pengeras suara. Mikrofon berfungsi menangkap suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga dihubungkan dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul dari koklea. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang sunyi atau kedap suara, hal ini untuk mengurangi bising lingkungan (Adams et al, 1997).

2.7.1. Anatomi dan Fisiologi Dasar Emisi Otoakustik

  Ketika bunyi dihasilkan sebagai suatu emisi, bunyi tersebut ditransmisikan yang bergerak di koklea menggerakkan membran basilar, setiap bagian membran Penyusunan ini berdasarkan gradien tonotopik, bagian yang terdekat ke jendela oval lebih sensitif terhadap stimulus frekuensi tinggi. Bagian yang lebih jauh lebih sensitif terhadap stimulus frekuensi rendah. Oleh karena itu, respon pertama yang dikembalikan dan direkam oleh mikrofon adalah bagian koklea frekuensi tertinggi karena jarak tempuhnya lebih pendek. Respon dari bagian frekuensi lebih rendah yang dekat apeks koklea sampai setelahnya.

  Ketika membran basilar bergerak, sel-sel rambut ikut bergerak dan sebuah respon elektromekanik dihasilkan ketika sebuah sinyal aferen ditransmisikan dan sebuah sinyal eferen dikeluarkan. Sinyal eferen ditransmisikan kembali melalui jalur pendengaran dan sinyal tersebut diukur di kanal telinga luar (Campbell K. C. M., 2010).

Gambar 2.5. Transient Evoked Otoacoustic Emission (TEOAE) (Soepardi, 2007)

2.7.2. Tujuan Pemeriksaan Emisi Otoakustik

  Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untuk menilai keadaan koklea terutama sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk antara lain: c.

  Membedakan gangguan sensori dan neural; pada gangguan pendengaran d. Dapat memeriksa gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura) dan juga dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur bahkan pada keadaan koma

  2.7.3. Syarat untuk Menghasilkan Emisi Otoakustik

  Beberapa syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hasil emisi otoakustik yang tepat adalah sebagai berikut : a.

  Liang telinga luar tidak obstruksi b. Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe c. Posisi yang optimal dari probe d. Tidak ada penyakit telinga tengah e. Sel rambut luar masih berfungsi f. Pasien kooperatif g.

  Lingkungan sekitar tenang

Gambar 2.6. Emisi otoakustik pada bayi baru lahir (Norton and Stoner, 1994)

  2.7.4. Pembagian Emisi Otoakustik

  Seiring dengan perkembangan teknologi, terdapat empat jenis emisi d.

  Sustained Frequency Otoacoustic Emissions (SFOAEs)

  2.7.4.1.Spontaneous Otoacoustic Emissions Spontaneous Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara tanpa adanya

  rangsangan bunyi (secara spontan). Respon non stimulus ini biasanya diukur dalam rentang frekuensi perekaman yang sempit (<30Hz) dalam liang telinga luar. Perekaman Spontaneous Otoacoustic Emissions biasanya berada dalam rentang frekuensi 500-7000 Hz. Pada umumnya Spontaneous Otoacoustic Emissions tidak terjadi pada setiap pasien yang diperiksa. Oleh karena itu, tidak adanya bukan pertanda adanya ketidaknormalan

  Spontaneous Otoacoustic Emissions pendengaran dan biasanya tidak berhubungan dengan adanya tinnitus.

Spontaneous Otoacoustic Emissions tidak ditemukan pada individu dengan

ambang dengar >30 dB HL.

  2.7.4.2.Transient Evoked Otoacoustic Emissions Transient Evoked Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara yang

  dihasilkan oleh rangsangan bunyi dengan menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya bunyi click, tetapi dapat juga tone burst. Transient Evoked

  

Otoacoustic Emissions merupakan emisi otoakustik yang pertama kali digunakan

  dalam klinik. Stimulus yang diberikan sekitar 60-80 dB SPL. Transient Evoked

  

Otoacoustic Emissions menunjukkan kondisi beberapa bagian koklea dan

sekaligus menilai status fungsi koklea pada tingkatan mendekati ambang stimulus.

  2.7.4.3.Distortion Product Otoacoustic Emissions Distortion Product Otoacoustic Emissions merupakan emisi sebagian

  respon dari dua rangsangan yang berbeda frekuensi. Stimulus terdiri dari dua bunyi murni pada dua frekuensi (f1, f2; f2>f1) dan dua level intensitas (L1, L2). sering digunakan. Distortion Product Otoacoustic Emissions dapat memperoleh tinggi dari Transient Evoked Otoacoustic Emissions. Distortion Product

  

Otoacoustic Emissions dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan koklea

akibat obat-obat ototoksik dan akibat pajanan suara bising.

2.7.4.4.Sustained Frequency Otoacoustic Emissions

  Sustained Frequency Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara

  sebagai respon dari nada yang berkesinambungan. Secara klinis tidak digunakan karena antara rangsangan bunyi dan emisi otoakustik tumpang tindih di liang telinga (overlap) sehingga mikrofon merekam keduanya.

2.7.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi Otoakustik

  2.7.5.1. Nonpatologi

  a. Kesalahan dalam memasang probe

  b. Serumen yang menghalangi probe

  c. Debris atau benda asing dalam telinga

  d. Vernix caseosa pada neonatus

  e. Pasien yang tidak kooperatif

  2.7.5.2. Patologi

  a. Telinga luar seperti:

  • stenosis
  • otitis eksterna
  • kista

  b. Membran timpani seperti : adanya perforasi

  c. Telinga tengah seperti :

  • Otitis media
  • Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan suara bising

2.8. Skrining Pendengaran Bayi

  Gangguan pendengaran (hearing loss) adalah salah satu kelainan mayor yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, upaya skrining gangguan pendengaran sangatlah penting. Skrining pendengaran pada bayi tidak hanya dilakukan pada bayi baru lahir dengan faktor risiko, tetapi dilakukan pada semua bayi yang lahir.

  The Joint Committee on Infant Hearing mengeluarkan prinsip dan

  panduan untuk deteksi dan intervensi terhadap bayi, dimana evaluasi audiologi dan klinis secara lengkap dilaksanakan sampai umur 3 bulan dan intervensi dilakukan sebelum umur 6 bulan. Program ini disebut Early Hearing Detection

  

and Intervention yang merupakan program berbasis keluarga dan komunitas yang

  dilaksanakan secara komprehensif, terkoordinir dan dilakukan pada semua bayi (Joint Committee on Infant Hearing, 2000).

  Untuk melakasanakan skrining pendengaran bayi haruslah menggunakan alat yang objektif dan bersifat fisiologis. Tes yang dapat dipertanggungjawabkan dengan kriteria tersebut adalah emisi otoakustik dengan teknik transient evoked (TEOAE) atau ditorton product (DPOAE). Tes ini dapat dilakukan pada bayi dan klinisi tidak perlu mempunyai pengetahuan untuk interpretasi hasil. Hasil skrining dinyatakan pass atau refer. Pass dimaksudkan bahwa bayi sementara tidak memerlukan tes lebih lanjut dan refer dimaksudkan bayi harus dites ulang. Dengan hasil pass atau refer maka klinisi dapat merencanakan tindak lanjut dari hasil skrining tersebut.

  Faktor risiko gangguan pendengaran pada bayi berdasarkan Joint

  TORCH merupakan infeksi yang disebabkan oleh Toxoplasmosis,

  c. Kelainan anatomi pada kepala dan leher seperti kraniostosis, kelainan morfologi daun telinga dan liang telinga.

  d. Sindroma yang berhubungan dengan tuli kongenital seperti sindroma Waardenburg dan sindroma Usher’s.

  e. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi dikatakan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) jika berat badan lahir di bawah 2500 gram.

  f. Meningitis bakterialis Diagnosa meningitis bakterialis ditegakkan berdasarkan kultur cairan serebrospinal.

  g. Hiperbilirubinemia yang membutuhkan transfusi darah Hiperbilirubinemia yang membutuhkan transfusi darah dikelompokkan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Tabel hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi darah

  Berat Badan (gram) Total Serum Bilirubin (mg/dl)

  < 1500 10-14 1500-2000 14-16 2000-2500 16-18

  >2500 17-22

  h. Asfiksia berat Asfiksia berat ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

  APGAR skor 0-3 lebih dari 5 menit

i. Pemberian obat ototoksik Aminoglikosida : Gentamicin, Kanamisin, Neomisin, Tobramisin,

  Amikasin Makrolida : Eritromisin, Azitromisin Obat-obat anti neoplastik : Cisplatin Obat-obat diuretik : Furosemid, Ethyranic acid j. Menggunakan alat bantu napas pernapasan/ventilasi mekanik lebih dari 5 hari.

Dokumen yang terkait

Keluaran Maternal Dan Perinatal Pada Kasus-Kasus Preeklampsia Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 – Desember 2012

0 44 73

Gambaran Emisi Otoakustik Pada Bayi Baru Lahir Dengan Berbagai Faktor Risiko Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 Sampai Juni 2012

1 43 58

Hubungan Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Dari Ibu Pre- Eklampsi Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Dari Tahun 2008-2011

0 51 51

Penilaian Fungsi Fisik Pada Penderita Rematik Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Periode Juni – November 2011

0 47 44

Gambaran Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan

2 65 44

Gambaran Faktor Risiko Bayi Berat Lahir Rendah Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Pada Tahun 2014

0 9 50

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Tuberkulosis - Gambaran Karakteristik Penderita TB MDR Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus - Identifikasi Badan Keton Pada Urin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Dan Fisiologi Paru - Profil Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan Spirometri Di Poli Faal Paru Dan Instalasi Diagnostik Terpadu Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan Dari Periode Januari 2012 Sampai Juni 2012

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kornea 2.1.1. Anatomi - Karakteristik Penderita Keratitis Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

0 0 16