Model dasar informasi ebook pedoman

Model dasar informasi
Long Distance Relationship, sebuah hubungan dimana pasangan dipisahkan

oleh jarak yang tidak memungkinkan untuk bertemu setiap hari. Mereka hanya
mampu untuk berkomunikasi secara tidak langsung (melalui internet, sosial media,
handphone), “selamat pagi sayang” “km udah makan?” “lagi apa?” “udah jam sgini

belum tidur?” Hanyalah beberapa pesan yang sering diberikan oleh pasangan yang
sedang LDR-an. Mengapa pesan – pesan tersebut dipakai? Karena dia membuntuhkan
informasi tentang pasangannya. Informasi yang biasanya dia temukan secara
langsung sekarang hanya bisa didapatkan melalui pesan secara tidak langsung.
Kebutuhan akan informasi itu adalah kebutuhan pokok bagi suatu pasangan, akhirnya
pasangan LDR tersebut akan membentuk sebuah sistem yang akan terus menyalurkan
informasi mengenai keadaaan pasangannya.
Sistem informasi merupakan hal yang dibutuhkan ketika seseorang mencapai
tingkatan komunikasi yang lebih lanjut, baik dalam taraf intesitas maupun kuantitas.
Seseorang yang berpacaran kira – kira membutuhkan 3 informasi, “selamat pagi,
sudah makan? Selamat tidur”, seseorang yang sudah menikah membutuhkan lebih
banyak informasi “selamat pagi, hati- hati di jalan, sudah makan siang?, Kapan
pulang? Bagaimana pekerjaan? Mana uang belanja? Sudah dapat gaji bulan ini?”.
Seseorang yang masih sekolah membutuhkan 3 informasi “Jam berapa masuk

sekolah? Jam berapa istirahat? Jam berapa pulang sekolah? Apa PR hari ini?”,
Seseorang yang sudah kuliah membutuhkan lebih banyak informasi “Kelas hari ini
jam berapa? Ruangan kelas dimana? Dosennya siapa? Bisa titip absen? Tugas hari ini
apa? Bagaimana presentasi besok? Skripsi? Judul Skripsi? Kapan bisa bertemu dosen
pembimbing? Kapan sidang? Kapan lulus?” Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa
apapun tingkat hubungan yang dimiliki seseorang, ia akan selalu membuuthkan
informasi agar seseorang merasa nyaman, untuk itu dibentuklah sebuah sistem
informasi (yang dibentuk secara sadar/tidak) agar pertanyaan – pertanyaan mereka
terjawab setiap harinya.

1. Fixed Decision model
Model ini adalah model yang berkembang dari teori komunikasi Shannon &
Weaver , N, wiener, dan teori probabilitas Krippendorff

Untuk mengigat kembali, teori Shannon dan Weaver adalah model teori
dimana teori ini memperkenalkan feedback sebagai bagian dari sebuah proses
komunikasi. Feedback ini menjadi awal mula bagaimana pertukaran informasi terjadi.
Probabilitas yang dimaksud dalam komunikasi adalah pilihan – pilihan
didalam informasi, pilihan informasi yang dipakai sebagai pengirim ataupun pilihan
informasi yang diambil sebagai penerima. Kesadaran akan kemungkinan –

kemungkinan makna dari informasi tersebut adalah kemampuan probabilitas dalam
berkomunikasi.
Secara kasar model ini beranggapan bahwa semakin banyak informasi yang
dimiliki semakin tinggi ketidakpastian akan terjadi, begitu juga sebaliknya. Informasi
dianggap sebagai data dan bit yang memenuhi otak manusia, semakin penuh/berat
otak bekerja maka semakin tinggi tingkat keraguan/ketidakpastian seseorang dalam
memahami informasi tersebut.

Shannon & Weaver (1949) memakai probabilitas sebagai dasar penelitian
mereka dalam pemebentukan pesan, informasi adalah alat ukur kebebasan seseorang
dalam memilih pesan yang akan digunakan. Bagaimana sumber menkonstruksi pesan
akan berbanding lurus dengan tingkat ketidakpastian penerima dalam memaknai
suatu pesan. Pilihan – pilihan yang dimiliki oleh sumber dan penerima adalah
probabilitas yang dimaksud dalam model ini.
Pemain poker selalu melakukan kalkulasi tentang permainan, kartu apa yang
sudah keluar, kartu apa yang mungkin dimiliki oleh musuh, kartu apa yang belum
keluar, apakah dia akan menang? Hasil dari kalkulasi ini akhirnya akan menentukan
ekspresi mereka, ekspresi yang kita sebut poker face. Poker face ini memberikan info
tertentu kepada lawan mereka, si pemain poker bisa saja berbohong, jujur,
mengancam, memberi kode tertentu terhadap pemain poker lain, dan lain sebagainya.

Pemain poker lain pun harus berusaha mencari tahu apa maksud dari pemain poker
tersebut, semakin banyak ekspresi yang dimiliki oleh pemain poker tersebut, semakin
sulit pula pemain poker lainnya untuk menentukan apa yang sebenarnya terjadi.
Model Shannon & weaver selain memperkenalkan feedback juga
memperkenalkan noise, noise adalah pemeran penting dalam model informasi ini.
Ketika seorang penerima menerima informasi dari seorang sumber, dia memiliki
ekpsektasi tentang apa yang diucapkan, ketika sumbernya seorang anak kecil maka
anak itu akan memakai bahasa anak – anak, ketika sumbernya seorang dosen maka
bahasa yang dipakai adalah bahasa akademisi, begitu juga tingkat informasi yang
diharapkan dari seseorang. Bila ekspektasi – ekspektasi akan informasi tersebut salah,
maka terjadilah ketidakpastian, misalnya saja ketika anda konsultasi kepada dokter,
tiba-tiba dokter tersebut mengajak anda mengobrol tentang isu politik, anda tentu saja
akan bingung. Seorang dokter tentu saja, tidak dilarang untuk mengerti dan
membahas isu politik, tetapi anggapan kita, ekspektasi kita bila kita berkonsultasi
dengan dokter adalah bahwa kita akan membahas isu kesehatan.

Mengutip Shannon dan Weaver (1949) “jika noise datag, maka pesan yang
diterima akan mengandung distorisi, errros,kelebihan informasi, yang tentu saja akan
membuat pesan terlihat buram, ketidakpastian akan bertambah. Tetapi jika
ketidakpastian bertambah, secara langsung informasi akan bertambah pula, ini

terdengar bahwa noise berguna!” Bila melihat kutipan Shannon dan Weaver,
ketidakpastian akan informasi yang belum kita ketahui atau tidak kita duga belum
tentu tidak baik, malah informasi berlebih ini akan masuk ke pengetahuan kita dan
menambah pengetahuan kita.
Kembali ke feedback, menurut N, Weiner feedback sangat penting bagi
komunikasi, dengan menggunakan feedback seseorang dapat mengurangi
ketidakpastian yang dimilikinya. Informasi tentu saja, adalah alat untuk
mengurangi/menambah ketidakpastian, feedback disini menjadi alat ukur apakah
informasi yang kita sampaikan cukup? Kurang? Berlebih? Salah? Feedback membuat
seseorang dapat mengkoreksi kesalahan awal dan memperbaikinya sehingga tujuan
awal mereka tercapai. Contohnya anggap bahwa diri anda adalah seorang dosen
sebagai source, ketika kita menjelaskan anda melihat bahwa ada murid yang tertidur,
maka mungkin cara anda menyampaikan informasi membosankan (salah), mungkin
juga ketika ada anak yang berkata bahwa dia belum selesai mencatat mungkin
informasi yang anda berikan terlalu banyak. Hal-hal seperti ini adalah contoh
bagaimana feedback membuat seseorang mengkoreksi komunikasi mereka.
Model ini pada intinya memiliki asumsi bahwa informasi berbanding lurus
dengan ketidakpastian, semakin banyak informasi yang diterima maka akan semakin
tinggi ketidakpastian seseorang, begitu juga sebaliknya. Karena pada dasarnya
manusia selalu hidup didalam realitasnya sendiri, memiliki ekspektasi – ekspektasi

sendiri. Manusia tidak mudah untuk keluar dari comfort zone.

2. Receiver impact model
Model ini merupakan kebalikan dari model sebelumnya, model sebelumnya
beranggapan bahwa semakin banyak informasi yang diberikan, semakin banyak juga
ketidakpastian yang diterima seseorang. Berarti bahwa dalam fixed decision model
seorang dosen yang membuat muridnya bingung adalah dosen terbaik, karena mampu
memberikan banyak informasi sampai – sampai muridnya tidak bisa mencerna.
Kenyataan yang terjadi di lapangan tidak demikian, dalam kelas yang berisi 30
orang, mungkin 20 orang tidak mengerti apa yang dosen tersebut sampaikan, tetapi
10 orang lainnya mengerti apa yang disampaikan oleh dosen tersebut. Bagi mayoritas
kelas (20 orang) pesan yang disampaikan dosen bukanlah informasi, tetapi bagi 10
orang lainnya pesan tersebut merupakan sebuah informasi. Mengapa bisa demikian?
Menurut Conant (1979) “informasi adalah sesuatu yang mengubah pengetahuan,
pesan yang mengandung informasi adalah pesan yang harus mempengaruhi
pengetahuan penerima”. Ini adalah asumsi dasar model ini, informasi tidak hanya
dianggap sebagai konteks/isi untuk mengurangi/menambah ketidakpastian seseorang,
tetapi informasi adalah hubungan antara pesan dan penerima. Apa effect dari pesan
tersebut kepada penerima lebih penting daripada pesan dan konteksnya itu sendiri.
Conant mengajukan sebuah skala tentang bagaimana tingkat probabilitas subjektif

seseorang, yaitu 0 – 1. Seberapa tinggi seseorang memaknai pesan akan merubah
skala tersebut. Ketika seseorang melihat berita ramalan cuaca yang mengatakan
bahwa sore hari akan hujan, nilai probabilitas subjektif orang tersebut hanya 0.2,
ketika pada siang hari ia mendengar gemuruh petir, nilai probabilitas subjektifnya
0.4. Ketika pada sore hari ia merasakan rintik hujan, nilainya berubah menjadi 1.
Setiap orang tidak sama, ada orang yang percaya akan ramalan cuaca dan sudah
mempersiapkan payung lebih awal, sehingga ketika ia mendengar berita ramalan
cuaca yang mengatakan bahwa sore hari akan hujan, ia memiliki nilai probablitias
subjektif 1,

Model ini tidak melakukan generalisasi pada informasi, tetapi pada bagaimana
efeknya yang berbeda untuk setiap orang. Perbedaan inilah yang dijadikan segmen
pasar oleh para pelaku komunikasi, yang dengan sengaja memberikan informasi
tertentu kepada segmentasi penerima tertentu. Model ini sering dipakai oleh media
massa, kampanye politik, bahkan pengguna sosial media seperti twitter & instagram.
Ketidakpastian setiap orang berbeda-beda, maka dengan mengenal model ini
tingkat kepercayaan seseorang dapat diukur dengan mudah, karena kepercayaan
berbanding lurus dengan keraguan dan ketidakpastian. Seseorang yang tidak mudah
percaya membutuhkan lebih banyak informasi untuk menentukan pilihan, seseorang
ini memiliki angka probabilitas subjektif yang rendah. Sebaliknya, seseorang yang

mudah percaya membutuhkan lebih sedikit informasi untuk menentukan pilihan,
kelebihan informasi pada orang tipe ini dapat membuat keraguan yang akhirnya
membuat orang tersebut untuk tidak memilih.
Nilai sebuah komunikasi dihitung dari seberapa efektifnya pesan tersebut
mempengaruhi perilaku penerima pesan (baik yang diharapkan maupun tidak),
artinya pesan yang disampaikan sudah memiliki nilai informasi yang tinggi terhadap
orang tersebut.

Daftar pustaka
Heath L. Robert (2000). Human Communication theory and research . New
Jersey : Lawrence Erlbaum Associates:
Burke, K (1966). Language as symbolic Action, Berkeley, CA: University of
California press
Conant R. C(1979), A Vector theory of information, Communication Yearbook 3,
New Brunswick, NJ: Transaction books
Shannon C, E & Weaver W. (1949), The mathematical theory of communication,
urabana, il : University of illionis press