A. Judul PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA AT

1

A.

Judul
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS TARI TRADISIONAL
B. Pendahuluan
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru di

Indonesia. Istilah hak kekayaan intelektual dalam literatur hukum Anglo Saxon
dikenal dengan istilah Intellectual Property Right (IPR) yang apabila diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia memiliki dua macam istilah hukum. IPR dapat berarti Hak
Milik Intelektual dan dapat pula berarti Hak kekayaan Intelektual.1
Perbedaan kedua istilah tersebut hanya terletak pada terjemahannya saja, bukan
pada artinya, sehingga siapapun diberikan kebebasan dalam menggunakan kedua
istilah

tersebut.

Di


Indonesia,

pembentuk

undang-undang

lebih

memilih

menggunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual sebagai istilah resmi dalam
perundang-undangan Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia pada umumnya lebih
mengenal istilah hak kekayaan intelektual dibandingkan dengan hak milik intelektual.
Pada masa sekarang ini, pentingnya peranan hak kekayaan intelektual dalam
mendukung perkembangan teknologi kiranya telah semakin disadari. Hal ini
tercermin dari tingginya jumlah permohonan hak cipta, paten, dan merek, serta cukup
banyaknya permohonan desain industri yang diajukan kepada Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Hal ini
pula yang sangat disadari oleh pemerintah bahwa implementasi sistem hak kekayaan
1 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi, Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra

Aditya Bakti : Bandung, 2007, halaman 1.

2

intelektual merupakan suatu tugas besar. Terlebih lagi dengan keikutsertaan Indonesia
sebagai anggota WTO dengan konsekuensi melaksanakan ketentuan Agreement on
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS), sesuai
dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia). Berdasarkan pengalaman selama ini, peran serta berbagai
instansi dan lembaga, baik dari bidang pemerintahan maupun dari bidang swasta,
serta koordinasi yang baik di antara senua pihak merupakan hal yang mutlak
diperlukan guna mencapai hasil pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang
efektif. Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang baik bukan saja
memerlukan peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang
tepat, tetapi perlu pula didukung oleh administrasi, penegakan hukum serta program
sosialisasi yang optimal tentang hak kekayaan intelektual.
Pada saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundangundangan di bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan tidak
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Persetujuan
TRIPS, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU No. 19

Tahun 2002). UU No. 19 Tahun 2002 bukanlah produk undang-undang pertama di
Indonesia tentang Hak Cipta.
Sejalan dengan perubahan berbagai undang-undang tersebut di atas, Indonesia
juga telah meratifikasi 5 konvensi internasional di bidang hak kekayaan intelektual,
yaitu sebagai berikut :

3

1.

Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization (Keputusan
Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No.
24 Tahun 1979);

2.

Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT
(Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997);


3.

Trademark Law Treaty (Keputusan Preiden No. 17 Tahun 1997);

4. Berne Convention for the Protection of Literary and Artisctic Works
(Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997);
5. WIPO Copyright Treaty (Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997);
Secara institusional, pada saat ini telah ada Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual yang tugas dan fungsi utamanya adalah menyelenggarakan administrasi
hak cipta paten, merek, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (semula disebut Direktorat Jenderal
Hak Cipta, Paten dan Merek) dibentuk pada tahun 1998. Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual yang baik sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, baik
yang berasal dari dunia industri dan perdagangan, maupun dari institusi yang
bergerak di bidang penelitian dan pengembangan.2
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada pencipta atas
hasil dari buah pikiran mereka. Hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari
2 http://www.kemenperin.go.id/download/140/Kebijakan-Pemerintah-dalam-Perlindungan-HakKekayaan-Intelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-Profesi-di-Bidang-Hukum / diakses tanggal 30
Agustus 2014 .


4

hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Hak Kekayaan Intelektual
(selanjutnya disebut HKI) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu
kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam
berbagai macam bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang
kehidupan manusia, dan juga mempunyai nilai ekonomis.
Hukum HKI dapat melindungi karya sastra dan karya artistik serta invensi dari
penggunaan atau peniruan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa izin. 3 Sebagaimana
diketahui bahwa menciptakan karya cipta bukan sesuatu yang mudah dilakukan
seseorang. Oleh karena itu, orang lain diwajibkan menghormatinya, keberadaan
pencipta diperlukan sebuah pengakuan baik oleh masyarakat maupun hukum. 4
Adapun latar belakangnya menyangkut bidang ekonomi, karena suatu ciptaan yang
diperbanyak tanpa izin penciptanya kemudian dijual kepada masyarakat, maka akan
menguntungkan orang lain yang memperbanyak ciptaan tersebut.5 Karena pada
dasarnya HKI berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang
memiliki nilai komersial. Pencipta mempunyai hak untuk mengontrol masyarakat
dalam

mengumumkan


atau

memperbanyak

ciptaannya,

sedangkan

negara

kepentingannya dapat menjaga kelancaran dan keamanan masyarakat di bidang
ciptaan.6
Bagi masyarakat Indonesia, kekayaan intelektual adalah warisan bersama yang
harus dilestarikan dan dikembangkan agar bermanfaat bagi generasi selanjutnya.
Khususnya masyarakat Indonesia yang komunal dan selalu mengusung nilai-nilai
3 Tim Lindsey dkk. 2002. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung : PT. ALUMNI. Hlm. 2
4 Gatot Supramono. 2010. Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hlm.2
5 Ibid. Hlm. 3
6 Ibid.


5

kebersamaan serta tidak berorientasi kepada nilai materialisme, semata-mata
melainkan juga spiritualisme yang mewujud pada gagasan hidup bersama yang
damai. Hak seorang individu harus diletakkan dalam kerangka berpikir bahwa
individu adalah bagian tidak terpisahkan dari masyarakatnya7.
Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang baik bukan saja memerlukan
peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang tepat, tetapi
perlu pula didukung oleh administrasi, penegakan hukum serta program sosialisasi
yang optimal tentang hak kekayaan intelektual.
Justifikasi yang paling mendasar untuk HKI adalah bahwa seseorang yang telah
mengeluarkan usaha kedalam penciptaan memiliki sebuah hak alami untuk memiliki
dan mengontrol apa yang telah mereka ciptakan.
Selain karya sastra dan karya artistik, kebudayaan juga termasuk didalamnya,
baik kebudayaan lisan maupun tulisan. Banyak hal yang dapat dilindungi oleh HKI,
termasuk novel, karya seni, fotografi, lembaran musik, rekaman suara film, piranti
lunak, dan piranti keras komputer, situs internet, makhluk hidup hasil rekayasa
genetika, obat-obatan baru, rahasia dagang, penegetahuan teknik, karakter serta
merek.8

Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan budaya yang cukup
banyak. Kekayaan dan keberagaman budaya Indonesia baik kebudayaan lisan
maupun tulisan. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Berdasarkan konteks pemahaman masyarakat yang
majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga
7Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT Alumni,
Bandung, 2010, hal 16.
8 Ibid. Hlm. 3

6

terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah
tersebut. Penduduk yang berjumlah ratusan juta orang yang tersebar dipulau- pulau
di Indonesia, dan juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang
bervariasi, mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan,
hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompokkelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Keberagaman
tersebutlah yang kemudian menjadi alasan negara memberikan perlindungan.
Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia tersebut muncul dari berbagai
macam kreasi intelektual yang berada dalam ruang lingkup seni, sastra dan ilmu

pengetahuan. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia adalah seni
pertunjukan. Beberapa hasil kreasi intelektual ada yang secara umum dapat disebut
dengan pengetahuan tradisional (traditional knoweledge) pengetahuan tradisional ini
diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat secara turun
temurun, yang meliputi pengetahuan mereka tentang pengelolaan kekayaan hayati –
semisal untuk makanan dan obat-obatan ; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan
kebudayaan masyarakat lainnya. Disamping itu ada satu hal yang membedakan antara
pengetahuan tradisional dengan hasil karya intelektual yang lain bahwa satu
pengetahuan tradisional merupakan suatu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan
berkembang dari dan dalam masyarakat komunal yang kemudian dalam

7

pelestariannya dilakukan secara turun termurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya. 9
Pengetahuan tradisional terdapat istilah lain yang disebut sebagai tradisi budaya
(folklor). Penyebutan terhadap folklor ini lebih dimaksudkan untuk penyempitan
ruang lingkup suatu pengetahuan tradisional ke dalam ruang lingkup seni, sastra dan
ilmu pengetahuan. Keberagaman folklor di Indonesia perlindungannya masih belum
bisa di aplikasikan secara maksimal, atau dengan kata lain belum ada pengaturan

yang cukup mengcover terhadap permasalahan permasalahan yang ada, khususnya
yang mengatur mengenai masalah folklor secara komperehenshif. Penerapan
perlindungan terhadap folklor tentu berangkat dari sebuah pemikiran bahwa hal
tersebut merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi suatu masyarakat adat,
bahkan sampai pada tingkat negara sekalipun. Oleh karena itu memang pendekatan
yang digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan sekaligus mempertahankan
dan upaya pelestarian keberadaan folklor tersebut pada dasarnya dapat diberlakukan
dari beberapa aspek. Salah satu upaya yang digunakan dalam hal ini tentu yang paling
utama adalah pendekatan hukum yang didasarkan pada aspek kekayaan intelektual,
mengingat hal ini sudah menjadi satu konsensus.10
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas pengetahuan tradisional yang
memuat folklor menjadi penting dilakukan karena di dasarkan pada tiga
pertimbangan , yaitu : (1) Nilai ekonomi, (2) pengembangan karakter bangsa yang
terdapat dalam pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan folklor, serta (3)
9 Arif Lutviansori. 2010 . Hak Cipta Dan Perlindungan Folklor Di Indonesia. Yogyakarta :
Graha Ilmu. Hlm. 2
10 Ibid. Hlm. 14

8


pemberlakuan sistem Hak Kekayaan Intelektual yang tidak dapat dihindari lagi.
Terkait dengan perlindungan folklor HKI, maka sistem HKI yang digunakan di
Indonesia sebagai instrumen perlindungan terhadap folklor adalah sistem Hak Cipta.
Hal ini sesuai dengan masuknya folklor dalam Undang Undang No 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta.
Selain itu dasar hukum mengenai HKI di Indonesia diatur dengan undangundang Hak Cipta no.19 tahun 2002, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara
lain atas hak cipta program atau piranti lunak komputer, buku pedoman penggunaan
program atau piranti lunak komputer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Negara
memberikan perlindungan terhadap folklor dalam pasal 10 UUHC tahun 2002.
Terkait dengan perlindungan folklor dari perspektif HKI, maka sistem HKI
yang digunakan di Indonesia sebagai instrumen perlindungan terhadap folklor ini
adalah Hak Cipta. Hal ini sesuai dengan dimasukkannya folklor dalam Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Permasalahannya adalah
pemahaman Hak Cipta yang dikenal selama ini secara sederhana memang digunakan
dalam upaya perlindungan hukum terhadap karya intelektual yang bersifat
individualis. Hal inilah yang masih sulit diimplementasikan dalam upaya
perlindungan terhadap folklor. Ada beberapa karakteristik folklor yang tidak secara
lengkap dimiliki dalam rumusan Hak cipta, misalnya folklor merupakan ciptaan yang
tidak mempunyai batas waktu dan selalu turun temurun tanpa melalui mekanisme
hibah dan lain sebagainya.11 Terlebih terhadap folklor sebagian lisan, yang mana tidak
secara jelas tertulis dan diketahui darimana dan siapa yang menciptakannya, karena
11 Ibid, Hlm 7

9

hanya dengan turun temurun disebarkan dan dilestarikan, yang kemudian menjadi
kebudayaan. Salah satu aspek kajian budaya adalah yang pendekatannya dari arah
sejarah. Suatu kajian sejarah kesenian dapat pula mengambil satu diantara dua macam
corak, yaitu yang memusatkan perhatian pada perkembangan gaya seni secara
kronologis dengan analisis rinci atas segi-segi teknik, atau mengkaji perkembangan
seni dengan perhatian yang lebih rinci atas harapan-harapan dan kewenangankewenangan dari masyarakat.12
Mempertimbangkan lingkup keseluruhan mulai dari bentuk seni prasejarah
yang direka secara hipotesis sampai perkembangan terkini, seni pertunjukan
Indonesia dapat dibuat tipologi berdasar tolok ukur berbeda. Pertama, didasarkan
pada jumlah unsur keindahan yang disajikan ; kedua, berdasarkan fungsi sosial ; dan
ketiga, apakah seni tersebut merupakan suatu dramatisasi atau bukan.13
Undang - Undang Dasar Indonesia memberi definisi kebudayaan nasional
sebagai hal yang timbul dari akal budi dan daya upaya seluruh rakyat Indonesia ; di
dalamnya mungkin terkandung keluhuran berbagai budaya daerah Indonesia, serta
pengaruh budaya asing sejauh dapat meningkatkan persatuan dan keramahan bangsa
Indonesia. Beberapa unsur dalam kehidupan nyata dapat dikenali sebagai hal yang
berkaitan dengan pembentukan budaya nasional.
Indonesia memiliki banyak tari yang tidak menampilkan tema cerita yang
dipentaskan hanya sebagai kenikmatan gerak semata. Sebagian dikenal sejak berabad

12 Edi Sedyawati. 2012. Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta : Rajawali
Pers. Hlm. 133
13 Ibid.

10

– abad di antara rakyat kebanyakan ; yang lain berkembang di istana. Selebihnya
diciptakan sejak kemerdekaan, berdasar gerak tari. 14
Penelitian ini mengangkat satu objek tarian tradisional, yaitu Tari Bedhaya. Di
lingkungan istana, Tari Bedhaya dipahami sebagai jenis tari puteri Jawa yang
merefleksikan tingkat keteraturan, keselarasan, kehalusan budi, dan pengendalian diri
yang tinggi. istilah Bedhaya tidak semata-mata dipakai untuk menunjukkan
perbedaan bentuk, struktur, atau gaya suatu tari dengan tari yang lain, melainkan juga
dipakai untuk memberikan suatu komitmen terhadap kualitas estetik dan tingkat
kedalaman muatan filosofisnya. Masing-masing memiliki perbedaan tergantung pada
latar belakang budaya, tradisi, dan cara berfikir masyarakatnya tentang seni.15
Karya seni tradisional dilindungi dan dipegang oleh negara. Namun belum
adanya peraturan pemerintah yang khusus mengatur tentang seni tradisional tersebut
menyebabkan tidak jelasnya perlindungan hukum yang akan diberikan oleh negara
dan bagaimana mekanisme negara sebagai pemegang hak cipta atas karya seni
tradisional.
Persoalan inilah yang kemudian menarik untuk diteliti bagi perkembangan ilmu
hukum. Bagaimana kemudian negara memberikan perhatian dan perlindungan
terhadap objek kajian tersebut. Sehingga berangkat dari latar belakang permasalahan
tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian yang menitikberatkan pada aspek

14 Ibid. Hlm. 75
15 http://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya-keraton-yogyakarta/ diakses tanggal 31
Agustus 2014

11

normatif hukum dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS
TARI TRADISIONAL”.

C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk mengetahu Perlindungan
Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional di indonesia.
E. Kegunaan Penelitian
1.
Kegunaan Teoritis
a. Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui Perlindungan
Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional.
b. Dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menambah literatur ilmiah,
2.

diskusi hukum seputar perkembangan hukum di Indonesia.
Kegunaan praktis
Dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan referensi atau
pengetahuan bagi pemerintah, akademisi, praktisi, dan masyarakat
mengenai Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Tari Tradisional yang

dilakukan oleh negara.
F. Kerangka Teori
1. Hak Cipta

12

Secara substantif, pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak kekayaan
yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. HKI dikategorikan
sebagai hak kekayaan mengingat HKI pada akhirnya menghasilkan karya-karya
intelektual

berupa;

pengetahuan,

seni

sastra,

teknologi,

di

mana

dalam

mewujudkannya membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu, biaya dan pikiran.
Adanya pengorbanan tersebut menjadi memiliki nilai, apabila ditambah dengan
manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat
menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual tadi. 16
HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya
pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai macam
bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia,
dan juga mempunyai nilai ekonomis. Sebagaimana diketahui bahwa menciptakan
karya cipta bukan sesuatu yang mudah dilakukan seseorang. Oleh karena itu, orang
lain diwajibkan menghormatinya, keberadaan pencipta diperlukan sebuah pengakuan
baik oleh masyarakat maupun hukum.17 Adapun latar belakangnya menyangkut
bidang ekonomi, karena suatu ciptaan yang diperbanyak tanpa izin penciptanya
kemudian dijual kepada masyarakat, maka akan menguntungkan orang lain yang
memperbanyak ciptaan tersebut.18
Landasan teori mengenai konsep dan sistem HKI baru dimulai pada abad ke 18
menganut dari John Locke (1632-1704) lahir pemikiran mengenai perlindungan HKI
yaitu mengenai teori hukum alam. Menurut John Locke, setiap orang secara alamiah
16 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 31
17 Gatot Supramono. 2010. Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hlm.2
18 Ibid. Hlm. 3

13

memiliki hak atas dirinya sendiri dan oleh karena itu hasil pekerjaannya karena telah
melakukan pengorbanan dalam bentuk menemukan, mengolah dan menambahkan
“kepribadian” ke dalam sesuatu. Oleh karena itu, Locke menekankan pentingnya
pemberian penghargaan kepada orang yang telah melakukan “pengorbanan” untuk
menemukan dan mengolah sesuatu yang berasal dari alam dalam bentuk hak milik 19.
Artinya, bahwa pemberian pengakuan kekayaan intelektual seseorang itu penting jika
bagi pencipta memiliki hak moral untuk menikmati hasil kerjanya termasuk
keuntungan yang dihasilkan oleh keintelektualannya.
Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang baik bukan saja memerlukan
peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang tepat, tetapi
perlu pula didukung oleh administrasi, penegakan hukum serta program sosialisasi
yang optimal tentang hak kekayaan intelektual.
Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada
dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat
juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah
atas suatu ciptaan. Hak cipta memiliki masa berlaku yang terbatas. Hak cipta berlaku
pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat
berupa puisi, drama, karya tulis, film, musik, rekaman suara, tarian, lukisan, siaran
radio, dll.

19 Basuki Antarikasa, Landasan Filosofis dan Sejarah Perkembangan Perlindungan HKI :
Relevansinya Bagi Kepentingan Pembangunan di Indonesia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif, Jakarta.

14

Indonesia baru memiliki undang-undang Hak Cipta Nasional pada Tahun 1982
menggantikan Auteurswet 1912.20 Lima tahun kemudian undang-undang hak cipta ini
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1987 kemudian diubah dan disempurnakan dalam perubahan kedua yakni dengan
dibentuknya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, karena perlu disesuaikan dengan
beberapa ketentuan dalam TRIPs Agreement. Demi menyempurnakan undang-undang
hak cipta, maka setelah Indonesia meratifikasi beberapa ketentuan internasional yang
berkaitan dengan Intellectual Property Rights melalui beberapa Keppres, yaitu;
-

Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan atas
Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979;

-

Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997;

-

Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997;

-

Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997;

-

Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997.

Kemudian dibentuklah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
20Auteurswet 1912, Staatblad Nomor 600 Tahun 1912 yang mulai berlaku 23 September
1912. Baca buku Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Alumni : Bandung, 2009, halaman 144-146. Baca
pula buku Henry Soelistyo, Plagiarisme… Op.Cit., halaman 49.

15

ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
Undang-undang hak cipta ini tak lantas mengentaskan segala problematik yang ada
terkait masalah hak cipta. Diperlukan sosialisasi mengenai hak cipta kepada
masyarakat dan perlunya juga edukasi mengenai undang-undang Hak Cipta kepada
para aparatur penegak hukum guna meningkatkan pemahamannya terhadap hak cipta
itu sendiri, sehingga permasalahan dari segi oprasional dan instrumental dapat
dibenahi dengan baik.
Prinsip utama dalam HKI adalah bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan
memakai kemampuan intelektualnya tersebut, maka pribadi yang menghasilkannya
mendapatkan kepemilikan berupa hak alamiah (natural). Pada tingkatan paling tinggi
dari hubungan kepemilikan, hukum bertindak lebih jauh dan menjamin bagi setiap
manusia penguasaan dan penikmatan eksklusif atas benda atau ciptaannya tersebut
dengan bantuan negara. Jaminan terpeliharanya kepentingan perorangan dan
kepentingan masyarakat tercermin dalam sistem HKI. 21
Hak cipta telah diterapkan ke dalam buku-buku, tetapi sekarang hak cipta telah
meluas dan mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik dan
artistik, termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi dan program
komputer. Bagi negara-negara berkembang, fakta bahwa negara-negara maju
mengontrol hak cipta atas sebagian besar piranti lunak, produk-produk video dan
musik yang terkenal dengan apa yang dinamakan sebagai budaya global, tidak dapat

21 Muhammad Djumhana. Dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual Sejarah. Teori dan
Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 24-25.

16

dihindarkan lagi telah mengakibatkan permasalahan di bidang pembajakan. Pembuat
undang-undang dan para hakim menemui kesulitan dalam mengikuti langkah
kemajuan teknologi yang mengakibatkan pengkopian menjadi lebih mudah dan lebih
cepat.22
2. Folklor
Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore, kata yang majemuk
yang berasal dari dua kata Folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki
ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran
kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Lore adalah tradisi, yaitu sebagian
kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui
suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic device). Definisi folklor secara keseluruhan : folklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara
kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat (mnemonic device). 23
Folklor dilihat sebagai suatu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, karena
munculnya dalam masyarakat komunal yang secara riwayatnya tidak dapat diketahui
penciptanya secara jelas. Dari pengertian folk yang berbunyi : “sekelompok orang,
yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik maupun kebudayaan, sehingga dapat dibedakan
dari kelompok-kelompok lainnya,” maka obyek penelitian folklor di Indonesia
menjadi luas sekali.
22 Ibid. Tim Lindsey. Hlm. 6-7
23 James Danandjaja. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta : Grafiti. Hlm 1

17

Obyek penelitian folklor Indonesia adalah semua folklor yang ada di Indonesia,
baik yang di pusat maupun yang di daerah, baik yang di kota maupun yang di desa, di
kraton maupun di kampung, baik pribumi maupun keturunan asing (peranakan); baik
warga negara maupun asing, asalkan mereka sadar akan identitas kelompoknya, dan
mengembangkan kebudayaan mereka di bumi Indonesia.24
Suatu folklor tidak berhenti menjadi folklor apabila ia telah diterbitkan dalam
bentuk cetakan atau rekaman. Suatu folklor akan tetap memiliki identitas folklornya
selama kita mengetahui bahwa ia berasal dari peredaran lisan. Ketentuan ini berlaku
apabila suatu bentuk folklor, cerita rakyat misalnya, yang telah diterbitkan itu hanya
sekedar berupa transkripsi cerita rakyat yang diambil dari peredaran lisan. 25
Folklor telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002
pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa negara memegang hak cipta atas folklor
dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat,
dongeng, legenda, lagu, kerajinan tangan, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Sementara itu, dalam penjelasan Pasal 10 UUHC diungkapkan bahwa yang dimaksud
dengan folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh
kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial
dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikitui secara
turun – temurun termasuk cerita rakyat, puisi, lagu-lagu rakyat, tari-tarian, permainan
tradisional, hasil seni berupa lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik,
perhiasan, krajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.26
24 Ibid. Hlm. 3
25 Ibid. Hlm. 5
26 Ibid. Hlm. 1-2

18

Folklor dilihat sebagai suatu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, karena
munculnya dalam masyarakat komunal yang secara riwayatnya tidak dapat diketahui
penciptanya secara jelas. Rumusan Pasal 11 UUHC juga mengatakan bahwa untuk
suatu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, hak ciptanya dipegang oleh
Negara27.Di bawah Undang Undang Hak Cipta tersebut sedang dirancang suatu
Peraturan Pemerintah (PP) tentang "Hak Cipta atas Folklor yang dipegang oleh
Negara". Dalam hal itu yang dimaksud dengan folklor adalah segala ungkapan
budaya yang dimiliki secara bersama oleh suatu komuniti atau masyarakat tradisional.
Termasuk ke dalamnya adalah karya-karya kerajinan tangan. Dalam RPP tersebut
dimasukkan pokok mengenai perlindungan terhadap pemanfaatan oleh orang asing, di
mana pihak pemanfaat harus lebih dahulu mendapat izin dari instansi Pemerintah
yang diberi kewenangan untuk itu, serta apabila perbanyakan dilakukan untuk tujuan
komersialharus ada "keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi" dari karya
folklor tersebut. Akan tetapi sampai sejauh ini, peraturan ini masih dalam tahap
penyusunan yang diharapkan masih ada masukan dari pandangan pelaku usaha, baik
pada sisi pencipta, pedagang, maupun konsumen kepada pihak Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.28
Penerapan perlindungan terhadap folklor tentu berangkat dari sebuah pemikiran
bahwa hal tersebut merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi suatu
masyarakat adat, bahkan sampai pada tingkat negara sekalipun. 29
27 Lihat rumusan secara jelas dalam Pasal 11 UUHC
28Edy Sedyawati, KeIndonesiaan Dalam Budaya, Buku 2 Dialog Budaya : Nasional dan Etnik
Peranan Industri Budaya dan Media Massa Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis, (Jakarta :
Wedatama Widya Sastra, 2008), hal 269.
29 Ibid. Arif Lutviansori. Hlm. 14

19

3. Tari Tradisional
Seni pertunjukan adalah

karya seni yang melibatkan aksi individu atau

kelompok di tempat dan waktu tertentu, yang melibatkan beberapa unsur, yaitu,
waktu, ruang, tubuh seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Beberapa
pertunjukan merupakan bagian tak terpisahkan dari tatacara atau upacara keagamaan,
seperti seni tari atau tarian tradisional. Tarian Tradisional Indonesia mencerminkan
kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Setiap suku
bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri. Beberapa tarian
dirancang untuk mempertegas kedudukan tinggi seorang tokoh masyarakat dan
beberapa nomor seni secara khusus “dimiliki” oleh istana atau oleh masyarakat kelas
atas, seperti, Tari Bedhaya dan Serimpi dari Keraton Jawa. Ada beberapa tari yang
merupakan sarana keterjalinan kebersatuan sosial dan tidak mengenal perbedaan
antara penari dan penonton : para pemuda dan pemudi menari bersama dalam arena
seperti pada Joget melayu dan tari Pajogeq (Sulawesi Selatan).

30

Kekayaan ragam

serta kebhinekaan dan keluasan Indonesia menampilkan beragam jenis senipertunjukan yang begitu banyak.
Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia tersebut muncul dari berbagai
macam kreasi intelektual yang berada dalam ruang lingkup seni, sastra dan ilmu
pengetahuan. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia adalah seni
pertunjukan. Beberapa hasil kreasi intelektual ada yang secara umum dapat disebut
dengan pengetahuan tradisional (traditional knoweledge) pengetahuan tradisional ini
30 Ibid. Edi Sedyawati. Hlm. 8

20

diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat secara turun
temurun, yang meliputi pengetahuan mereka tentang pengelolaan kekayaan hayati –
semisal untuk makanan dan obat-obatan ; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan
kebudayaan masyarakat lainnya.
Kebijakan Indonesia di bidang budaya mengutamakan pembentukan budaya
nasional, sambil secara terus menerus menekankan kebutuhan pelestarian budaya,
baik yang kasat mata maupun yang tidak. Seni tari, misalnya, memberi sebuah
keadaan ideal : penciptaan berkembang subur di dalam tradisi ; tradisi lama
dihormati, tetapi penciptaan dalam tradisi selalu mendapat pengakuan. 31
Secara tradisional, hak cipta telah diterapkan ke dalam buku-buku, tetapi
sekarang hak cipta telah meluas dan mencakup perlindungan atas karya sastra, drama,
karya musik dan artistik, termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi
dan program komputer.
Tari tradisional adalah suatu tarian yang menggabungkan semua gerakan yang
mengandung makna tertentu. Pada tari tradisional mengandalkan ketepatan musik,
keluwesan gerak, kekompakan gerakan, dan pengaturan komposisi. Pada gerak tari
tradisional, biasanya pada setiap tarian mempunyai gerakan yang sama dan gerak
tradisional tidak bisa diubah seperti tari modern. Walaupun tari tradisional
mempunyai gerak yang sama, tetapi pada tiap - tiap tarian berubah susunan
gerakannya dan memiliki makna.
4. Tari Bedhaya
Dalam perspektif budaya Jawa, istilah Bedhaya menyiratkan makna yang
sangat penting.Makna penting itu bukan saja bagi kalangan ningrat Jawa, melainkan
31 Ibid. Hlm. 9

21

juga bagi masyarakat petani Jawa. Di lingkungan istana, Tari Bedhaya dipahami
sebagai jenis tari puteri Jawa yang merefleksikan tingkat keteraturan, keselarasan,
kehalusan budi, dan pengendalian diri yang tinggi. Sementara di kalangan petani
Jawa, istilah tersebut dipakai untuk memberikan identifikasi terhadap bentuk atau
jenis tari yang dikualifikasikan sebagai tari alus. Oleh karena itu, tari Gambyong,
Bondhan, atau Golek oleh para petani ada kalanya disebut dengan istilah bedhaya.
Satu hal yang menarik adalah, baik di dalam lingkungan istana maupun di kalangan
petani, istilah Bedhaya tidak semata-mata dipakai untuk menunjukkan perbedaan
bentuk, struktur, atau gaya suatu tari dengan tari yang lain, melainkan juga dipakai
untuk memberikan suatu komitmen terhadap kualitas estetik dan tingkat kedalaman
muatan filosofisnya. Sudah barang tentu ini tidak harus diartikan bahwa dasar-dasar
estetika tari istana sama dengan dasar-dasar estetika tari rakyat. Masing-masing
memiliki perbedaan tergantung pada latar belakang budaya, tradisi, dan cara berfikir
masyarakatnya tentang seni.
Menurut sejarahnya, tari Bedhaya dalam pelembagaannya merupakan tari
klasik yang sangat tua usianya dan merupakan kesenian asli Jawa. Tari Bedhaya yang
tertua adalah Bedhaya Semang yang diciptakan oleh Hamengku Buwono I pada tahun
1759, dengan cerita perkawinan Sultan Agung dari Mataram dengan Ratu Kidul yang
berkuasa di samudera Indonesia. Pelembagaan tari Bedhaya Semang ini dianggap
sakral karena perkawinan tersebut dianggap sebagai hubungan suci. Karena
kesakralannya itulah, maka Bedhaya Semang menjadi pusaka kraton yang sangat
dikeramatkan. Sebagai sebuah jenis tari, spesifikasi Bedhaya antara lain, adalah

22

pertama, ditunjukkan dengan penggunaan penari putri yang pada umumnya
berjumlah sembilan dan mempergunakan rias busaa yang serba kembar. Kedua,
Bedhaya sebagai salah satu jenis tari Jawa, telah dijadikan sumber referensi dalam
penyusunan gerak tari putri di keraton Yogyakarta. Ketiga, tari Bedhaya memiliki
muatan makna simbolik dan filosofis yang tinggi dan dalam, sehingga menjadi
contoh yang paling tepat bagi cara penerapan konsep alus-kasar dalam tari Jawa
(Pudjasworo 1993:2).32 Tari Bedhaya menjadi sebuah tradisi yang berkembang di
kalangan Istana. Hal itu berkaitan erat dengan fungsi tari Bedhaya merupakan
lambang kebesaran keraton dan menjadi kelengkapan upacara penobatan Raja.

.

Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis
normative, yaitu pendekatan dari segi-segi hukum dan kaidah-kaidah hukum
yang ada serta berlaku dalam masyarakat, yang merupakan usaha untuk
menemukan apakah hukumnya sesuai untuk diterapkan secara in-concreto
guna menyelesaikan suatu kasus atau perkara tertentu dan dimana peraturan
itu didapat.33

32 http://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya-keraton-yogyakarta/ diakses tanggal 31
Agustus 2014
33Ronny Hanitijo Soemitro, 1989. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia : Jakarta,., Hlm. 22.

23

Sasaran penelitian ini adalah norma maka beberapa pendekatan
masalah yang digunakan oleh peneliti yaitu meliputi:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Menurut Peter Mahmud dalam buku Penelitian Hukum, secara a
contrario

menjelaskan

bahwa

dalam

pendekatan

ini,

peraturan

perundang-undangan dijadikan referensi dalam memecahkan isu hukum
yang akan dibahas dengan memperhatikan hierarki serta asas-asas dalam
peraturan perundang-undangan.34 Pada penelitian ini terdapat beberapa
peraturan perundang-undangan yang telah mengalami beberapa kali
perubahan, seperti UU No. 6 Tahun 1982 yang mana telah diubah dengan
UU No. 19 Tahun 2002 sebagai undang-undang baru dalam ranah hak
cipta, dan oleh karenanya peneliti tidak akan mengkaji dengan undangundang yang lama, yang mana peneliti merujuk pada salah satu asas
perundang-undangan yakni lex posterior derogate legi priori, yang
artinya peraturan perundang-undangan yang terkemudian menyisihkan
peraturan perundang-undangan terdahulu.35
b. Pendekatan Analisis (Analytical Approach)
Johnny Ibrahim dalam bukunya Teori dan Metode Penelitian
Hukum Normatif menjelaskan pendekatan analisis yaitu:

34 Peter Mahmud Marzuki, 2011. Penelitian Hukum, Kencana : Jakarta, Hlm. 96.
35 Ibid. halaman 101.

24

Maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna
yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundangundangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam
praktik dan putusan-putusan hukum. Hal yang dilakukan melalui dua
pemeriksaan yaitu pertama sang peneliti berusaha memperoleh makna baru
yang terkandung dalam aturan hukum yang bersangkutan dan kedua menguji
istilah-istilah hukum tersebut dalam praktik melalui analisis terhadap putusanputusan hukum.36
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan pada dasarnya tugas analisis
hukum adalah menganalisis pengertian hukum , asas hukum, kaidah hukum,
sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.37 Peneliti akan menggunakan
pendekatan ini dalam rangka menganalisis makna dari istilah HKI, Hak Cipta,
Pencipta dan segala hal yang yang terdapat dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta .
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah kritis-analitis serta logissistematis38

melalui

inventarisasi

hukum

serta

mengidentifikasi

dan

menganalisis obyek penelitian dengan pengertian-pengertian pokok dalam

36 Johnny Ibrahim, 2008. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia
Publishing : Malang, Hlm. 310.
37 Ibid , halaman 311.
38 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada : Jakarta, 2004, halaman 121.

25

hukum. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap
pengertian pokok/dasar dalam hukum yaitu masyarakat hukum, subyek
hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek
hukum.39

3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
sekunder yang meliputi bahan hukum primer yang hanya terdiri dari peraturan
perundang-undangan, serta bahan hukum sekunder yang terdiri atas bukubuku teks yang ditulis para ahli hukum, kasus-kasus hukum, dan hasil-hasil
simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data
Peneliti akan menggunakan data sekunder dan metode yang digunakan
untuk proses pengumpulan data ialah dengan studi kepustakaan.
5. Metode Penyajian Data
Metode penyajian bahan hukum dalam penyusunan penelitian ini akan
disajikan dalam bentuk uraian secara sistematis, logis dan rasional, artinya
keseluruhan bahan hukum yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan
yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga
39 Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2012,
halaman 94.

26

merupakan suatu kesatuan yang utuh didasarkan pada norma hukum atau
kaidah-kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan dengan pokok
permasalahan.

6. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu
pembahasan dan penjabaran data hasil penelitian yang disusun secara logis
dan sistematis berdasarkan pada norma hukum, kaidah-kaidah dan doktrin
hukum yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan.40

Daftar Pustaka

Literatur
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Budi Agus Riswandi, M.Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Danandjaja James. 2002. Folklor Indonesia, Jakarta : Grafiti.

40 Ibid. Rony Hanitijo Soemitro, Hlm. 22.

27

Djumhana Muhammad. dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual Sejarah.
Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Endraswara Suwardi, 2013, FOLKLOR NUSANTARA Hakikat, Bentuk, dan Fungsi,
OMBAK, Yogyakarta.
Hanitidjio R.Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Ibrahim Johnny, 2008. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang :
Banyumedia Publishing
Lindsey Tim, 2002, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: PT
Alumni
Lutviansori Arif. 2010 . Hak Cipta Dan Perlindungan Folklor Di Indonesia.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Mahmud Peter Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana
Muhammad, Abdulkadir. 2007. Kajian Hukum Ekonomi, Hak Kekayaan Intelektual. Bandung
: Citra Aditya Bakti.

Noeng Muhadjir, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin
Ronny Hanitijo Soemitro, 1989. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta :
Ghalia Indonesia
Sardjono Agus, 2010, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, Bandung :
PT Alumni

Sedyawati Edy, 2002, INDONESIAN HERITAGE Seni Pertunjukan , Buku Antar
Bangsa, Jakarta.
Sugono Bambang, 2012. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Supramono Gatot. 2010. Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukum. Jakarta : PT. Rineka
Cipta
Soekanto Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia

28

Undang-Undang
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002.
Internet
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian. Kebijakan
Pemerintah Dalam Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Dan Liberalisasi
Perdagangan
Jasa
Profesi
Di
Bidang
Hukum,
http://www.kemenperin.go.id/download/140/Kebijakan-Pemerintah-dalamPerlindungan-Hak-Kekayaan-Intelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-Profesi-diBidang-Hukum /. Diakses tanggal 30 Agustus 2014
Hartono,Kristianto. Tari Bedhaya Keraton Yogyakarta.
http://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya-keraton-yogyakarta/.
Diakses tanggal 31 Agustus 2014