ASUHAN KEPERAWATAN MULTIPLE VEHICLE TRAU

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS 2
ASUHAN KEPERAWATAN MULTIPLE VEHICLE TRAUMA
DAN AMBULANCE SERVICE

Fasilitator : Deni Yasmara, M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B
Disusun oleh:
Kelompok 6 / kelas A-1
Khildatut Tatkiroh
Alfita Nadziir
Kusumastuti
Jihan Nisa Afdila
Alfiatis Su’udiyah
Novi Ikhyarul Hani
Cahya Mustika
Dyah Khusnul Fadhilah
Rega Setiananda

(131111110)
(131211131019)
(131211131021)
(131211132010)

(131211131093)
(131211131095)
(131211133035)
(131211133017)
(131211133007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

1

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Multiple Vehicle Accident Dan Ambulance Service” ini dengan
lancar dan tepat pada waktunya
Hasil laporan ini disusun khusus untuk memenuhi tugas Keperawatan Kritis
2 Semester 8 tahun ajaran 2015/2016. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada:
1. Pak Deni Yasmara M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B selaku Fasilitator Kelompok 6
Keperawatan Kritis 2.
2. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari sebagai manusia kami banyak kekurangan. Oleh karena itu
dengan kerendahan hati, kami mohon pembaca berkenan memberikan kritik dan
saran demi penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi kelompok kami.

Surabaya, April 2016

Penyusun

2

DAFTAR ISI
Halaman judul .............................................................................................

i


Kata Pengantar ............................................................................................

ii

Daftar Isi .....................................................................................................

iii

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang..............................................................................

1

1.2

Rumusan Masalah ........................................................................


1

1.3

Tujuan ...........................................................................................

1

1.3.1 Tujuan Umum......................................................................

1

1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................

2

Manfaat .........................................................................................

2


1.4

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP MULTIPLE VEHICLE ACCIDENT
2.1.1 Definisi ..............................................................................
2.1.2 Etiologi .............................................................................
2.1.3 Manifestasi .......................................................................
2.1.4 Klasifikasi..........................................................................
2.1.5 Patofisiologi.......................................................................
2.1.6 WOC..................................................................................
2.1.7 Pemeriksaan diagnostik .....................................................
2.1.8 Penatalaksanaan.................................................................
2.1.9 Pencegaahan.......................................................................
2.2 AMBULANCE SERVICE
2.2.1 Definisi Layanan................................................................
2.2.2 Tujuan Layanan ................................................................
2.2.3 Bentuk Layanan ...............................................................
2.2.4 Jenis dan Standart Ambulance ..........................................
2.2.5 Tata Tertib Ambulance ......................................................
2.2.6 Pemeriksaan Ambulance ...................................................

2.2.7 Pengoperasian Ambulance ................................................
2.2.8 Langkah sebelum transport pasien.....................................
2.2.9 Transportasi Pasien Kritis..................................................
2.2.10 Dokumentasi layanan ambulans.........................................
2.2.11 Pelayanan Ambulance BPJS..............................................

3
4
6
7
10
16
19
20
21
23
24
24
25
29

29
30
31
32
35
35

BAB 3 : ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................

36

3.1 Kasus.............................................................................................

36

3

3.2 Pengkajian ....................................................................................
3.3 Analisa Data .................................................................................
3.4 Diagnosa Keperawatan ................................................................

3.5 Rencana Keperawatan ..................................................................

36
42
43
44

BAB 4 : PENUTUP
4.1
4.2

Kesimpulan ...................................................................................
Saran .............................................................................................

50
50

Daftar Pustaka .............................................................................................

51


4

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (UU LLAJ), kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di
Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau
kerugian harta benda.
Indonesia menempati posisi 72 dengan total kematian akibat kecelakaan
sebanyak 44.594 jiwa atau dengan prosentase sebanyak 3,19 % dari total
kematian lainnya. Kasus kecelakaan lalu lintas termasuk dalam sepuluh kasus
dengan kematian tertinggi di indonesi (WHO,2014). Penyeab kecelakaan
terbanyak yaitu diakibatkan oleh pengguna jalan sebanyak 93,52 %.
Kecelakaan lalu lintas dapat berakibat fatal terhadap manusia seperti cedera
ringan, cedera parah bahkan sampai kematian.
Selain itu faktor yang tidak boleh ditinggalkan yaitu penanganan dan
pengangkutan korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat untuk diberikan

perawatan lebih lanjut. Sehingga pelayanan ambulance yang baik juga akan
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup korban kecelakaan lalu lintas.
Melihat permasalahan tersebut diperlukan upaya untuk membahas
mengenai kecelakaan lalu lintas dan bagaiman cara penanganan yang tepat
agar sebagai mahasiswa keperawatan mampu melakukan penanganan dasar
ketika kecelakaaan terjadi dan mahasiswa dapat mengetahui mengenai layanan
ambulance dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Multiple Vehicle Accident dan konsep Ambulance Service?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

1

Menjelaskan konsep konsep dan Asuhan Keperawatan pada
klien dengan Multiple Vehicle Accident dan konsep Ambulance
Service
1.3.2 Tujuan Khusus
1.


Menjelaskan konsep Multiple Vehicle Accident dan Ambulance

2.

Service
Menjelaskan definisi Multiple Vehicle Accident dan Ambulance
Service
Menjelaskan etiologi Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan manifestasi klinis Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan patofisiologi Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan WOC Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan pemeriksaan penunjang Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan penatalaksanaan Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan asuhan keperawatan Multiple Vehicle Accident

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami konsep Multiple Vehicle Accident dan
Accident Ambulance Service
2. Mengetahui dan memahami definisi Multiple Vehicle Accident dan
Accident Ambulance Service
3. Mengetahui dan memahami etiologi Multiple Vehicle Accident
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Multiple Vehicle
Accident
5. Mengetahui dan memahami patofisiologi Multiple Vehicle Accident
6. Mengetahui dan memahami WOC Multiple Vehicle Accident
7. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang Multiple Vehicle
Accident
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Multiple
Vehicle Accident
9. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan
Multiple Vehicle Accident
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP MULTIPLE VEHICLE ACCIDENT
2.1.1 Definisi

2

Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang
sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau
kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984).
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian
yang tidak terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada
benda, luka, atau kematian. Kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi dua yaitu
a motor vehicle traffic accident dan non motor vehicle traffic accident. A
motor vehicle traffic accident adalah setiap kecelakaan kendaraan bermotor
di jalan raya. Non motor vehicle traffic accident adalah setiap kecelakaan
yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi
atau untuk mengadakan perjalanan dengan kendaraan yang bukan kendaraan
bermotor (Idries AM, 1997).
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama
cedera kepala, penyebab lain yang mungkin adalah jatuh, pemukulan,
kecelakaan. Tiga mekanisme yang berperan pada trauma kepala ialah
akselerasi, deselerasi, deformasi. Cedera kepala diakibatkan dari kekuatan
yang ditransmisikan ke kranium. Cedera dapat mengakhibatkan kerusakan
pada tengkorak tanpa cedera otak, otak tanpa kerusakan tengkorak,
tengkorak dan otak (Nurachmah dan Sudarsono, 2000).
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), kecelakaan lalu lintas adalah suatu
peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan
korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Tahun 1993 Bab XI :
1. Pasal 93 Ayat (1): kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan
yang tidak di sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan dengan atau pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan
korban manusia atau kerugian harta benda.
2. Pasal 93 ayat (2): korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa korban mati, koban luka berat
dan korban luka ringan (Idries AM, 1997).
2.1.2 Etiologi

3

Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu
lintas, antara lain:
1. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam
kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan
pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena
sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku
ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pura-pura tidak
tahu.
2. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak
berfungsi

sebagaimana

seharusnya,

kelelahan

logam

yang

menggakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak
diganti, dan berbagai penyebab lain. Keseluruhan faktor kendaraan
sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang
dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan
perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, di samping itu adanya
kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara
teratur.
3. Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak
pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang bagus, rata lebih sering
terjadi kecelakaan lalu lintas dibandingkan jalan yang rusak dan
berlubang.
4. Faktor cuaca
Hujan mempengaruhi kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi
lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarang pandang juga terpenagaruh
karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya
hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan
kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah
pegunungan (WHO, 2007).
Trauma pada pengendara sepeda motor atau sepeda juga khas. Sekitar 6070% korban menderita cedera pada daerah tibia karena tinggi bemper mobil sama

4

dengan tungkai bawah. Selain itu, korban akan terlempar ke jalan atau ke atas dan
kepala membentur bingkai atas kaca mobil sehingga terjadi hiperekstensi kepala
dengan cedera otak dan cedera tulang leher. Kemungkinan terjadinya cedera perut
pada pengemudi motor akibat usus terjepit di antara setang setir dan tulang
belakang, namun pada pemeriksaan fisik akan hanya ditemukan jejas pada kulit
perut (Wim de Jong, 2005).
Menurut injuryclaimcoach.com, beberapa hal yang dapat menyebabkan
kecelakaan ialah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mabuk dan gangguan saat menyetir
Melanggar peraturan lalu lintas
Distraksi akibat pemakaian telepon genggam
Mengirim pesan (short message) saat berkendara
Tertidur saat berkendara
Kualitas dan kondisi jalan yang buruk
Cuaca
Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan; Faktor

Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor Lingkungan Jalan
(Road Environment). Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain. Halhal yang tercakup dalam faktor-faktor tersebut antar lain:
a. Faktor Pengemudi ; kondisi fisik (mabuk, lelah, sakit, dsb), kemampuan
mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dll.
b. Faktor Kendaraan ; kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dll.
c. Faktor Lingkungan Jalan ; desain jalan (median, gradien, alinyemen, jenis
permukaan, dsb), kontrol lalu lintas (marka, rambu, lampu lalu lintas), dll.
d. Faktor Cuaca ; hujan, kabut, asap, salju, dll.
Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau saling menunjang bagi
terjadinya kecelakaan. Namun, dengan diketahuinya faktor penyebab kecelakaan
yang utama dapat ditentukan langkah-langkah penanggulangan untuk menurunkan
jumlah kecelakaan. Berdasarkan penelitian yang pernah ada faktor penyebab
kecelakaan dapat dikomposisikan dalam gambar berikut :

5

Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat – Dept.Perhubungan (2013)
2.1.3 Manifestasi Klinis Multiple Vehicle Accident
Manifestasi klinis cedera kepala pada klien yang mengalami multiple
Vehicle Accident menurut Baughman (2010), meliputi:
a. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur.
b. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pengembangan pada area
tersebut.
c. Fraktur pada basal tulang tengkorak seringkali menyebabkan hemoragi
dari hidung, faring, atau telinga, dan darah mungkin akan terlihat pada
konjungtiva.
d. Ekimosis mungkin terlihat diatas mastoid (tanda Battle).
e. Drainase cairan serebro spinal dan telinga dan hidung menandakan
fraktur basal tulang tengkorak.
f. Drainase CSF dapat menyebabkan infeksi serius, y.i., meningitis melalui
robekan dura meter.
g. Cairan serebro spinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi
otak atau kontusio.
2.1.4 Klasifikasi Perlukaan dan Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas
Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari
tabrakan atau benturan dari kendaraan. Kematian karena kecelakaan lalu
lintas dapat dibagi menjadi empat kategori tergantung dari arah terjadinya
benturan pada kendaraan, antara lain :

6

1. Arah depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80%
dari semua kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila
dua kendaraan/orang bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau
bagian depan dari kendaraan menabrak benda yang tidak bergerak,
seperti tembok, ataupun tiang listrik. Sebagai akibat dari energi gerak,
penumpang dari kendaraan bermotor akan terus melaju (bila tidak
memakai sabuk pengaman pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka
akan tergantung dari posisi saat kecelakaan
2. Arah samping (lateral)
Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak
dari arah samping, ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya
menghantam benda tidak bergerak. Dapat terlihat perlukaan yang sama
dengan tabrakan dari arah depan, bila benturan terjadi pada sisi kiri dari
kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi
kiri, dan penumpang depan akan mengalami perukaan yang lebih sedikit
karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada
sisi kanan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian juga bila tidak
ada penumpang.
3. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari
samping, terutama bila tidak memakai pelindung kepala (helm), terguling
di jalan, sabuk pengaman dan penumpang terlempar keluar mobil.
Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat korban mendarat pada
permukaan yang keras. Pada beberapa kasus, korban yang terlempar bisa
ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus
seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.
4. Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap
oleh bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada
pengguna mobil), yang dengan demikian memproteksi penumpang
bagian depan dari perlukaan yang parah dan mengancam jiwa (Fintan,
2006).

7

Lima jenis tabrakan yang mungkin terjadi selain dari faktor arah terjadinya
benturan pada kendaraan yaitu
1. Benturan frontal
Merupakan benturan dengan benda didepan kendaraan, yang
secara tiba-tiba mengurangi kecepatannya. Benturan kedepan dari
tubuh terhadap tungkai dapat mengakibatkan fraktur dislokasi sendi
ankle, dislokasi lutut karena femur override terhadap tibia dan fibula,
fraktur femur, dislokasi posterior dari femoral head dari asetabulum
karena pelvis override femur. Bila roda depan sepeda motor
bertabrakan dengan suatu objek dan berhenti maka kendaraan akan
berputar ke depan dengan momentum mengarah ke sumbu depan.
Pada saat gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut pengendara
mungkin membentur stang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas
melewati stang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan
stang kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
2. Benturan lateral
Merupakan benturan pada bagian samping kendaraan yang
mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan. Pengemudi yang
ditabrak pada sisi pengemudi, mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan,
trauma paru kanan, trauma hati, dan fraktur skeletal sebelah kanan,
termasuk fraktur kompresi pelvis. Pada sepeda motor, benturan dari
samping dapat terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai bawah.
3. Benturan dari belakang
Pada benturan ini, fraktur dari elemen posterior vertebra
sevikalis dapat terjadi, seperti fraktur laminar, fraktur pedikel, fraktur
spinous process, dan hal ini disebar ke seluruh vertebra servikal.
4. Benturan quater panel
Benturan quarter panel, dari depan maupun dari belakang,
menyebabkan terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan, benturan
lateral maupun frontal atau benturan lateral dan benturan dari
belakang.
5. Terbalik

8

Pada

kendaraan

mengenai/terbentur

yang

pada

terbalik,

semua

bagian

penumpangnya
dari

dapat

kompartemen

penumpang.
6. Ejeksi
Trauma yang diderita penumpang dapat lebih berat waktu terjadi
ejeksi daripada waktu penderita membentur tanah. Kemungkinan
trauma meningkat 300% kalau penumpang diejeksi keluar dari
kendaraan.
Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan untuk menghindari
terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin
akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan kendaraan bergeser dan
ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi
trauma jaringan lunak yang parah (ATLS, 2004).
2.1.5 Patofisiologi
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera
kepala, penyebab lain yang mungkin adalah jatuh, pemukulan, kecelakaan. Tiga
mekanisme yang berperan pada trauma kepala ialah akselerasi, deselerasi,
deformasi. Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam,
misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu. Deselerasi
yaitu jika kepala yang bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat
kepala terbentur. Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh
yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan,
atau pemotongan pada jaringan otak. Pada saat terjadi deselerasi, ada
kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat menambah kerusakan.
Mekanisme cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat
benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan
(kontra kup). Cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan
struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosin
tripospat dalam mitokondria, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi
cedera kepala digolongkan menjadi dua proses yaitu cedera kepala otak primer

9

dan sekunder. Cedera otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan
otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera primer misalnya adanya
hipoksia, iskemia, perdarahan. Perdarahan serebral menimbulkan hematom,
misalnya pada epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan
periosteum tengkorak dengan duramater, sub dural hematom diakibatkan
berkumpulnya darah pada ruang antara duramater dengan sub arachnoid dan
intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral.
Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi akibat dari gangguan
pada autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan menimbulkan
hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak, karena otak
sangat sensitif terhadap oksigen dan glukosa. Cedera kepala diakibatkan dari
kekuatan yang ditransmisikan ke kranium. Cedera dapat mengakibatkan
kerusakan pada tengkorak tanpa cedera otak, kerusakan otak tanpa kerusakan
tengkorak, kerusakan tengkorak dan otak. Cedera kepala fatal terjadi lebih dari
30% kasus sebelum tiba di rumah sakit karena keseriusan cedera. Sebagian orang
meninggal karena cedera kepala sekunder yang meliputi iskemia akibat hipoksia
dan hipotensi, hemoragi sekunder, dan edema serebral (Nurachmah dan
Sudarsono, 2000).

Trauma sumsum tulang belakang paling sering terjadi pada daerah torakal
atau pada daerah batas torakal dan lumbal, lebih jarang pada daerah servikal
ataupun daerah lumbal (Muttaqin, 2008). Cedera medula spinalis (spinal cord and
back injury) adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis, dan lumbalis

10

akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Semua trauma tulang
belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal
pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan
secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada
tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang, medula spinalis.
Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai
kelainan pada medula spinalis (80%) dan hanya sebagian (20%) yang disertai
kelainan pada medula spinalis. Trauma pada tulang belakang ini dapat disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, jatuh, luka tusuk, luka tembak,
kejatuhan benda keras. Mekanisme cedera pada motor vehicle accident atau
kecelakaan lalu lintas umum melibatkan cedera daerah servikal akibat
hiperekstensi dan hiperfleksi. Cedera medula spinalis dan tulang belakang
seringkali mengalami cedera secara bersamaan. Kerusakan minor dari kolumna
vertebralis umumnya tidak menyebabkan defisit neurologis. Cedera pada medula
spinalis dan kolumna vertebralis dapat diklasifikasikan menjadi fraktur dislokasi,
fraktur murni, dislokasi murni dengan perbandingan 3:1:1. Ketiga tipe tersebut
terjadi melalui mekanisme yang serupa antara lain kompresi vertikal dengan
anterofleksi (cedera fleksi) atau dengan retrofleksi (cedera hiperekstensi). Pada
cedera fleksi, kepala tertunduk tajam ketika gaya diberikan. Kedua vertebra
servika yang bersangkutan mengalami stres dan batas anteroinferior dari korpus
vertebra yang berada di atas akan terdorong ke bawah (kadang terbelah menjadi
dua). Fragmen posterior dari korpus vertebra yang mengalami fraktur akan
terdorong ke belakang dan memberikan kompresi pada medula spinalis (tear drop
fracture). Mekanisme cedera ini merupakan jenis yang paling sering pada daerah
servikal dan umumnya melibatkan daerah C5/C6 (terjadi subluksasi/dislokasi).
Seringkali terdapat robekan dari interspinous dan posterior longitudinal ligamen
sehingga menyebabkan cedera ini tidak stabil. Cedera yang lebih ringan dari
mekanisme fleksi hanya menyebabkan dislokasi. Cedera medulla spinalis terjadi
akibat kompresi atau traksi dan menyebabkan adanya kerusakan langsung atau
vaskular (Ropper, Samuels MA., 2009)

11

Mekanisme cedera lainnya akibat kecelakaan ialah cedera kompresi. Pada
cedera dengan mekanisme ini, korpus vertebra mengalami pemendekkan dan
mungkin terjadi wedge compresion fracture atau burst fracture dengan aspek
posterior dari korpus masuk ke dalam kanal spinalis. Wedge fracture umumnya
stabil karena ligamentum intak, namun apabila terdapat fragmen yang masuk ke
dalam kanal spinalis dan biasanya terdapat kerusakan ligamen sehingga tergolong
tidak stabil. Apabila terjadi kombinasi gaya rotasi, dapat terjadi tear drop fracture
(digolongkan tidak stabil) (Kaye, AH. 2005).

12

Gambar kecelakaan yang memungkinkan menimbulkan trauma pada servikalis
dengan mekanisme trauma fleksi dan rotasi ( Jefrrey et all,1999)
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil,
jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis,
Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan
pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu
terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang
belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang
belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu
duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara
mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat
mengakibatkan paraplegia. Whiplash injury adalah nyeri leher setelah terjadi
cedera pada jaringan lunak leher (terutama pada otot dan persendian leher).
Cedera ini terjadi karena paksaan pergerakan pada leher yang melampaui batas.
Cedera ini dikenal sebagai cedera hiperekstensi atau tegang otot leher. Hal ini
dapat terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor, cedera pada olahraga, kepala
tertimpa benda yang jatuh, cedera fisik misalnya mengguncang-guncangkan tubuh
bayi, ketegangan kronis pada otot leher misalnya menjepit telepon pada leher.
Gejala cedera ini meliputi sakit leher, bengkak pada leher, nyeri sepanjang
punggung, tegang otot di sisi atau belakang leher, susah menggerakkan leher
(Ropper, 2009).

13

14

2.1.6 WOC Cedera Tulang Belakang, Medula Spinalis dan Kepala
Kecelakaan lalu lintas atau motor vehicle accident

Fraktur, subluksasi, dislokasi, kompresi diskus, robeknya ligamentum, kompresi akar saraf
Trauma pada servikalis tipe fleksi
Trauma pada servikalis tipe ekstensi

Cedera spinal tidak stabil

Kompresi korda Resiko tinggi injuri

Cedera spinal stabil
Fraktur kompresi baji
Spasme otot Ligamen utuh

Aktual/resiko
napas tidak efektif, curah jantung
Nyeri menurun
Spasme otot
Tindakan
dekompresipola
dan stabilisasi
Hambatan mobilitas
Fase asuhan perioperatif
Kompresi diskus dan kompresi akar saraf
Prognosis penyakit

Respon psikologis

Kecemasan Paralisis ekstremitas atas
16

Kecelakaan
Tulang belakang mengalami trauma
Cedera kolumna vertebralis, cedera medula spinalis

Perdarahan mikroskopik

Kerusakan jalur sipatetik desending

Reaksi peradangan

Kehilangan kontrol tonus vasomotor persarafan
Terputus
simpatis
jaringan
ke jantung
saraf medula spinalis

Kelumpuhan o
Syok spinal

Paralisis dan paraplegi
Reflek spinal

Edema pembengkakan

Reaksi anastetik

Iskemia da

Penekanan saraf dan pembuluh darah
Respon nyeri hebat
Gangguan
Ileus paralitik, gangguan fungsi rektum dan kandu

Hambatan mobilitas fisik

Aktivasi sistem saraf simpatis

Blok saraf

Kelemahan fisik umum
Nyeri akut

Defisit
perawatan
Penekanan
Kemampuan
jaringan
batuk
setempat
menurun,
kurang
mobilitas diri
fisik
Kontriksi pembuluh darah

Penurunan perfusi jaringan

Hipov

Gaga
Gangguan eliminasi urin dan alvi

Kem
Dekubitus
Resiko infark pada miokard

Asupan nutrisi tidak adekuat

Risiko kerusakan integritas jaringan

Disfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensori
Penurunan tingkat kesadaran

Ko

Risiko ketidakbersihan jalan napas
Ketidakseimbangan nutrisi

Perubahan proses keluarg
Risiko trauma (cedera)

Perubahan persepsi
Koping
sensorik
individu tidak efektif Kecemasan
17

18

Cidera kepala
primer

Cidera Kepala

Kecelakaan

Cidera kepala
sekunder
Kecelakaan
karena
tembakan dan
bom

Fraktur
Fraktur
tulang
tengkorak
linear
Tidak
membutuhkan
penanganan
khusus kecuali
terjadi kerusakan
otak

Epidural,
subdural
hematoma
Fraktur
basis
cranii

Depresed
skull
facrture

Kesadara
n

Ganggu
an
sistemik

Peningkata
n TIK

Muntah

Nyeri
kepala

Hemato
ma
traumati
k

Herniasi

Kerusakan
neuromusku
lar &
penurunan
kesadaran

MK.
Ganggu
an rasa
nyaman

Penuruna
n reflek
batuk
Tidak mampu
mengeluarkan
muntah

Auto darah
regulasi otak
terganggu
Penurunan
aliran darah
otak
Hipoksia,
peningkatan
CO2
Penurunan
kesadaran

MK. Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

Akumulasi sisa
muntahan
19

MK. Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas

Stimulasi
hipotalam
us
pelepasa
n ACTH

Rangsa
ng-an
hipofisis

Penghentia
n sekresi
anti
diuretik

Diabetes
insipidus

Penurunan
kemampu
an
menelan

Herniasi
batang otak

Serebral

Steroi
d
adren
al

Afisia
motori
k
Gg.
Komunika
si verbal

As.
Lambun
g

Reten
si Na
& air

MK.
Gangguan
keseimban
gan cairan

Mual,
muntah,
perdaraha
n lambung

Kerusakan
autoregul
asi
pernafasa
n
MK.
Ketidakefektifan
pola nafas

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Multiple Vehicle Accident
Pemeriksaan diagnostik pada klien Multiple Vehicle Accident, tergantung
deri cedera yang dialami klien. Menurut Satyanegara (2010), kecelakaan
lalu lintas adalah penyebab tersering (49%) seseorang mengalami cedera
kepala. Maka pemeriksaan diagnostiknya meliputi (Muttaqin 2008):
1. Pemeriksaan Sken Komputer Tomografi Otak (CT scan)
Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih (gold
standard) untuk kasus cedera kepala mengingat selain prosedur ini tidak
invasive (sehingga aman), juga memiliki kehandalan yang tinggi.
Dalamhal ini dapat diperoleh informasi yang lebih jelas tentangkondisi
lokasi dan adanya perdarahan intrakranial, edema, kontusi, udara, benda
asing intracranial, serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.
2. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun
kerusakan otak yang kronis.
3. Angiografi serebral.
4. EEG berkala.
5. Foto rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. PET, mendeteksi perubahan aktivitas metabolic otak.
7. Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
8. Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intrakranial.
9. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi

pengaruh

obat

sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran.
10. Analisa Gas Darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa.

19

2.1.8 Penatalaksanaan Multiple Vehicle Accident
Berikut tindakan kedaruratan pada klien korban multiple vehicle accident
(Hidayat 2008):
1. Bebaskan jalan nafas (airway)
a. Memeriksa respon klien denagn menepuk-nepuk pundak pundak/
memanggil dengan suara keras.
b. Berteriak untuk meminta bantuan, jika penolong kedua tersedia,
minta orang untuk meminta bantuan 118.
c. Telentangkan korban, topang kepala dan leher jika diperlukan (4-10
detik).
d. Tengadahkan/ ektensikan kepala atau dorong dagu. Angkat rahang,
jika ada benda asing, ambil dengan jari.
2. Berikan dan bantu pernafasan (breathing)
a. Tempatkan telinga di atas mulut. Amati dada, lihat, dengar, dan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

rasakan adanya nafas (3-5) detik.
Jaga agar jalan nafas tetap terbuka.
Rapatkan mulut ke mulut.
Berikan 2 kali napas secara perlahan, amati meningginya dada
Masing-masing napas dilakukan selama 1 sampai 1,5 detik.
Reposisi penderita dan coba beri napas bantuan.
Minta bantuan 118.
Lakukan 5 dorongan/ sentakan abdominal subdiafragmatik (maneuver

Heimich).
i. Angkat rahang, bila ada benda asing ambil dengan jari.
j. Jika tidak berhasil, ulangi langkah di atas sampai berhasil.
3. Berikan sirkulasi (circulation)
a. Rasakan nadi karotis dengan satu tangan dan pertahankan kepala
b.
c.
d.
e.
f.

tengadah dengan tanagn kurang lebih 5-10 detik.
Tekan sedalam 2,5-3,75 cm 100 per menit.
2 kali napas setiap 30 kompresi.
Jumlah siklus adalah 5 kali (kira-kira 2 menit).
Rasakan denyut nadi karotis.
Jika nadi tidak teraba, ulangi RJP dimulai dengan kompresi, panggil

118.
g. Jika nadi ada tetapi napas tidak ada, ulangi pemberian napas buatan.
2.1.9 Pencegahan Multiple Vehicle Accident
Sebagian besar kecelakaan dapat dicegah. Pencegahan kecelakaan di
jalan raya dapat dijalankan dengan meningkatkan keterampilan pengguna
jalan, kedisiplinan, kendaraan yang layak jalan serta sarana jalan yang
aman. Disamping itu penggunaan alat pelindung seperti pelindung kepala

20

(helm) dan sabuk pengaman perlu menjadi kebiasaan sehari-hari yang tak
tergantung pada pengawasan petugas (Djauzi 2009).
Selain hal diatas, apapun kendaraan yang dikemudikan, keamanan
memang faktor paling penting. Berikut beberapa strategi keamanan dasar
yang dapat menjauhkan dari bahaya ketika mengemudi di jalan raya (Polda
metro jaya 2010):
1. Pertama dan yang paling penting adalah menemukan posisi mengemudi
yang baik. Atur kursi sehingga anda dapat meletakkan pergelangan
tangan di atas roda kemudi dengan tangan terentang. Anda mungkin
perlu mengatur kemiringan sandaran kursi untuk menemukan posisi
2.

ideal yang benar-benar nyaman dan tidak melelahkan.
Atur sandaran kepala sehingga pas berada di belakang namun tidak
menyentuh kepala anda. Pegang kemudi dengan kedua tangan sejajar
pada posisi jarum jam angka sembilan (tangan kiri) dan angka tiga
(tangan kanan), agar anda dapat memutar roda kemudi ke kiri atau

3.

kanan dengan cepat dan tepat.
Bila kurang nyaman, dapat memilih posisi jarum jam angka 10 dan 2.
Jangan membiasakan meletakkan tangan pada bagian atas roda kemudi,
terutama pada mobil-mobil baru, karena air bag dapat mematahkan

4.

tangan atau mendorongnya ke muka anda bila sampai terkembang.
Meskipun pemerintah belum memberlakukan peraturannya, biasakanlah
untuk

menggunakan

sabuk

pengaman

(safety

belt)

sebelum

menghidupkan mesin. Mintalah agar penumpang di kursi depan juga
mengenakan sabuk pengaman. Sabuk ini telah terbukti berhasil
5.

menyelamatkan jiwa.
Ikuti arus lalu lintas. Atur kecepatan yang sama dengan kendaraan

6.

sekitar anda bila memungkinkan.
Perbedaan besar antara kecepatan anda dengan kendaraan lain dapat

7.

membahayakan.
Bersikaplah Mandiri. Jangan ikuti kumpulan kendaraan di jalan tol agar

8.

dapat menghindari tabrakan yang menimpa kendaraan lain.
Awasi lalu lintas. Lihatlah jauh ke depan dan perhatikan adanya

masalah sebelum anda sampai di tempat itu.
9. Sering periksa kaca spion.
10. Antisipasi. Selalu Antisipasi keadaan darurat yang mungkin terjadi, dan
rencanakan jalan keluarnya.

21

11. Jangan berdiam di jalur paling kanan. Jalur kanan adalah untuk
mendahului, bukannya jalur cepat, apalagi bila kecepatan anda di
bawah 80 km/jam. Inilah sebab mengapa banyak pengemudi yang
nekad mendahului dari jalur paling kiri. Jadi jangan salahkan dulu
mereka yang mungkin sedang terburu-buru namun ada pengemudi
"keras kepala" yang tidak bersedia memberi jalan di jalur paling kanan.
12. Tetaplah di jalur sebelah kiri, kecuali bila akan mendahului. Jangan
mencoba memblokir pengemudi yang ngebut. Biarkan pak Polisi yang
melakukannya.
13. Beri tanda! Beri tanda bila anda akan pindah jalur, begitu pula bila akan
membelok.
14. Tunggu sebelum membelok ke kanan. Bila anda berhenti di jalan yang
ramai sambil menunggu untuk belok ke kanan, biarkan kemudi dalam
posisi lurus sampai mendapat giliran. Bila anda menunggu dengan
posisi kemudi ke arah kanan dan anda tertabrak dari belakang, mobil
anda dapat terdorong ke arah kendaraan dari depan.
15. Bantu mereka untuk masuk tol. Bila anda berada di jalur kiri pada jalan
tol yang lebar, anda dapat membantu kendaraan yang akan memasuki
tol dari arah kiri secara aman dan mulus dengan berpindah jalur
sebentar, tentu saja bila situasi memungkinkan.
16. Gunakan rem pada saat yang tepat. Kurangi kecepatan sebelum
memasuki tikungan. Mengerem saat anda berada di tengah-tengah
tikungan dapat mengurangi keseimbangan kendaraan. Begitu pula,
turunkan gigi transmisi sebelum memasuki tikungan.
17. Coba dulu sistem anti-lock brake (ABS) kendaraan anda. Bila mobil
anda dilengkapi ABS, anda mungkin dikejutkan dengan getaran dan
suara aneh dari pedal rem ketika mendadak diinjak. Jangan tunggu
sampai terjadi keadaan darurat. Pada saat hujan, carilah jalan yang licin
dan benar-benar kosong atau pelataran parkir yang kosong dan injaklah
rem sekuat-kuatnya sampai ABS bekerja, jadi anda tahu bagaimana
rasanya. Anda juga dapat melakukan hal ini dengan sistem rem biasa
untuk memeriksa apakah pengereman cukup seimbang dan tidak
menarik ke satu sisi.
18. Jangan menggunakan ponsel ketika mengemudi. Penelitian menemukan
bahwa penggunaan ponsel ketika mengemudi menaikkan risiko
22

kecelakaan sampai empat kali lipat. Risikonya tidak berubah walaupun
menggunakan hands-free.
19. Jagalah penglihatan malam hari anda. Jangan menatap lampu-lampu
mobil dari arah berlawanan. Bila merasa terganggu, fokuskan
pandangan pada bahu kiri jalan.
20. Usahakan cukup tidur. Jangan mengemudi bila anda mengantuk. Bila
mata anda cenderung terpaku pada satu titik, ini adalah tanda bahaya.
Segera hentikan kendaraan begitu anda menemukan tempat yang aman
dan cobalah beristirahat selama beberapa menit.

2.2 Ambulance Service
2.2.1 Definisi
Kamus Webster

mendefinsikan

Ambulan

sebagai

sebuah

Organisasi yang melakukan pertolongan pertama, dalam hal ini adalah
berupa kendaraan yang dilengkapi dengan alat pertoogan pertama dan
digunakan untuk mengangkut orang-orang yang terluka, kecelakaan
atau sakit. Hospital 0 and M Services Report No 8 (1964) telah
mendefinisikan ambulan sebagai; transportasi yang mencakup semua
ambulans, sitting case cars, layanan mobil rumah sakit, kereta api
maupun semua akomodasi yang disediakan oleh otoritas kesehatan
setempat (Goel, 2012). Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan
transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar Fasilitas
Kesehatan disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga kestabilan
kondisi pasien untuk kepentingan keselamatan pasien (Peraturan
Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Pasal 29). Dari definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa ambulance service merupakan pelayanan
akomodasi yang disediakan oleh rumah sakit atau otoritas pelayanan
kesehatan untuk melakukan pertolongan pertama atau rujukan kepada
klien.
2.2.2 Tujuan
Layanan ambulan merupakan penghubung rumah sakit dengan
masyarakat. Pelayananan ambulance adalah bagian dari manajemen

23

penatalaksanaan gawat darurat. Tindakan darurat harus dilakukan dari
tempat kejadian sebagai langkah awal dikenal dengan BLS, dan ALS
oleh tenaga yang terlatih dan professional. Adapun tujuan layanan
ambulance

adalah

memberikan

pertolongan

awal

serta

memindahkan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita ke sarana kesehatan/rumah sakit yang memadai
(Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes RI 1995:9)
2.2.3 Bentuk Pelayanan
Bentuk pelayanan

yang

diatur

dalam

Kepmenkes 143/Menkes-

Kesos/SK/II/2001 berdasar jenis kendaraan adalah sebagai berikut:
1. Ambulans Transportasi
Merupakan layanan ambulans yang disediakan untuk pasien yang
tidak

memerlukan

transportasi

darurat.

Pasien-pasien

ini

memerlukan transportasi ke atau dari fasilitas kesehatan seperti
rumah

sakit,

menggunakan

namun

karena

kendaraan

kebutuhan
pribadi

klinis
atau

tidak

dapat
umum

(Ambulance.nsw.gov.au, 2016).
2. Ambulans Gawat darurat
Ambulans Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelaksana
teknis dalam penanganan kegawatdaruratan, Kejadian Luar Biasa,
Musibah Masal dan bencana sebagai garda terdepan dalam
penanganan dibidang Kesehatan khususnya Pra rumah sakit
(Agddinkes.jakarta.go.id, 2016).
3. Ambulans Rumah Sakit Lapangan
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan
ambulans pelayanan medik.
4. Ambulans Pelayanan Medik Bergerak
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan
Digunakan sebagai ambulans transport.
5. Kereta Jenazah
Merupakan ambulans yang memberikan pelayanan pemulangan
jenazah.
6. Ambulans Udara
Ambulans udara adalah layanan medis darurat yang menggunakan
transportasi udara (pesawat, helikopter). Ambulans udara digunakan
saat ambulans tradisional tidak dapat mencapai tempat kejadian

24

dengan mudah atau cepat, atau jika pasien harus diangkut melalui
jarak yang membuat transportasi udara menjadi transportasi yang
paling praktis dan efisien (Definitions.uslegal.com, 2016).
2.2.4 Jenis Ambulance
1. Ambulans transport
Tujuan Penggunaan : Pengangkutan penderita yang
memerlukan

perawatan

khusus/

tindakan

darurat

tidak
untuk

menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul
kegawatan selama dalam perjalanan.
Petugas :
a. 1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup dasar)
dan berkomunikasi
b. 1 (satu) perawat dengan kemampuan PPGD (pertolongan
pertama gawat darurat)
Peralatan :
a. Tabung oksigen dengan peralatannya
b. Alat penghisap cairan / lendir 12 Volt DC
c. Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-dewasa,
dll)
d. Obat-obatan sederhana, cairan infus secukupnya
2. Ambulans gawat darurat
Tujuan Penggunaan : Pertolongan penderita gawat darurat pra
rumah sakit, pengangkutan penderita gawat darurat yang sudah
distabilkan dari lokasi kejadian ketempat tindakan definitif atau
kerumah sakit, sebagai kendaraan transport rujukan.
Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
b. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD
c. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
(advanced trauma life support/advanced cardiac life support)
Peralatan :
a. Peralatan rescue :
1. Lemari obat dan peralatan
2. Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
3. Peta wilayah setempat
4. Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
5. Lemaries/ freezer, ataukotakpendingin
b. Medis :
1. Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
2. Peralatan medis PPGD

25

3. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan
anak/ bayi
4. Suction pump manual dan listrik 12 V DC
5. Peralatan monitor jantung dan nafas
6. Alat monitor dan diagnostik
7. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
8. Minor surgery set
9. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
10. Entonox atau gas anastesi
11. Kantung mayat
12. Sarung tangan disposable
13. Sepatu boot
3. Ambulans rumah sakit lapangan
TujuanPenggunaan :
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan
ambulans pelayanan medik bergerak. Sehari-hari berfungsi sebagai
ambulans gawat darurat.
Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
b. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD atau BTLS/BCLS (basic
trauma life support / basic cardiac life support)
c. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
Peralatan :
a. Peralatan rescue :
1. Lemari obat dan peralatan
2. Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
3. Peta wilayah setempat dan detailnya
4. Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
5. Lemaries/ freezer, atau kotak pendingin
b. Medis :
1. Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
2. Peralatan medis PPGD
3. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan
anak/ bayi
4. Suction pump manual dan listrik 12 V DC
5. Peralatan monitor jantung dan nafas
6. Alat monitor dan diagnostik
7. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
8. Minor surgery set
9. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
10. Entonox atau gas anastesi
11. Kantung mayat
12. Sarung tangan disposable
13. Sepatu boot
4. Ambulans pelayanan medik bergerak
26

TujuanPenggunaan :
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan.
Digunakan sebagai ambulans transport.
Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
Perawat berkemampuan PPGD dengan jumlah sesuai kebutuhan
Paramedis

lain

sesuai

kebutuhan

Dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
b. Peralatan :
1. Peralatan rescue :
a. Peta wilayah setempat
b. Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemaries/ freezer, atau kotak pendingin.
2. Medis :
a. Tabung oksigen dengan peralatan Peralatan medis PPGD
b. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa
dan anak/ bayi
c. Suction pump manual dan listrik 12 V DC
d. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
e. Sarung tangan disposable dan Sepatu boot
2.2.5 Tata Tertib Ambulance
1. Saat menuju ke tempet penderita boleh menghidupkan sirine dan
lampu rotator. Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator
yang dihidupkan.
2. Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku.
3. Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
4. Petugas membuat/mengisi laporan selama perjalanan yang disebut
denan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu dan
keadaan penderita setiap 15 menit.
5. Petugas memakai seragam ambulan dengan identitas yang jelas.
2.2.6 Pemeriksaan Ambulance
a. Cek kilometer awal sebelum kendaraan ambulan dipakai
b. Pada awal shift, cek bahan bakar (bensin/solar), oli, air accu, air
radiator, air wiper, lampu mobil, sirine, pengeras suara, tekanan
udara pada ban , AC, klakson, rem
c. Jumlah oksigen yang tersisaa dalam tabung
d. Peralatan perawatan pasien

27

e. Tandu dan semua peralatan berada pada tempatnya. Lakukan sapuan
dengan menggunaan kain basah dan detergen secara menyeluruh di
seluruh permukaan tandu.
f. Periksa sambungan radio komunikasi untuk mempermudah alur
komunikasi
g. Cek secara berkala oli, filter, ban accu dan busi
h. Pada awal dan akhir shift bagian luar ambulan harus dibersihkan, hal
ini untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada body mobil
sehingga tidak mengganggu tanda-tanda pasif ambulan (lambing,
tulisan, gambar dll) yang terpampang pada badan ambulan.
i. Untuk control infeksi, bagian dalam ambulan harus dijaga
kebersihannya
j. Semua permukaan harus dibersihkan secara menyeluruh seminggu
sekali termasuk dalam lemari.
k. Bagian dalam dibersihkan sesuai yang diperlukan di antara masa
pngangkutan pasien.
l. Ganti sarung bantal setiap pengangkutan.
2.2.7 Pengoperasian Ambulance
Berikut adalah beberapa halyang mencakup peraturan pengoperasian
ambulan:
1. Pengemudi ambulan harus memiliki lisensi mengemudi yang sah dan
harus menyelesaikan program pelatihannya
2. Hak-hak khusus memperbolehkan pengemudi ambulan untuk tidak
mematuhi peraturan ketika ambulan digunakan untuk respon
emergency atau untuk transportasi pasien darurat. Ketika ambulan
tidak dalam respon emergency, maka peraturan yang berlaku bagi
setiap pengemudi kendaraan non-darurat, juga berlaku untuk
ambulan.
3. Walaupun memiliki hak istimewa dalam kendaraan darurat, hal
tersebut tidak menjadikan pengemudi ambulan kebal terhadap
peraturan terutama jika mengemudikan ambulan dengan ceroboh
atau tidak memperdulikan keselamatan orang lain.
4. Hak istimewa selama situasi darurat hanya berlaku jika pengemudi
menggunakan alat-alat peringatan (warning devices) dengan tata cara
yang diatur oleh peraturan.

28

5. Sebagian

besar

undang-undang

memperbolehkan

pengumudi

kendaraan emergensi untuk;
a. Memarkir kendaraannya dimanpun, selama tidak merusak hak
milik atau membahayakan nyawa orang lain.
b. Melewati lampu merah dan tanda berhenti. Beberapa Negara
mengharuskan pengemudi ambulan untuk berhenti terlebih dahulu
saat lampu merah, lalu melintas dengan hati-hati. Negara lain
hanya

menginstruksikan

pengemudi

untuk

memperlambat

lajukendaraan dan melintas dengan hati-hati.
c. Melewati batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan selama
tidak membahayan nyawa dan hak milik orang lain.
d. Mendahului kendaraan lain di daerah larangan mendahului setelah
member sinyal yang tepat, memastikan jalurnya aman, dan
menghindari hal-hal yang membahayakan nyawa dan harta benda.
e. Mengabaikan peraturan yang mengatur arah jalur dan aturan
berbelok kea rah tertentu, setelah member sinyal dan peringatan
yang tepat.
2.2.8 Langkah sebelum transportasi pasien
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk
mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan
yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke
sarana kesehatan yang memadai.Pada setiap alat transportasi minimal
terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan
ada 1 orang dokter). Prosedur untuk transport pasien antaralain yaitu :
1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh.
Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan
setelah diletakkan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar maka
dapat menggunakan alat bantu nafas.
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans.
Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi aman selama perjalanan
ke rumah sakit.
3. Posisikan dan amankan pasien.
Selama pemindahan ke ambulans