Hubungan Karakteristik Perokok, Kadar CO dalam Rumah dan Perilaku Merokok dengan Kadar Karboksihaemoglobin (HbCO) Pada Perokok Aktif Di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEROKOK, KADAR CO DALAM RUMAH DAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KADAR

KARBOKSIHAEMOGLOBIN (HbCO) PADA PEROKOK AKTIF DI LINGKUNGAN I KELURAHAN WEK V

KOTA PADANG SIDEMPUAN

TESIS

Oleh

MEI ADELINA HARAHAP 117032173/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEROKOK, KADAR CO DALAM RUMAH DAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KADAR

KARBOKSIHAEMOGLOBIN (HbCO) PADA PEROKOK AKTIF DI LINGKUNGAN I KELURAHAN WEK V

KOTA PADANG SIDEMPUAN

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MEI ADELINA HARAHAP

117032173/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEROKOK, KADAR CO DALAM RUMAH DAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KADAR

KARBOKSIHAEMOGLOBIN (HbCO) PADA PEROKOK AKTIF DI LINGKUNGAN I KELURAHAN WEK V KOTA

PADANG SIDEMPUAN Nama Mahasiswa : Mei Adelina Harahap Nomor Induk Mahasiswa : 117032173

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Sudi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 24 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr.Wirsal Hasan, M.P.H

Anggota : 1. Prof. Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, M.S 2. Ir. Indra Chahaya, M.Si


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEROKOK, KADAR CO DALAM RUMAH DAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KADAR

KARBOKSIHAEMOGLOBIN (HbCO) PADA PEROKOK AKTIF DI LINGKUNGAN I KELURAHAN WEK V

KOTA PADANG SIDEMPUAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013

Mei Adelina Harahap 117032173/IKM


(6)

ABSTRAK

Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Asap rokok merupakan bahan penyebab terbanyak pencemaran udara terutama didalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dengan kadar karboksihaemoglobin (HbCO). Metode penelitian ini survei bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan sebanyak 1.350 orang . Sampel penelitian ini sebanyak 30 responden, dengan menggunakan tehnik purporsive sampling. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan uji regresi logistik ganda

Hasil uji chi square menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kadar karboksihaemoglobin (HbCO) pada perokok aktif yaitu umur (p= 0,029), pekerjaan (p= 0,018) dan tindakan (p= 0,014). Hasil uji Regresi Logistik Ganda variabel yang paling dominan berhubungan dengan kadar karboksihaemoglobin adalah pekerjaan..

Disarankan kepada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan agar tidak merokok di dalam ruangan pada saat berkumpul dengan keluarga karena asap rokok bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap perokok pasif yaitu orang yang berada berdekatan dengan perokok yang turut menghisap rokok dan agar mengurangi konsumsi rokok karena kebiasaan merokok dapat menimbulkan 25 jenis penyakit pada berbagai organ tubuh seperti penyakit jantung koroner, kanker paru- paru, penyakit pembuluh darah, perdarahan pembuluh darah otak sampai kelainan kehamilan serta janin yang di kandung oleh ibu yang merokok.

Kata Kunci : Karakteristik Perokok, Kadar CO, Perilaku Merokok, Karboksihaemoglobin (HbCO)


(7)

ABSTRACT

Nowadays, smoking habit becomes a serious problem. Cigarette smoke is the main cause of air pollution, especially in a closed room. We need to pay serious attention to the air quality in a room since it can influence our health.

The objective of the research was to analyze the correlation of the characteristics of smokers and CO content in a room with carbocyhemoglobin (HbCO). The research used a descriptive analytic survey method with cross-sectional design. The population was all residents in the Lingkungan I, Kelurahan Wek V, Padang Sidempuan as much as 1,350 people and 30 of them were used as the samples. The data were analyzed by using sampling techniques purporsive, Univariate analysis, bivariate chi square test and multiple logistic regression tests.

Chi square test results showed that the variables associated with higher levels of karboksihaemoglobin (HbCO) in active smokers that age (p = 0.029), occupation (p = 0.018) and action (p = 0.014). Multiple logistic regression test results of the most dominant variable is associated with higher levels of job

It is recommended that active smokers at Lingkungan I, Kelurahan Wek V, Padang Sidempuan,

karboksihaemoglobin. to not smoke in the room at the time of gathering with family because cigarette smoke can cause health problems to the passive smokers are those who are close to smokers who also smoked cigarettes and to reduce cigarette consumption because smoking can cause 25 diseases in various organs such as coronary heart disease, lung cancer, vascular disease, cerebrovascular bleeding to pregnancy and fetal abnormalities at birth by mothers who smoke.

Keywords: Characteristics of Smokers, CO Content, Smoking Behavior, Carbocyhemoglobin (HbCO)


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Karakteristik Perokok, Kadar CO dalam Rumah dan Perilaku Merokok dengan Kadar Karboksihaemoglobin (HbCO) Pada Perokok Aktif Di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan”.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini, menyadari begitu banyak mendapat bimbingan, arahan, bantuan, dan kemudahan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, semoga sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT kepada yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc, (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H dan Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku komisi pembimbing yang dengan sabar dan tulus telah banyak memberikan perhatian, dukungan, pengertian, dan pengarahan sejak awal hingga terselesaikannya tesis ini.

5. Ir. Indra Chahaya S, M.Si dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku komisi penguji yang telah bersedia menguji dan memberi masukan guna penyempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Minat Studi Manejemen Kesehatan Lingkungan Industri, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat Rahmat dari Allah SWT.

7. Riduan Rambe, S.H., selaku Lurah di Kelurahan Wek V yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di Lingkungan I Kelurahan Wek V.

8. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Ali Junna Harahap dan Ibunda Hj. Sarkiah Siregar atas segala doa dan jasanya sehingga penulis mendapatkan pendidikan terbaik.


(10)

Teristimewa untuk Suami tercinta Muhammad Yusuf Siregar dan yang telah turut memberikan doa, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa menempuh pendidikan ini dan banyak sekali memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi, penulis ucapkan terima kasih semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2013

Mei Adelina Harahap 117032173/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mei Adelina Harahap dilahirkan di Padang Sidempuan pada tanggal 18 Mei 1985 beragama Islam, penulis anak ketiga dari tiga bersaudara dengan status menikah dan anak dari pasangan Ali Junna Harahap dan Hj. Sarkiah Siregar.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 13 Aek Tampang tahun 1997, tahun 2000 penulis menamatkan SMP Negeri 5 Padangmatinggi dan melanjutkan ke SMA Negeri 2 Padang Sidempuan pada tahun 2003, menamatkan kuliah di Akademi Keperawatan Rumah Sakit Haji Medan pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan S1 Keperawatan di STIKES Sari Mutiara Medan pada tahun 2006-2008. Penulis bekerja pada tahun 2008-2012 di Akademi Keperawatan Syuhada Padang Sidempuan. Pada tahun 2011-2013 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Rokok ... 7

2.1.1 Defenisi ... 7

2.1.2 Jenis Rokok ... 7

2.1.3 Kandungan Rokok ... 8

2.1.4 Efek Merokok ... 11

2.1.5 Dampak Merokok terhadap Kesehatan ... 13

2.1.6 Kategori Perokok ... 17

2.1.7 Jumlah Rokok yang Dihisap ... 17

2.1.8 Lama Mengisap Rokok ... 18

2.1.9 Cara Menghisap Rokok ... 18

2.2 Haemoglobin (Hb) ... 19

2.2.1 Defenisi ... 19

2.2.2 Jenis-jenis Haemoglobin ... 19

2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kadar Haemoglobin ... 21

2.2.4 Kadar Haemoglobin Normal ... 22


(13)

2.3.1 Defenisi ... 22

2.3.2 Keracunan Karbomonoksida ... 24

2.3.3 Toksikokinetika CO ... 27

2.3.4 Toksikodinamika CO ... 28

2.3.5 Tanda dan Gejala Keracunan CO ... 28

2.3.6 Sumber Karbomonoksida ... 30

2.4 Karakteristik Responden ... 31

2.4.1 Umur ... 31

2.4.2 Pendidikan ... 31

2.4.3 Pekerjaan ... 31

2.5 Perilaku Merokok ... 32

2.5.1 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan ... 33

2.5.2 Sikap ... 35

2.5.3 Tindakan ... 39

2.6. Landasan Teori ... 40

2.7. Kerangka Konsep ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 43

3.2.2 Waktu Penelitian ... 43

3.3 Populasi ... 43

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 44

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional ... 45

3.5 Metode Pengukuran ... 47

3.5.1 Pengukuran Variabel Independen ... 47

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.6.1 Data Primer ... 49

3.6.2 Data Sekunder ... 50

3.7 Metode Analisa Data ... 50

3.7.1 Analisa Univariat ... 50

3.7.2 Analisa Bivariat ... 50


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.2. Distribusi Karakteristik Responden ... 53

4.3. Distribusi Kadar CO Udara ... 54

4.4. Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok ... 55

4.4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan ... 55

4.4.2. Distribusi Frekuensi Sikap ... 57

4.4.3. Distribusi Frekuensi Tindakan ... 60

4.4.4. Distribusi Frekuensi Rokok ... 62

4.5. Distribusi Kadar Karboksihaemoglobin (HbCO) ... 63

4.6. Analisis Bivariat ... 63

4.7. Analisis Multivariat ... 69

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1. Kadar Karboksihaemoglobin ... 71

5.2. Hubungan Karakteristik Responden (umur, pendidikan dan pekerjaan) dengan Karboksihaemoglobin ... 71

5.3. Hubungan Kadar CO dengan Karboksihaemoglobin (HbCO) di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 74

5.4. Hubungan Perilaku Merokok dengan Karboksihaemoglobin (HbCO) di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 75

5.5. Pengaruh Kandungan Asap Rokok terhadap Karboksihaemoglobin (HbCO) Di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 84

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Daftar Bahan Kimia yang Terdapat dalam Asap Rokok yang Dihisap ... 8

2.2 Efek Keterpaparan Gas Karbomonoksida ... 30

2.3 Konsentrasi dan Sumber Karbonmonoksida ... 30

3.1 Variabel dan Definisi Operasional ... 45

4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan, Pekerjaan di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan .. 53

4.2. Kadar CO Udara Didalam Rumah di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 54

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Karboksihaemoglobin (HbCO) pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 55

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Karboksihaemoglobin (HbCO) pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 57

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan sikap tentang Karboksihaemoglobin (HbCO) Pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 57

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Karboksihaemoglobin (HbCO) pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota PadangSidempuan ... 59

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan pengetahuan Tindakan tentang Karboksihaemoglobin (HbCO) pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 60

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori tindakan tentang Karboksihaemoglobin (HbCO) di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 61


(16)

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Rokokdi Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 62 4.10. Distribusi kadar Karboksihaemoglobin (HbCO) pada Perokok Aktif di

Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 63 4.11. Hubungan Karakteristik Perokok dengan Karboksihaemoglobin

(HbCO) pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 64 4.12. Hubungan Kadar CO dengan Karboksihaemoglobin (HbCO) pada

Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 66 4.13. Hubungan Perilaku Merokok dengan Karboksihaemoglobin (HbCO)

pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan ... 66 4.14. Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Kadar

Karboksihaemoglobin (HbCO) pada Perokok Aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota PadangSidempuan ... 67


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1 Kerangka Teori ... 40 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 42


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner ... 88

2. Hasil Pemeriksaan Kadar Karboksihaemohlobin (HbCO) ... 92

3. Hasil Pengukuran Kadar CO ... 93

4. Analisis Bivariat ... 94

5. Analisis Multivariat ... 106

6. Foto Dokumentasi ... 109

7. Surat Izin Survei Pendahuluan ... 110

8. Surat Penelitian ... 111


(19)

ABSTRAK

Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Asap rokok merupakan bahan penyebab terbanyak pencemaran udara terutama didalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dengan kadar karboksihaemoglobin (HbCO). Metode penelitian ini survei bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan sebanyak 1.350 orang . Sampel penelitian ini sebanyak 30 responden, dengan menggunakan tehnik purporsive sampling. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan uji regresi logistik ganda

Hasil uji chi square menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kadar karboksihaemoglobin (HbCO) pada perokok aktif yaitu umur (p= 0,029), pekerjaan (p= 0,018) dan tindakan (p= 0,014). Hasil uji Regresi Logistik Ganda variabel yang paling dominan berhubungan dengan kadar karboksihaemoglobin adalah pekerjaan..

Disarankan kepada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan agar tidak merokok di dalam ruangan pada saat berkumpul dengan keluarga karena asap rokok bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap perokok pasif yaitu orang yang berada berdekatan dengan perokok yang turut menghisap rokok dan agar mengurangi konsumsi rokok karena kebiasaan merokok dapat menimbulkan 25 jenis penyakit pada berbagai organ tubuh seperti penyakit jantung koroner, kanker paru- paru, penyakit pembuluh darah, perdarahan pembuluh darah otak sampai kelainan kehamilan serta janin yang di kandung oleh ibu yang merokok.

Kata Kunci : Karakteristik Perokok, Kadar CO, Perilaku Merokok, Karboksihaemoglobin (HbCO)


(20)

ABSTRACT

Nowadays, smoking habit becomes a serious problem. Cigarette smoke is the main cause of air pollution, especially in a closed room. We need to pay serious attention to the air quality in a room since it can influence our health.

The objective of the research was to analyze the correlation of the characteristics of smokers and CO content in a room with carbocyhemoglobin (HbCO). The research used a descriptive analytic survey method with cross-sectional design. The population was all residents in the Lingkungan I, Kelurahan Wek V, Padang Sidempuan as much as 1,350 people and 30 of them were used as the samples. The data were analyzed by using sampling techniques purporsive, Univariate analysis, bivariate chi square test and multiple logistic regression tests.

Chi square test results showed that the variables associated with higher levels of karboksihaemoglobin (HbCO) in active smokers that age (p = 0.029), occupation (p = 0.018) and action (p = 0.014). Multiple logistic regression test results of the most dominant variable is associated with higher levels of job

It is recommended that active smokers at Lingkungan I, Kelurahan Wek V, Padang Sidempuan,

karboksihaemoglobin. to not smoke in the room at the time of gathering with family because cigarette smoke can cause health problems to the passive smokers are those who are close to smokers who also smoked cigarettes and to reduce cigarette consumption because smoking can cause 25 diseases in various organs such as coronary heart disease, lung cancer, vascular disease, cerebrovascular bleeding to pregnancy and fetal abnormalities at birth by mothers who smoke.

Keywords: Characteristics of Smokers, CO Content, Smoking Behavior, Carbocyhemoglobin (HbCO)


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Rokok oleh sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang merokok pertama kali adalah suku bangsa Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad ke-16 ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian para penjelajah Eropa itu meniru dengan mencoba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa (Rogayah, 2012).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1999, menganggap perilaku merokok telah menjadi masalah yang penting bagi seluruh dunia sejak satu dekade yang lalu (Mayasari, 2007). Diperkirakan jumlah perokok di dunia sebesar 1,3 milyar orang dan kematian yang diakibatkan rokok mencapai 4,9 juta orang pertahun (deHaan dalam Tarigan, 2007). Survei Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pencegahan dan Pengawasan Penyakit Amerika Serikat menetapkan Indonesia ke peringkat teratas dunia sebagai negara dengan jumlah perokok laki-laki terbesar. Lingkungan asap rokok adalah penyebab berbagai penyakit dan juga dapat mengenai orang sehat yang bukan perokok. Paparan asap rokok yang dialami terus-menerus pada orang dewasa yang sehat dapat menambah resiko terkena penyakit paru-paru dan penyakit jantung sebesar 20-30 persen (WHO, 1999).


(22)

Menurut data Departemen Kesehatan RI (2010) melaporkan adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan terjadinya berbagai penyakit kanker, penyakit jantung, penyakit sistem pernapasan, penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Risiko berbagai penyakit tersebut disebabkan pada setiap batang rokok yang mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker (Depkes, RI, 2010).

Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) tahun 2011, Indonesia memiliki jumlah perokok aktif terbanyak dengan prevalensi 67 % laki-laki dan 2,7% pada wanita atau 34,8 % penduduk (sekitar 59,9 juta orang) dan 85,4 % masyarakat terpapar asap rokok di tempat umum yaitu restoran 78,4 % terpapar asap rokok di rumah dan 51,3 % terpapar asap rokok di tempat kerja. Hampir 80% dari perokok Indonesia merokok di rumah masing-masing. Dan Indonesia merupakan Negara dengan jumlah perokok laki-laki terbesar di dunia yaitu 14% sejak 17 tahun (Depkes, RI, 2012).

Indonesia dilaporkan memiliki jumlah perokok pasif yang cukup tinggi. Para perokok pasif dapat ditemui di rumah, kantor dan tempat-tempat umum. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, yang melaporkan bahwa rerata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun (Riskesdas, 2010).

Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) tahun 1997, penyebab masalah kualitas udara dalam ruangan pada umumnya adalah


(23)

sumber pencemaran di luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) dan lain-lain (13%). Asap rokok merupakan bahan penyebab terbanyak pencemaran udara terutama didalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Sari (2012) yang mengutip dari Golding (1995), bahwa dalam asap rokok mengandung berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon monoksida, tar dan eugenol untuk rokok kretek yang merupakan salah satu sumber polusi udara. Asap rokok mengandung berkisar 4.000 bahan kimia yang dikelompokkan menjadi dua komponen yaitu gas phase (komponan gas) dan particulate phase (komponen padat atau partikel).

Gejala toksisitas atau keracunan ringan akibat gas karbon monoksida meliputi sakit kepala dan mual-mual pada konsentrasi kurang dari 100 ppm. Konsentrasi terendah 667 ppm dapat menyebabkan 50% hemoglobin tubuh berubah menjadi karboksihemoglobin (HbCO). Karboksihemoglobin cukup stabil namun perubahan ini bisa reversibel atau dapat kembali ke keadaan awal. Karboksihemoglobin tidaklah efektif dalam menghantarkan oksigen di dalam sistem sirkulasi atau transportasi darah. Karena itu beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Akibatnya paparan pada tingkat ini dapat membahayakan jiwa (Rogayah, 2012).

Dampak karbon monoksida (CO) terhadap manusia secara umum dapat mengakibatkan reaksi CO dengan Hemoglobin darah (Hb) sehingga dapat menghambat fungsi dari Hb untuk mengikat oksigen. CO juga dihasilkan dari asap


(24)

rokok yang bisa mengakibatkan indoor air pollution (pencemaran didalam ruangan). Pencemaran udara dalam ruangan sangat berbahaya karena sumbernya berdekatan dengan manusia secara langsung . Hingga saat ini lebih dari 4.000 zat kimia telah diketahui terkandung dalam asap rokok, termasuk didalamnya adalah CO (Fardiaz, 2006).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2007), bahwa Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang memiliki angka perokok tertinggi di Indonesia. Proporsi perokok di Propinsi Sumatera Utara sebesar 28 %. Angka ini mengalami lonjakan yang drastis melonjak menjadi 35,7% dan kondisi tersebut menjadikan Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu Propinsi yang memiliki jumlah perokok terbesar di Indonesia setelah Propinsi Kalimantan Tengah (43,2%) dan Nusa Tenggara Timur (41,2%) dan Kota Padangsidempuan kebiasaan merokok didalam rumah sebanyak 88,5 %.

Kota Padang Sidempuan merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara yang berdasarkan survai awal di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan diketahui bahwa kebiasaan merokok sudah menjadi tradisi yakni oleh kepala keluarga.

1.2. Permasalahan

Asap rokok merupakan bahan penyebab terbanyak pencemaran udara terutama didalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.


(25)

Dampak CO terhadap manusia secara umum dapat mengakibatkan reaksi CO dengan hemoglobin sehingga dapat menghambat fungsi Hb untuk mengikat oksigen.

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dan perilaku merokok dengan kadar karboksihemoglobin (HbCO) pada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek 5 Kota Padang Sidempuan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dan perilaku merokok dengan kadar karboksihemoglobin (HbCO) pada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik perokok dalam rumah di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan.

2. Mengetahui kadar CO dalam rumah pada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan.

3. Mengetahui perilaku perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan.

4. Mengetahui kadar karboksihemoglobin (HbCO) pada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan.


(26)

1.4. Hipotesis

Ha : Ada hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dan perilaku merokok dengan kadar karboksihemoglobin (HbCO) pada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek 5 Kota Padang Sidempuan.

Ho : Tidak ada hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dan perilaku merokok dengan kadar karboksihemoglobin (HbCO) pada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek 5 Kota Padang Sidempuan.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan informasi dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dan perilaku merokok dengan kadar karboksihemoglobin (HbCO) pada perokok aktif.

1.5.2. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mengetahui bahaya kebiasaan merokok di dalam rumah terhadap kesehatan.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rokok 2.1.1. Definisi

Rokok adalah hasil olahan dari tembakau terbungkus yang meliputi kretek dan rokok putih yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000).

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.

2.1.2. Jenis Rokok

Menurut Sitepoe (1997), jenis rokok berdasarkan bahan baku dibagi tiga jenis: 1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya tembakau yang diberi

saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

3. Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.


(28)

Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis (Bustan, 2000) : 1. Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.

2. Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

2.1.3. Kandungan Rokok

Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel 15% (Sianturi, 2003).

Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia dan 40 jenis diantaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbonmonoksida (CO). Selain itu dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracun (David, 2003). Berikut daftar bahan kimia yang terdapat dalam asap rokok dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 2.1. Daftar Bahan Kimia yang terdapat dalam Asap Rokok yang Dihisap

No Bagian Partikel Bagian Gas

1 2 3 4 5

Tar Indol Nikotin Karbolzol Kresol

Karbonmonoksida Ammoniak Asam hydrocyanat Nitrogen oksida Formaldehid


(29)

Tabel 2.1. (Lanjutan) Catatan:

Keseluruhan bersifat karsinogen dan iritan serta bersifat toksik yang lain.

Catatan:

Keseluruhan zat ini bersifat karsinogen, mengiritasi, racun bulu getar alat pernafasan, dan bersifat racun yang lain. Sumber :Sitepoe, 1997

1. Nikotin

Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya. Jumlah nikotin yang dihisap dipengaruhi oleh berbagai faktor kualitas rokok, jumlah tembakau setiap batang rokok, dalamnya isapan dan menggunakan filter rokok atau tidak.

2. Karbonmonoksida (CO)

Karbonmonoksida yang dihisap oleh perokok tidak akan menyebabkan keracunan CO sebab pengaruh CO yang dihirup oleh perokok dengan sedikit demi sedikit dengan lamban namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan nafas. Gas karbonmonoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-6% pada saat merokok sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksihaemoglobin dalam darah sejumlah 2%–16% (Sitepoe, 1997).


(30)

3. Tar

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan, beberapa komponen zat kimianya karsinogenik (pembentukan kanker). Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya kandungan bahan kimia yang beracun sebagian dapat merusak sel paru dan menyebabkan berbagai macam penyakit. Selain itu tar dapat menempel pada jalan nafas sehingga dapat menyebabkan kanker. Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3 mg-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24 mg-45 mg. sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5 mg-15 mg. walaupun rokok diberi filter efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru ketika pada saat merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan bertambah banyak (Sitepoe, 1997).

4. Timah Hitam (Pb)

Merupakan partikel asap rokok timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 mikrogram. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 mikrogram. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh antara 20 mikrogram per hari. Bisa dibayangkan bila


(31)

perokok berat menghisap rerata 2 bungkus rokok perhari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk kedalam tubuh (Sitepoe, 1997).

5. Amoniak

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammoniak sehingga jika masuk sedikitpun kedalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

2.1.4. Efek Merokok

Rokok merupakan faktor risiko penyakit paru obstruktif menahun yang utama. Asap rokok dapat menganggu aktifitas saluran pernapasan dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Mekanisme kerusakan paru akibat merokok melalui dua tahap yaitu peradangan yang disertai kerusakan pada matriks ekstra sel dan menghambat proses perbaikan matriks ekstra sel. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok adalah melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok (Amin, 1996).

Asap rokok juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap perokok pasif yaitu orang yang berada berdekatan dengan perokok yang turut menghisap asap rokok ( Sidestream smoke). Seorang perempuan yang mempunyai suami menghisap rokok mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengidap kanker paru berbanding dengan perempuan yang tidak mempunyai suami yang merokok (Taufik, 2000). Rokok bisa mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat dan megeriput terutama didaerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang di jumpai di dalam rokok yang mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan didaerah


(32)

terbuka misalnya pada wajah. Bagi mereka yang berkulit putih, kulit menjadi pucat, kecoklatan, mengeriput terutama dibagian pipi dengan adanya penebalan diantara bagian yang mengeriput (Sitepoe, 2000).

Faktor yang mempengaruhi tinggi risiko terkena kanker paru-paru adalah usia perokok, usia perokok itu mulai merokok dan jumlah rokok yang dihisap dalam sati hari. Risiko terkena kanker paru meningkat 3,62 kali lipat dengan peningkatan usia perokok sebanyak 10 tahun. Risiko terkena kanker paru meningkat 2,82 kali lipat dengan peningkatan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari. Risiko terkena kanker paru menurun 0,332 kali lipat dengan peningkatan usia sebanyak 10 tahun perokok mulai merokok (Situmeang, 2001).

Sekitar 85% penderita penyakit paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif misalnya bronchitis dan emfisema ini adalah perokok. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit paru dan obstruktif berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernafasan. Apabila diadakan uji fungsi paru maka pada perokok, fungsi parunya lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok ( Sitepoe, 2000).

Pada wanita hamil yang perokok akan terjadi efek pada janin dalam kandungannya. Merokok pada wanita hamil memberi risiko yang tinggi untuk terjadinya keguguran, kematian janin, kematian bayi sesudah lahir dan kematian mendadak pada bayi (Sitepoe, 2000).

Menurut Chanoine (dalam Sitepoe, 2000) mengatakan bahwa wanita hamil perokok juga akan mengganggu perkembangan kesehatan fisik maupun intelektual


(33)

memiliki anak. Fertilitas pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan wanita yang tidak merokok.

Menurut Sitepoe (2000), rokok juga bisa menjadi penyebab polusi udara dalam ruangan. Asap rokok menjadi penyebab paling dominan dalam polusi ruangan tertutup. Rokok memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat. Gangguan akut dari polusi ruangan dengan rokok adalah bau yang kurang menyenangkan serta menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Bau polusi rokok akan mempengaruhi rasa tidak enak badan. Bagi penderita asma, polusi ruangan akan memicu terjadinya asma.

2.1.5. Dampak Merokok terhadap Kesehatan

Menurut WHO, kebiasaan merokok telah terbukti menimbulkan 25 jenis penyakit pada berbagai organ tubuh seperti penyakit jantung koroner, kanker paru-paru, bronchitis kronnis, emfisima, penyakit pembuluh darah, perdarahan pembuluh darah otak sampai kelainan kehamilan serta janin yang dikandung oleh ibu yang merokok. Dari sejumlah penyakit itu kematian terbesar perokok disebabkan oleh kanker paru dan bronchitis kronik. Kebiasan merokok pun merupakan penyebab kematian 10% penduduk dunia.

2.1.5.1. Bahaya Rokok pada Saluran Pernapasan

Saluran pernapasan merupakan saluran tempat udara masuk dan keluar selama proses pernapasan. Saluran pernapasan manusia terdiri dari rongga hidung, faring


(34)

(tekak), laring (pangkal tenggorokan). Trakea (tenggorokan). Bronkiolus dan alveolus.

a. Kanker Paru-paru

Kanker merupakan pertumbuhan dan penyebaran sel-sel yang tidak normal dan memiliki ciri yang khas. Kanker yang sudah menyebar dan tidak terkontrol lagi biasanya dapat menyebabkan kematian hampir 30% dari seluruh kematian di dunia diakibatkan oleh kanker. Berdasarkan penelitian dalam beberapa dekade menunjukan bahwa penyebab utama kanker paru-paru adalah asap rokok. Zat-zat karsinogen (pemicu kanker) yang terkandung pada rokok adalah vinyl chloride, benzu-α-pyrenes, dan nitroso-nor-nokotin.

b. Bronchitis adalah peradangan atau iritasi pada bronkus. c. Emfisema

Emfisema merupakan kerusakan pada paru-paru yang umumnya dialami oleh orang berusia diatas 50 tahun, penyakit ini disebabkan oleh rusaknya dinding alveolus menjadi menggelembung. Hal ini menyebabkan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara alveolus dan kapiler darah menjadi terhambat sehingga penderita sulit bernafas.

2.1.5.2. Bahaya Rokok pada Jantung dan Pembuluh Darah a. Jantung Koroner

Jantung adalah organ tubuh yang berfungsi sebagai pemompa darah. Jantung terbentuk dari serabut-serabut otot khusus dan dilengkapi dengan jaringan saraf


(35)

jantung. Dengan semakin tua dan memburuknya kondisi alat-alat tubuh karena berbagai faktor seperti tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol yang meningkat dalam darah maka pembuluh darah akan menyempit dan tersumbat seperti sumbatan karet pada sebuah pipa aliran darah tidak akan sampai keotot-otot jantung yang artinya otot-otot jantung tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen. Kelainan inilah yang disebut jantung korener. Menyempitnya pembuluh arteri koroner secara tiba-tiba dapat menyebabkan penderita merasakan nyeri dada bahkan sampai terjadi serangan jantung mendadak.

b. Ateriosklerosis (penyumbatan pembuluh darah). Merokok merupakan penyebab utama timbulnya penyakit ateriosklerosis yaitu menebal dan mengarahnya pembuluh darah.

2.1.5.3. Bahaya Rokok pada Saluran Pencernaan

Terjadi keseimbangan didalam lambung karena pengeluaran asam yang jika pengeluarannya berlebihan dapat mengganggu organ pencernaan tersebut. Rokok meningkatkan asam lambung yang mengakibatkan lambung terluka atau yang disebut tukak lambung. Perokok akan berisiko menderita gangguan ini dua kali lebih tinggi dari yang bukan perokok (Sitepoe, 1997).

2.1.5.4. Bahaya Rokok pada Otak

Akibat proses ateriosklerosis yakni terjadinya penyempitan dan penyumpatan aliran darah diseluruh bagian tubuh termasuk penyumpatan darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen. Kelainan inilah yang disebut struk. Resiko terjadinya struk bagi perokok dua kali lipat lebih besar dari non


(36)

perokok. Adapun perokok berat beresiko empat kali terkena struk dari pada non perokok.

2.1.5.5. Bahaya Rokok pada Kulit

Rokok dan kanker kulit tidak dapat terpisahkan. Hal ini merupakan temuan dari para peneliti belanda. Para perokok memiliki kemungkinan 3,3 kali lebih besar mengidap karsinoma sel skuamosa dibandingkan mereka yang tidak merokok. Karsinoma sel skuamosa adalah kanker yang berasal dari lapisan tengah epidermis (lapisan bagian atas kulit). Menghisap 21 batang rokok atau lebih per hari dapat meningkatkan resiko penyakit tersebut 4 kali lipat. Para mantan perokok memiliki kemungkinan 1,9 kali lebih besar untuk menderita karsinoma sel skuamosa dibandingkan mereka yang bukan perokok. Mereka yang menghisap 1-10 batang rokok per hari mengalami peningkatan resiko 2,4 kali sedangkan menghisap 11-20 batang rokok per hari meningkatkan resiko tersebut hingga 3 kali lipat.

2.1.5.6. Bahaya Rokok pada Kesehatan Reproduksi

Seseorang yang merokok selama bertahun-tahun darahnya akan tercemar oleh nekotin yang melalui pembuluh darah akan dibawa keseluruh tubuh termasuk ke organ reproduksi. Pada pria racun nikotin akan berpengaruh terhadap spermatogenesis atau proses pembentukan sperma pria.

Gangguan kesehatan reproduksi pada wanita yang disebabkan oleh kebiasan merokok beda dengan pria. Gangguan pada wanita yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi bermacam-macam bentuknya mulai dari gangguan menstruasi, menopause


(37)

gangguan pematangangan pada sel telur sehingga pada wanita yang sering terkena asap rokok sulit terjadi kehamilan (Bustan, 2000).

2.1.6. Kategori Perokok a. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polusi bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).

b. Perokok Aktif

Menurut Bustan (2000), rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

2.1.7. Jumlah Rokok yang Dihisap

Menurut Bustan (2000), jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas tiga (3) kelompok yaitu:

1. Perokok Ringan apabila merokok kurang dari 10 batang rokok per hari. 2. Perokok Sedang jika menghisap 10-20 batang rokok per hari.


(38)

2.1.8. Lama Menghisap Rokok

Menurut (Bustan, 2000), lamanya seseorang merokok dapat diklasifikasikan menjadi kurang dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok akan semakin besar pengaruhnya.

Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini (Smet, 1994). Merokok sebatang sehari akan meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali per menit (Sitepoe, 1997).

Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dampak rokok bukan hanya untuk perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Walaupun dibutuhkan waktu 10-20 tahun tetapi terbukti merokok mengakibatkan 80% kanker paru dan 50% terjadinya serangan jantung, impotensi dan gangguan kesuburan (Sitepoe, 1997).

Menurut Bustan (2000), lama menghisap rokok dikategorikan : 1. Menghisap rokok < 10 tahun.

2. Menghisap rokok > 10 tahun. 2.1.9. Cara Menghisap Rokok


(39)

2. Ditelan sampai ke dalam mulut (di mulut saja) 3. Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam)

Rokok yang dihisap dapat meningkatkan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini disebabkan karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “kramp” sehingga tekanan darah naik.

2.2. Haemoglobin (Hb) 2.2.1. Definisi

Haemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut heme dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul haemoglobin dalam setiap sel darah merah (Corwin, 2000).

Haemoglobin adalah merupakan zat protein yang ditemukan dal sel darah merah (SDM), yang memberi warna merah pada darah. Haemoglobin terdiri dari zat besi yang merupakan pembawa oksigen, kadar haemoglobin yang tinggi atau abnormal terjadi karena keadaan hemokonsentrasi akibat dari dehidrasi (kehilangan cairan), kadar haemoglobin yang rendah berkaitan dengan berbagai masalah klinis (Corwin, 2000).

2.2.2. Jenis- Jenis Haemoglobin


(40)

1. Oksihaemoglobin

Oksihaemoglobin merupakan haemoglobin tanpa oksigen (haemoglobin tereduksi) yang mempunyai warna ungu muda, haemoglobin teroksigenasi penuh, dengan tiap pasangan hame + globulin membawa dua atom oksigen, berwarna kuning merah. Simbol untuk oksihaemoglobin adalah Hbo8, tetapi Hbo2 adalah konfensionl.

2. Karboksihaemoglobin

Karboksihaemoglobin merupakan karbonmonoksida yang terikat ke haemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Sehingga adanya karbonmonoksida (karena banyak menghisap rokok), maka lebih mungkin terbentuk karboksihaemoglobin. Karboksihaemoglobin berwarna merah ceri terutama didalam larutan encer. 3. Haemoglobin terglikosilasi

Haemoglobin terglikosilasi merupakan haemoglobin yang diikat keglukosa untuk membentuk dirifat yang stabil bagi kehidupan eritrosit.

4. Mioglobin

Mioglobin merupakan haemoglobin yang disederhanakan, terdapat di otot rangka dan jantung, di tempat mioglobin dapat bekerja sebagai reservoir oksigen yang sedikit dan dilepaskan setelah atau Crush injury atau iskemia. Karena berat molekulnya rendah, ia cepat dibersihkan dari plasma dan terdapat sebagai mioglobinuria, yang merupakan indeks kerusakan sel otot yang sensitive juga dari gerak badan yang hebat.


(41)

5. Haptoglobin

Haptoglobin merupakan globulin spesifik yang mengikat haemoglobin pada globin. Berfungsi untuk mangkonserfasi besi setelah hemolisa intrafakuler, ia mengikat haemoglobin sekitar 1,25g/l plasma dan hanya konsertrasi itu ada haemoglobin bebas yang hilang kedalam urin atau terikat kohaemopeksin.

6. Haemopeksin

Haemopeksin merupakan glikoprotein yang terikat dengan sisa haemoglobin. Konsentrasinya di dalam plasma normal sekitar 0,5 g/l.

2.2.3. Faktor yang Memengaruhi Kadar Haemoglobin

Kadar haemoglobin dalam darah maupun kerja atau fungsi haemoglobin yang optimal dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal, meliputi (Bustan, 2000) :

1. Makanan atau Gizi

Zat-zat gizi atau komponen gizi yang terdapat dalam makanan yang dimakan digunakan untuk menyusun terbentuknya haemoglobin yaitu Fe (zat besi) protein. 2. Fungsi Jantung dan Paru

Jantung berfunsi memompa darah keseluruh tubuh. Dalam darah terdapat haemoglobin yang membawa oksigen keseluruh tubuh sebagai pembentukan energy. Sedangkan paru berfungsi untuk menghisap oksigen dari udara luar yang kemudian disuplai ke aliran darah dengan adanya ikatan antara haemoglobin dan paru mempengaruhi kerja jantung yang optimal.


(42)

3. Fungsi Organ-organ Tubuh Lain

Misalnya fungsi hepar dan ginjl yang membantu dalam proses pembentukan eritrosit dan haemoglobin.

4. Merokok

Menurut Giam, dkk (1993), merokok mengurangi kelembabaan haemoglobin membawa oksigen dari darah. Juga pengaliran darah ke organ-organ vital dan jaringan-jaringan (seperti jantung, otak dan otot) akan berkurang. Secara timbulnya stress terhadap organ-organ vital seperti jantung.

5. Penyakit yang menyertai

Penyakit yang diderita membutuhkan lebih banyak zat gizi dan oksigen untuk pembentukan energy guna penyembuhan penyakit yang diderita.

2.2.4. Kadar Haemoglobin Normal

Menurut (Corbett, 2000) kadar haemoglobin adalah: 1. Pria : 13 - 18 g/100 ml

2. Wanita : 12 - 16 g/100 ml

2.3. Karbonmonoksida (CO) 2.3.1 Definisi

Karbonmonoksida adalah gas tidak berwarna,tidak berasa, tidak berbau, tidak menyebabkan iritasi, mudah terbakar dan merupakan gas beracun. Sifat yang sulit untuk dideteksi ini menjadikan karbon monoksida dikenal sebagai silent killer. Dampak yang paling sering karena karbon monoksida biasanya pada pekerja yang


(43)

terkena paparan karbonmonoksida ditempat kerja. Konsentrsi tinggi karbon monoksida dalam darah seseorang dalam hitungan menit dapat menyebabkan distress pernapasan dan kematian (Lingyun, 2005).

Sejumlah kecil gas karbon monoksida (CO) dibentuk didalam tubuh sebagai produk sampingan dari degradasi hemoglobin. Lingkungan merupakan sumber utama karbon monoksida termasuk knalpot mobil, asap rokok dan bahan bakar fosil. Gas yang mengandung CO salah satunya yaitu berasal dari gas buangan dari mesin yang menggunakan bensin yang mengandung 6% dari gas CO atau lebih (Lingyun, 2005).

Laporan WHO (1999) menyatakan paling tidak 90% dari CO di udara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Sumber kontribusi terbesar karbon monoksida adalah dari kendaraan bermotor yang diperkirakan sekitar 50%. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan mendekati 60 juta ton per tahun.

Menurut Ganong (2008), karbonmonoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, yang diproduksi oleh segala proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau pembakaran di bawah tekanan dan temperatur tinggi seperti yang terjadi di dalam mesin. Asap rokok mengandung sekitar 400 ppm gas monoksida sehingga menjadi sumber polusi CO bagi perokok aktif dan pasif. Karbon monoksida memiliki dampak buruk terhadap kesehatan karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat Hb menjadi karbon monoksida seperti pada reaksi berikut:


(44)

Hal ini disebabkan karena afinitas CO terhadap Hb kira-kira 210 kali lebih kuat daripada afinitas O2 terhadap Hb. Reaksi ini menyebabkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 kepada jaringan tubuh. Gas CO dalam dosis rendah menimbulkan efek atau gangguan pada penderitaan penyakit paru, jantung ataupun perokok yang sebagian dari hemoglobin sudak terikat oleh CO.

Karbonmonoksida (CO) yang dihisap oleh perokok tidak akan menyebabkan keracunan CO sebab pengaruh CO yang dihirup oleh perokok sedikit demi sedikit, dengan lamban namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan nafas. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit, lebih kuat dibandingkan oksigen sehingga setiap ada asap tembakau disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang ditambah lagi eritrosit akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-6% pada saat merokok sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm sudah dapat meningkatkan kadar karboksihemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Anggraeni, 2009).

2.3.2. Keracunan Karbonmonoksida

Racun adalah suatu zat yang berasal dari alam maupun buatan yang bekerja pada tubuh baik secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksis dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh serta dapat menyebabkan kematian (IAPA, 2008).

Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam tubuh manusia, racun dibagi menjadi yang bekerja local dan sistemik. Racun yang bekerja lokal dapat bersifat korosif,


(45)

terhadap salah satu system contohnya barbiturate, alkohol, digitalis, asam oksalat, dan karbonmonoksida. Adapun racun yang bekerja lokal maupun sistemuk misalnya arsen, asam karbol dan garam Pb (Lingyun, 2005).

Satuan konsentrasi CO diudara adalah ppm atau parts per million. Untuk mengukur kadar CO tersebut digunakan gas analyzer dengan satuan persen volume, dimana 1 ppm setara dengan 10-4

CO dapat terbentuk secara alamiah tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbonmonoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam (Lingyun, 2005).

%. Selain dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna diluar tubuh, gas CO juga dihasilkan dalam jumlah kecil (kurang dari 0,5 %) dari katabolisme normal cincin protoporfirin hemoglobin di dalam tubuh dan tidak toksik bagi tubuh (Anggraeni, 2009).

Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestic (Smart, 2001).

Berdasarkan laporan WHO (1992), dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap


(46)

rokok yang sedang dihisapnya. Sumber lain CO adalah gas arang batu yang mengandung kurang lebih 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas, kompor gas, dan cerobong asap yang bekerja tidak baik.

Menurut WHO (1999), gejala toksisitas atau keracunan ringan meliputi sakit kepala dan mual-mual pada konsertrasi kurang dari 100 ppm. Konsentrasi serendah 667 ppm dapat menyebabkan 50% hemoglobin tubuh berubah menjadi karboksihemoglobin (HbCO). Karboksihemoglobin cukup stabil namun perubahan ini bisa reversible atau dapat kembali keadaan awal. Karboksihemoglobin tidaklah efektif dalam menghantarkan oksigen di dalam system sirkulasi atau transportasi darah. Karena itu beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Sebagai akibatnya paparan pada tingkat ini dapat membahayakan jiwa.

Menurut Organisasi Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Amerika Serikat membatasi paparan gas karbon monokksida ditempat kerja maksimal sebesar 50 ppm. Mekanisme bagaimana karbonmonoksida mengakibatkan efek keracunan belum sepenuhnya dimengerti. Kebanyakan pengobatan akibat keracunan gas karbon monoksida adalah memberikan 100% oksigen atau terapi oksigen heperbarik. Walaupun pengobatan ini masih kontroversial. Keracunan karbon monoksida domestik dapat dicegah dengan menggunakan gas detektor yang ada sensor untuk mendeteksi gas ini, bisa juga alat khusus detektor karbon monoksida baik yang dipasang secara tetap maupun yang portable.


(47)

2.3.3. Toksikokinetika CO

CO diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara reversible, membentuk karboksihemoglobin (HbCO). Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskular lain, seperti cytochrome coxidase dan cytochrome P-450. Afinitas CO terhadap protein heme bervariasi 30 sampai 500 kali afinitas oksigen tergantung pada protein heme tersebut. Untuk hemoglobin, afinitas CO 208-245 kali afinitas oksigen (Smart, 2001).

CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan Hb dengan CO bersifat reversibel dan setelah Hb dilepaskan oleh CO, sel darh merah tidak mengalami kerusakan. Absorbsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan (ambient air), kadar HbCO sebelum pemaparan (kadar HbCO inisial), lamanya pemaparan dan ventilasi paru. Bila orang yang telah mengabsorbsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar HbCO semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung HbCO lagi. Inhalasi oksigen mempercepat ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit kadar HbCO telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Umumnya kadar HbCO akan berkurang 8-10% tiap jamnya. Hal ini penting untuk dapat mengerti mengapa kadar HbCO dalam darah korban rendah atau negative pada saat diperiksa sedangkan korban menunjukkan gejala dan atau kelainan histopatologis yang lazim ditemukan pada keracunan CO akut (Alviventiasari, 2012).


(48)

2.3.4. Toksikodinamika CO

CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan CO bersaing dengan oksigen dalam mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokroma a3) dan sitokrom P-450, peroksidase dan katalase. Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dan sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi HbCO mengakibatkan Hb menjadi in aktif sehingga kemampuan darah berkurang untuk mengangkut oksigen. Selain itu adanya HbCO dalam darah akan menghambat disosiasi Oxi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang penting dalam sistem enzim pernafasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.

2.3.5. Tanda dan Gejala Keracunan CO

Umumnya jalur keterpajanan gas karbonmonoksida adalah melalui jalan pernapasan atau terhirup/inhalasi (inhalation). Gas ini dikelompokkan sebagai bahan kimia asfiksia (asphyxiate). Gas tersebut mengakibatkan racun dengan cara meracuni hemoglobin (Hb) darah. Hb berfungsi mengikat darah dalam bentuk HbO. Setelah CO mengikat haemoglobin darah terbentuk ikatan : HbCO maka otomatis oksigen akan terusir. Dengan mekanisme ini tubuh mengalami kekurangan oksigen dan gejala asfiksia atau kekurangan oksigen akan terjadi. Sebab afinitas atau sifat pengikatan /daya lengket karbonmonoksida ke hemoglobin darah dibandingkan dengan oksigen jauh lebih besar sebanyak 200-3000 kali lipat. Dalam jumlah sedikit pun gas karbon monoksida jika terhirup dalam waktu tertentu dapat menyebabkan gejala racun


(49)

Berikut gejala keracunan CO : 1. Gejala Akut-Waktu Singkat

Gas karbonmonoksida adalah gas beracun. Gejalanya dapat terjadi perlahan-lahan dan kerap terjadi secara mendadak cepat. Ini bergantung dari konsentrasi dan lama paparan. Indikasinya bibir dan kuku jari akan berubah menjadi agak merah. Ini suatu tanda adanya paparan yang melampaui batas yang bisa diterima oleh tubuh. Orang yang terpapar mengalami gejala sakit kepala, pernapasan jadi pendek dan dangkal, pusing, mendesah dan mual. Pada konsentrasi yang tinggi bisa saja terjadi pingsan atau tidak sadarkan diri dan mungkin berakibat kematian. Gejalanya juga bisa berupa penglihatan terganggu dan kehilangan ingatan.

2. Gejala Kronik – Gejala Jangka Panjang

Kajian klinis menunjukan adanya hubungan antara paparan gas karbon monoksida untuk pekerjaan tertentu seperti petugas pemadam kebakaran, pekerja proyek/ foundry dan kejadian meningkatnya penyakit jantung. Gas karbon monoksida adalah gas toksin reproduksi. Kajian klinis secara inhalasi terhadap tikus (hamil) menunjukkan dampak negatif. Melibatkan konsentrasi sekitar 65 ppm/24 jam maka akan menunjukkan gejala atau efek negatif terhadap sistem reproduksi.

Organ tubuh yang diracuni adalah sistem pernapasan, sistem sirkulasi, sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat dan sistem reproduksi. Paparan (Exposure) dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Alviventiasari, 2012) :


(50)

Tabel 2.2. Efek Keterpaparan Gas Karbonmonoksida Konsentrasi Rerata 8 Jam (ppm) Konsentrasi HbCO Didalam Darah (%) Gejala

25 – 50 2,5 - 5 Tidak ada gejala

50 – 100 5 - 10 Aliran darah meningkat, sakit kepala ringan

100 - 250 10 - 20 Tegang daerah dahi, sakit kepala, penglihatan agak terganggu

250 – 450 20 - 30 Sakit kepala sedang, berdenyut-denyut, dahi (throbbing temple), wajah merah dan mual

450 – 650 30 - 40 Sakit kepala berat, vertigo, mual, muntah, lemas, mudah terganggu, pingsan pada saat bekerja

650 – 1000 40 - 50 Seperti diatas, lebih berat, mudah pingsan dan jatuh 1000 – 1500 50 - 60 Koma, hipotensi, kadang disertai kejang, pernafasan

Cheyne- Stokes

1500 – 2500 60 - 70 Koma dengan kejang, penekanan pernapasan dan fungsi jantung, mungkin terjadi kematian.

2500 - 4000 70 - 80 Denyut nadi lemah, pernapasan lambat, gagal hemodinamik, kematian.

Sumber : Alviventiasari, 2012 2.3.6. Sumber Karbonmonoksida

Karbonmonoksida dapat terjadi diberbagai lingkungan baik secara alamiah ataupun buatan, berikut sumber/tempat karbonmoksida dalam konsentrasi ppm :

Tabel 2.3. Konsentrasi dan Sumber Karbonmonoksida

No Konsentrasi Sumber atau Tempat

1 0,1 ppm Kadar latar atmosfer diukur secara MOPITT. 2 0,5 – 5 ppm Kadar rerata di rumah.

3 5 – 15 ppm Kadar dekat kompor gas. 4 100 – 200 ppm Daerah pusat kota.

5 5.000 ppm Cerbong asap rumah dari pembakaran kayu. 6 7.000 ppm Gas knalpot mobil yang tidak diencerkan. 7 30.000 ppm Asap rokok yang tidak diencerkan. Sumber : Wikipedia, 2012


(51)

2.4. Karakteristik Responden 2.4.1. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan – penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.

2.4.2. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2.4.3. Pekerjaan

Jenis pekerjaan berperan dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yaitu adanya faktor-faktor lingkungan yang dapat langsung menimbulkan kesakitan seperti bahan kimia, situasi pekerjaan yang penuh dengan stress, ada tidaknya gerak badan dalam pekerjaan, karena berkerumun dalam satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja.

2.5. Perilaku Merokok

Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultan antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang


(52)

bersifat given atau bawaan. Faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian Rogers (1974) yang dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku, maka terjadi proses yang berurutan yakni :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam dari mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation yakni menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption yakni subjek tidak berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulasi.

Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap). Untuk memberikan respon terhadap situasi di luar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif atau tanpa tindakan (Notoatmodjo, 2003).

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:


(53)

2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subyek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang dihadapi di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan suatu rangsangan dari luar.

2.5.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Menurut Wahit (2006), Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah


(54)

diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan. Contoh menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi ( Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari kepada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis ( Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.


(55)

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

Untuk memperoleh pengetahuan manusia melakukan tiga cara yaitu melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui pengalaman langsung ini akan membentuk kerangka fikir individu untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui pendidikan formal atau resmi (sekolah) maupun dari pendidikan non formal (tidak resmi).

2.5.2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Menurut Notoadmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni :

1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).


(56)

2. Merespon (Responding) adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk merespon (secara positif maupun negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2007). Sikap bukanlah suatu benda, ini adalah proses suatu interaksi yang melibatkan tidak saja orang dan objek tetapi semua faktor yang hadir dalam setiap situasi (Ahmadi, 1991).

Menurut Newcomb, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Allport (1954) didalam Notoatmodjo (2003),


(57)

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Menurut Purwanto (1999), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kencenderungan untuk bertindak terhadap suatu objek. Ciri-ciri sikap adalah: 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk sepanjang perkembangan

orang itu dlam hubungan dengan objeknya.

Sikap ini membedakan dengan sifat-sifat biogenesis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dirumuskan dengan jelas. 4. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang

membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

5. Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi dan mengharapkan. Sedangkan sikap yang negatif terdapat kecenderungan untuk menghindari,


(58)

membenci, tidak menyukai objek tertentu (Purwanto, 1999). Sikap dapat pula dibedakan atas:

1. Sikap positif

Sikap yang menunjukan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku diman individu itu berada.

2. Sikap negatif

Sikap yang menunjukan atau yang memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. Fungsi sikap:

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. 2. Sebagai alat pengukur tingkah laku. 3. Sebagai alat pengatur pengalaman. 4. Sebagai pernyataan kepribadian.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif


(59)

terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan antara lain:

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2.5.3. Tindakan (Practise)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tindakan terdiri dari 4 tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator tindakan tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara mencuci dan memotongnya, lama memasak, menutup pancinya dan sebagainya.


(60)

3. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

4. Adaptasi (Adaptation) yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.6. Landasan Teori

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi sebagai factor predisposisi disamping factor pendukung seperti lingkungan fisik, prasarana dan factor pendukung yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan. Lingkungan fisik sangat mempengaruhi kesehatan manusia yaitu perilaku merokok dapat menyebabkan Karboksihaemoglobin.

Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber

Penularan

Media Manusia Dampak

Kesehatan Rokok


(61)

Sumber : Modifikasi Achmadi, 2010

Dengan mengacu pada gambar skematik tersebut diatas maka simpul-simpul dalam penelitian ini yang berhubungan dengan Karboksihaemoglobin sebagai berikut:

a. Simpul 1, yaitu sumber penularan penyakit adalah perokok aktif. b. Simpul 2, yaitu media transmisi penyakit adalah kadar CO c. Simpul 3, yaitu perilaku merokok

d. Simpul 4,yaitu kejadian penyakit atau gangguan dari hasil hubungan interaktif manusia dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan manusia, yaitu sakit atau sehat (Achmadi, 2010).


(62)

2.7. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Perilaku Merokok :

- Pengetahuan - Sikap

- Tindakan - Jenis Rokok - Lama Merokok

- Jumlah Rokok yang Dihisap - Cara Menghisap Rokok

Karboksihemoglobin (HbCO) Karakteristik Perokok

- Umur

- Pendidikan

- Pekerjaan


(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survai bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik perokok, kadar CO dalam rumah dan perilaku merokok dengan kadar Karboksihemoglobin (HbCO) pada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena masyarakat di Lingkungan I Kelurahan Wek V mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah pada saat berkumpul dengan keluarga.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai Juni 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan sebanyak 1.350 orang.


(64)

3.3.2. Sampel

Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini, menggunakan rumus Taroyamane yang dikutip Notoatmodjo (2003), sebagai berikut :

Rumus : N n =

1 + N (d2 Keterangan :

)

N = besar populasi n = besar sampel

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,22 N = 1.350 orang

)

maka :

1.350 n =

1 + 1.350 (0,22) 1.350

n =

1 + 54 1.350 n =

55

n = 24,54  30 responden

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh maka jumlah sampel adalah 30 responden dalam penelitian ini, dengan menggunakan teknik purporsive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.


(65)

1. Kriteria inklusi - Perokok aktif

- Bersedia menjadi responden

- Berada di lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan 2. Kriteria eksklusi

- Bukan perokok aktif

- Tidak bersedia menjadi responden

- Tidak berada di lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan

3.4. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional

No Nama

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Variabel

Independen :

Kadar CO

Konsentrasi CO sesuai Permenkes RI No. 1077 Tahun 2011. Pengu-kuran Seven Channel air quality monitor 1.Memenuhi syarat kesehatan (< 9,00 ppm) 2.Tidak memenuhi syarat kesehatan (> 9,00 ppm) Nominal

2 Pengetahuan Kemampuan

responden dalam hal pemahaman nya tentang rokok. Wawan-cara Kuesio-ner

- Baik > 75% dari jumlah skor -Sedang 45-75% dari jumlah skor -Buruk < 45 % dari jumlah skor


(1)

Dengan nilai probabilitasnya adalah : P = 1 / (1 + e -y) = 1 / (1 + 2,7( -0,233)

Dengan demikian probabilitas responden untuk mengalami Karboksihaemoglobin (HbCO) adalah 55,76 %. Dan dideskripsikan bahwa perubahan umur mempengaruhi kadar Karboksihaemoglobin (HbCO) sebesar 55,76 %.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada hubungan antara umur, pekerjaaan, dan tindakan dengan kadar karboksihaemoglobin (HbCO) didalam darah.

2. Tidak ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan, sikap, dan kadar CO dengan kadar karboksihaemoglobin (HbCO) didalam darah.

3. Variabel yang berpengaruh terhadap karboksihaemoglobin (HbCO) adalah pekerjaan di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan.

6.2. Saran

1. Disarankan kepada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan agar tidak merokok di dalam ruangan pada saat berkumpul dengan keluarga karena asap rokok bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap perokok pasif yaitu orang yang berada berdekatan dengan perokok yang turut menghisap rokok.

2. Disarankan kepada perokok aktif di Lingkungan I Kelurahan Wek V Kota Padang Sidempuan agar mengurangi konsumsi rokok karena kebiasaan merokok dapat menimbulkan 25 jenis penyakit pada berbagai organ tubuh seperti penyakit jantung koroner, kanker paru- paru, penyakit pembuluh darah, perdarahan pembuluh darah otak sampai kelainan kehamilan serta janin yang dikandung oleh ibu yang merokok.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F., 2011. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan, Jakarta: Rajawali Press.

Aditama., 2002. Rokok dan Kesehatan, Jakarta : Universitas Indonesia

Aditama TJ, 2004, Sepuluh Program Penaggulangan Rokok, Majalah Kedokteran Indonesia, vol 54, no 7, pp. 255 – 59.

Arikunto, S., 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010, Jakarta: Rineka Cipta.

Arjatmo T & Hendra U.2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI

Anggraeni, S. I. N., 2009. Pengaruh lama paparan asap knalpot dengan kadar CO 1800 ppm terhadap Gambaran Hispatologi Jantung pada tikus Wistar. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Alviventiasari. R., 2012. Pengaruh Pemberian Dosis Bertingkat Jus Mengkudu Terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Galur Wistar Yang diberi Paparan Asap Rokok. Skripsi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Bustan. N.M., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta. Rineka Cipta. Corwin.E., 2000. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC.

Cadwell.E., 2001. Berhenti Merokok, Yogyakarta: Pustaka Populer.

Drastyawan, 2001. Pengaruh Asap Rokok Tehadap Saluran Nafas, Journal Respirologi Indonesia, Official Journal of the Indonesian Association of Pulmonologist, vol.1, pp. 31-7.

Depkes RI, 2010. Pembangunan Kesehatan Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI.


(4)

________, 2012. Pembangunan Kesehatan Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI.

Fardiaz. S., 2006. Polusi Air dan Udara. Jakarta. Kanisius.

Fauzan, H., 2003. Penentuan Kadar Nikotin Dalam Asap Rokok, Jurnal Makara Kesehatan, Volume 7 No.2.

Ganong. F.W., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 2, bagian Pernafasan. Jakarta.

Industial Accident Prevention Association., 2008. Carbon Monoxide In the Workplace, diakses 20 Januari 2013.

Lingyun. W dan Wang. R.,2005. Carbon Monoxide : Endogenous Production, Physiological Functions, and Pharmacological Applications,

Maulana. H.D.J., 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku EGC. Jakarta

Mukono. J., 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Airlangga University Press. Surabaya.

Mulyanto.J.,Rahmawati.I.,Selvia., 2011. Hubungan Kadar HbCO dengan Kapasitas Vital Paru Pedagang di Terminal Bus Purwokerto, Mandala Of Health, Volume 5, No.2.

Notoatmodjo, S., 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

______________.,2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta : Rineka Cipta

______________., 2003. Pendidikan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Riset Kesehatan Dasar, 2007. Departemen Kesehatan RI. Diakses 10 Februari 2013.

__________________,2010. Departemen Kesehatan RI. Diakses 21 Desember 2012.


(5)

Riyanto, A., 2009. Pengolahan Dan Analisis Data Kesehatan,Yogyakarta: Nuha Medika.

Rochadi, R.K, 2004. Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Pada

Remaja Sekolah SMU Negeri Di 5 Wilayah DKI Jakarta. Disertasi, Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Ruli A, M., 2005. Waspadai Bahaya Merokok. www.Combat 2005.Glogdrive.com Rogayah., 2012. Asap Rokok sebagai Bahan Pencemar dalam Ruangan. Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Persahabatan, Jakarta.

Sarwono. J., 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Cetakan I. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sastrawijaya. T.A., 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta. Rineka Cipta.

Sastroasmoro, S., Ismael S., 2004. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta: Binarupa Aksara.

Sastroasmoro, S, 1995. Pemilihan Subjek Penelitian. Dalam : Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta. hal: 42-9

Sianturi. G., 2003. Merokok Dan Kesehatan. http.//kompas.com. Diakses 20 Mei 2013.

Sitepoe.M., 1997. Kekhususan Rokok Di Indonesia. Jakarta. Grasindo.

Sitepoe.M, 2000. Kekhususan Rokok Di Indonesia. Cetakan I. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta.

Smart.R ; Hodgson. E., 2001. Cardiovascular Toxicity Introduction to Biochemical Toxicology. United States : Icon Learning System.


(6)

Tarigan, A.M., 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Untuk Merokok di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

WHO.,1999. Environtmental Health Criteria 213 Carbon Monoxide (Second Edition). Diakses 19 Maret 2013,

Widiyarso, J. (2008). Iklan Rokok Merajalela, Remaja Perokok. Diakses tanggal 15 Januari 2011 dari http://gudeg.net/news/2008/05/3595/Iklan-Rokok- Merajarela-Perokok-Meningkat.html.