BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok 2.1.1. Definisi - Hubungan Karakteristik Perokok, Kadar CO dalam Rumah dan Perilaku Merokok dengan Kadar Karboksihaemoglobin (HbCO) Pada Perokok Aktif Di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rokok

  2.1.1. Definisi

  Rokok adalah hasil olahan dari tembakau terbungkus yang meliputi kretek dan rokok putih yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000).

  Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.

  2.1.2. Jenis Rokok

  Menurut Sitepoe (1997), jenis rokok berdasarkan bahan baku dibagi tiga jenis: 1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

  3. Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

  Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis (Bustan, 2000) : 1.

  Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.

2. Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

2.1.3. Kandungan Rokok

  Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel 15% (Sianturi, 2003).

  Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia dan 40 jenis diantaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbonmonoksida (CO). Selain itu dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracun (David, 2003). Berikut daftar bahan kimia yang terdapat dalam asap rokok dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 2.1. Daftar Bahan Kimia yang terdapat dalam Asap Rokok yang Dihisap

  No Bagian Partikel Bagian Gas

  1 Tar Karbonmonoksida

  2 Indol Ammoniak

  3 Nikotin Asam hydrocyanat

  4 Karbolzol Nitrogen oksida

  5 Kresol Formaldehid

Tabel 2.1. (Lanjutan)

  Catatan: Catatan: Keseluruhan bersifat karsinogen Keseluruhan zat ini bersifat karsinogen, dan iritan serta bersifat toksik mengiritasi, racun bulu getar alat yang lain. pernafasan, dan bersifat racun yang lain.

  Sumber :Sitepoe, 1997 1.

  Nikotin Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam

  

Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang bersifat adiktif yang

  dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya. Jumlah nikotin yang dihisap dipengaruhi oleh berbagai faktor kualitas rokok, jumlah tembakau setiap batang rokok, dalamnya isapan dan menggunakan filter rokok atau tidak.

2. Karbonmonoksida (CO)

  Karbonmonoksida yang dihisap oleh perokok tidak akan menyebabkan keracunan CO sebab pengaruh CO yang dihirup oleh perokok dengan sedikit demi sedikit dengan lamban namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan nafas. Gas karbonmonoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-6% pada saat merokok sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksihaemoglobin dalam darah sejumlah 2%–16% (Sitepoe, 1997).

  3. Tar Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan, beberapa komponen zat kimianya karsinogenik (pembentukan kanker).

  Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya kandungan bahan kimia yang beracun sebagian dapat merusak sel paru dan menyebabkan berbagai macam penyakit. Selain itu tar dapat menempel pada jalan nafas sehingga dapat menyebabkan kanker. Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3 mg-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24 mg-45 mg. sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5 mg-15 mg. walaupun rokok diberi filter efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru ketika pada saat merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan bertambah banyak (Sitepoe, 1997).

  4. Timah Hitam (Pb) Merupakan partikel asap rokok timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 mikrogram. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 mikrogram. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh antara 20 mikrogram per hari. Bisa dibayangkan bila perokok berat menghisap rerata 2 bungkus rokok perhari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk kedalam tubuh (Sitepoe, 1997).

5. Amoniak

  Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammoniak sehingga jika masuk sedikitpun kedalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

2.1.4. Efek Merokok Rokok merupakan faktor risiko penyakit paru obstruktif menahun yang utama.

  Asap rokok dapat menganggu aktifitas saluran pernapasan dan mengakibatkan

  

hipertrofi kelenjar mukosa. Mekanisme kerusakan paru akibat merokok melalui dua

  tahap yaitu peradangan yang disertai kerusakan pada matriks ekstra sel dan menghambat proses perbaikan matriks ekstra sel. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok adalah melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok (Amin, 1996).

  Asap rokok juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap perokok pasif yaitu orang yang berada berdekatan dengan perokok yang turut menghisap asap rokok ( Sidestream smoke). Seorang perempuan yang mempunyai suami menghisap rokok mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengidap kanker paru berbanding dengan perempuan yang tidak mempunyai suami yang merokok (Taufik, 2000). Rokok bisa mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat dan megeriput terutama didaerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang di jumpai di dalam rokok yang mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan didaerah terbuka misalnya pada wajah. Bagi mereka yang berkulit putih, kulit menjadi pucat, kecoklatan, mengeriput terutama dibagian pipi dengan adanya penebalan diantara bagian yang mengeriput (Sitepoe, 2000).

  Faktor yang mempengaruhi tinggi risiko terkena kanker paru-paru adalah usia perokok, usia perokok itu mulai merokok dan jumlah rokok yang dihisap dalam sati hari. Risiko terkena kanker paru meningkat 3,62 kali lipat dengan peningkatan usia perokok sebanyak 10 tahun. Risiko terkena kanker paru meningkat 2,82 kali lipat dengan peningkatan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari. Risiko terkena kanker paru menurun 0,332 kali lipat dengan peningkatan usia sebanyak 10 tahun perokok mulai merokok (Situmeang, 2001).

  Sekitar 85% penderita penyakit paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif misalnya bronchitis dan emfisema ini adalah perokok. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit paru dan obstruktif berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernafasan. Apabila diadakan uji fungsi paru maka pada perokok, fungsi parunya lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok ( Sitepoe, 2000).

  Pada wanita hamil yang perokok akan terjadi efek pada janin dalam kandungannya. Merokok pada wanita hamil memberi risiko yang tinggi untuk terjadinya keguguran, kematian janin, kematian bayi sesudah lahir dan kematian mendadak pada bayi (Sitepoe, 2000).

  Menurut Chanoine (dalam Sitepoe, 2000) mengatakan bahwa wanita hamil perokok juga akan mengganggu perkembangan kesehatan fisik maupun intelektual anak-anak yang akan bertumbuh. Merokok bisa mengurangi peluang seseorang untuk memiliki anak. Fertilitas pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan wanita yang tidak merokok.

  Menurut Sitepoe (2000), rokok juga bisa menjadi penyebab polusi udara dalam ruangan. Asap rokok menjadi penyebab paling dominan dalam polusi ruangan tertutup. Rokok memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat. Gangguan akut dari polusi ruangan dengan rokok adalah bau yang kurang menyenangkan serta menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Bau polusi rokok akan mempengaruhi rasa tidak enak badan. Bagi penderita asma, polusi ruangan akan memicu terjadinya asma.

2.1.5. Dampak Merokok terhadap Kesehatan

  Menurut WHO, kebiasaan merokok telah terbukti menimbulkan 25 jenis penyakit pada berbagai organ tubuh seperti penyakit jantung koroner, kanker paru- paru, bronchitis kronnis, emfisima, penyakit pembuluh darah, perdarahan pembuluh darah otak sampai kelainan kehamilan serta janin yang dikandung oleh ibu yang merokok. Dari sejumlah penyakit itu kematian terbesar perokok disebabkan oleh kanker paru dan bronchitis kronik. Kebiasan merokok pun merupakan penyebab kematian 10% penduduk dunia.

2.1.5.1. Bahaya Rokok pada Saluran Pernapasan

  Saluran pernapasan merupakan saluran tempat udara masuk dan keluar selama proses pernapasan. Saluran pernapasan manusia terdiri dari rongga hidung, faring

  (tekak), laring (pangkal tenggorokan). Trakea (tenggorokan). Bronkiolus dan alveolus.

  a.

  Kanker Paru-paru Kanker merupakan pertumbuhan dan penyebaran sel-sel yang tidak normal dan memiliki ciri yang khas. Kanker yang sudah menyebar dan tidak terkontrol lagi biasanya dapat menyebabkan kematian hampir 30% dari seluruh kematian di dunia diakibatkan oleh kanker. Berdasarkan penelitian dalam beberapa dekade menunjukan bahwa penyebab utama kanker paru-paru adalah asap rokok. Zat-zat karsinogen (pemicu kanker) yang terkandung pada rokok adalah vinyl chloride, benzu-

  α-pyrenes, dan nitroso-nor-nokotin.

  b.

  Bronchitis adalah peradangan atau iritasi pada bronkus.

  c.

   Emfisema Emfisema merupakan kerusakan pada paru-paru yang umumnya dialami oleh

  orang berusia diatas 50 tahun, penyakit ini disebabkan oleh rusaknya dinding alveolus menjadi menggelembung. Hal ini menyebabkan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara alveolus dan kapiler darah menjadi terhambat sehingga penderita sulit bernafas.

2.1.5.2. Bahaya Rokok pada Jantung dan Pembuluh Darah a.

  Jantung Koroner Jantung adalah organ tubuh yang berfungsi sebagai pemompa darah. Jantung terbentuk dari serabut-serabut otot khusus dan dilengkapi dengan jaringan saraf yang secara teratur dan otomatis memberikan perangsangan berdenyut bagi otot jantung. Dengan semakin tua dan memburuknya kondisi alat-alat tubuh karena berbagai faktor seperti tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol yang meningkat dalam darah maka pembuluh darah akan menyempit dan tersumbat seperti sumbatan karet pada sebuah pipa aliran darah tidak akan sampai keotot-otot jantung yang artinya otot-otot jantung tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen. Kelainan inilah yang disebut jantung korener. Menyempitnya pembuluh arteri koroner secara tiba-tiba dapat menyebabkan penderita merasakan nyeri dada bahkan sampai terjadi serangan jantung mendadak.

  b.

  Ateriosklerosis (penyumbatan pembuluh darah). Merokok merupakan penyebab utama timbulnya penyakit ateriosklerosis yaitu menebal dan mengarahnya pembuluh darah.

  2.1.5.3. Bahaya Rokok pada Saluran Pencernaan

  Terjadi keseimbangan didalam lambung karena pengeluaran asam yang jika pengeluarannya berlebihan dapat mengganggu organ pencernaan tersebut. Rokok meningkatkan asam lambung yang mengakibatkan lambung terluka atau yang disebut tukak lambung. Perokok akan berisiko menderita gangguan ini dua kali lebih tinggi dari yang bukan perokok (Sitepoe, 1997).

  2.1.5.4. Bahaya Rokok pada Otak

  Akibat proses ateriosklerosis yakni terjadinya penyempitan dan penyumpatan aliran darah diseluruh bagian tubuh termasuk penyumpatan darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen. Kelainan inilah yang disebut struk. Resiko terjadinya struk bagi perokok dua kali lipat lebih besar dari non perokok. Adapun perokok berat beresiko empat kali terkena struk dari pada non perokok.

  2.1.5.5. Bahaya Rokok pada Kulit

  Rokok dan kanker kulit tidak dapat terpisahkan. Hal ini merupakan temuan dari para peneliti belanda. Para perokok memiliki kemungkinan 3,3 kali lebih besar mengidap karsinoma sel skuamosa dibandingkan mereka yang tidak merokok. Karsinoma sel skuamosa adalah kanker yang berasal dari lapisan tengah epidermis (lapisan bagian atas kulit). Menghisap 21 batang rokok atau lebih per hari dapat meningkatkan resiko penyakit tersebut 4 kali lipat. Para mantan perokok memiliki kemungkinan 1,9 kali lebih besar untuk menderita karsinoma sel skuamosa dibandingkan mereka yang bukan perokok. Mereka yang menghisap 1-10 batang rokok per hari mengalami peningkatan resiko 2,4 kali sedangkan menghisap 11-20 batang rokok per hari meningkatkan resiko tersebut hingga 3 kali lipat.

  2.1.5.6. Bahaya Rokok pada Kesehatan Reproduksi

  Seseorang yang merokok selama bertahun-tahun darahnya akan tercemar oleh nekotin yang melalui pembuluh darah akan dibawa keseluruh tubuh termasuk ke organ reproduksi. Pada pria racun nikotin akan berpengaruh terhadap spermatogenesis atau proses pembentukan sperma pria.

  Gangguan kesehatan reproduksi pada wanita yang disebabkan oleh kebiasan merokok beda dengan pria. Gangguan pada wanita yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi bermacam-macam bentuknya mulai dari gangguan menstruasi, menopause dini, sulit untuk hamil dan gangguan kehamilan. Nikotin dapat menyebabkan gangguan pematangangan pada sel telur sehingga pada wanita yang sering terkena asap rokok sulit terjadi kehamilan (Bustan, 2000).

  2.1.6. Kategori Perokok a.

  Perokok Pasif Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polusi bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).

  b.

  Perokok Aktif Menurut Bustan (2000), rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

  2.1.7. Jumlah Rokok yang Dihisap

  Menurut Bustan (2000), jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas tiga (3) kelompok yaitu:

  1. Perokok Ringan apabila merokok kurang dari 10 batang rokok per hari.

  2. Perokok Sedang jika menghisap 10-20 batang rokok per hari.

  3. Perokok Berat jika menghisap lebih dari 20 batang rokok per hari.

2.1.8. Lama Menghisap Rokok

  Menurut (Bustan, 2000), lamanya seseorang merokok dapat diklasifikasikan menjadi kurang dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok akan semakin besar pengaruhnya.

  Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini (Smet, 1994).

  Merokok sebatang sehari akan meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali per menit (Sitepoe, 1997).

  Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dampak rokok bukan hanya untuk perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Walaupun dibutuhkan waktu 10-20 tahun tetapi terbukti merokok mengakibatkan 80% kanker paru dan 50% terjadinya serangan jantung, impotensi dan gangguan kesuburan (Sitepoe, 1997).

  Menurut Bustan (2000), lama menghisap rokok dikategorikan : 1. Menghisap rokok < 10 tahun.

2. Menghisap rokok > 10 tahun.

2.1.9. Cara Menghisap Rokok

  Menurut Bustan (2000), cara menghisap rokok dapat dibadakan menjadi: 1. Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal)

2. Ditelan sampai ke dalam mulut (di mulut saja) 3.

  Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam) Rokok yang dihisap dapat meningkatkan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini disebabkan karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “kramp” sehingga tekanan darah naik.

2.2. Haemoglobin (Hb)

  2.2.1. Definisi

  Haemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut heme dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul haemoglobin dalam setiap sel darah merah (Corwin, 2000).

  Haemoglobin adalah merupakan zat protein yang ditemukan dal sel darah merah (SDM), yang memberi warna merah pada darah. Haemoglobin terdiri dari zat besi yang merupakan pembawa oksigen, kadar haemoglobin yang tinggi atau abnormal terjadi karena keadaan hemokonsentrasi akibat dari dehidrasi (kehilangan cairan), kadar haemoglobin yang rendah berkaitan dengan berbagai masalah klinis (Corwin, 2000).

  2.2.2. Jenis- Jenis Haemoglobin

  Haemoglobin terdiri dari beberapa macam yaitu (Bustan, 2000) :

  1. Oksihaemoglobin Oksihaemoglobin merupakan haemoglobin tanpa oksigen (haemoglobin tereduksi) yang mempunyai warna ungu muda, haemoglobin teroksigenasi penuh, dengan tiap pasangan hame + globulin membawa dua atom oksigen, berwarna kuning merah. Simbol untuk oksihaemoglobin adalah Hbo8, tetapi Hbo2 adalah konfensionl.

  2. Karboksihaemoglobin Karboksihaemoglobin merupakan karbonmonoksida yang terikat ke haemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Sehingga adanya karbonmonoksida (karena banyak menghisap rokok), maka lebih mungkin terbentuk karboksihaemoglobin. Karboksihaemoglobin berwarna merah ceri terutama didalam larutan encer.

  3. Haemoglobin terglikosilasi Haemoglobin terglikosilasi merupakan haemoglobin yang diikat keglukosa untuk membentuk dirifat yang stabil bagi kehidupan eritrosit.

  4. Mioglobin Mioglobin merupakan haemoglobin yang disederhanakan, terdapat di otot rangka dan jantung, di tempat mioglobin dapat bekerja sebagai reservoir oksigen yang sedikit dan dilepaskan setelah atau Crush injury atau iskemia. Karena berat molekulnya rendah, ia cepat dibersihkan dari plasma dan terdapat sebagai

  

mioglobinuria , yang merupakan indeks kerusakan sel otot yang sensitive juga dari

gerak badan yang hebat.

  5. Haptoglobin Haptoglobin merupakan globulin spesifik yang mengikat haemoglobin pada globin. Berfungsi untuk mangkonserfasi besi setelah hemolisa intrafakuler, ia mengikat haemoglobin sekitar 1,25g/l plasma dan hanya konsertrasi itu ada haemoglobin bebas yang hilang kedalam urin atau terikat kohaemopeksin.

  6. Haemopeksin Haemopeksin merupakan glikoprotein yang terikat dengan sisa haemoglobin.

  Konsentrasinya di dalam plasma normal sekitar 0,5 g/l.

2.2.3. Faktor yang Memengaruhi Kadar Haemoglobin

  Kadar haemoglobin dalam darah maupun kerja atau fungsi haemoglobin yang optimal dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal, meliputi (Bustan, 2000) :

  1. Makanan atau Gizi Zat-zat gizi atau komponen gizi yang terdapat dalam makanan yang dimakan digunakan untuk menyusun terbentuknya haemoglobin yaitu Fe (zat besi) protein.

  2. Fungsi Jantung dan Paru Jantung berfunsi memompa darah keseluruh tubuh. Dalam darah terdapat haemoglobin yang membawa oksigen keseluruh tubuh sebagai pembentukan energy. Sedangkan paru berfungsi untuk menghisap oksigen dari udara luar yang kemudian disuplai ke aliran darah dengan adanya ikatan antara haemoglobin dan paru mempengaruhi kerja jantung yang optimal.

  3. Fungsi Organ-organ Tubuh Lain Misalnya fungsi hepar dan ginjl yang membantu dalam proses pembentukan eritrosit dan haemoglobin.

  4. Merokok Menurut Giam, dkk (1993), merokok mengurangi kelembabaan haemoglobin membawa oksigen dari darah. Juga pengaliran darah ke organ-organ vital dan jaringan-jaringan (seperti jantung, otak dan otot) akan berkurang. Secara timbulnya stress terhadap organ-organ vital seperti jantung.

  5. Penyakit yang menyertai Penyakit yang diderita membutuhkan lebih banyak zat gizi dan oksigen untuk pembentukan energy guna penyembuhan penyakit yang diderita.

2.2.4. Kadar Haemoglobin Normal

  Menurut (Corbett, 2000) kadar haemoglobin adalah: 1. Pria : 13 - 18 g/100 ml 2. Wanita : 12 - 16 g/100 ml

2.3. Karbonmonoksida (CO)

2.3.1 Definisi

  Karbonmonoksida adalah gas tidak berwarna,tidak berasa, tidak berbau, tidak menyebabkan iritasi, mudah terbakar dan merupakan gas beracun. Sifat yang sulit untuk dideteksi ini menjadikan karbon monoksida dikenal sebagai silent killer. Dampak yang paling sering karena karbon monoksida biasanya pada pekerja yang terkena paparan karbonmonoksida ditempat kerja. Konsentrsi tinggi karbon monoksida dalam darah seseorang dalam hitungan menit dapat menyebabkan distress pernapasan dan kematian (Lingyun, 2005).

  Sejumlah kecil gas karbon monoksida (CO) dibentuk didalam tubuh sebagai produk sampingan dari degradasi hemoglobin. Lingkungan merupakan sumber utama karbon monoksida termasuk knalpot mobil, asap rokok dan bahan bakar fosil. Gas yang mengandung CO salah satunya yaitu berasal dari gas buangan dari mesin yang menggunakan bensin yang mengandung 6% dari gas CO atau lebih (Lingyun, 2005).

  Laporan WHO (1999) menyatakan paling tidak 90% dari CO di udara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Sumber kontribusi terbesar karbon monoksida adalah dari kendaraan bermotor yang diperkirakan sekitar 50%. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan mendekati 60 juta ton per tahun.

  Menurut Ganong (2008), karbonmonoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, yang diproduksi oleh segala proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau pembakaran di bawah tekanan dan temperatur tinggi seperti yang terjadi di dalam mesin. Asap rokok mengandung sekitar 400 ppm gas monoksida sehingga menjadi sumber polusi CO bagi perokok aktif dan pasif. Karbon monoksida memiliki dampak buruk terhadap kesehatan karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat Hb menjadi karbon monoksida seperti pada reaksi berikut:

  HbO2 + CO ------> HbCO + O2 Hal ini disebabkan karena afinitas CO terhadap Hb kira-kira 210 kali lebih kuat daripada afinitas O2 terhadap Hb. Reaksi ini menyebabkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 kepada jaringan tubuh. Gas CO dalam dosis rendah menimbulkan efek atau gangguan pada penderitaan penyakit paru, jantung ataupun perokok yang sebagian dari hemoglobin sudak terikat oleh CO.

  Karbonmonoksida (CO) yang dihisap oleh perokok tidak akan menyebabkan keracunan CO sebab pengaruh CO yang dihirup oleh perokok sedikit demi sedikit, dengan lamban namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan nafas. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit, lebih kuat dibandingkan oksigen sehingga setiap ada asap tembakau disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang ditambah lagi eritrosit akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-6% pada saat merokok sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm sudah dapat meningkatkan kadar karboksihemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Anggraeni, 2009).

2.3.2. Keracunan Karbonmonoksida

  Racun adalah suatu zat yang berasal dari alam maupun buatan yang bekerja pada tubuh baik secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksis dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh serta dapat menyebabkan kematian (IAPA, 2008).

  Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam tubuh manusia, racun dibagi menjadi yang bekerja local dan sistemik. Racun yang bekerja lokal dapat bersifat korosif, iritasi atau anestetik. Racun yang bekerja sistemik biasanya mempunyai afinitas terhadap salah satu system contohnya barbiturate, alkohol, digitalis, asam oksalat, dan karbonmonoksida. Adapun racun yang bekerja lokal maupun sistemuk misalnya arsen, asam karbol dan garam Pb (Lingyun, 2005).

  Satuan konsentrasi CO diudara adalah ppm atau parts per million. Untuk mengukur kadar CO tersebut digunakan gas analyzer dengan satuan persen volume,

  • 4

  dimana 1 ppm setara dengan 10 %. Selain dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna diluar tubuh, gas CO juga dihasilkan dalam jumlah kecil (kurang dari 0,5 %) dari katabolisme normal cincin protoporfirin hemoglobin di dalam tubuh dan tidak toksik bagi tubuh (Anggraeni, 2009).

  CO dapat terbentuk secara alamiah tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbonmonoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam (Lingyun, 2005).

  Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestic (Smart, 2001).

  Berdasarkan laporan WHO (1992), dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya. Sumber lain CO adalah gas arang batu yang mengandung kurang lebih 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas, kompor gas, dan cerobong asap yang bekerja tidak baik.

  Menurut WHO (1999), gejala toksisitas atau keracunan ringan meliputi sakit kepala dan mual-mual pada konsertrasi kurang dari 100 ppm. Konsentrasi serendah 667 ppm dapat menyebabkan 50% hemoglobin tubuh berubah menjadi karboksihemoglobin (HbCO). Karboksihemoglobin cukup stabil namun perubahan ini bisa reversible atau dapat kembali keadaan awal. Karboksihemoglobin tidaklah efektif dalam menghantarkan oksigen di dalam system sirkulasi atau transportasi darah. Karena itu beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Sebagai akibatnya paparan pada tingkat ini dapat membahayakan jiwa.

  Menurut Organisasi Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Amerika Serikat membatasi paparan gas karbon monokksida ditempat kerja maksimal sebesar 50 ppm. Mekanisme bagaimana karbonmonoksida mengakibatkan efek keracunan belum sepenuhnya dimengerti. Kebanyakan pengobatan akibat keracunan gas karbon monoksida adalah memberikan 100% oksigen atau terapi oksigen

  

heperbarik . Walaupun pengobatan ini masih kontroversial. Keracunan karbon

  monoksida domestik dapat dicegah dengan menggunakan gas detektor yang ada sensor untuk mendeteksi gas ini, bisa juga alat khusus detektor karbon monoksida baik yang dipasang secara tetap maupun yang portable.

2.3.3. Toksikokinetika CO

  CO diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara reversible, membentuk karboksihemoglobin (HbCO). Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskular lain, seperti cytochrome

  

coxidase dan cytochrome P-450. Afinitas CO terhadap protein heme bervariasi 30

  sampai 500 kali afinitas oksigen tergantung pada protein heme tersebut. Untuk hemoglobin, afinitas CO 208-245 kali afinitas oksigen (Smart, 2001).

  CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan Hb dengan CO bersifat reversibel dan setelah Hb dilepaskan oleh CO, sel darh merah tidak mengalami kerusakan. Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan (ambient air), kadar HbCO sebelum pemaparan (kadar HbCO inisial), lamanya pemaparan dan ventilasi paru. Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar HbCO semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung HbCO lagi. Inhalasi oksigen mempercepat ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit kadar HbCO telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Umumnya kadar HbCO akan berkurang 8-10% tiap jamnya. Hal ini penting untuk dapat mengerti mengapa kadar HbCO dalam darah korban rendah atau negative pada saat diperiksa sedangkan korban menunjukkan gejala dan atau kelainan histopatologis yang lazim ditemukan pada keracunan CO akut (Alviventiasari, 2012).

  2.3.4. Toksikodinamika CO

  CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan CO bersaing dengan oksigen dalam mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokroma

  

a3) dan sitokrom P-450, peroksidase dan katalase. Yang terpenting adalah reaksi CO

  dengan Hb dan sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi HbCO mengakibatkan Hb menjadi in aktif sehingga kemampuan darah berkurang untuk mengangkut oksigen.

  Selain itu adanya HbCO dalam darah akan menghambat disosiasi Oxi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem enzim pernafasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.

  2.3.5. Tanda dan Gejala Keracunan CO

  Umumnya jalur keterpajanan gas karbonmonoksida adalah melalui jalan pernapasan atau terhirup/inhalasi (inhalation). Gas ini dikelompokkan sebagai bahan kimia asfiksia (asphyxiate). Gas tersebut mengakibatkan racun dengan cara meracuni hemoglobin (Hb) darah. Hb berfungsi mengikat darah dalam bentuk HbO. Setelah CO mengikat haemoglobin darah terbentuk ikatan : HbCO maka otomatis oksigen akan terusir. Dengan mekanisme ini tubuh mengalami kekurangan oksigen dan gejala asfiksia atau kekurangan oksigen akan terjadi. Sebab afinitas atau sifat pengikatan /daya lengket karbonmonoksida ke hemoglobin darah dibandingkan dengan oksigen jauh lebih besar sebanyak 200-3000 kali lipat. Dalam jumlah sedikit pun gas karbon monoksida jika terhirup dalam waktu tertentu dapat menyebabkan gejala racun terhadap tubuh. Berikut gejala keracunan CO : 1.

  Gejala Akut-Waktu Singkat Gas karbonmonoksida adalah gas beracun. Gejalanya dapat terjadi perlahan- lahan dan kerap terjadi secara mendadak cepat. Ini bergantung dari konsentrasi dan lama paparan. Indikasinya bibir dan kuku jari akan berubah menjadi agak merah. Ini suatu tanda adanya paparan yang melampaui batas yang bisa diterima oleh tubuh.

  Orang yang terpapar mengalami gejala sakit kepala, pernapasan jadi pendek dan dangkal, pusing, mendesah dan mual. Pada konsentrasi yang tinggi bisa saja terjadi pingsan atau tidak sadarkan diri dan mungkin berakibat kematian. Gejalanya juga bisa berupa penglihatan terganggu dan kehilangan ingatan.

2. Gejala Kronik – Gejala Jangka Panjang

  Kajian klinis menunjukan adanya hubungan antara paparan gas karbon monoksida untuk pekerjaan tertentu seperti petugas pemadam kebakaran, pekerja proyek/ foundry dan kejadian meningkatnya penyakit jantung. Gas karbon monoksida adalah gas toksin reproduksi. Kajian klinis secara inhalasi terhadap tikus (hamil) menunjukkan dampak negatif. Melibatkan konsentrasi sekitar 65 ppm/24 jam maka akan menunjukkan gejala atau efek negatif terhadap sistem reproduksi.

  Organ tubuh yang diracuni adalah sistem pernapasan, sistem sirkulasi, sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat dan sistem reproduksi. Paparan (Exposure) dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Alviventiasari, 2012) :

Tabel 2.2. Efek Keterpaparan Gas Karbonmonoksida Konsentrasi Konsentrasi

  Rerata HbCO Gejala

8 Jam Didalam (ppm) Darah (%)

  25 – 50 2,5 - 5 Tidak ada gejala 50 – 100 5 - 10 Aliran darah meningkat, sakit kepala ringan 100 - 250 10 - 20 Tegang daerah dahi, sakit kepala, penglihatan agak terganggu

  250 – 450 20 - 30 Sakit kepala sedang, berdenyut-denyut, dahi (throbbing temple), wajah merah dan mual 450 – 650 30 - 40 Sakit kepala berat, vertigo, mual, muntah, lemas, mudah terganggu, pingsan pada saat bekerja 650 – 1000 40 - 50 Seperti diatas, lebih berat, mudah pingsan dan jatuh

  1000 – 1500 50 - 60 Koma, hipotensi, kadang disertai kejang, pernafasan

  Cheyne- Stokes

  1500 – 2500 60 - 70 Koma dengan kejang, penekanan pernapasan dan fungsi jantung, mungkin terjadi kematian.

  2500 - 4000 70 - 80 Denyut nadi lemah, pernapasan lambat, gagal hemodinamik, kematian.

  Sumber : Alviventiasari, 2012

2.3.6. Sumber Karbonmonoksida

  Karbonmonoksida dapat terjadi diberbagai lingkungan baik secara alamiah ataupun buatan, berikut sumber/tempat karbonmoksida dalam konsentrasi ppm :

Tabel 2.3. Konsentrasi dan Sumber Karbonmonoksida No Konsentrasi Sumber atau Tempat

  1 0,1 ppm Kadar latar atmosfer diukur secara MOPITT. 2 0,5 – 5 ppm Kadar rerata di rumah. 3 5 – 15 ppm Kadar dekat kompor gas. 4 100 – 200 ppm Daerah pusat kota. 5 5.000 ppm Cerbong asap rumah dari pembakaran kayu. 6 7.000 ppm Gas knalpot mobil yang tidak diencerkan. 7 30.000 ppm Asap rokok yang tidak diencerkan. Sumber : Wikipedia, 2012

2.4. Karakteristik Responden

  2.4.1. Umur

  Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan – penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.

  2.4.2. Pendidikan

  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

  2.4.3. Pekerjaan

  Jenis pekerjaan berperan dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yaitu adanya faktor-faktor lingkungan yang dapat langsung menimbulkan kesakitan seperti bahan kimia, situasi pekerjaan yang penuh dengan stress, ada tidaknya gerak badan dalam pekerjaan, karena berkerumun dalam satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja.

2.5. Perilaku Merokok

  Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultan antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan. Faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

  Penelitian Rogers (1974) yang dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku, maka terjadi proses yang berurutan yakni :

  1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam dari mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

  2. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

  3. Evaluation yakni menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  4. Trial yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.

  5. Adoption yakni subjek tidak berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulasi.

  Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

  Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap). Untuk memberikan respon terhadap situasi di luar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif atau tanpa tindakan (Notoatmodjo, 2003).

  Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu: 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan.

  2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subyek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang dihadapi di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan suatu rangsangan dari luar.

2.5.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

  Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).

  Menurut Wahit (2006), Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :

  1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

  2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan. Contoh menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi ( Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari kepada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

  4. Analisis ( Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  5. Sintesis (Synthesis) Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

  Untuk memperoleh pengetahuan manusia melakukan tiga cara yaitu melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui pengalaman langsung ini akan membentuk kerangka fikir individu untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui pendidikan formal atau resmi (sekolah) maupun dari pendidikan non formal (tidak resmi).

2.5.2. Sikap (Attitude)

  Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Menurut Notoadmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni : 1.

  Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2. Merespon (Responding) adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

  Sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk merespon (secara positif maupun negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2007). Sikap bukanlah suatu benda, ini adalah proses suatu interaksi yang melibatkan tidak saja orang dan objek tetapi semua faktor yang hadir dalam setiap situasi (Ahmadi, 1991).

  Menurut Newcomb, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Allport (1954) didalam Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

  Menurut Purwanto (1999), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kencenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek. Ciri-ciri sikap adalah:

  1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk sepanjang perkembangan orang itu dlam hubungan dengan objeknya.

  Sikap ini membedakan dengan sifat-sifat biogenesis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

  2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat- syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

  3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dirumuskan dengan jelas.

  4. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

  5. Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi dan mengharapkan.

  Sedangkan sikap yang negatif terdapat kecenderungan untuk menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu (Purwanto, 1999). Sikap dapat pula dibedakan atas:

  1. Sikap positif Sikap yang menunjukan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku diman individu itu berada.

  2. Sikap negatif Sikap yang menunjukan atau yang memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

  Fungsi sikap: 1.

  Sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

  2. Sebagai alat pengukur tingkah laku.

  3. Sebagai alat pengatur pengalaman.

  4. Sebagai pernyataan kepribadian.

  Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).

  Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan antara lain:

  1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tergantung pada situasi saat itu.

  2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain.

  3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2.5.3. Tindakan (Practise) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

  Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

  Tindakan terdiri dari 4 tingkatan, yaitu : 1.

Dokumen yang terkait

Sistem Pengolahan Data Penduduk Pada Kelurahan Wek I Padang Sidempuan

1 35 140

Hubungan Karakteristik Perokok, Kadar CO dalam Rumah dan Perilaku Merokok dengan Kadar Karboksihaemoglobin (HbCO) Pada Perokok Aktif Di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan

4 79 108

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi - Hubungan Merokok dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku 2.1.1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku - Physical Traces Pada Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)

0 1 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi - Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

0 1 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Judul 2.1.1. Definisi Rumah Sakit - Rumah Sakit Ibu dan Anak

0 2 66

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merokok 2.1.1. Definisi Merokok - Perbedaan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MENINGIOMA 2.1.1. Sejarah Dan Definisi Meningioma - Hubungan Kadar Fibroblast Growth Factor 2 (FGF-2) Serum Dengan Derajat Meningioma Pada Penderita Meningioma Intrakranial Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 13

Sistem Pengolahan Data Penduduk Pada Kelurahan Wek I Padang Sidempuan

0 0 80

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merokok 2.1.1. Definisi Merokok - Hubungan Derajat Berat Merokok Dengan Karakteristik Gejala PPOK Yang Dinilai Berdasarkan Kriteria Diagnosis Grup Pada Penderita PPOK Di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 30