BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi - Hubungan Merokok dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak Alergi

  2.1.1. Definisi

  DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat diperantarai sel atau reaksi imun tipe IV yang disebabkan oleh kontak kulit dengan alergen

  6.20 lingkungan.

  2.1.2. Epidemiologi

  DKA terjadi pada 5-11% pria dan 13-18% wanita. Di Indonesia terlihat bahwa frekuensi DKA menunjukkan peningkatan dalam tahun-tahun terakhir ini. Di bagian Alergi-Imunologi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo(RSCM) Jakarta pada tahun 1988 dilaporkan 35 kasus yang berumur antara 6-67 tahun, 21 diantaranya dengan DKA yang tidak diketahui penyebabnya dan 14 orang dengan dermatitis kronis non spesifik yang

  1 penyebabnya tidak diketahui.

  2.1.3. Faktor predisposisi

2.1.3.1. Usia

  Selama dekade terakhir, beberapapenelitian telahmemperlihatkan DKsebagai penyebab pentingpada dermatitismasa kanak-kanak, meskipunalergen

  6,23 palingsering yang diidentifikasiantara kelompokusiaadalah berbeda. Hasil reaksiuji tempel positif cenderung meningkatdengan usiakarena akumulasialergiyang diperolehselama hidupnya. Orang dewasamuda lebihcenderung mengalami alergipekerjaan ataukosmetiksedangkanorang tua lebih

  5 cenderungterjadi sensitivitas obat. Usia merupakan faktor penting dalam setiap

  20,24 penelitian uji tempel.

  2.1.3.2. Jenis kelamin

  Perbedaan jenis kelamindalam terjadinyaDKA sebagian besar tidak

  6

  diketahui. Wanitabiasanyalebih seringdiuji tempel, dan memiliki lebih banyak

  24,25

  hasilpositifdaripada pria. Perbedaan jenis kelaminmungkin disebabkanfaktor- faktor sosial danlingkungan dimanawanita lebih mungkinuntukmemiliki sensitivitasnikelkarena peningkatanpemakaianperhiasan, danprialebih mungkin

  24,25 untukmemiliki sensitivitaskromatakibat paparan pekerjaan.

  2.1.3.3. Ras

  Peranrasdalam kejadian DKA terhadapbeberapaalergenpoten

  6

  sepertiPara-Phenylenediamine(PPD)masih kontroversial. Penelitian yang terbatasmenunjukkantingkat sensitisasilebih rendah terhadapnikel danneomisin di

  6,17,23

  Afrika Amerika dibandingkan dengan Kaukasia. Berkenaan denganprotokoluji tempel, penilaian reaksi positifmungkin sedikitlebih sulit padajeniskulit yang lebih gelap(Fitzpatrick tipeVdanVI). Hal ini disebabkan oleh eritemayang tidakjelas sehinggaterjadirisikomengabaikanreaksialergi positif

  6 ringan.

  2.1.3.4. Dermatitis atopik (DA)

  Sampai saat ini, pasien dengan DA kebanyakan dianggap kurang mungkin untuk menderita DKA.Beberapa peneliti telah melaporkan penurunan frekuensi sensitisasi kontak antara individu dengan DA. Ada juga sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa sensitisasi kontak dalam DA berhubungan

  23,24 terbalik dengan keparahan klinis DA.

  2.1.3.5. Penyakit penyerta

  Penyakit penyerta yang sering adalah gangguan yang terkait dengan defisiensi imun, sepertiAcquired Immunodeficiency Syndrome(AIDS), penyakit yang beragam seperti limfoma, sarkoidosis, kusta lepromatosa, dan dermatitis

  20,23 atopik telah dikaitkan dengan kurangnya reaktivitas atau anergi.

  2.1.3.6. Faktor-faktor lain

  Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya sensitisasi bervariasi dengan usia, faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan pekerjaan. Penelitian telahmenyelidikihubungan yang mungkin antarafaktor-faktor gaya hidupseperti

  15,16 minum alkohol dan merokoktembakaudengansensitisasikontak.

2.1.4. Etiologi

  Ada sekitar 25bahan kimiapenyebab DKA, termasukpoison ivy, nikel, sarung tangan karet, pewarna rambut dan tato temporer, tekstil, bahan pengawet,

  4,8,29 fragrance , kortikosteroid, neomisin, benzokain, tabir surya.

2.1.5. Patogenesis

  DKA merupakan reaksi hipersensitivitas diperantarai selyang lambat (tipe IV)akibat adanyapaparan dan sensitisasi berikutnya hostyang rentan secara genetikterhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulangakan memicu

  2,4,6,8

  reaksi inflamasi kompleks. Ini merupakan perbedaanpenting dengan DKIdimana DKI tidak adareaksisensitisasidanintensitasreaksi

  6,7,26

  inflamasiiritasisebanding dengandosis, konsentrasi danjumlahiritan. Adadua

  6,24,25 fase berbedadalam DKA yaitufasesensitisasidan faseelisitasi.

  2.1.5.1. Fase sensitisasi

  Sebagian besar alergen adalah molekul lipofilik dan kecil (<500 Dalton) yang mampu menembus stratum korneum dan mencapai sel penyaji antigen dalam epidermis (sel Langerhans) atau dermis (sel dendritik dermal).Bahan-bahan kimiawi ini merupakan antigen yang tidak lengkap atau hapten dimana harus ditangkap oleh sel penyaji antigen, diinternalisasi, diikat ke protein kompleks histokompatibilitas major, dan diekpresikan kembali pada permukaan sel untuk menjadi antigen lengkap.Sel penyaji antigen kemudian migrasi ke kelenjar getah bening lokal dimana alergen yang baru dibentuk dipresentasikan ke sel T naif.

  Limfosit ini selanjutnya mengalami proliferasi klonal dan berdiferensiasi menjadi sel efektor, supresor, dan memori Cluster of Differentiation (CD)4 dan CD8 yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan kulit. Proses ini terjadi selama 10-15 hari

  21 dan jarang menimbulkan lesi kulit yang terlihat.

  2.1.5.2. Fase elisitasi

  Paparan berulang terhadap alergen menyebabkan sel T yang tersensitisasi sebelumnya menghasilkan Interleukin (IL)-1, IL-2, dan Interferon (IFN)- γ.

  Limfokin-limfokin ini menginduksi proliferasi sel T sitotoksik dan perekrutan

  21

  makrofag. Selain itu, sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon (IFN)- γuntuk mengaktifkan keratinosit yang mengekspresikanIntercellular Adhesion

  6,10,20

Molecule (ICAM)-1 dan HLA-DR. Molekul ICAM-1 memungkinkan

  keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain yang mengekspresikan molekulLymphocyte Function-associated Antigen(LFA)-1 sedangkan ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini juga.Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi sel T sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin termasuk

  IL-1, IL-6, dan Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor (GMCSF), yang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan aktivasi sel T.

  Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan

  10,20,26

  eikosanoid. Adanya kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi

  26 sel mast dan makrofag.

  Histamindari selmastdaneikosanoiddari selmast, keratinosit, daninfiltrasileukosit menyebabkandilatasipembuluh darah danpeningkatan permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel proinflamatori larut yang beredar. Kaskadeini menyebabkanresponklinis inflamasi DKA, kerusakanselular, dan

  10,27 selanjutnyaprosesperbaikan.

  Dalam waktu 8-48 jam, sel-sel efektor ini dan sitokin proinflamatori akan menyerang epidermis dan menimbulkan gambaran klinis dermatitis. Bila tidak diobati, proses ini akan berlanjut selama beberapa hari atau minggu hingga sel supresor yang terutama mensekresikan IL-4 dan IL-10 mengambil alih dan

  21 menghambat reaksi.

  2.1.6. Gambaran klinis

  Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis

  6,20 berupaefloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.

  2.1.6.1.Fase akut

  Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontakdengan bahan penyebab. Pada yang ringan hanya berupa eritema danedema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih hebat disertaivesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi.Lesicenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subjektif

  6,20,28 berupa gatal.

  2.1.6.2.Fase sub akut

  Pada fase ini akan terlihateritema, edema ringan, vesikula, krusta dan

  6,28 pembentukan papul-papul.

  2.1.6.3.Fase kronis

  Lesi cenderung simetris,batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, skuama, terlihat pulabekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta

  6,20,28 serta eritema ringan.

2.1.7. Diagnosis

  Untuk menetapkan bahan alergen penyebab DKA,diperlukan anamnesis

  5,6,28 yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.

  Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari penyebab yang penting dalam menentukan terapi serta tindak lanjutuntuk mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaanpersonal mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.

  Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papuldengan pembentukan vesikel yang jika pecahakan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas,

  5,6,20 dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

  Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukanuntuk konfirmasi dan diagnostik

  4

  tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik. Uji tempel dapat dilakukan dengan Thin-layer Rapid-Use Epicutaneous (TRUE) atau dengan

  chamber aluminium yang disiapkan tersendiri (Finn) yang dipasang pada tape 4,27,29

  

Scanpor . Serangkaian alergen standar atau dasar direkomendasikan untuk

4,30,31

  penggunaanpada setiap orang yang menjalani uji tempel. The European

  

Standard Series adalah yang paling umum digunakan di Eropa dan tempat lain di

  31

  dunia. Dalam protokol uji tempel umum, jumlah tertentu hapten yang diduga diaplikasikan ke kulit selama 48 jam (24 jam di beberapa negara), dan penilaian selanjutnya reaksi kulit dilakukan pada waktu tertentu, biasanya setelah 2, 3, 4, dan/atau 7 hari. Pembacaan tambahan setelah 7 hari dapat memperlihatkan hingga

  5,6,31

  10%reaksi positif yang negatif pada pemeriksaan sebelumnya. Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG) menurut sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu dari + (reaksi non vesikular lemah dengan eritema yang dapat diraba), ++ (reaksi kuat edema atau vesikular), +++ (reaksi hebat bulosa atau ulserasi). Bila reaksi sangat lemah atau meragukan dimana hanya ada eritema samar atau makular (tidak dapat diraba) dicatat dengan tanda tanya (?+), dan reaksi iritan dicatat sebagai IR. Jika memungkinkan, tes tempelharus dipasang di bagian punggung atas pasien karena merupakan lokasi yang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian besar validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh lainmisal tangan, lengan, paha, perut) harus dibatasi dalam situasi pengecualian

  10,31 dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.

2.2. Merokok

  2.2.1. Definisi

  Merokok merupakan prosesmenghirupasappembakarantembakau yang terbungkusdalam rokok, pipa, dan cerutu. Seorang perokokadalahseseorang yang

  32 merokoksetidaknya saturokokdalam seminggu.

  2.2.2. Epidemiologi

  Merokokmencapai tingkat epidemikselama abadterakhir danmencapai puncakpada tahun 1964dimana40% orang dewasadiAmerika Serikatadalah perokok. Sejak itu,penggunaan tembakautelah menurunsecara bertahap, meskipun28% orang dewasadi negara-negaramajumasihperokok. Selama dekade terakhir, jumlah perokokdi Spanyoltelahsedikit menurun menjadisekitar30% dari

  32 populasi orang dewasa.

  Merokok adalahpenyebab utamapenyakitdan kematiandi dunia Barat dengan persentase sekitar 20% darikematian dinegara-negara tersebut. Di seluruh dunia,sekitar 2juta orangmeninggal setiap tahunkarena merokok, setengah

  32,33 darimereka berusia di bawah70tahun.

2.2.3. Klasifikasi WHO telah menerbitkan pedoman standar untuk pengukuran merokok.

  Berdasarkan pedoman ini, orang dapat diklasifikasikan sebagai perokok atau non

  34 perokokdan dua kategori utama ini dapat dibagi menjadi beberapa sub kategori.

  Seorang perokok adalah orang yangpada saat surveimerokok produk tembakau baik harian atau okasionaldimanaperokok dapat berupa perokok harian atau okasional. Seorang perokok harian adalah orangyang merokok produk tembakau setidaknya sekali sehari (kecuali bahwa orang yang merokok setiap hari, tetapi tidak pada hari-hari puasa agama, masih diklasifikasikan sebagai perokok harian).Seorang perokok okasional adalah orangyang merokok, tetapi tidak setiap hari.Perokok okasional bisa reducer, perokok okasional berkesinambungan atau experimenter. Seorang reducer adalah orang yang dulunya merokok setiap hari tetapi sekarang tidak merokok setiap hari lagi.Seorang perokok okasional berkesinambungan adalah orang yang tidak pernah merokok setiap hari, tetapi telah merokok 100 atau lebih rokok (atau jumlah tembakauyang setara) dan sekarang merokok sesekali. Seorangexperimenteradalah orang yang telah merokok kurang dari 100 batang

  33,34 rokok (atau jumlah tembakauyang setara) dan sekarang perokok sesekali.

  Seorang nonperokok adalah orang yang pada saat survei tidak merokok sama sekali.Non perokok dapat dibagi eks-perokok, tidak pernah merokok atau perokok eks-okasional. Seorang eks-perokok adalah orang yang dulunya seorang perokok harian tetapi saat ini tidak merokok sama sekali. Seorang tidak pernah merokok adalah orang yangtidak pernah merokok sama sekali atau belum pernah menjadi perokok harian dan telah merokok kurang dari 100 batang rokok (atau jumlah setara tembakau) sepanjang hidupnya. Seorang perokok eks-okasional adalah orang yang sebelumnya merokok sesekali, tetapi tidak pernah merokok setiap hari dan yang telah merokok 100 atau lebih rokok (atau jumlah setara

  33,34 tembakau) sepanjang hidupnya.

  Derajat berat merokok dihitung dengan menggunakan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan dengan lama merokok dalam tahun, dan dikategorikan dalam ringan (0-200),

  33 sedang (200-600), berat (>600).

2.2.4. Risiko dan komponen rokok

  Merokokberbahayakarena ada banyakbahan dalamasap tembakauyang

  35

  dapat membahayakantubuh. Seperti juga nikotin, ada lebih dari 4.000 bahan kimia dalam asap tembakauyang banyak diantaranya adalah racun. Setidaknya 60

  35,36

  dari bahan kimia ini menyebabkan kanker. Asap tembakauterdiri darifasepartikulatpadattermasukalkaloid, nikotin, dan fasegasyang mudah menguap.Ada banyakmutagendan karsinogendalam asap tembakau, terutama hidrokarbon aromatikpolisiklik, nitrosamin, dan aminaheterosiklik. Komponen beracunutama fase padattermasuknikotin, fenol, katekol, kuinolin, anilin, toluidin, nikel, N-nitrosodimetilamin, benzopiren, benzanthracenedan2-naftilamin.

  Komponenberacunutama fasegastermasukkarbon dioksida, karbon monoksida, hidrogen sianida, nitrogen oksida, aseton, formaldehid, akrolein, amonium,

  18,37

  piridin, 3-vinilpiridin, N-nitrosodimetilamin, danN-nitrosopirolidin. Studi ekspresi gen pada kulit memperlihatkan bahwa komponen tembakau mengupregulasi 14 gen berbeda yang terlibat dalam metabolisme xenobiotik, stres oksidatif, dan respon stres. Tembakau juga memiliki efek nongenomik yang menghasilkan sebagiandari aktivasi spesies oksigen reaktif. Nikotin dan senyawa terkait secara farmakologi lain menggunakan efek mereka pada kulit dengan mengaktifkan reseptor asetilkolin nikotinik (nAChR) yang diekspresikan oleh sel-

  38 sel kulit.

2.3. Merokok dan Kulit

  Nikotinselama beberapa dekadetelahdianggap sebagaifaktor utamayang menimbulkangangguanterkait merokok, tetapi bukti terbaru secarajelas menunjukkanbahwa efekvasoaktifsementarapadakulitdanperfusisubkutantidak dapatmenjelaskandengan memuaskan mekanisme patofisiologiyangmengganggupenyembuhan lukadankontribusi terhadap

  35,38 gangguanterkait merokok. Merokok menimbulkan efek imunomodulator sistemik melalui pelepasan spesies oksigen reaktif dari asap tembakauyang diyakini menyebabkan kaskade efek merugikan pada fungsi sel inflamasi normal dengan melemahkan mekanisme fagositosis dan bakterisidal serta meningkatkan pelepasan enzim proteolitik.

  Selain itu, sintesis kolagen dan endapan kolagen matur dalam matriks

  18,38

  ekstraselular berkurang. Gangguan tersebutakan mempengaruhi mekanisme biologi yang menyebabkan efek merugikan pada jalur perbaikan selular pada kulit dan apendiksnya. Hal inidapat diamati dalam penyembuhan luka akut pada

  35,38 perokok.

  Tidak diragukan lagi, kelainan kulitdegeneratifadalah akibat darimerokok dalammekanismereparatifdanperkembangandegradasiekstraselularelastin,

  35,36

  kolagen, dan molekulmatriks ekstraselularlainnya. Hal ini semakinmenjelaskan bahwaefek imunomodulatordan perubahanfungsi selinflamatoriakibat merokokmempengaruhiperjalanan klinispenyakitkulit. Penelitiandermatologimasih perludilakukan untuk menjelaskanmengapamerokok merupakanfaktor yang memperberat beberapa penyakit, sementara tampak

  37,38 mengurangiperjalanan klinisyang lain.

  Di seluruh dunia,prevalensipenyakit alergitelah meningkat secara bermaknadalam beberapadekade terakhiryang mungkin memilikidua penjelasan.

  Disatu sisi, adanya peningkatan kesadarandoktersertakesadaran pasien danorangtua yang menyebabkanpeningkatanidentifikasi danpeningkatanpresentasi kasus kepadadokter. Di sisi lain, ada kemungkinan bahwapeningkatan ini disebabkanperubahanpaparan terhadap faktorrisiko yang diketahuidantidak

  39 diketahui dimana merokokmungkin memainkan peran. Merokokmeningkatkanproduksi sitokinproinflamasi sepertiTNF- α dan

  17 IL-1dan menurunkankadar sitokinanti-inflamasi seperti IL-10. Cirikhas

  imunologiDKAadalahreaksi imun diperantarai sel tipe IVdimana sel- selThelpertipe 1dansitokinterkaitadalah dominan. Halini diketahui baik bahwamerokokmemiliki banyakefek merusak padasistem imun, meskipunmekanisme yang tepatbelum sepenuhnya dipahami. Efekimunologi juga bisamemainkan perandalam regulasi reaksi imun diperantarai selThelper tipe 1

  15,16

  sehinggamemperantaraiterjadinyaalergi kontak. Merokok mungkin juga memiliki efeknonimunologimisalnyadengan mengurangialiran darahdalam kulityang dapatmemiliki pengaruh padareaktivitas uji tempel. Dengan demikian, kemungkinanmekanisme yang mendasarihubungan yang diamatiantara

  16 merokokdanalergi kontakmasih harus dijelaskan.

2.4. Kerangka Teori

  IFNγ

   Pean sel Th tipe 1

  Merokok

  IL-6 GMCSF

  IL-2

  IL-1

  ICAM-1 LFA-1

  Sel T aktivasi

   Pean TNF-α & IL-1

  Paparan berulang antigen

  IFNγ

  Kelenjar regional Limfosit T

  Sel Langerhans

  Alergen Stratum korneum

  ICAM-1 LFA-1

   Pean IL-10

  • Dilatasi pembuluh darah
  • Pean permeabilitas

  Hobi/kebiasaan

  Penyakit penyerta Faktor-faktor lain:

  Usia Ras

  DKA

  Faktor-faktor predisposisi

  Sirkulasi aliran Proliferasi

  • Pekerjaan -

Gambar 2.1 Kerangka teori

  IL-1

  IL-2

  IL-6 GMCSF

  Dermatitis atopik

  Genetik Jenis kelamin

2.5. Kerangka Konsep

  Merokok Dermatitis Kontak Alergi

   Status Merokok

   Derajat Berat

  Merokok

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Penelitian - Konstruksi Realitas Pesan Imaji Kebangsaan Dalam Ilustrasi Karya Jitet di Harian Kompas (Studi Analisis Semiotika Ilustrasi Ilustrator Jitet di Harian Kompas Terhadap Makna Imaji Kebangsaan)

0 0 53

BAB II DRAMATISME DALAM KAJIAN KOMUNIKASI 2.1 Dramatisme - Dramatisme Pidato Kenegaraan Pertama Presiden Joko Widodo (Analisis Wacana Pidato Kenegaraan Pertama Presiden RI Joko Widodo Pasca Dilantik dalam Perspektif Dramatisme)

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN BAB II DRAMATISME DALAM KAJIAN KOMUNIKASI - Dramatisme Pidato Kenegaraan Pertama Presiden Joko Widodo (Analisis Wacana Pidato Kenegaraan Pertama Presiden RI Joko Widodo Pasca Dilantik dalam Perspektif Dramatisme)

0 2 15

BAB I TREASURE HUNTERS - Chapter I (1.065Mb)

0 0 10

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.

0 0 43

I. PENDAHULUAN - Analisis Pengaruh Investasi Pertanian dan Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara.

0 1 7

4. Hasil kuesioner ini bersifat rahasia, tidak mempengaruhi penilaian perusahaan, sehingga diharapkan Anda memberi jawaban yang sejujurnya dan hanya akan digunakan untuk penilitian semata. - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilak

0 0 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015

0 3 22

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial - Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Deli Serdang

0 1 9