BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DESKRIPSI BETON - Tinjauan Kontribusi Lembaran Carbon Fiber Strip Di Pasang Vertikal Terhadap Lentur Dan Geser Pada Balok Langsing
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DESKRIPSI BETON
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusun yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portlan cement), agragat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan- bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing- masing komponen.
Dalam Nawy (1990), beton dihasilkan dari sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi sejumlah material pembentuknya. Dengan demikian perlu dibicarakn fungsi dari masing-masing komponen tersebut sebelum mempelajari beton secara keseluruhnya. parameter yang mempengaruhi kekuatan beton adalah; kualitas semen, proporsi semen terhadap air dalam campurannya, kekuatan dan kebersihan agregat, interaksi atau adhesi antara pasta semen dan agregat, pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, penempatan yang benar, penyelasaian dan kompaksi beton segar, perawatan pada teperatur yang tidak rendah dari 50°F pada saat beton hendak mencapai kekuatannya, kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam bentuk ekspos dan 1% untuk beeton yang terlindungi. Beton kuat terhadap tekan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu perlu tulangan untuk menahan gaya tarik untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton. Adanya tulangan ini serinbg kali digunakan untuk memperkuat daerah tekan pada penampang balok. atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja.
Dalam Nawy (1990), Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus. Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai oleh peningkatan yang kecil dari kuat tariknya. Kecilnya kuat tarik dari beton ini merupakan salah satu kelemahan beton biasa. Untuk mengatasinya beton dikombinasikan dengan tulangan beton dimana baja biasa digunakan sebagai tulangannya, dengan alasan karena koefsien baja hamper sama dengan kofisien beton (Tri Mulyono, 2004).
2.1.1 Semen Portland
Semen Portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan alumunium silikat. Penambahan air mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mongering akan mempunyai kekuatan seperti batu (Nawy, 1985).
Bahan baku pembentuk semen adalah: a.
Kapur (Cao): dari batu kapur b.
Silika (SiO2): dari lempung c. Alumina (Al2O3): dari lempung kompleks dengan campuran serta sususnan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok; yaitu (1) semen non hidrolik dan (2) semen hidrolik. Semen non-hidrollik tidak dapat mengkat dan mengeras di dalam air tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen ini adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolika adalah kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portlan, semen Portland-pozzolan, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumunium, semenexpansif.
Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekritalisasi delam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk gel semen yang akan mempunyai kekuatan tekan tinggi apabila mengeras (Nawy, 1985).
Secara umum perencanaan campuran beton yang akan digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton harus memenuhi persyaratan seperti (1) kekuatan desak yang dicapai dalam umur 28 hati atau umur yang ditentukan; (2) tingkat keawetan beton, sama pentingnya dengan kekuatan beton, dengan tingkat kekuatan hancur yang besar akan semakin awet betonnya; (3) kemudahan pekerjaan, dimana secara umum campran beton harus memberikan workability yang cukup untuk pengaduka, pencetakan, dan pemadatan tanpa pengurangan homegenetis.
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membasahi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah pekerjaannya. Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan- bahan kimia lainnya, bila dipakai untuk campuran beton akan sangat menurunkan kekuatannya dan dapat juga merubah sifat-sifat semen (Nawy, 1990).
ACi 318-89:2-2 dalam Mulyono (2004), air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak. Asam, alkali, zat organis, atau bahan lainnya yang dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapt diminum.
2.1.3 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus/lolos ayakan 5 mm dan tertahan di ayakan 0,15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu–batuan.
Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan–gundukan di sepanjang sungai, sering disebut sebagai pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut sebagai pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.
Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi persyaratan–persyaratan sebagai berikut: Susunan butiran (gradasi) Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batas- batas seperti yang tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Susunan Besar Butiran Agregat HalusUkuran Lubang Ayakan Persentase Lolos Kumulatif
(mm) (%)
9.52 100 4.76 95-100 2.38 85-100 1.19 50-85 0.60 25-60 0.30 10-30 0.15 2 - 10
Sumber: ASTM C33-74a b.
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no. 200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci.
c.
Kadar gumpalan liat/clay lump harus kurang dari atau sama dengan 1% (≤ 1%) terhadap berat kering.
d.
Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan memperlambat proses pengikatan semen dengan butiran pasir, dan kadar organik jika diuji di
Gardner. Pengelompokan standar warna Gardner adalah sebagai berikut: 1.
Standar Warna No.1: berwarna Bening/Jernih.
2. Standar Warna No.2: berwarna Kuning Muda.
3. Standar Warna No.3: berwarna Kuning Tua.
4. Standar Warna No.4: berwarna Kuning Kecoklatan.
5. Standar Warna No.5: berwarna Coklat. Perubahan warna yang diperbolehkan menurut standar warna Gardner adalah plat No.3. Jika warna yang terjadi melebihi palat No.3, berarti pasir tersebut mengandung bahan organic yang banyak dan harus dicuci dengan larutan NaOH 3% kemudian dibersihkan dengan air.
e.
Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus-menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
f.
Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat: 1.
Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.
2. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 15%.
Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil desintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 5 mm.
Agregat Kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: a.
Susunan butiran (gradasi) Agregat kasar harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari butiran yang heterogen (bervariasi), karena ruang-ruang kosong antara pertikel menjadi sedikit sehingga pemakaian semen pun akan menjadi lebih irit serta pengikatan butiran-butiran agregat dapat berlangsung dengan baik. Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas sepertiyang tertera pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat KasarUkuran Lubang Ayakan Persentase Lolos Kumulatif (mm) (%)
38.10 95-100 19.10 35-70
9.52 10-30 4.75 0 - 5
Sumber: ASTM C33-74a b.
Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus–menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.
c.
Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak dapat pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.
d.
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat halus harus dicuci.
e.
Kekerasan dari butiran agregat kasat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat-syarat berikut:
1. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19,1 mm lebih dari 24% berat.
2. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1-30 mm lebih dari 22% berat.
f.
Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50% .
2.1.5 Baja Tulangan
Baja tulangan untuk beton terdiri dari batang, kawat dan jarring kawat baja las yang seluruhnya dirakit sesuai dengan standar ASTM. Sifat-sifat terpenting baja tulangan adalah:
a. ѕ Modulus young, ϵ
ƒ ᵧ
Kekuatan leleh, c. Kekuatan batas, ƒᵤ d.
Mutu baja yang ditentukan e. Ukuran atau diameter batang atau kawat
Untuk menambah lekatan antara beton dengan baja dibuat bentuk ulir pada permukaannya. Pembentukn ulir tersebut harus memnuhi spesifikasi ASTM A16-76 agar dapat diterima sebagai batang-batang ulir. Untuk memperoleh batang ulir, amak batang dililiti kawat sesuai dengan bentuk yang diinginkan, kemudian dipress. Kecuali untuk kawat yang dipakai sebagai tulangan spiralpada kolom, hanya batang ulir, kawat ulir atau kawat bentukan dari kawat ulir maupun polos yang dapat digunakan dalam beton bertulang (Nawy, 1990).
2.2 LENTUR PADA BALOK
Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi (berarah vertical) maupun beban lain seperti: beban angin (berarah horizontal) atau juga beban karena susut dan beban yang bekerja karena perubahan temperature dan menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur.lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar.
Dalam Nawy (1990), apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya (bertambahnya retak) lentur disepanjang bentang balok. Bila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai pada lentur.
Tegangan-tegangan lentur merupakan hasil dari momen lentur luar. Tegangan ini hampir selalu menentukan dimensi geometris penampang beton bertulang. Proses desain yang mencakup pemilihan dan analisis penampang biasanya dimulai dengan pemenuhan persyaratan terhadap lentur, kecuali untuk komponen struktur yang khusus seperti fundasi. Setelah itu faktor-faktor lain seperti kapasitas geser, defleksi, retak, dan panjang penyaluran tulangan dianalisis sampai memenuhi persyaratan.
Asumsi asumsi yang digunakan dalam menetapkan prilaku penampang adalah: a. Distribusi regangan dianggap linier, asumsi ini berdasarkan hipotesis bernauli yaitu berpenampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegak lurus terhadap sumbu netral setalah mengalami lentur.
b.
Regangan pada baja dan beton disekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh baja c.
Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil yaitu sekitar 10% dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik tersebut.
Agar keseimbangan gaya harisontal terpenuhi, gaya tekan C pada beton dan gaya tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi, maka: C , distribusi tegangan dan regangan pada penampang balok dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Distribisi tegangan dan regangan pada balokDalam Nawy (1990), berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami, balok dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok sebagai berikut: a.
Penampang balanced: tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. Pada awal terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diizinkan pada serat tepi tertakan adalah 0,003 in/in, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu . Distribusi regangan pada penampang balok dalam keadaan balanced diperlihatkan sebagai garis Ac1 pada Gambar 2.2. Dari segitiga yang sebangun pada Gambar 2.1 dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi
balanced , yaitu:
…………………………….. (2.1) Jika Es diambil sebesar 200.000 MPa, maka:
……………………………….. (2.2) b. Penampang over-reinforced: keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada saat awal keruntuhan, regangan baja yang terjadi masih lebih kecil daripada regangan lelehnya , dengan demikian tegangan baja juga lebih kecil daripada tegangan lelehnya . Kondisi ini terjadi apabila tulangan yang digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan balanced. Sebagaiman diperlihatkan dengan garis Ab2 pada Gambar 2.2.
c.
Penampang under-reinforced: keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja, tilangan baja ini terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan diatas . Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila tulangan tartik yang dipakai pada balok kurang dari yang diperlukan untuk kondisi balanced. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam garis Aa3 pada Gambar yang tertera pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Distribusi regangan penampang balok: a) Diagram tegangan tulangan baja yang diidealisasikan; b) Distribusi regangan untuk berbagai ragamkeruntuhan lentur. asumsi sebagai berikut: a.
Regangan dalam tulangan dan beton harus berbanding langsung dengan jarak dari sumbu netral; b.
Regangan maksimum yang dapat digunakan pada serat beton tekan terluar sama dengan 0,003; c.
Tegangan dalam tulangan dibawah kuat leleh yang ditentukan ƒᵧ untuk mutu tulangan yang digunakan harus diambil sebesar ѕ dikalikan regangan baja.
ϵ Untuk regangan yang lebih besar dari regangan yang diberikan ƒ
ᵧ, tegangan pada tulangna harus dianggap tidak tergantung pada regangan dan sama dengan ƒ ᵧ; d. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam hitungan; e. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton dianggap berbentuk persegi; f.
Distribusi tegangan beton persegi ekivalen didefinisikan sebagai berikut: 1.
Tegangan beton sebesar 0,85f’c harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak dari serat dengan regangan tekan maksimum;
2. Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut
3. Faktor harus diambil sebesar 0,85 untuk kuat tekan beton f’c hingga atau sama 30 MPa; untuk kekuatan diatas 30 MPa harus direduksi secara tidak boleh kurang dari 0,65. Ketentuan ini dapat didefenisikan sebagai berikut: Jik ; = 0.85 a f’c ≤ 30 MPa Jika 30 < f’c < 55 MPa ; = 0.85-0.008(f’c-30)
; = 0.65 Jika f’c ≥ 55 MPa
Keterangan mengenai diagram distribusi regangan dan tegangan serta keseimbangan gaya-gaya pada penampang beton dan dilihat kerja sama antara beton dan baja tulangan dalam melawan lenturan sepertiyang tertera pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Distribusi tegangan dan regangan pada penampangan balok, penampang melintang balok, balok regangan ekuivalen yang diasumsikan.Gaya tarik baja: ………………………………...2.4 Syarat keseimbangan: ………………………………..2.5
Momen lentur nominal yang terjadi: ……….......2.6 Dimana z adalah lengan momen, ……………..….2.7
2.3 GESER PADA BALOK
Analisa dan desain pada penampang beton bertulang terhadap geser yang diakibatkan oleh bekerjanya beban luar merupakan hal yang sangat penting dalam struktur beton, karena kekuatan tarik beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan tekannya. Perilaku balok beton yang runtuh akibat geser sangat berbeda dengan runtuh yang diakibatkan lentur, dimana bentuk retak diagonalnya lebih besar dibanding retak lentur. Keruntuhan akibat geser menyebabkan balok langsung hancur tanpa adanya tanda-tanda dan peringatan terlebih dahulu.
Karena kecilnya kekuatan tarik beton maka timbul retak diagonal sepanjang bidang yang tegak lurus terhadap bidang tegangan tarik utama, hal ini disebut retak tarik diagonal. Untuk mencagah retak ini diperlukan suatu penulangan tarik diagonal. Pada daerah yang mengalami momen yang besar, retak yang terjadi disebut retak lentur. Pada daerah yang gesernya besar, akibat tarik diagonal dapat terjadi retak miring sebagai kelanjutan dari retak lentur dan disebut retak geser lentur (Nawy, 1998). Gambar berikut memperlihatkan jenis-jenis retak pada balokyang tertera pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Jenis-jenis retak2.3.1 Tegangan geser
Setiap balok yang yang bersifat homogen, alastik dan belum retak jika diberikan beban pasti akan mengalami gaya geser pada setiap penampangnya, dan tegangan geser yang terjadi adalah:
V . S v = ……….........………………………... 2.8 b .
I
dimana: v = tegangan geser V = gaya lintang S = momen statis dari bagian yang tergeser terhadap garis netral b = lebar balok I = momen inersia penampang
1
1 V bh h V . S
3 V
2
4
…………............……2.9
v = = = maks b . I b .
I 2 b . h
Gambar 2.5 Distribusi tegangan geser berbentuk parabolis pada penampang homogenyKekuatan geser lebih sulit diperoleh secara eksperimental dibandingkan dengan percobaan-percobaan, karena sulitnya mengisolasi geser dari tegangan-tegangan lainnya.
Ini merupakan salah satu sebab banyaknya variasi kekuatan geser yang dituliskan dalam berbagai literature, mulai dari 20% dari kekuatan tekan pada pembebanan normal sampai sebesar 85% dari kekuatan tekan, dalam hal ini terjadinya kombinasi geser langsung dan tekan. Desain struktur yang ditentukan oleh kekuatan geser jarang merupakan suatu hal yang penting karena tegangan geser biasanya dibatasi sampai harga yang cukup rendah untuk mencegah betonnya mengalami kegagalan tarik diagonal (Nawy, 1998). harus didasarkan pada: ………………………………..2.10
Dimana:
Vu = gaya geser terfaktor pada penampang Vn = kuat geser nominal
= faktor reduksi untuk balok Kuat geser nominal dapat dihitung dari:
……………………………………2.11 Dimana:
Vn = kuat geser nominal Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser
Analog rangka merupakan konsep lama dari struktur beton bertulang. Konsep ini manyatakan bahwa dalam menahan geser yang bekerja pada balok terbentuk rangka badan ekovalen yang terdiri dari sengkang-sengkang yang bekerja sebagai elemen tarik dan strut beton yang parallel dengan retak diagonal bekerja sebagai elemen tekan. Strut tekan beton ini membentuk sudut 45˚ terhadap sumbu longitudinal balok. Tahanan geser
Vn diasumsikan terdiri atas tahanan geser tulangan sengkang Vs dan tahanan geser beton
Vc .Kuat geser Vc harus dihitung berdasarkan komponen struktur yangdibebani oleh
geser dan lentur, dapat dihitung dari: …………………………………2.12
Dan jika kuat geser dihitung berdasarkan komponen struktur yang dibebani tekan aksial, dapat dihitung dari: …………………….2.13
Jika komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial yang besar, dapat dihitung dari: ……………………….2.14
2.3.3 Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser
Kuat geser Vs dihitung berdasarkan posisi tulangan geser yang digunakan, bila digunakan tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur, maka kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser dihitung berdasarkan:
……………………………………2.15 Dimana:
Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser Av = luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s fy = kuat leleh tulangan (MPa) d = tinggi efektif penampang (mm) komponenstruktur(mm)
2.4 FIBER REINFORCED POLYMER
Fiber Reinforced Polymer (FRP) merupakan sejenis pelat baja tipis yang didalamnya terdapat serat-serat carbon dan fiber.Tiga prinsip penggunan FRP dalam perkuatan struktur adalah: (1) Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambahkan FRP pada bagian tarik. (2) Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan FRP di bagian sisi pada daerah geser, dan (3) Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambahkan FRP di sekeliling kolom.
Tipe FRP yang umum digunakan sebagai perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Perbandingan dari ketiga macam bahan FRP ini dapat dilihat pada Tabel yang tertera pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Data FRP (nilai ini hanya untuk fiber saja bukan composite)Modulus Massa KuatTarik Elongasi Tipe Fiber Elastisitas jenis (N/mm2) (%) (kN/mm2) (gr/cm3)
Carbon: high strength 4300-4900 230-240 1.9-2.1
1.8 Carbon: high modulus 2740-5490 294-329 0.7-1.9 1.78-1.8 Carbon: ultra high modulus 2600-4020 540-640 0.4-0.8 1.91-2.1 Aramid: high strength and
3200-3600 124-130
2.4
1.44 high modulus Glass 2400-3500 70-85 3.5-4.7
2.6 Sumber: PT.Sika Indonesia
Tabel 2.4 Perbandingan Performance FRPPerformance Carbon Aramid Glass Alkaline Resistant Good Good Bad UV Resistant Yes No Yes Electricity Conductivity Yes No Yes Compressive vs Tensile Strength Close to Lower Close to Elastic Modulus vs Steel Similar Lower Lower Melting Point 650°C 200°C 1000°C Creep Rapture Best Moderate Bad
Sumber: PT.Sika Indonesia
Bentuk FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah plate/composite dan fabri/ Wrap. Bentuk Plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding ; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom (Hartono, 2002).
Dalam Hartono (2002), ada beberapa Keuntungan dan kerugian dalam penggunaan FRP sebagai perkuatan struktur antara lain: a.
Kuat tarik sangat tinggi (± 7-10 kali lebih tinggi dari U39) b.
Sangat ringan (density 1.4-2.6 gr/cm
3
, 4-6 kali lebih ringan dari Baja) Pelaksanaan sangat mudah dan cepat d.
Memungkinkan untuk tidak menutup lalu lintas (jembatan dll) e. Tidak memerlukan area kerja yang luas f. Tidak memerlukan joint, meskipun bentang yang harus diperkuat cukup panjang g.
Tidak berkarat Kerugian dari penggunaan FRP yaitu: a.
Ketahanan terhadap kebakaran (harus dilakukan lapisan tahan kebakaran) b.
Pengrusakan dari luar (umumnya untuk fasilitas umum harus dilakukan lapisan penutup dari mortar).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari kontribusi lembaran
Fiber reinforced Polymer pada peningkatan kapasitas geser balok lentur bertulang beton
memperlihatkan hasil bahwa perhitungan konstribusi lembaran FRP dalam menahan geser dapat dilakukan dengan metode yang umum digunakan pada perhitungan kontribusi tulangan sengkang, yang berdasarkan pada analog rangka.
Menurut Imran dkk (2002), bahwa kontribusi lembaran FRP didasarkan pada kapasitas lekatan antar permukaan FRP dan permukaan beton, biasanya mengalami lepas (debonding/peeling off) pada saat tegangan lekatan yang trejadi mencapai kisatan 1,3 MPa.
Menurut Nguyen dkk (2003), dalam Cristiawan dkk (2008), dalam penelitiannya menyatakan bahwa penambahan plat carbon fiber reinforced polymer (CRFP) menunjukkan adanya peningkatan kapasitas ultimit balok sampai 132% dengan bentuk antara lain kegagalan lentur dan pecahnya beton antara plat CRFP dan tulangan longitudinal pada bagian ujung plat CRFP, kegagalan pecahnya beton terjadi ketika balok diperkuat dengan pelat CRFP dengan panjang pelat terbatas.
Dalam penelitian Iswari (2004), mendapatkan bahwa perkuatan lentur dengan 3 variasi penambahan tulangan pada balok beton bertulang akan meningkatkan kapasitas lentur 3 balok uji masing-masing sebesar 63,04%, 139,95% dan 124,14%, serta meningkatkan kekakuan balok sebesar 14,03%, 41,04% dan 100,18% dibandingkan terhadap balok kontrol.
Ardhi Riza Hermawan (2009), dalam penelitiannya mengatakan alternatif yang dipakai agar beton mempunyai kuat geser tinggi dengan menambah tambah berupa kaolin ke dalam campuran beton. Penambahan kaolin yang mengandung unsur silika (Si) yang dominan akan mengikat Ca(OH)2 menjadi Calsium Silikat Hidrat (C-S-H) berupa gel baru yang cenderung meningkatkan kepadatan dan kekuatan beton.
Pembuatan benda uji berupa balok beton bertulang dengan kadar kaolin 0% dan 5,5007% (dari berat semen) dan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan mineral kaolin meningkatkan kuat geser balok beton. Gaya maksimum yang dapat ditahan balok beton yang mengalami keruntuhan geser pada penambahan mineral kaolin meningkat sebesar 2,65% terhadap beton normal.
Dari hasil penelitian Wahyono (1996), dapat diketahui bahwa fiber bendrat dapatmeningkatkan kuat geser balok beton bertulang. Untuk keperluan perencanaan balok betonbertulang fiber diperlukan formula untuk memprediksi kuat gesernya. Untuk hasil hitungan rasio kuat geser hasil rumus-kuat geser hasil percobaan, dapat diketahui bahwa prediksi kuat geser dengan rumus usulan Narayanan & Darwish dan Li dkk cukup dekat dengan kuat geser hasil percobaan yaitu dengan rasio berturut-turut 0,915, 0,909. Peringkat selanjutnya diduduki oleh Ashour dkk, Sharma, Uomoto dkk, yaitu dengan rasio berturut-turut 0,875, 0,786,0701, 1,801. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rumus Narayanan & Darwish dan Li dkk dapat digunakan untuk memprediksi kuat geser balok-balok beton fiberbendrat.
Dalam penelitian Ignatius Christiawan, Andreas Triwiyono, dan Hary Christady (2008), Guna menambah kapasitas lentur dan geserbalok digunakan metode external reinforcement dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) yang direkatkan pada permukaan komponen beton yang diperkuat dengan bantuan perekat epoxy, Hasil analisis struktur didapatkan balok lantai perlu perkuatan lentur dan geser. Perkuatan lentur dan geser dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) didapatkan mampu menambah kuat lentur balok lantai masing-masing: 7,44 % ; 7,44 % ; 14,65 % ; 21,64 % ;17,75 % dan menambah kuat geser masing-masing: 28,77 %.
Dari hasil Ahmed khalifa dkk (1998), dengan penambahan CFRP pada balok beton bertulang akan meningkatatkan kapasitas geser sebesar 47%. Dengan data
concrete strength adalah 27 MPa. Modulus elastic dari CFRP adalah 227 GPa, beban
axial dari CFRP 3400 MPA, tebal CFRP adalah 0,165 mm/ply. Metode pemasangan dengan sudut 90°. luas tulangan geser 100 mm2 dengan jarak 200 mm dan yield strength 300 MPA. pengujian 10 (sepuluh) specimen balok beton bertulang. Pengaruh berbagai variable desain untuk lembaran serat aramid pada perilaku balok beton yang diberi perkuatan geser dikaji secara mendalam. Variable yang divariasikan diantaranya ketebalan, lebar dan spasi lembaran serat yang diapsang. Selain itu skema pemasangan lembaran serat pada badan balok juga menjadi parameter yang dievaluasi. Hasil studi memperlihatkan bahwa konstribusi lembaran aramid dalam Manahan geser dapat diperhitungkan dengan menggunakan konsep, analogi rangka yang sudah umum digunakan pada perencanaan balok beton bertulang.
2.4.1 Standard Pedoman Perencanaan
Pedoman perencanaan untuk FRP dapat mengacu pada standard ACI yaitu ACI 440-Guide for the Design and Construction of Externally Bonded FRP System for
Strengthening Concrete Structures and Technical Report yang dikeluarkan oleh
Concrete Society Committee Inggris yaitu Technical Report No. 55-Design Guidance for
Strengthening Concrete Structure Using Fibre Composite Material ..Di dalam ACI 440, selain fak tor reduksi kekuatan Φ; juga terdapat faktor reduksi lainnya yaitu: 1.
Faktor reduksi partial untuk FRP ψ sebesar: Lentur : 0,85 Geser : 0,95 (wrap 4 sisi) atau 0,85 (wrap 3 sisi) Kolom : 0,90 (bulat); 0,50 (bujur sangkar) atau berdasarkan test (persegi).
Faktor reduksi untuk material FRP akibat pengaruh lingkungan (C
- sebagai dasar perencanaan untuk kuat tarik ultimate (f = C . f dari
lu E lu
- pabrik) dan regangan ultimate ( lu = C E lu dari pabrik)
ε . ε 3. Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004.
Tabel 2.5 Faktor reduksi lingkungan CE
Kondisi penempatan Carbon Glass Aramid
Di luar ruangan
1.0
0.8
0.9 Di dalam ruangan
0.9
0.7
0.8 Di dalam Technical Report No.55, digunakan factor keamanan partial sbb: 1.
- · faktor keamanan partial untuk kekuatan
1 = f lu /( mf mm mE)
γ . γ .γ f
mf :
γ · mm : faktor keamanan partial untuk proses pembuatan atau
γ pelaksanaan.
· : faktor keamanan partial untuk modulus elastisitas.
mE
γ 2. Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004.
Tabel 2.5.1 Faktor keamanaan parsial untuk kekuatanFaktor keamanan partial Material mf ) (γ
Carbon FRP
1.4 Aramid FRP
1.5 Glass FRP
3.5
of manufactured composites, based on clarke
Type of system (dan method of Additional partial safety factor,
application or manufacture) mmγ
Plates Pultruded
1.1 Prepeg
1.1 Preformed
1.2 Lembaran atau tapes Machines-controlled application
1.1 Vacuum infusion
1.2 Wet lay-up
1.4 Prefabricated (factory-made) shell Filament winding
1.1 Resin transfer moulding
1.2 Hand lay-up
1.4 Hand-held spray application
2.2 Tabel 2.7 Faktor keamanan parsial untuk modulus elastisitas
Partial safety factor, Material γ mE
Carbon FRP
1.1 Aramid FRP
1.1 Glass FRP
1.8 FRP (fiber reinforced polymer) digunakan pada konstruksi yang telah ada. Pemakaian FRP pada suatu konstruksi biasa nya disebabkan oleh beberapa hal seperti: terjadi kesalahan perencanaan, adanya kerusakan-kerusakan dari bagian struktur sehingga dikhawatirkan tidak berfungsi sesuai dengan yang diharapkan dan adanya perubahan fungsi pada system struktur dan adanya penambahan beban yang melebihi beban rencana.
Perkuatan tambahan ini telah banyak dipergunakan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, SIKA telah memproduksi FRP sejak tahun 1997. Jenis FRP yang saat ini dipasarkan oleh SIKA adalah terdiri dari: Bentuk Plate: Sika Carbodur Pembagian tipe Sika Carbodur berdasarkan angka modulus elastisitasnya terdiri dari tiga tipe yaitu:
1. Carbodur tipe S (Standard), jenis S512 dan S1012 2.
Carbodur tipe M (Middle) 3. Carbodur tipe H (High)
Bentuk wrap: Sika Wrap 230C Spesifikasi dari masing-masing tipe Sika Carbodur ini dapat dilihat tertera pada Tabel 2.8.
Tipe TensileSt rength (N/mm
Peningkatan kapasitas lentur balok akibat adanya keretakan pada balok S1012 ~ 489 m
Wrap 230C ~ 74 m
’
S1012 ~ 53 m
Kedutaan Jerman di Jakarta Peningkatan kapasitas lentur dan geser balok
’
S 508~ 329 m
Peningkatan kapasitas lentur pada plat kantilever akibat kurangnya tulangan
Gedung Hexa Perdana di Jakarta
’
Wrap 230C ~ 365 m
’
Peningkatan kapasitas kolom dan balok S1012 ~ 50 m
Bangunan Silo di Riau
’
Jembatan Penghubung di Surabaya
2 ) UltimateTensile Strength (N/mm
0.8 Beberapa proyek besar yang telah memakai perkuatan SIKA FRP dapat dilihat pada Tabel yang tertera pada Tabel 2.9.
2
)
ElasticityModulus(N/mm
2 ) FailureSt rain (%)
S(standard) 2400 3100 155000
1.9 M(middle) 2000 2400 210000
1.1 H(high) 1400 1600 300000
Tabel 2.9 PProyek besar yang telah menggunakan Sika FRP’
Proyek Detail Perkuatan Tipe dan Jumlah FRP
Water Intake di Kalimantan Timur
Peningkatan kapasitas lentur balok dan plat akibat adanya korosi pada tulangan
S 512 ~ 265 m
’
S 1012 ~ 1.521 m
’ Matahari Dept.
’
Perkuatan struktur setelah kebakaran S512 ~346 m Store di Solo
’
Kedutaan Jerman Peningkatan kapasitas lentur dan S 1012 ~ 53 m
’
di Jakarta geser balok Wrap 230C ~ 74 m Rumah Sakit Siloam di Cikarang Peningkatan kapasitas lentur dan
’
S 512 ~ 92 m Jakarta geser balok
2.5. GESER DAN TARIK DIAGONAL
Meskipun belum seorangpun yang mampu menentukan dengan tepat daya tahan beton terhadap tegangan geser murni, hal ini tidak terlalu penting karena tegangan geser murni mungkin tidak pernah terjadi dalam struktur beton. Lebih dari itu, sesuai dengan mekanika teknik, jika geser murni dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama akan dihasilkan pada bidang yang lain. Karena kekuatan tarik beton lebih kecil dari kekuatan geser, maka beton akan runtuh dalam tarik sebelum kekuatan gesernya tercapai. Akan tetapi, pengujian kuat geser beton selama bertahun- tahun selalu menghasilkan nilai-nilai leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.
Banyak penelitian telah dilakukan pada bidang geser dan tarik diagonal untuk balok beton bertulang nonhomogen,dan banyak teori dihasilkan. Akan tetapi tidak seorangpun mampu memberikan penjelasan mengenai mekanisme keruntuhan yang terjadi. Akibatnya, prosedur desain terutama didasarkan pada data uji.
Retak miring karena geser dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang baik sebagai retak bebas atau sebagai perpanjangan dari retak lentur. Retak pertama dari kedua jenis retak ini adalah retak lentur-geser. Ini adalah jenis retak yang biasanya dijumpai dalam balok prategang maupun non prategang. Agar retak ini terjadi, momen harus lebih besar dari momen retak dan geser. Retak harus membentuk sudut sekitar 45° dengan sumbu balok dan mungkin diawali pada puncak retak lentur. Retak lentur yang hamper vertical tidak berbahaya kecuali jika ada kombinasi kritis dari tegangan geser dan tegangan lentur yang terjadi pada puncak salah satu retak lentur.
Kadang-kadang retak miring akan terjadi secara independen dalam balok, meskipun tidak ada retak lentur pada lokasi tersebut. Retak tersebut, yang disebut retak
web-geser , kadang terjadi dalam web balok prategang, khususnya balok prategang
dengan flens lebar dan web tipis.Jenis retak ini akan terbentuk dekat pertengahan penampang dan bergerak mengikuti alur diagonal ke permukaan tarik.
Gambar 2.6 Jenis-Jenis Retak Miring jumlah beton untuk menahan geser; artinya tegangan geser akan meningkat pada beton di atas retak. Perlu diingat bahwa pada sumbu netral tegangan lentur adalah nol dan tegangan geser mencapai nilai maksimum.2.5.2 Analisa Kuat Geser Balok Tanpa Tulangan Geser
Setelah retak berkembang, batang akan runtuh kecuali penampang beton yang retak dapat menahan gaya yang bekerja. Transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang tanpa tulangan geser terjadi dengan suatu kombinasi dari antara beberapa mekanisme sebagai berikut:
1. Perlawanan geser dari penampang yang tak retak di atas bagian yang retak, CZ V (diperkirakan sekitar 20% s.d 40%).
2. Gaya ikat (interlocking) antara agregat (atau transfer geser antara permukaan) dalam arah tangensial sepanjang suatu retak, yang serupa dengan gaya gesek akibat saling ikat yang tidak teratur dari agregat sepanjang permukaan yang kasar dari beton pada masing-masing pihak yang retak (diperkirakan 30% s.d 50%).
3. Aksi pasak (dowel action) d
V , sebagai perlawanan dari penulangan longitudinal terhadap gaya transversal (diperkirakan 15% s.d 25%).
4. Aksi pelengkung (arch action) pada balok yang relatif tinggi.
Gambar 2.7 Retribusi Perlawanan Geser Sesudah Terbentuknya Retak Miring.Untuk gelagar yang hanya dibebani gaya geser dan lentur ditetapkan bahwa; pada retakan (geser), kekuatan geser V yang disumbangkan oleh beton ditentukan dari c kekuatan geser nominal V yang saling mempengaruhi dan momen M yang terjadi. u u Dari sejumlah percobaan yang diturunkan secara statistic, ternyata terdapat hubungan yang ditetapkan menurut persamaan di bawah ini:
V V d ρ
= ,
14 17 , 1 ≤ ,
u u
3
......................2.14
' '
b d f c M f c
w uGambar 2.8 Hubungan Antara V dan Mu u
Pendekatan secara eksperimen menghasilkan sekelompok titik-titik yang berkerumun di sekitar garis yang menetapkan hubungan antara V dan M . Persamaan u u tersebut memberi ukuran untuk harga V yaitu kekuatan geser nominal yang c disumbangkan oleh beton. Tanpa dengan yang disumbangkan oleh tulangan geser (sengkang) yang berarti tanpa V , bentuknya menjadi s u c V = φ V . Kemudian rumus tersebut diturunkan sebagai berikut:
V ρ c u V d ' ' c c = + ,
14 17 , 1 ……….2.15
b d f M f
w u
atau sebagai:
V d
ρ ' u c +
V = , c w 14 f 122 b d ……………….2.16
M u
1 ρ ' w u '
c c
V d V = f 120 . b d ≤ + , c w w 3 f . b d (dalam SI) ……….2.17 7 M u
' ' c c V d u V = 1 , 9 f 2500 b d ≤ + 3 , 5 f b d (Persamaan ACI 11-5) ...........2.18 c w w w ρ
M u
Dalam rumus ini: ' c
V dapat f = nilai kekuatan tarik beton, dimana pengaruh mutu beton terhadap c ditentukan. b w = lebar badan balok T atau L dan b untuk lebar balok yang berpenampang persegi.
= tinggi efektif balok.
d ρ = rasio tulangan; w
A s
Untuk balok T atau L : ρ = w
b d w A s
Untuk balok persegi: ρ =
bd V d u
= nilai kelangsingan struktur dan dalam pemakaian rumus (2.18), nilai ini tidak
M u boleh lebih besar daripada.
Dari rumus ini dapat dilihat bahwa V meningkat dengan bertambahnya jumlah c tulangan (dinyatakan dengan ρ ). Dengan meningkatnya jumlah tulangan, panjang dan w lebar retak akan tereduksi. Jika retak dipertahankan sesempit mungkin, akan lebih antara beton pada sisi-sisi yang berlawanan dari retak. Oleh karena itu akan lebih besarlah tahanan geser oleh friksi (aggregate interlock) pada kedua sisi. ' c Pembatasan rumus dengan
V ≤ , c w 3 f . b d diutamakan agar dapat mencegah peningkatan tulangan supaya situasi “interlocking” lebih menurun karena tegangan
beton yang membesar. Untuk mudahnya, sebagai pendekatan yang aman boleh berdasarkan rumus berikut:
1 ' V f c b d = . c w ……….2.19
6 V ditentukan tanpa pengaruh kelangsingan dan persentase tulangan.
Di sini c Rumus ini dianggap sebagai batas bawah yang aman dan akan ditunjukan melalui Gambar(sebelumnya).
V
1
c
= = , 167 Nilai dinyatakan dalam gambar sebagai garis putus-putus
'
6
b d f c w c
(Grafik 2.1). Untuk balok berpenampang persegi berlaku sebagai besaran V = , maka v c
bd
rumus (2.5) berubah menjadi:
V
1 '
c
= = c
v f
.………...2.20
c
bd
6
v adalah batas tegangan geser dari penampang yang dapat melawan beban lentur dan
c geser.V c
Bila tegangan geser akibat V ditentukan sebagai v = , maka penampang beton yang u u
bd v ≤ v
dapat menerima tegangan geser harus memenuhi persyaratan: φ c c Besar factor reduksi kekuatan terhadap tegangan geser menurut pasal 3.2.3.2 sebesar
φ φ = , 6 . Nilai reduksi ini ternyata lebih rendah dibanding dengan nilai “standar” φ = , 8 yang dipakai dalam beban lentur. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai
tegangan geser ditetapkan suatu nilai φ = ,
6 yang berhubungan erat dengan “keamanan”.
1 ' c Tegangan batas φ v berubah menjadi v = , c φ c c 6 f .Nilai φ v untuk mutu
6 beton yang berbeda-beda dirangkum pada Tabel ( φ v dihitung menurut formula (3.4.3) c dari SKSNI). Bila dipakai rumus 3.4-6 dari SKSNI T-15-1991-03, maka diperoleh sebagai: