Perilaku Balok Bertulang Yang Diberi Perkuatan Geser Menggunakan Lembaran Woven Carbon Fiber

(1)

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI

PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN

WOVEN CARBON FIBER

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

050404110 ANDREAS PANDIA

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

ABSTRAK

Struktur dengan berbagai fungsi dan kombinasi beban tergolong rentan, baik terhadap perubahan fungsi yang mengakibatkan pertambahan beban yang dipikul, maupun kemungkinan terjadinya kesalahan perhitungan pada saat perencanaan. Salah satu keruntuhan yang cukup fatal dalam konstruksi balok beton bertulang adalah keruntuhan geser yang diakibatkan oleh kombinasi beban lentur, beban aksial, dan beban geser. Perkuatan (strengthening) merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan struktur dalam memikul beban geser. Metode perkuatan ini menggunakan Woven Carbon Fiber (FRP), merupakan pelat baja tipis yang terdiri dari serat-serat carbon dan fiber yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan serat FRP di bagian sisi pada daerah geser. Penelitian ini merupakan kajian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi perkuatan lembaran serat woven carbon fiber dalam memikul gaya geser balok beton bertulang. Lebih lanjut lagi membandingkan kuat geser balok beton bertulang yang menggunakan serat woven carbon fiber dengan balok beton bertulang tanpa serat woven carbon fiber.

Benda uji berupa balok berukuran (15x20x130)cm dengan tulangan tarik dan tulangan tekan Ø12 dan tulangan geser Ø6. Mutu beton yang dipakai adalah K-250 (f’c = 25 MPa), pada umur 28 hari. Perkuatan yang dipakai adalah serat

Woven Carbon Fiber (FRP), dengan panjang 450 mm, lebar serat 30 mm dan tebal serat 0,127 mm. Semua balok kecuali balok kontrol diperkuat dengan lembaran serat woven carbon fiber yang arah seratnya tegak lurus terhadap sumbu longitudinal balok. Metode lilitan yang ditinjau adalah metode lilitan U. Variabel pengujian berdasarkan jarak antar serat yang divariasikan dengan 100 mm dan 200 mm.

Dari hasil pengujian diperoleh kuat geser untuk Balok Kontrol (BK) 70 KN, Balok U30-100 80 KN dan Balok U30-200 70 KN. Atau terjadi peningkatan kapasitas kuat geser 12,5% (B U30-100); 0% (B U30-200) terhadap Balok Kontrol (BK). Sedangkan lendutan tengah bentang, y2 pada beban maksimum

berturut-turut untuk Balok Kontrol (BK) 7,36 mm; Balok U30-100 5,20 mm; dan Balok U30-200 6,5 mm.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala kasih dan rahmatNya yang tak berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Perilaku Balok Bertulang Yang Diberi Perkuatan Geser Menggunakan Lembaran Woven Carbon Fiber”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak dan Ibu Dosen / Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan hingga selesainya tugas akhir ini.

5. Ayah Simson Pandia dan Ibu S.Agustina br.Bangun tercinta yang selalu memberi kasih sayang, semangat serta doa nya buat penulis, serta saudara/i penulis dan seluruh keluarga yang telah memberi motivasi dan doa.

6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2005, terima kasih atas bantuan dalam bentuk apapun selama kita bersama-sama menjalani masa kuliah dan pengerjaan tugas akhir ini, kebersamaan yang telah kita lewati sangat berarti bagiku, “CIV05 Jaya!!!”.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta referensi yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan segala saran, masukan dan kritikan yang sifatnya membangun dari semua pihak demi perbaikan di masa mendatang. Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010 Hormat Saya,

NIM : 05 0404 110 ANDREAS PANDIA


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 3

I.3. Tujuan Penelitian ... 4

I.4. Pembatasan Masalah ... 4

I.5. Metodologi ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………...………... 8

II.1. Latar Belakang ... 8

II.2. Fiber Reinforced Polymer ... 10

II.2.1. Standard Pedoman Perencanaan ... 12

II.2.2. Aplikasi FRP ... 15

II.3. Geser dan Tarik Diagonal ... 17

II.3.1. Tegangan Geser Beton ... 17

II.3.1. Retak Geser dari Balok Beton Bertulang ... 21

II.4. Analisa Kuat Geser Balok Tanpa Tulangan Geser ... 22


(6)

II.5.1. Mekanisme Analogi Rangka (‘vakwerkanalogi) .... 28

II.5.2. Perencanaan Tulangan Geser ... 32

II.6. Kontribusi Lembaran FRP Dalam Memikul Geser ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

III.1. Bahan Penyusun Beton ... 49

III.1.1. Agregat Halus ... 49

III.1.2. Agregat Kasar ... 52

III.1.3. Semen ... 54

III.1.4. Air ... 56

III.1.5. Baja Tulangan ... 57

III.2. Pelaksanaan Penelitian ... 59

III.2.1. Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ... 59

III.2.1.1. Agregat Halus ... 59

III.2.1.2. Agregat Kasar ... 63

III.2.1.3. Semen ... 68

III.2.2. Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 68

III.3. Benda Uji Beton ... 68

III.3.1. Dimensi Benda Uji ... 68

III.3.2. Variabel Pengujian ... 69

III.3.3. Pemasangan Serat Woven Carbon Fiber (FRP) ... 71

III.4. Pengujian Beton ... 72

III.4.1. Pengujian Kekuatan Tekan Beton ... 72


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

IV.1. Kekuatan Tekan Kubus Beton ... 76

IV.2. Perhitungan Kapasitas Tulangan ... 77

IV.3. Perhitungan Geser Rencana ... 81

IV.3.1. Prediksi Kuat Geser Nominal (Untuk Balok Kontrol) ... 81

IV.3.2. Prediksi Kuat Geser Kontribusi Carbon Fiber FRP ... 82

IV.3.3. Kuat Geser Nominal Setelah Ada Perkuatan FRP ... 84

IV.4. Gaya Geser Ultimit Dan Mode Keruntuhan ... 84

IV.5. Pembacaan Lendutan Dan Regangan Beton Uji ... 85

IV.5.1. Balok Kontrol (Tanpa Perkuatan) ... 85

IV.5.2. Balok Uji Kode U30-100 ... 89

IV.5.3. Balok Uji Kode U30-200 ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

V.1. Kesimpulan ... 98

V.2. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA 100 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Balok yang Kedua Ujung-ujung Ditumpu Bebas dan Dibebani Dua Beban Terpusat, serta Diagram Gaya Lintang dan Diagram

Momen ... 18

Gambar 2.2. Distribusi Tegangan Geser Berbentuk Parabolis pada Penampang Homogen ... 19

Gambar 2.3. Retakan, Busur Tekan dan Ikatan Tarik ... 20

Gambar 2.4. Jenis-jenis Retak Miring ... 22

Gambar 2.5. Retribusi Perlawanan Geser Sesudah Terbentuk Retak Miring .. 23

Gambar 2.6. Grafik hubungan antara Vu dan Mu ... .. 24

Gambar 2.7. Mekanisme Analogi Rangka Batang ... 28

Gambar 2.8. Aksi Rangka dalam Balok Beton Bertulang dengan Tulangan Geser Miring dan Tulangan Geser Vertikal ... 29

Gambar 2.9. Grafik Distribusi Geser Dalam Pada Balok Dengan Tulangan Geser ... 31

Gambar 2.10. Jenis Tulangan Geser ... 32

Gambar 2.11. Kekuatan geser VS yang Ditimbulkan oleh Tulangan Geser ... 34

Gambar 2.12. Notasi perkuatan Geser ... 43

Gambar 2.13. Bagan Alir Perhitungan dalam Mencari Nilai Vf Berdasarkan Tegangan Efektif dan Metode Lekatan Serat ... 46

Gambar 2.14. Pendekatan Analogi Rangka Terhadap Serat Transversal FRP . 47 Gambar 3.1. Benda Uji Kubus 15x15x15cm dan Balok Uji 15x20x130cm .. 69


(9)

Gambar 3.3. Balok Kontrol Yang Diberi Pembebanan P Tengah Bentang, Serta Diagram Gaya Lintang, Diagram Momen Lentur Dan Diagram

Lendutan ... 74

Gambar 3.4. Balok Uji Kode U30-100 Dan Balok Kode U30-200 Yang Diberi Pembebanan P Tengah Bentang ... 75

Gambar 4.1. Kondisi Baja Tekan Meleleh ... 78

Gambar 4.2. Kurva Beban – Lendutan untuk Balok Kontrol ... 88

Gambar 4.3. Kurva Tegangan – Regangan untuk Balok Kontrol ... 88

Gambar 4.4. Kurva Beban – Lendutan untuk Balok Kode U30-100 ... 91

Gambar 4.5. Kurva Tegangan – Regangan untuk Balok Kode U30-100 ... 91

Gambar 4.6. Kurva Beban – Lendutan untuk Balok Kode U30-200 ... 94

Gambar 4.7. Kurva Tegangan – Regangan untuk Balok Kode U30-200 ... 94

Gambar 4.8. Kurva Beban – Lendutan Tengah,Y2 untuk Semua Jenis Balok Uji ... 95


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Sifat Mekanis serat Woven Carbon Fiber ... 5

Tabel 1.2. Variasi Benda Uji ... 6

Tabel 2.1. Data FRP ... 10

Tabel 2.2. Perbandingan Performance FRP ... 11

Tabel 2.3. Faktor Reduksi Lingkungan CE ... 13

Tabel 2.4. Faktor Keamanaan Parsial untuk Kekuatan ... 14

Tabel 2.5. Recommended Values of Partial Safety Factor, to be Applied to Design Strength of Manufactured Composites, Based on Clarke ... 14

Tabel 2.6. Faktor Keamanan Parsial untuk modulus Elastisitas ... 15

Tabel 2.7 Tipe dan Spesifikasi dari Sika Carbodur ... 16

Tabel 2.8. Nilai-nilai φvc ... 27

Tabel 2.9. Nilai φvsmaks untuk Berbagai Mutu Beton ... 42

Tabel 3.1. Susunan Besar Butiran Agregat Halus ... 50

Tabel 3.2. Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ... 53

Tabel 3.3. Komposisi Kimia Portland Semen ... 54

Tabel 3.4. Jenis-jenis Semen Portland ... 56

Tabel 3.5. Hasil Analisa Kimia Baja Tulangan Polos ... 58

Tabel 3.6. Hasil Uji Tarik ... 59

Tabel 3.7. Penamaan dan Parameter Balok Uji ... 70

Tabel 4.1. Pengujian Kuat Tekan Kubus (15x15x15 cm) ... 76

Tabel 4.2. Balok Kontrol 1 (Kode BK-1) ... 86


(11)

Tabel 4.4. Balok Uji Kode U30-100-1 ... 89

Tabel 4.5. Balok Uji Kode U30-100-2 ... 90

Tabel 4.6. Balok Uji Kode U30-200-1 ... 92

Tabel 4.7. Balok Uji Kode U30-200-2 ... 93

Tabel 4.8. Perbandingan Lendutan Tengah Y2 Antara Balok Kontol (BK), Balok Kode U30-100 dan Balok Kode U30-200 ... 95

Tabel 4.9. Perbandingan Regangan Antara Balok Kontol (BK), Balok Kode U30-100 dan Balok Kode U30-200 ... 96

Tabel 4.10. Perbandingan Hasil Analisa Teoritis dengan Eksperimental, VN ... 97


(12)

DAFTAR NOTASI

AS = luas tulangan tarik non-prategang

AS’ = luas tulangan tekan non-prategang

Af = luas penampang serat transversal

AV = luas tulangan geser / sengkang

f’c = kuat tarik beton

fy = kuat tarik tulangan baja Ec = modulus elastisitas beton

Es = modulus elastisitas baja tulangan Ef = modulus elastisitas serat fiber

d = tinggi efektif balok

εc = regangan beton

εS = regangan baja tulangan tekan εy = regangan baja tulangan tarik εf = regangan serat karbon

fy = tegangan tarik tulangan baja ffe = kuat tarik ultimit serat transversal

ffu = tegangan efektif serat transversal

σ'

b = kuat tekan beton

ρf = rasio tulangan serat transversal FRP

MN = momen nominal


(13)

VS = kuat geser dari sengkang

VN = kuat geser nominal

Vf = kuat geser dari serat carbon

sf = jarak antar serat fiber

tf = tebal serat fiber

BK = balok bertulang sengkang minimum dan tanpa perkuatan serat woven carbon fiber

B U30-100 = balok bertulang dengan perkuatan woven carbon fiber tebal 30 mm dan jarak antar serat 100 mm

B U30-200 = balok bertulang dengan perkuatan woven carbon fiber tebal 30mm dan jarak antar serat 200 mm


(14)

ABSTRAK

Struktur dengan berbagai fungsi dan kombinasi beban tergolong rentan, baik terhadap perubahan fungsi yang mengakibatkan pertambahan beban yang dipikul, maupun kemungkinan terjadinya kesalahan perhitungan pada saat perencanaan. Salah satu keruntuhan yang cukup fatal dalam konstruksi balok beton bertulang adalah keruntuhan geser yang diakibatkan oleh kombinasi beban lentur, beban aksial, dan beban geser. Perkuatan (strengthening) merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan struktur dalam memikul beban geser. Metode perkuatan ini menggunakan Woven Carbon Fiber (FRP), merupakan pelat baja tipis yang terdiri dari serat-serat carbon dan fiber yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan serat FRP di bagian sisi pada daerah geser. Penelitian ini merupakan kajian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi perkuatan lembaran serat woven carbon fiber dalam memikul gaya geser balok beton bertulang. Lebih lanjut lagi membandingkan kuat geser balok beton bertulang yang menggunakan serat woven carbon fiber dengan balok beton bertulang tanpa serat woven carbon fiber.

Benda uji berupa balok berukuran (15x20x130)cm dengan tulangan tarik dan tulangan tekan Ø12 dan tulangan geser Ø6. Mutu beton yang dipakai adalah K-250 (f’c = 25 MPa), pada umur 28 hari. Perkuatan yang dipakai adalah serat

Woven Carbon Fiber (FRP), dengan panjang 450 mm, lebar serat 30 mm dan tebal serat 0,127 mm. Semua balok kecuali balok kontrol diperkuat dengan lembaran serat woven carbon fiber yang arah seratnya tegak lurus terhadap sumbu longitudinal balok. Metode lilitan yang ditinjau adalah metode lilitan U. Variabel pengujian berdasarkan jarak antar serat yang divariasikan dengan 100 mm dan 200 mm.

Dari hasil pengujian diperoleh kuat geser untuk Balok Kontrol (BK) 70 KN, Balok U30-100 80 KN dan Balok U30-200 70 KN. Atau terjadi peningkatan kapasitas kuat geser 12,5% (B U30-100); 0% (B U30-200) terhadap Balok Kontrol (BK). Sedangkan lendutan tengah bentang, y2 pada beban maksimum

berturut-turut untuk Balok Kontrol (BK) 7,36 mm; Balok U30-100 5,20 mm; dan Balok U30-200 6,5 mm.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang pada saat ini banyak digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik diperlukan pengetahuan yang cukup luas antara lain mengenai sifat dasar, cara pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

Pembangunan serta peningkatan elemen-elemen infrastruktur yang menunjang pembangunan Indonesia berkembang dengan pesat. Hal ini terlihat pada suatu bangunan yang mendapat perlakuan dalam hal perkuatan pada struktur beton nya. Keadaan ini sejalan dengan timbulnya beberapa permasalahan yang menyangkut struktur beton tersebut , antara lain :

 Kesalahan dalam perencanaan (misalnya : jumlah tulangan yang tidak mencukupi, kesalahan dalam memasukkan beban rencana, dll).

 Kesalahan dalam pelaksanaan (misalnya : jumlah tulangan yang terpasang tidak sesuai dengan rencana, mutu beton tidak sesuai dengan rencana, dll).

 Peningkatan beban hidup (misalnya : adanya peningkatan beban kendaraan, dll).

 Penurunan daya dukung akibat korosi tulangan (umumnya di daerah laut atau daerah aggressive).


(16)

 Perubahan fungsi bangunan (misalnya : perubahan dari rumah tinggal menjadi gudang) atau adanya perubahan dari denah struktur (misalnya : penghilangan kolom, pembuatan lubang pada plat untuk tangga atau lift, dll).

Ada beberapa metode yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain dengan memperpendek bentang dari struktur, menambah jumlah tulangan pada balok, memperbesar dimensi dari beton, atau pembongkaran serta penggantian dengan struktur bangunan baru.

Metode penyelesaian di atas dianggap kurang efisien serta terdapat beberapa kendala yang dijumpai di lapangan, seperti :

 Waktu pelaksanaan yang lama (menunggu proses pengeringan dari material perkuatan hingga mampu memikul beban).

 Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehingga harus menghentikan aktifitas yang ada.

 Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara.

Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang konstruksi khususnya teknologi bahan kini telah ditemukan metode baru dalam melakukan perkuatan, dengan ide dasarnya memberikan tulangan pada balok beton bertulang dari bagian luar, dengan menggunakan “Fiber Reinforced Polymer (FRP)”.


(17)

I.2 Perumusan Masalah

Dalam perencanaan struktur beton bertulang, diperlukan suatu kepastian tentang keamanan struktur terhadap keruntuhan yang mungkin terjadi selama umur bangunan. Salah satu keruntuhan yang cukup fatal dalam konstruksi balok beton bertulang adalah keruntuhan geser yang diakibatkan oleh kombinasi beban lentur, beban aksial, dan beban geser. Beban geser yang melebihi kapasitas penampang balok beton bertulang akan mengakibatkan retakan-retakan diagonal disepanjang balok beton tersebut. Jika balok tersebut tidak mempunyai jumlah tulangan transversal dan tulangan longitudinal yang cukup serta didetail dengan benar, retakan-retakan tersebut dapat terjadi lebih awal dan pada akhirnya akan berakibat terjadi keruntuhan yang tiba-tiba pada balok. Jadi salah satu hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam merencanakan maupun menganalisa suatu struktur beton betulang adalah kegagalan geser pada unit-unit struktur, karena kegagalan geser adalah keruntuhan getas yang berakibat fatal.

Untuk meningkatkan kekuatan geser pada balok perlu dilakukan penelitian terhadap kekuatan geser, salah satunya penggunaan fiber reinforced polymer sebagai bahan alternatif untuk menambah kekuatan geser pada balok. Metode yang digunakan untuk menghitung konstribusi lembaran fiber reinforced polymer memang belum ada yang pasti dan belum adanya standar perencanaan yang tersedia terhadap balok yang diberi perkuatan.


(18)

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi kontribusi lembaran serat woven carbon fiber dalam memikul gaya geser balok beton bertulang.

2. Menambah data base dan informasi penelitian yang sejenis.

3. Memberikan informasi fundamental terhadap mekanisme keruntuhan geser.

I.4 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka perlu dilakukan penelitian untuk meninjau kuat geser balok beton bertulang dengan menggunakan lembaran woven carbon fiber sebagai perkuatan terhadap geser. Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Mutu beton yang dipakai adalah K-250 (f’c = 25 MPa) pada umur 28 hari.

2. Pengujian dengan membuat benda uji pada balok beton bertulang berukuran (15x20x130)cm dengan tulangan tarik, tulangan tekan dan tulangan geser minimum.

3. Standar pengujian dan pengolahan data dilakukan berdasarkan ASTM standard (pemeriksaan beton, pengujian kuat tekan, pengujian geser) dan SKSNI (mix design).


(19)

I.5 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium.

Identifikasi karakteristik material adalah sebagai berikut :

1. Sifat-sifat material a. Baja tulangan polos

Tulangan baja yang digunakan terdiri dari atas tulangan lentur Ø12 dan tulangan geser Ø6, produksi PT. Putra Baja Deli.

b. Lembaran Serat carbon fiber

Lembaran serat yang dipakai adalah woven carbon fiber dan perekat yang digunakan epoxy yang merupakan produksi PT. Sika Indonesia. Dan sifat mekanis serat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1. Sifat mekanis serat woven carbon fiber

Data teknis Nominal Satuan

Areal weight 230 gr/m2

Thickness 0.127 mm

Fiber density 1.80 gr/cm3

Tensile strength 4900 N/mm2

Tensile E-modulus 230000 N/mm2


(20)

c. Benda uji

Dalam penelitian ini akan diuji kubus dan balok beton bertulang dengan mutu beton K-250. Variasi benda uji dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2. Variasi benda uji

No. Pengujian Mutu beton 28 hari

1 Pengujian kuat tekan sampel kubus 15x15x15 cm Beton K-250 3 2 Pengujian kuat geser balok 15cm x 20cm x

130cm tanpa diberi perkuatan lembaran fiber

reinforced polymer dengan tulang geser minimum

Beton K-250 2

3 Pengujian kuat geser balok 15cm x 20cm x 130cm dengan diberi perkuatan lembaran fiber

reinforced polymer dengan tulang geser

minimum

Beton K-250 4

Jumlah 9

Tulangan geser yang dipasang merupakan tulangan praktis (lebih kecil dari persyaratan tulangan minimum) dan diaplikasikan pada semua balok uji. Hal ini dilakukan agar balok lemah dalam menahan geser.

d. Variabel pengujian

Semua balok kecuali balok kontrol diperkuat dengan lembaran serat woven carbon fiber yang arah seratnya tegak lurus terhadap sumbu longitudinal balok. Metode lilitan yang ditinjau adalah metode lilitan U.


(21)

Lebar serat woven carbon fiber digunakan 30 mm dengan jarak antar serat divariasikan dengan 100 mm dan 200 mm. Dengan memvariasikan jarak serat ini untuk mengetahui pengaruh jarak lembar woven carbon fiber terhadap kekuatan geser pada balok.

e. Pelaksanaan pengujian dengan sistem pembebanan

Balok-balok uji dibebani dengan pembebanan menggunakan alat kompres manual Jacking Hidraulic dengan kapasitas 25 ton. Sistem pembebanan dengan metode beban terpusat P yang diletakkan di tengah bentang. Level beban pada saat terjadinya retak geser pertama pada setiap balok uji dan pada saat terjadinya debonding / peeling off serat woven carbon fiber dari permukaan beton diukur. Semua perkembangan retak selama pengujian dimonitor.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi beton pada saat sekarang ini, membuat konstruksi beton semakin banyak dipilih sebagai suatu bahan konstruksi. Konstruksi dari beton banyak memiliki keuntungan selain bahannya sangat mudah diperoleh, juga memiliki beberapa keuntungan antara lain harganya relative lebih murah, mempunyai kekuatan tekan tinggi, mudah dalam pengangkutan dan pembentukannya, serta mudah dalam hal perawatannya. Sehingga banyak bangunan-bangunan yang didirikan memilih konstruksi yang terbuat dari beton sebagai bahan materialnya.

Pemilihan beton sebagai konstruksi telah membuat para ahli beton menciptakan bahan tambahan (admixture) bagi beton. Bahan tambahan (admixture) merupakan bahan yang dianggap penting, terutama untuk konstruksi pada saat sekarang ini yang membutuhkan segala sesuatu yang serba praktis, efisien dan ekonomis tanpa mengurangi mutu dari beton tersebut. Penggunan bahan tambahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan sifat beton yang diinginkan.

Penggunaan bahan tambahan pada konstruksi beton dewasa ini telah berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya pembangunan di bidang konstruksi. Banyak penemuan baru yang dapat menggantikan cara-cara konvensional seperti di bidang perkuatan struktur, dimana telah ditemukan metode dan sistem yang semakin mudah diaplikasikan serta hanya sedikit


(23)

pertambahan dimensi dari struktur, sehingga tetap terjaga keindahan dari konstruksi tersebut.

Struktur dengan berbagai fungsi dan kombinasi beban tergolong rentan, baik terhadap perubahan fungsi yang mengakibatkan pertambahan beban yang dipikul, maupun kemungkinan terjadinya kesalahan perhitungan pada saat perencanaan. Oleh karena itu perlu dikembangkan penggunaan bahan-bahan alternatif yang diperkirakan dapat memperbaiki atau meningkatkan mutu beton bertulang. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu mengupayakan supaya beton mempunyai kuat geser tinggi. Seperti diketahui bahwa kuat geser dijumpai dalam semua unsur beton bertulang, sehingga tanpa disadari struktur yang tidak direncanakan dengan adanya tegangan geser, akan mengalami masalah yaitu retak pada struktur tersebut akibat beban yang mengenainya, dimana struktur tidak mampu menahannya.

Alternatif yang dipakai diantaranya memberikan alternatif solusi perkuatan, menentukan spesifikasi teknis metode pelaksanaan perkuatan berdasar peraturan beton SNI-2847-2002, yang diharapkan dapat memberikan penyelesaian permasalahan yang muncul sehingga dapat menjamin keamanan bagi pengguna bangunan.

Untuk mengetahui metode perkuatan lebih lanjut, sebagai pengembangan dalam hal penggunaan bahan-bahan alternatif terutama yang berhubungan dengan perkuatan kuat geser nya maka akan dibahas perilaku balok beton bertulang dengan bentang sederhana yang diberi perkuatan tambahan berupa lembaran FRP untuk memikul beban yang berangsur–angsur meningkat dari pembebanan yang


(24)

kecil sampai pada suatu tingkat pembebanan yang menyebabkan hancurnya balok beton tersebut di bidang geser nya.

II.2. Fiber Reinforced Polymer

Fiber Reinforced Polymer (FRP) merupakan sejenis pelat baja tipis yang didalamnya terdapat serat-serat carbon dan fiber.

Tiga prinsip penggunan FRP dalam perkuatan struktur adalah :

- Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambahkan FRP pada bagian tarik.

- Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan FRP di bagian sisi pada daerah geser.

- Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambahkan FRP di sekeliling kolom.

Tipe FRP yang umum digunakan sebagai perkuatan struktur dapat berupa CFS (Carbon Fiber Sheet), AFS (Aramid Fiber Sheet), dan GFS (Glass Fiber Sheet).

Tabel 2.1. Data FRP (nilai dibawah hanya untuk fiber saja bukan composite)

Tipe Fiber KuatTarik (N/mm2)

Modulus Elastisitas (kN/mm2)

Elongasi (%)

Massa jenis (gr/cm3) Carbon : high strength 4300-4900 230-240 1.9-2.1 1.8 Carbon : high modulus 2740-5490 294-329 0.7-1.9 1.78-1.8 Carbon : ultra high modulus 2600-4020 540-640 0.4-0.8 1.91-2.1 Aramid : high strength and high

modulus 3200-3600 124-130 2.4 1.44


(25)

Tabel 2.2. Perbandingan Performance FRP

Performance Carbon Aramid Glass

Alkaline Resistant Good Good Bad

UV Resistant Yes No Yes

Electricity Conductivity Yes No Yes

Compressive vs Tensile Strength Close to Lower Close to Elastic Modulus vs Steel Similar Lower Lower

Melting Point 650°C 200°C 1000°C

Creep Rapture Best Moderate Bad

Bentuk FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah : - Plate / Composite

- Fabric / Wrap

Bentuk Plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding ; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom.

Ada beberapa keuntungan penggunaan FRP sebagai Perkuatan Struktur, antara lain :

* Kuat tarik sangat tinggi (± 7-10 kali lebih tinggi dari U39)

* Sangat ringan (density 1.4-2.6 gr/cm3, 4-6 kali lebih ringan dari Baja)

* Pelaksanaan sangat mudah dan cepat

* Memungkinkan untuk tidak menutup lalu lintas (mis : jembatan dll) * Tidak memerlukan area kerja yang luas


(26)

* Tidak memerlukan joint, meskipun bentang yang harus diperkuat cukup panjang

* Tidak berkarat (non logam)

Terdapat juga kerugian dari FRP ,yaitu :

* Ketahanan terhadap kebakaran (harus dilakukan lapisan tahan kebakaran) * Pengrusakan dari luar (umumnya untuk fasilitas umum harus dilakukan lapisan penutup dari mortar).

Dalam penggunaannya, FRP digabungkan dengan suatu bahan perekat (Epoxy Impregnation Resin) yang akan merekatkan lembaran fiber pada balok beton. Bahan perekat yang akan digunakan pada penelitian ini berupa Epoxy dengan merek dagang SIKADUR 330®. SIKADUR 330® terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu

bagian A (berwarna putih) dan bagian B (berwarna abu-abu). Perbandingan campuran antara bagian A : bagian B = 4 : 1 sesuai berat nya.

II.2.1 Standard Pedoman Perencanaan

Pedoman perencanaan untuk FRP dapat mengacu pada standard ACI yaitu “ACI 440-Guide for the Design and Construction of Externally Bonded FRP System for Strengthening Concrete Structures and Technical Report” yang dikeluarkan oleh “Concrete Society Committee Inggris yaitu Technical Report No. 55-Design Guidance for Strengthening Concrete Structure Using Fibre Composite Materials”.


(27)

Di dalam ACI 440, selain factor reduksi kekuatan Φ; juga terdapat factor reduksi lainnya, yaitu :

- Faktor reduksi partial untuk FRP ψ sebesar : Lentur : 0,85

Geser : 0,95 (wrap 4 sisi) atau 0,85 (wrap 3 sisi)

Kolom : 0,90 (bulat); 0,50 (bujur sangkar) atau berdasarkan test (persegi). - Faktor reduksi untuk material FRP akibat pengaruh lingkungan (CE),

dipakai sebagai dasar perencanaan untuk kuat tarik ultimate (flu = CE . flu*

dari pabrik) dan regangan ultimate ( εlu = CE. εlu* dari pabrik )

- Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004.

Tabel 2.3. Faktor Reduksi Lingkungan CE

Kondisi penempatan Carbon Glass Aramid Di luar ruangan 1.0 0.8 0.9 Di dalam ruangan 0.9 0.7 0.8

Di dalam Technical Report No.55, digunakan faktor keamanan partial sbb :

- f1 = flu*/ ( γmf. γmm .γmE )

· γmf : faktor keamanan partial untuk kekuatan

· γmm : faktor keamanan partial untuk proses pembuatan atau pelaksanaan.

· γmE : faktor keamanan partial untuk modulus elastisitas. - Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004.


(28)

Tabel 2.4. Faktor keamanaan parsial untuk kekuatan.

Material Faktor keamanan partial (γmf)

Carbon FRP 1.4

Aramid FRP 1.5

Glass FRP 3.5

Tabel 2.5. Recommended values of partial safety factor, to be applied to design strength of manufactured composites, based on Clarke

Type of system (and method of application or manufacture)

Additional partial safety factor, γmm Plates

Pultruded 1.1

Prepeg 1.1

Preformed 1.2

Lembaran atau tapes

Machines-controlled application 1.1

Vacuum infusion 1.2

Wet lay-up 1.4

Prefabricated (factory-made) shell

Filament winding 1.1

Resin transfer moulding 1.2

Hand lay-up 1.4


(29)

Tabel 2.6. Faktor keamanan parsial untuk modulus elastisitas. Material Partial safety factor, γmE

Carbon FRP 1.1

Aramid FRP 1.1

Glass FRP 1.8

II.2.2 Aplikasi FRP

FRP (fiber reinforced polymer) digunakan pada konstruksi yang telah ada. Pemakaian FRP pada suatu konstruksi biasa nya disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

• Terjadi kesalahan perencanaan

• Adanya kerusakan-kerusakan dari bagian struktur sehingga dikhawatirkan tidak berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.

• Adanya perubahan fungsi pada system struktur dan adanya penambahan beban yang melebihi beban rencana.

Perkuatan tambahan ini telah banyak dipergunakan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, SIKA telah memproduksi FRP sejak tahun 1997. Jenis FRP yang saat ini dipasarkan oleh SIKA adalah terdiri dari :

 Bentuk Plate : Sika Carbodur

Pembagian tipe Sika Carbodur berdasarkan angka modulus elastisitasnya terdiri dari tiga tipe yaitu :


(30)

1. Carbodur tipe S ( Standard ), jenis S512 dan S1012 2. Carbodur tipe M ( Middle )

3. Carbodur tipe H ( High )

 Bentuk Wrap : Sika Wrap 230C

Spesifikasi dari masing-masing tipe Sika Carbodur ini dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut ini.

Tabel 2.7. Tipe dan Spesifikasi dari Sika Carbodur.

Tipe

Tensile Strength (N/mm2)

Ultimate Tensile Strength

(N/mm2)

Elasticity Modulus (N/mm2)

Failure Strain (%)

S(standard) 2400 3100 155000 1.9

M(middle) 2000 2400 210000 1.1


(31)

II.3. Geser dan Tarik Diagonal

Meskipun belum seorangpun yang mampu menentukan dengan tepat daya tahan beton terhadap tegangan geser murni, hal ini tidak terlalu penting karena tegangan geser murni mungkin tidak pernah terjadi dalam struktur beton. Lebih dari itu, sesuai dengan mekanika teknik, jika geser murni dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama akan dihasilkan pada bidang yang lain. Karena kekuatan tarik beton lebih kecil dari kekuatan geser, maka beton akan runtuh dalam tarik sebelum kekuatan gesernya tercapai. Akan tetapi, pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu menghasilkan nilai-nilai leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.

Banyak penelitian telah dilakukan pada bidang geser dan tarik diagonal untuk balok beton bertulang nonhomogen, dan banyak teori dihasilkan. Akan tetapi tidak seorangpun mampu memberikan penjelasan mengenai mekanisme keruntuhan yang terjadi. Akibatnya, prosedur desain terutama didasarkan pada data uji.

II.3.1 Tegangan Geser Beton

Perencanaan beton bertulang terhadap gaya lintang ternyata sesuai dengan lentur murni juga karena yang menentukan adalah perilaku struktur dalam stadium keruntuhan. Gambar (2.1) menyajikan sebuah balok yang kedua ujung-ujungnya ditumpu bebas dan dibebani dengan dua beban terpusat F. Karena beban ini, dapat digambarkan diagram gaya lintang dan simbol atau menyatakan arah pergeseran


(32)

yang cenderung terjadi dalam balok. Pada gambar disajikan pula diagram momen lentur dengan arah lenturan dinyatakan dengan simbol.

Gambar 2.1. Balok yang kedua ujung-ujung ditumpu bebas dan dibebani dua beban terpusat, serta diagram gaya lintang dan diagram momen lentur

Anggap beban balok sendiri diabaikan, maka pada kedua tepi balok di antara perletakan dan beban terpusat terdapat besar gaya lintang yang besarnya konstan : V=F. Sedangkan besar gaya lintang di bagian tengah bentang sama dengan nol. Momen lentur di antara beban terpusat sama dengan M =F.a. Di antara perletakan dan beban terpusat, besar momen lentur meningkat secara linier dari

0

=

M hingga M = F.a.Apa yang akan terjadi bila beban F diperbesar? Selama F masih sedemikian kecil, maka pada balok beton belum terjadi retakan dan sesuai dengan lentur murni pula beton akan berperilaku sebagai bahan homogen.


(33)

Bentuk distribusi tegangan geser V untuk penampang homogen, ternyata sepaham dengan menurut mekanika struktur. Gambar menunjukan distribusi tegangan geser dari balok persegi dengan lebar b dan tinggi h.

Gambar 2.2. Distribusi tegangan geser berbentuk parabolis pada penampang homogen

Secara umum besar nya tegangan geser v yang berlaku adalah :

I b

S V v

. .

= ………... (2.1)

dimana : V = gaya lintang

S = momen statis dari bagian yang tergeser terhadap garis netral b = lebar balok

I = momen inersia penampang

Untuk penampang persegi nilai maksimal tegangan geser :

h b

V I

b h bh V I b

S V vmaks

. 2

3 .

4 1 2 1 .

.

= =


(34)

Bila beban F ditingkatkan, maka pada daerah tarik akan terjadi retakan dan perilaku material pun menjadi non homogen. Dalam balok terbentuk busur tekan dengan ikatan tarik.

Gambar 2.3. Retakan, busur tekan dan ikatan tarik

Tegangan geser bergantung pada :

- Jumlah tulangan memanjang yang ada

- Bentuk busur tekan untuk gelagar yang “pendek dan lebar” lain daripada gelagar yang “ramping”, antar lain akibat dari perbandingan a/h.

- Ukuran daerah tekan, demikian pula dengan besar momen dan kualitas beton yang digunakan.

SKSNI T15-1991-03 Bab 3.4 menguraikan pengaruh-pengaruh tersebut serta teknik memperhitungkannya. Pasal 3.4.1.1 menetapkan bahwa gaya lintang yang bekerja pada penampang yang ditinjau harus direncanakan sehingga :

Vn


(35)

dengan Vu adalah gaya lintang pada penampang yang ditinjau. Dengan

memperhatikan faktor beban maka didapat :

L D

u V V

V =1,2 +1,6 ………...……….(2.3)

dimana : VD = gaya lintang akibat beban mati

VL = gaya lintang akibat beban hidup

II.3.2 Retak Geser Dari Balok Beton Bertulang

Retak miring karena geser dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang baik sebagai retak bebas atau sebagai perpanjangan dari retak lentur. Retak pertama dari kedua jenis retak ini adalah retak lentur-geser. Ini adalah jenis retak yang biasanya dijumpai dalam balok prategang maupun non prategang. Agar retak ini terjadi, momen harus lebih besar dari momen retak dan geser. Retak harus membentuk sudut sekitar 45° dengan sumbu balok dan mungkin diawali pada puncak retak lentur. Retak lentur yang hamper vertical tidak berbahaya kecuali jika ada kombinasi kritis dari tegangan geser dan tegangan lentur yang terjadi pada puncak salah satu retak lentur.

Kadang-kadang retak miring akan terjadi secara independen dalam balok, meskipun tidak ada retak lentur pada lokasi tersebut. Retak tersebut, yang disebut retak web-geser, kadang terjadi dalam web balok prategang, khususnya balok prategang dengan flens lebar dan web tipis.Jenis retak ini akan terbentuk dekat pertengahan penampang dan bergerak mengikuti alur diagonal ke permukaan tarik.


(36)

Gambar 2.4. Jenis-jenis retak miring

Dengan bergeraknya retak ke arah sumbu netral, mengakibatkan pengurangan jumlah beton untuk menahan geser; artinya tegangan geser akan meningkat pada beton di atas retak. Perlu diingat bahwa pada sumbu netral tegangan lentur adalah nol dan tegangan geser mencapai nilai maksimum.

II.4. Analisa Kuat Geser Balok Tanpa Tulangan Geser

Setelah retak berkembang, batang akan runtuh kecuali penampang beton yang retak dapat menahan gaya yang bekerja. Transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang tanpa tulangan geser terjadi dengan suatu kombinasi dari antara beberapa mekanisme sebagai berikut :

1. Perlawanan geser dari penampang yang tak retak di atas bagian yang retak,VCZ(diperkirakan sekitar 20% s.d 40%).

2. Gaya ikat (interlocking) antara agregat (atau transfer geser antara permukaan) dalam arah tangensial sepanjang suatu retak, yang serupa


(37)

dengan gaya gesek akibat saling ikat yang tidak teratur dari agregat sepanjang permukaan yang kasar dari beton pada masing-masing pihak yang retak (diperkirakan 30% s.d 50%).

3. Aksi pasak (dowel action) V , sebagai perlawanan dari penulangan d

longitudinal terhadap gaya transversal (diperkirakan 15% s.d 25%). 4. Aksi pelengkung (arch action) pada balok yang relatif tinggi.

Gambar 2.5. Retribusi perlawanan geser sesudah terbentuknya retak miring.

Untuk gelagar yang hanya dibebani gaya geser dan lentur ditetapkan bahwa; pada retakan (geser), kekuatan geser V yang disumbangkan oleh beton c

ditentukan dari kekuatan geser nominal V yang saling mempengaruhi dan momen u

u

M yang terjadi. Dari sejumlah percobaan yang diturunkan secara statistic, ternyata terdapat hubungan yang ditetapkan menurut persamaan di bawah ini :

3 , 0 1

, 17 14 , 0

'

' = + ≤

c u

u c

w u

f M

d V f

d b

V ρ


(38)

Hubungan ini ditetapkan dalam grafik berikut.

Gambar 2.6. Grafik hubungan antara Vu dan Mu

Pendekatan secara eksperimen menghasilkan sekelompok titik-titik yang berkerumun di sekitar garis yang menetapkan hubungan antara V dan u M . u

Persamaan tersebut memberi ukuran untuk harga V yaitu kekuatan geser nominal c

yang disumbangkan oleh beton. Tanpa dengan yang disumbangkan oleh tulangan geser (sengkang) yang berarti tanpa V , bentuknya menjadi s VuVc. Kemudian rumus tersebut diturunkan sebagai berikut :

c u

u c

w c

f M

d V f

d b

V

' ' 0,14 17,1

ρ

+

= ……….(2.4-2)

atau sebagai :

d b M

d V f

V w

u u c

c

  

+


(39)

Pada SKSNI T15-1991-03 rumus ini dijumpai kembali dalam bentuk d b f d b M d V f

V w c w

u u w c

c 120 . 0,3 .

7

1 ' ≤ '

      +

= ρ (dalam SI) ……….(2.4-4)

d b f d b M d V f

V w c w

u u w c c ' ' 5 , 3 2500 9 , 1 ≤     +

= ρ (Persamaan ACI 11-5) .(2.4-5)

Dalam rumus ini :

c f'

= nilai kekuatan tarik beton, dimana pengaruh mutu beton terhadap V c

dapat ditentukan.

w

b = lebar badan balok Tatau Ldan buntuk lebar balok yang berpenampang persegi.

d = tinggi efektif balok. w

ρ = rasio tulangan; Untuk balok Tatau L:

d b A w s w = ρ Untuk balok persegi :

bd As = ρ u u M d V

= nilai kelangsingan struktur dan dalam pemakaian rumus (2.4), nilai ini

tidak boleh lebih besar daripada 1.

Dari rumus ini dapat dilihat bahwa V meningkat dengan bertambahnya c

jumlah tulangan (dinyatakan denganρw). Dengan meningkatnya jumlah tulangan, panjang dan lebar retak akan tereduksi. Jika retak dipertahankan sesempit


(40)

mungkin, akan lebih banyak beton yang tersisa untuk menahan geser dan akan terjadi kontak lebih dekat antara beton pada sisi-sisi yang berlawanan dari retak. Oleh karena itu akan lebih besarlah tahanan geser oleh friksi (aggregate interlock) pada kedua sisi.

Pembatasan rumus dengan Vc ≤0,3 f 'c.bwddiutamakan agar dapat mencegah peningkatan tulangan supaya situasi “interlocking” lebih menurun karena tegangan beton yang membesar. Untuk mudahnya, sebagai pendekatan yang aman boleh berdasarkan rumus berikut :

d b f

Vc c. w

6

1 '

= ……….(2.4-5)

Di sini V ditentukan tanpa pengaruh kelangsingan dan persentase tulangan. c

Rumus ini dianggap sebagai batas bawah yang aman dan akan ditunjukan melalui Gambar(sebelumnya).

Nilai 0,167

6 1 ' = = c w c f d b V

dinyatakan dalam gambar sebagai garis

putus-putus (Grafik 2.1). Untuk balok berpenampang persegi berlaku sebagai besaran

c c

v bd V

= , maka rumus (2.5) berubah menjadi : c c c f bd V v ' 6 1 = = .………...(2.5) c

v adalah batas tegangan geser dari penampang yang dapat melawan beban lentur dan geser.


(41)

Bila tegangan geser akibat V ditentukan sebagai u

bd V

v c

u = , maka penampang

beton yang dapat menerima tegangan geser harus memenuhi persyaratan: vc ≤φvc Besar factor reduksi kekuatan φterhadap tegangan geser menurut pasal 3.2.3.2 sebesar φ =0,6. Nilai reduksi ini ternyata lebih rendah dibanding dengan nilai “standar” φ =0,8yang dipakai dalam beban lentur. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai tegangan geser ditetapkan suatu nilai φ =0,6 yang berhubungan erat dengan “keamanan”.

Tegangan batas φvc berubah menjadi vc f'c 6 1 6 , 0 =

φ .Nilai φvc untuk

mutu beton yang berbeda-beda dirangkum pada Tabel (φvc dihitung menurut formula (3.4.3) dari SKSNI). Bila dipakai rumus 3.4-6 dari SKSNI T-15-1991-03, maka diperoleh sebagai :

d b f M d V f

v c w

u u w c

c 120 0,6.0,3 .

7 1 6 ,

0 ' ≤ '

     + × = ρ φ …….….(2.6)

Tabel 2.8. Nilai-nilai φvc

Mutu beton f 'c(MPa) 15 20 25 30 35 c

v

φ (rumus 2.5) 0,39 0,45 0,50 0,55 0,59

c v

φ (rumus 2.6) ≤ 0,70 ≤ 0,80 ≤ 0,90 ≤ 0,99 ≤ 1,06

Bila nilai-nilai φvc yang didapat lebih kecil daripada v , maka penampang beton u saja tidak kuat menahan tegangan geser. Berarti untuk v > u φvc perlu diberi tulangan tambahan.


(42)

II.5. Analisa Kuat Geser Balok Yang Bertulangan Geser II.5.1 Mekanisme Analogi Rangka (‘vakwerkanalogi’)

Analogi rangka merupakan konsep lama dari struktur beton bertulang. Konsep ini menyatakan bahwa balok beton bertulang dengan tulangan geser dikatakan berperilaku seperti rangka batang sejajar statis tertentu dengan sambungan sendi. Beton tekan lentur dianalogikan sebagai batang atas rangka batang, sedangkan tulangan tarik sebagai batang bawah. Web rangka batang tersusun dari sengkang sebagai batang tarik vertikal dan bagian beton antara retak tarik diagonal mendekati 45° bekerja sebagai batang tekan diagonal. Tulangan geser yang digunakan berperilaku seperti batang web dari suatu rangka batang.


(43)

(a) Rangka Baja

Beton Tulangan badan

(b) Aksi rangka dalam balok beton bertulang

(c) Balok beton bertulang dengan tulangan geser miring

Beton Tulangan badan

(d) Aksi rangka dalam balok beton bertulang

(e) Balok beton bertulang dengan tulangan geser vertikal

Gambar 2.8. Aksi rangka dalam balok beton bertulang dengan tulangan geser miring dan tulangan geser vertikal


(44)

Meskipun analogi rangka batang telah digunakan bertahun-tahun untuk menjelaskan perilaku balok beton bertulang dengan tulangan web, tetapi tidak menjelaskan dengan tepat bagaimana gaya geser dipindahkan. Tentu saja penulangan geser akan meningkatkan kekuatan geser dari suatu unsur, akan tetapi penulangan sedemikian hanya akan menyumbangkan sedikit perlawanan geser sebelum terbentuknya retak miring.

Retak diagonal akan terjadi dalam balok dengan tulangan geser pada beban yang hampir sama jika retak tersebut terjadi dalam balok dengan ukuran yang sama tetapi tanpa tulangan geser. Adanya tulangan geser hanya dapat diketahui setelah retak mulai terbentuk. Pada saat itu, balok harus mempunyai tulangan geser yang cukup untuk menahan gaya geser yang tidak ditahan oleh beton.

Setelah retak geser terbentuk dalam balok, hanya sedikit geser yang dapat ditransfer melalui retak tersebut kecuali jika tulangan web dipasang untuk menjembatani celah tersebut. Jika tulangan tersebut ada, beton pada kedua sisi retak akan dapat dipertahankan supaya tidak terpisah. Beberapa keuntungan dapat diambil, termasuk:

1. Baja tulangan yang melalui retak memikul geser secara langsung, V cz

2. Tulangan mencegah retak semakin besar dan hal ini memungkinkan beton mentransfer geser sepanjang retak melalui kuncian agregat, V a

3. Sengkang yang membungkus keliling inti beton berperilaku seperti gelang (hoop) sehingga meningkatkan kekuatan dan daktilitas balok. Dengan cara


(45)

yang sama, sengkang mengikat tulangan memanjang ke dalam inti beton dari balok dan menahannya dari tarikan selimut beton, V d

4. Dengan mengikat beton dari kedua sisi retak, tulangan web membantu mencegah retak untuk bergerak ke dalam daerah tekan dari balok. Aksi pasak pada sengkang dapat memindahkan suatu gaya kecil menyeberangi retak, dan aksi ikat (confinement) dari sengkang pada beton tekan dapat meningkatkan kekuatan beton.

Gambar 2.9. Grafik distribusi geser dalam pada balok dengan tulangan geser

Jenis umum dari penulangan geser, seperti yang terlihat pada Gambar (2.8) adalah : (1) sengkang yang tegak lurus dengan tulangan memanjang; (2) sengkang yang membuat sudut 45° atau lebih dengan tulangan memanjang; (3) pembengkokan dari tulangan memanjang sehingga as dari bagian yang dibengkokkan membuat sudut 30° atau lebih dengan as memanjang; (4) kombinasi dari (1) atau (2) dengan (3).


(46)

Gambar 2.10. Jenis tulangan geser

Sengkang miring atau diagonal yang hampir segaris dengan arah tegangan utama lebih efisien dalam memikul geser dan mencegah atau memperlambat terbentuknya retak diagonal. Tetapi sengkang semacam ini biasanya dianggap tidak praktis digunakan di Amerika Serikat karena diperlukan upah kerja yang tinggi untuk menempatkan sengkang tersebut. Sebenatnya ini lebih praktis untuk balok beton precast di mana tulangan dan sengkang disusun terlebih dahulu dalam bentuk kerangka sebelum digunakan dan balok yang sama diduplikasi beberapa kali.

II.5.2. Perencanaan Tulangan Geser

Cara konvensional dari ACI di dalam perencanaan kekuatan geser adalah dengan jalan meninjau kekuatan geser nominal V sebagai jumlah dari dua bagian n

yaitu :

s c

n V V


(47)

di mana V adalah kekuatan geser nominal; n V adalah kekuatan geser dari balok c

yang dikerahkan oleh beton; dan V adalah kekuatan geser akibat penulangan s

geser.

Suatu rumus untuk V dapat dikembangkan berdasarkan penggunaan s

rangka analogi. Misalkan bahwa suatu retak mring dengan arah 45° merambat secara menerus dari tulangan memanjang ke permukaan tekan dan memotong N

buah tulangan geser, seperti yang terlihat pada Gambar (hal 136). Bagian V yang s

dipikul menyeberangi retak dengan penulangan geser sama dengan jumlah komponen vertikal dari gaya tarik yang timbul di dalam penulangan geser. Sehingga :

α sin y v s NA f

V = …………(2.8)

di mana A adalah luas dari tulangan geser dengan jarak s , dan v fy adalah

tegangan tarik leleh untuk tulangan geser. Dari ilmu ukur sudut diperoleh,

(

cot45 +cotα

)

=

(

1+cotα

)

=d ° d

Ns …………(2.9)

Dengan demikian :

(

)

(

)

s d f A f A s d

Vs v y v y

α α

α

α sin cos

sin cot

1 +

= +

= ...……(2.10-1)

Atau bila α = 90°,

s d f A


(48)

Gambar 2.11. Kekuatan geser Vs yang ditimbulkan oleh tulangan geser

Penulangan geser yang terlalu sedikit jumlahnya akan meleleh segera setelah terbentunya retak miring, dan kemudian balok runtuh. Jika penulangan geser terlalu tinggi jumlahnya, akan terjadi keruntuhan geser-tekan sebelum melelehnya tulangan web. Jumlah penulangan geser yang optimal harus sedemikian hingga tulangan geser dan daerah beton tekan kedua-duanya terus memikul geser setelah pembentukan dari retak miring sampai melelehnya tulangan geser, dengan demikian menjamin suatu keruntuhan yang daktail.

Peraturan ACI [Rumus (11-14) dari ACI] mensyaratkan luas tulangan geser minimum A sebesar : v

y w v

f s b

A min =50 ……...(2.11-1)

y w v

f s b A

3

min= (dalam SI) ……...(2.11-2)


(49)

Dari Persamaan (2.11) harga minimum ini memberikan : b d f d b s d f s d f A V w y w y y v

s 50 =50

    = = ...…………....(2.12-1) d b MPa

Vsw

     = 3 1

(untuk SI) ……...(2.12-2)

atau di dalam satuan tegangan nominal pada luas bwd,

= = 50 =50

d b d b d b V v w w w s s lb/inch 2 ……...(2.13-1)

Untuk menjamin agar penulangan geser tidak terlalu tinggi jumlahnya, ACI-11.5.6.8 memberikan batas untuk v sebesar : s

c

s f

v ≤6 ' sampai 8 f 'c ……...(2.13-2)

Geser maksimum V dalam balok tidak boleh melebihi kapasitas geser u

rencana dari penampang balok φVn, dimana φ sebesar 0,85 dan V adalah n kekuatan geser nominal dari beton dan tulangan geser : Vu ≤φVn.

Nilai φVn dapat dibagi menjadi kekuatan geser rencana beton φVc ditambah kekuatan geser rencana tulangan φVs.

s c

u V V

V ≤φ +φ ……...(2.14-1)

Untuk penurunan rumus ini digunakan tanda sama dengan:


(50)

Kekuatan V dari Beton. Peraturan ACI mengizinkan penggunaan salah satu c dari antara rumus yang berikut ini sebagai rumusan perencanaan.

1. Untuk metode yang disederhanakan,

d b f

Vc c w

'

2

= ……...(2.15-1)

untuk SI : Vc f'cbwd 6

1

= ;dengan f'cdalam MPa ……...(2.15-2)

2. Untuk metode yang lebih terperinci,

d b f d b M d V f

V w c w

u u w c c ' ' 5 , 3 2500 9 , 1 ≤     +

= ρ ……...(2.16-1)

untuk SI : b d f b d

M d V f

V w c w

u u w c c ' ' 3 , 0 100 6 1 ≤     +

= ρ ……...(2.16-2)

Harga dari

u u

M d

V tidak boleh melebihi 1,0; dan u

M adalah momen berfaktor

yang terjadi secara bersamaan dengan V untuk kekuatan geser disediakan. u

Kekuatan V Akibat Penulangan Geser. Sumbangan dari penulangan geser, s sebagai ( Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.10-1) :

(

sinα+cosα

)

= s

d f A Vs v y

dan bila digunakan sengkang vertikal (α = 90°) :

s d f A Vs = v y


(51)

Dari rumus ini jarak sengkang yang diperlukan adalah :

s y v V

d f A

s= .……….(2.17)

dan nilai V yang digunakan disini dapat ditentukan sebagai berikut : s

s c

u V V

V =φ +φ

φφ c u s

V V

V = −

Dan untuk tulangan yang dibengkokkan atau kelompok tulangan yang dibengkokkan dengan jarak yang sama dari tumpuan, kita dapatkan :

Vs = Avfysinα ..………(2.18) Kategori dan Persyaratan Perencanaan Peraturan ACI. Perencanaan untuk geser dapat dibagi atas kategori sebagai berikut :

1. Vu ≤ 0,5φVc

Untuk kategori ini, tidak diperlukan tulangan geser (ACI-11.5.5.1)

2. 0,5φVc <Vu ≤φVc

Untuk kategori ini diperlukan tulangan geser minimum kecuali untuk unsure-unsur lentur tipis menyerupai slab yang menurut pengalaman dapat berfungsi secara memuaskan tanpa penulangan geser. Persyaratan penulangan geser minimum dapat ditangguhkan bila dilakukan percobaan untuk membuktikan bahwa kekuatan lentur dan geser yang disyaratkan dapat disediakan.


(52)

Untuk kategori ini, penguatan geser harus memenuhi ACI-11.5.5.3 dan 11.5.4.1, sebagai berikut:

s V

φ perlu=φVsminimum=φ

( )

50bwd dan,

jarak antara s maksimum 24 2 ≤

d inch

3. φVc <Vu

[

φVcVsmin

]

Untuk semua unsur lentur, termasuk semua yang dikecualikan di dalam Kategori 2, harus diberikan penguatan geser yang memenuhi Persamaan (5.10.10) dan (5.10.11).

4.

[

φVcVsmin

]

<Vu

[

φVc

( )

4 f'c bwd

]

Untuk SI, ACI 318-83M menggantikan 4 f 'c psi, f'c 3jika f’c dalam MPa.

Untuk kategori ini, persyaratan penulangan geser yang dihitung akan melebihi

s V

φ minimum yang disyaratkan, dan penguatan geser harus memenuhi Rumus ACI (11-2), ACI-11.5.6, 11.5.4.1, dan 11.5.4.3, sebagai berikut:

s V

φ perlu =Vu −φVc

s V

φ ada

s d f Av y φ

= (untuk α =90°)

s maksimum 24 2 ≤


(53)

5.

[

φVc

( )

4 f'c bwd

]

<Vu

[

φVc

( )

8 f 'c bwd

]

Untuk SI, ACI 318-83M sebagai pengganti 4 f'c dan 8 f'c psi, f'c 3

dan 2 f'c 3, jika f’c dalam MPa.

Perbedaan antara kategori 4 dan 5 adalah bahwa untuk semua bentang dari balok dengan tegangan nominal v yang harus dipikul oleh penguatan geser s

berada di antara 4 f'c dan 8 f'c , jarak penulangan geser s yang maksimum

tidak boleh melebihi d 4.

Jarak s maks 12 4 ≤

d inch.

Geser berfaktor V tidak boleh melebihi batas atas di dalam Persamaan u

(5.10.17) menurut ACI-11.5.6.8.

Geser berfaktor maksimum yang harus disediakan untuk balok adalah yang terjadi di dalam penampang kritis. Persyaratan V di daerah antara u

bidang tumpuan dan penampang kritis harus diambil konstan dan sama dengan harga pada penampang kritis.

Perhitungan Sengkang menurut SKSNI T15-1991-03. Bila sistem rangka (Gambar 2.6) dianalogikan sebagai balok beton, maka batang vertikal dari sistem rangka tersebut sesuai dengan sengkang dari sebuah balok beton. Sengkang ini mengalami gaya tarik. Gaya yang harus dilawan V adalah sumbangan dari s


(54)

Luas penampang sengkang yang diperlukan pada pembebanan tersebut : y s s f V A φ = ………...……(2.19-1)

Karena jarak pusat ke pusat sengkang pada skema ini dianggap z, maka luas penampang yang diperlukan per satuan panjang adalah:

y s s f z V z A φ = ……...(2.19-2)

Besar kekuatan geser nominal yang disumbangkan oleh beton:

bd v Vcc

Dengan demikian, yang harus dilawan oleh sengkang adalah:

(

v v

)

bd V

V

Vs u φ c u φ c .

φ = − = −

Luas penampang sengkang per satuan panjang adalah:

(

)

y c u s f z bd v v z A φφ . − = ...……(2.19-3)

Luas total penampang sengkang sepanjang y adalah:

(

)

y c u s f z bdy v v z y A φ φ . −

= ……...(2.19-4)

Pada rumus ini v konstan dalam jarak y. u

Pada beban yang terbagi rata, V berkelakuan linier sehingga bentuk distribusi u v u


(55)

Rumus luas total penampang sengkang adalah :

(

)

y c u sengk f z bdy v v A φ φ . 2 1 − = ……...(2.19-5)

Dalam situasi ini, jarak antara sengkang harus diatur sesuai dengan v dan u V . u

Umumnya rumus yang berlaku untuk tulangan sengkang adalah:

(

)

y rata rata c u sengk f z bdy v v A φ

φ .

= ……...(2.19-6)

Andaikan A adalah penampang sengkang maka untuk v y =s berlaku sebagai berikut:

(

)

y rata rata c u v f z bds v v A φ

φ .

= ……...(2.19-7)

Dalam formula di atas A adalah luas penampang ganda dari sengkang. v

Dengan φVs =Vu −φVc =

(

vu −φvc

)

.bdmaka didapatkan :

y s v f z s V A φ φ = ...……(2.19-8)

SKSNI T15-1990-03 memberikan rumus ini dalam bentuk sebagai berikut (Persamaan 2.10-1) :

s d f A Vs = v y


(56)

Ternyata dalam SKSNI T15-1990-03 diijinkan pemakaian tinggi efektif d dari harga z yang diturunkan secara teoritis sesuai dengan teori sistem rangka.

Tinggi efektif ini dimasukkan dalam rumus perhitungan sengkang total :

(

)

y rata rata c u sengk

f

by v

v A

φ

φ .

= ………...(2.19-9)

Bila ditetapkan

(

vu −φvc

)

rataratavs, maka φvs dapat ditulis kembali menjadi:

by f A vs sengkφ y

φ .

= ..………(2.20)

Jarak maksimum sengkang pada balok beton bertulang yang

berpenampang persegi adalah:

2 d smaks =

Tanpa diragukan lagi untuk V berlaku harga maksimal sebesar s vsmaks

bd f's 3 2

= dan diturunkan kembali menjadi vsmaks f's 3 2

= .

Nilai φvsmaks untuk berbagi mutu beton diberikan pada Tabel 2.9 berikut. Tabel 2.9. Nilai φvsmaks untuk berbagai mutu beton.

Mutu beton f'c (MPa) 15 20 25 30 35 s

v


(57)

II.6 Kontribusi Lembaran FRP Dalam Memikul Geser

Berdasarkan analogi rangka, kontribusi lembaran FRP dalam memikul gaya geser yang bekerja dapat diperhitungkan dengan menambahkan suku Vf

pada persamaan (ACI Committee 440), sehingga :

ΦVn

(

Vc+VsVf

)

……….(2.21) dengan :

Φ = faktor reduksi kekuatan, 0,65

ψ = faktor reduksi tambahan untuk FRP,

= 0,95 untuk komponen yang ditutup lembaran keliling penampang

atau keempat sisinya

= 0,85 untuk U-wrap tiga sisi atau bentuk pelat


(58)

Ada beberapa pendekatan yang berhasil dikembangkan untuk memperhitungkan Vf , yaitu :

a. Model A. Khalifa et al. (1998)

Kontribusi geser dari lembaran FRP transversal yang dipasang pada badan penampang dapat diperhitungkan sebagai berikut :

(

)

f f fe f f s d f A

V = . .sinβ+cosβ . ………..(2.22)

dengan ; ffe =R.ffu

(

.

)

1,218

(

.

)

0,778 0,5 .

562 ,

0 2 − + ≤

= f Ef f Ef

R ρ ρ

dimana :

ffu = kuat tarik ultimit serat transversal

ffe = tegangan efektif serat transversal

ρf = rasio tulangan serat transversal FRP =

f w f f s b w t . . . 2

β = sudut antara serat transversal dengan sumbu longitudinal balok

df = tinggi efektif serat FRP

Af= luas penampang serat transversal = 2t .f wf

sf = jarak/ spasi pemasangan serat transversal

wf = lebar serat transversal

tf = tebal serat transversal


(59)

b. Model Maeda et al. (1997)

Pengujian yang dilakukan Maeda et al. berdasarkan tegangan lekatan lembaran FRP pada permukaan beton, dengan variasi kekakuan dan panjang lekatan. Hubungan fungsi dari ketebalan lembaran FRP dengan modulus elastis FRP disajikan dalam persamaan berikut :

Le = e6.134-0.58ln(tf Ef) ……… (2.23-1)

Karena kekakuan lembaran serat meningkat, maka panjang efektif nya berkurang. Selanjutnya data pengujian menunjukkan tegangan lekatan saat runtuh merupakan fungsi linier dari kekakuan, dimana k = 110.2x10−6/mm.

τbu= k Ef tf …………... (2.23-2) Berdasarkan kesimpulan Horiguchi et al. (Oct 1997), kuat lekat antara lembaran FRP dengan permukaan beton adalah fungsi dari (f’c/42)2/3.

τbu= k(f’c/42)2/3 Ef tf …………... (2.23-3) Lebar efektif serat tergantung pada sudut retak geser (asumsi 45°), dan nilai wfe

ditentukan dari persamaan-persamaan berikut :

wfe = df jika lembaran serat membungkus seluruh balok

wfe = df - Le jika lembaran serat diaplikasikan dengan bentuk U

wfe = df - 2Le jika lembaran serat hanya dilekatkan pada sisi balok

Sehingga kontribusi lembaran CFRP memikul kapasitas geser diperhitungkan dengan persamaan:

f fe bu f e f

s w w L


(60)

Gambar 2.13. Bagan alir perhitungan dalam mencari nilai Vf berdasarkan

tegangan efektif serat dan metode lekatan serat.

Diketahui : besaran-besaran penampang balok beton bertulang, mutu beton, besaran / sifat FRP (Ef , tf , ffu) dan konfigurasi FRP.

Yang dikehendaki : menghitung kontribusi lembaran serat carbon (FRP) terhadap kapasitas geser balok.

Mulai

Pendekatan desain berdasarkan tegangan efektif FRP

Pendekatan desain berdasarkan mekanisme lekatan

Pendekatan ini berlaku untuk kasus :

ρf Ef < 1.1 GPa

Hitung ρf :

ρf = 2 tf /bw (untuk lembaran FRP menerus)

ρf = (2 tf /bw) (wf /sf) (untuk potongan FRP)

Gunakan persamaan :

R = 0.562(ρf Ef)2 – 1.218(ρf Ef) + 0.778 ≤ 0.5

untuk menghitung faktor reduksi R. Kemudian hitung ffe menggunakan

persamaan :

ffe = R ffu

Gunakan persamaan :

Af ffe(sinβ + cosβ) df

Vf =

sf

untuk memperoleh nilai Vf

Ambil nilai Vf terkecil yang diperoleh

dari kedua pendekatan di atas.

Gunakan persamaan : Le = e6.134 – 0.58 ln (tf

E

f

)

τbu = k(fc /42)2/3 Ef tf

wfe = df

wfe = df - Le

wfe = df - 2Le

untuk memperoleh : panjang efektif lekatan Le, kuat lekat τbu , dan tebal

efektif wfe berturut-turut.

Gunakan persamaan : 2Le wfτbu wfe

Vf =

sf

untuk memperoleh nilai Vf


(61)

c. Model Taljsten et al.

Karena Vf memiliki pendekatan pola yang mirip dengan tulangan geser, maka

analogi rangka dapat digunakan, dengan anggapan khusus kepada hubungan

kompatibiliti untuk sistem serat FRP.

Gambar 2.14. Pendekatan analogi rangka terhadap serat transversal FRP

hor hor hor hor hor s A E

N =ε . . ..……… (2.24-1)

ver ver ver ver ver s A E

N =ε . . ..……… (2.24-2)

2 2

ver hor

res N N

N = + ..……… (2.24-3)

β = arc tan

    ver hor N N ..……… (2.24-4)

Persamaan-persamaan di atas ditulis kembali dengan meninjau sifat Nres sebagai

VFRP dan memasukan faktor modifikasi η = 0.4 sebagai kontribusi regangan

sepanjang bentang :

(

)

θ β θ η sin cos . . . . 2 − = res res FRP s z N


(62)

d. Model M.J Chajes et al.

Kontribusi geser dari lembaran FRP diperhitungkan sebagai berikut :

d E

A

Vf = f. fver. , untuk α = 0°, 90° .……. (2.25-1) 2

. .

.E d

A

Vf = f f εver , untuk α = 45° , 135° ..…… (2.25-2) dengan :

εver = 0.0062 (untuk Carbon Fiber Sheet).

Af = luas perkuatan geser FRP/ mm panjang balok.

e. Model Triantafillou (1998).

Semakin tebal lembaran serat aramid yang dipasang maka regangan serat aramid akan semakin kecil.

1. Untuk 0≤ρfEf ≤1 Gpa :

(

)

2

0104 . 0 0205

. 0 0119 .

0 f f f f

f ρ E ρ E

ε = − + ……...…… (2.26-1)

2. Untuk ρfEf ≥1 Gpa :

(

)

0.00245 00065

.

0 +

= f f

f ρ E


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Bahan Penyusun Beton

Bahan – bahan utama penyusun beton adalah semen, agregat kasar dan agregat halus serta air, selain itu dapat pula ditambahkan bahan - bahan tambahan (admixture) untuk mendapatkan sifat – sifat beton yang diinginkan. Seorang perencana harus dapat membuat perencanaan yang ekonomis dalam hal jumlah bahan penyusun beton untuk mencapai kekuatan beton yang diinginkan. Untuk itu perlu diadakan pemilihan dan juga serangkain pemeriksaan terhadap bahan – bahan tersebut. Bahan – bahan penyusun beton yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III.1.1. Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus / lolos ayakan 5 mm dan tertahan di ayakan 0,15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu – batuan.

Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan – gundukan di sepanjang sungai, sering disebut sebagai pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung,disebut sebagai pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.


(64)

Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :

Persyaratan Umum Agregat Halus

a) Susunan butiran ( gradasi )

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan akan mengisi ruang – ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batas – batas seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Susunan Besar Butiran Agregat Halus Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

9.52 100

4.76 95 – 100

2.38 85 – 100

1.19 50 – 85

0.60 25 – 60

0.30 10 – 30

0.15 2 - 10

Sumber : ASTM C33-74a

b) Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci.


(65)

c) Kadar gumpalan liat / clay lump harus kurang dari atau sama dengan 1% (≤ 1%) terhadap berat kering.

d) Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan memperlambat proses pengikatan semen dengan butiran pasir, dan kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan waran yang lebih tua dari standar warna Gardner.

Pengelompokan standar warna Gardner adalah sebagai berikut :

1. Standar Warna No.1 : berwarna Bening / Jernih.

2. Standar Warna No.2 : berwarna Kuning Muda.

3. Standar Warna No.3 : berwarna Kuning Tua.

4. Standar Warna No.4 : berwarna Kuning Kecoklatan.

5. Standar Warna No.5 : berwarna Coklat.

Perubahan warna yang diperbolehkan menurut standar warna Gardner adalah plat No.3. Jika warna yang terjadi melebihi palat No.3, berarti pasir tersebut mengandung bahan organic yang banyak dan harus dicuci dengan larutan NaOH 3% kemudian dibersihkan dengan air.

e) Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus – menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak


(66)

lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

f) Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :

- Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%.

- Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 15%.

III.1.2. Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil desintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 5 mm.

Agregat Kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

Persyaratan Umum Agregat Kasar

a) Susunan butiran (gradasi)

Agregat kasar harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari butiran yang heterogen (bervariasi), karena ruang-ruang kosong antara pertikel menjadi sedikit sehingga pemakaian semen pun akan menjadi lebih irit serta pengikatan butiran-butiran agregat dapat berlangsung dengan baik. Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yangdiperlihatkan dalam Tabel 3.2.


(67)

Tabel 3.2. Susunan Besar Butiran Agregat Kasar

Ukuran Lubang Ayakan (mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

38.10 95 – 100

19.10 35 – 70

9.52 10 – 30

4.75 0 - 5

Sumber : ASTM C33-74a

b) Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus–menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

c) Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak dapat pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.

d) Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat halus harus dicuci.

e) Kekerasan dari butiran agregat kasat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat-syarat berikut :


(68)

• Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 – 19,1 mm lebih dari 24% berat.

• Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 – 30 mm lebih dari 22% berat.

f) Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

III.1.3 Semen

Semen adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang jika dicampur dengan air akan membentuk suatu pasta semen yang mengikat agregat, dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya calcium silicates dan satu atau dua bentuk calcium sulfat sebagai bahan tambahan.

Komposisi kimia dari semen dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut : Tabel 3.3. Komposisi Kimia Portland Semen

Chemical name

Abbreviated name

Chemical notation

Abbreviated notation

Mass Content (%)

Calsium oxide Lime CaO C 58 – 66

Silicon dioxide Silica SiO2 S 18 – 26

Aluminium oxide Alumina Al2O3 A 4 – 12

Ferric oxides Iron Fe2O3+FeO F 1 – 6

Magnesium oxide Magnesia MgO M 1 – 3

Sulphur trioxide Sulphuric anhydrite

SO3 S 0.5 – 2.5


(69)

Semen mempunyai sifat-sifat yang sangat mempengaruhi beton, yaitu :

1. Kehalusan (fineness), kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pasta semen. Makin halus butiran semen maka makin baik kualitas semen, karena lebih luas permukaan yang dapat dihidrasi maka lebih banyak gel semen yang terbentuk pada umur muda, sehingga kekuatan awal yang dicapai akan lebih tinggi.

2. Waktu pengikatan semen, waktu pengikatan semen penting untuk diperhatikan karena selama pengikatan ini terjadi reaksi kimia antara semen dan air. Batas waktu pengikatan semen terdiri atas waktu ikat awal dan waktu ikat akhir, dengan batasan (standard PBI’71) sebagai berikut :

• Waktu ikat awal > 30 menit

• Waktu ikat akhir < 600 menit

3. Panas hidrasi, adalah panas yang dikeluarkan oleh adukan semen yang dapat menyebabkan keretakan pada beton.

4. Pengembangan volume (le chathelier), pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari beton, oleh karena itu pengembangan beton dibatasi besarnya ± 0.8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO yang bebas, yaitu CaO yang tidak sempat bereaksi dengan oksida-oksida lain. Adanya CaO ini yang bereaksi dengan air akan membentuk Ca(OH)2 pada saat kristalisasi volumenya akan membesar.

Akibat pembesaran volume tersebut akan mendesak ruang antar partikel dan akan timbul retak-retak.


(70)

Pembagian jenis-jenis semen Portland dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut. Tabel 3.4. Jenis-jenis Semen Portland

Jenis Penggunaan

I Konstruksi biasa dimana sifat yang khusus tidak diperlukan

II Konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas hidrasi yang sedang

III Jika kekuatan permulaan yang tinggi diinginkan IV Jika panas hidrasi yang rendah diinginkan

V Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan

III.1.4 Air

Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang dipergunakan. Air yang dipergunakan harus disesuaikan dalam batas yang memungkinkan untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan beton menjadi encer, sedangkan kadar air yang rendah menyebabkan daya rekat campuran beton berkurang. Jumlah air yang digunakan pada campuran beton dapat dibagi dua kategori, yaitu :

1. Air bebas, yaitu air yang digunakan untuk keperluan hidrasi semen


(71)

Air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Persyaratan Umum Air

1. Tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, bahan padat, sulfat, klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton dan baja tulangan, sebaiknya digunakan air yang dapat diminum.

2. Air yang keruh sebelum digunakan harus diendapakan selama minimal 24 jam atau jika dapat disaring terlebih dahulu.

3. Harus memenuhi batas-batas yang diizinkan.

III.1.5 Baja Tulangan

Beton kuat dalam menahan gaya tekan, tetapi tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik.

Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan luluh (σy) dan

modulus elastisitas (Es). Didalam perencanaan atau analisis beton bertulang pada

umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui pada awal perhitungan. Ketentuan SK SNI T-15-1991-03 menetapkan bahwa nilai modulus elastisitas baja dalah 200.000 Mpa sedangkan nilai tegangan luluhnya bervariasi.


(72)

Ada 2 jenis tulangan baja yang biasa digunakan yaitu tulangan baja polos dan tulangan baja ulir. Pada penelitian ini digunakan tulangan baja polos. Tulangan baja yang digunakan terdiri dari atas tulangan lentur Ø12 dan tulangan geser Ø6, produksi PT. Putra Baja Deli.

Pengujian hasil analisa komposisi kimia berdasarkan standar uji : ASTM A 751 dengan menggunakan mesin uji : ARL Spark Spektrometer. Sedangkan untuk pengujian tarik digunakan standar uji : SNI 07-2052-2002 dengan mesin uji : UPM 200 & 1000. Komposisi kimia material besi tulangan baja dan uji tarik dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan 3.6 berikut ini.

Tabel 3.5. Hasil analisa kimia baja tulangan polos

Unsur Nilai Kandungan Unsur (%)

Ø6 mm Ø12 mm

Fe Rem Rem

C 0.25 0.21

Si 0.19 0.098

Mn 0.71 0.53

Cr 0.049 0.039

Ni < 0.018 0.071

Mo < 0.0018 < 0.0018

Cu 0.28 0.27

Al 0.00 0.00

V 0.0091 0.00

W 0.036 0.087

Ti 0.00 0.00

Nb 0.0029 0.00

B 0.00 0.00

S 0.040 0.027

P 0.013 0.026


(73)

Tabel 3.6. Hasil uji tarik

No Ø (mm)

Ao (mm2)

Fe (kN)

Fm (kN)

σy (N/mm2)

σu (N/mm2)

ε

(%) Kode Keterangan 1 6 28.3 10.5 14.0 372 495 35 Ex.deli BjTP30 Polos 2 6 28.3 11.0 14.5 389 513 33 Ex.deli BjTP30 Polos 3 12 113.0 39.0 55.0 345 487 20 Ex.deli BjTP30 Polos 4 12 113.0 38.0 54.0 336 478 25 Ex.deli BjTP30 Polos

Sumber : BPPT Tangerang, 2010

III.2. Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini adalah :

III.2.1 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton

Pemeriksaan karakteristik bahan penyusun beton adalah :

` III.2.1.1 Agregat Halus

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari daerah Sei Selayang, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadapa agregat halus meliputi :

 Analisa ayakan pasir

 Pemeriksaan berat isi pasir

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir

 Pencucian pasir lewat ayakan no. 200 (pemeriksaan kadar lumpur)


(1)

(2)

Gambar 9. Hasil Pengujian Balok U30-100 Berupa Pelepasan Serat Carbon (Delaminasi Bonding Agent)


(3)

(4)

(5)

(6)