LAPORAN PRAKTIKUM LMU GULMA ACARA III UJ

LAPORAN PRAKTIKUM LMU GULMA
ACARA III
UJI EFIKASI DUA MACAM HERBISIDA DALAM MENGENDALIKAN GULMA

Disusun oleh:
Nama: 1. Zaki Abdurrahman

(15/334866/PN/12904)

2. Yusuf Dwi Kurniawan

(15/378186/PN/13992)

3. Elsi Kris Dayanti br Sembiring

(15/379664/PN/14118)

4. Amelia Hutami Putri

(15/383375/PN/14206)


5. Anisha Budi Anggraeni

(15/383378/PN/14209)

6. Ayu Putri Subowo

(15/383380/PN/14211)

7. Azsy Zsy Hafnes

(15/383381/PN/14212)

8. Nikke Indri Diahtuti

(15/383400/PN/14231)

LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2018

I.

A. Tujuan
1. Mengetahui efikasi herbisida kontak dan sistemik
B. Metodologi
-

Bahan dan alat

Praktikum Acara III dilaksanakan di Lahan Percobaan Banguntapan pada 18 April
2018. Bahan-bahan yang digunakan adalah herbisida parakuat (Gramoxone) dan glifosat
(Roundup) dan air. Alat-alat yang digunakan yaitu knapsack sprayer, gelas ukur, gelas beker,
stop watch, pipet, ember, pasak bamboo, tali rafia dan alat tulis.
-

Cara Kerja


1. Knapsack sprayer dikalibrasi terlebih dahulu dan digunakan volume semprot 500
liter per hektar.
2. Knapsack sprayer diisi dengan air keran lalu dipompa dan disemprotkan ke dalam
gelas ukur dengan mengatur tinggi nozzle dan tekanan dalam tangka
dipertahankan tetap sampai waktu yang ditentukan.
3. Waktu yang diperlukan untuk penyemprotan dicatat dan debit dari nozzle dihitung
adri volume setelah disemprot selama t detik/ t detik = aml per detik.
4. Tetntukan lebar efektif sprayer dengan pengaturan tinggi nozzle.
5. Tentukan luas lahan yang akan disemprot. Luas lahan (A) yang akan disemprot
dibagi dengan lebar efektif yang merupakan panjang lintasan (s). parameter, l, A
dan s digunakan untuk menentukan kecepatan jalan (v).
6. Herbisida sesuai ditakar dengan dosis dianjuran. Dosis yang digunakan adalah
parakuat 3 l/ha dan glifosat 6 l/ha.
7. Larutan herbisida dibuat dengan volume semprot 500liter per hektar.
8. Larutan herbisida dituamgkan ke dalam tangka secukupnya, kemudian
disemprotkan dengan ketentuan tinggii nozzle dan kecepatan jalan sesuai dengan
hasil kalibrasi sprayer.
9. Tingkat keracunan herbisida diamati dan ambil foto lahan yang disemprot
herbisida setiap hari selama 10 hari.
10. Memberikan skor gejala keracunan gulma berdasarkan pengamatandan foto yang

fiambil dengan pedoman EWRS.

II.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Jelaskan mengenai herbisida yang Saudara gunakan dalam praktikum uji efikasi
herbisida?
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada gulma
atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi karena
herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat mematikan
jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup atau
pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel terganggu
gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak akan mampu
menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hara (Riadi, 2011) Jelaskan mengenai
herbisida yang saudara gunakan dalampraktikum uji efikasi herbisida
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun pada gulma
atau tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Pemberantasan gulma terjadi karena

herbisida mengubah pengaruh bahan kimia di dalam jaringan gulma, yang dapat mematikan
jaringan itu atau merusak suatu sistem fsiologis yang dibutuhkan untuk hidup atau
pertumbuhan. Bila pernafasan, fotosintesis, pembelahan sel, dan pemanjangan sel terganggu
gulma akan menghabiskan cadangan energi. Tanpa fotosintesis gulma tidak akan mampu
menyaingi tanaman dalam hal memperebutkan larutan hari (Riadi, 2011). Pada percobaan
yang dilakukan kali ini digunkan 2 macam herbisida yaitu roundup dan gramoxone.
2. Bahan aktif yang terkandung di dalam tiap jenis herbisida?
 Herbisida Roundup
Nama

: N-(phosphonomethyl) glycine

Rumus Empiris : C6H17O5N2P
Berat Molekul

: 228

Warna

: Larutan berwarna coklat kuning emas


Berat Jenis

: 1,1592 + 0,005

Kekentalan

: 14,3 CPS

Bahan aktif

: 486 g/l ipa glifosat (42% w/w ipa glifosat, setara dengan glifosat 360
g/L)

pH

: 5,7

Flammabilitas


: Tidak mudah terbakar

Explosivitas

: Tidak mudah meledak

Gambar 1. Rumus Bangun Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) (Riadi, 2011)
Roundup 486 SL merupakan herbisida purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk
larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun sempit,
berdaun lebar dan teki-tekian. Diformulasikan dengan menggunakan teknologi biosorb.
Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak
digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol
gulma dan rumput liar pada berbagai tanaman pertanian, seperti padi, jagung, dan kacang
kedelai (Jasper et al., 2012). Glifosat paling banyak digunakan petani di Indonesia,
terutama dalam budidaya jagung dengan sistem TOT (tanpa olah tanah) (Faqihhudin et
a.l, 2014).
Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah
penyemprotan, tumbuhan menjadi layu, kuning, dan akhirnya mati. Herbisida glifosat
mengandung bahan kimia yang membuat herbisida menempel pada daun sehingga
glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam sel tumbuhan (Djau, 2009).

Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5-asam
enolpyruvylshikimic-3-synthase phosphate (EPSPS), yang penting bagi sintesis asam
amino seperti tyrosine, tryptopan, dan phenylalanine. Dengan adanya glifosat, sintesis
asam amino yang penting untuk pembentukan protein akan terhambat (Djau, 2009).
Keunggulan produk :
 Diserap dan ditranslokasikan ke jaringan gulma tiga kali lebih cepat dan lebih
banyak sehingga daya brantas lebih unggul dalam jangka waktu lama
 Jenis gulma yang dapat dikendalikan lebih banyak, sekalipun gulma bandel
 Tahan hujan 1-2 jam setelah aplikasi. Ini akan menghilangkan kekhawatiran
akan penyemprotan ulang dan resiko karena hujan

 Lebih fleksibel pada kondisi lapangan
 Formulasi menggunakan teknologi Biosorb yang sudah dipatenkan dan tidak
bisa ditiru oleh kompetitor lain
 Konsisten dalam mutuTidak perlu menambahkan bahan surfaktan lain.
Rekomendasi pemupukan
Gulma Sasaran

Tanaman


Dosis

A. Alang-alang di tempat terlindung

(L/ha)
Gulma umum, persiapan tanam 3-6
(TOT)

B. Alang-alang di tempat terbuka

6-10

Gulma Keras

Kelapa Sawit, Karet, Kakao, 4-6

Panicum repens, Cynodon dactylon

Kelapa, Kopi, Teh, Akasia,


Gulma Sedang

Cengkeh
Kelapa Sawit, Karet, Kakao, 2-3

Axonopus compressus,

Kelapa, Kopi, Teh, Akasia,

Mikania micrantha, Borreria sp, dll
Gulma Lunak

Cengkeh
Kelapa Sawit, Karet, Kakao, 1,5-2

Paspalum

Kelapa, Kopi, Teh, Akasia,

conjugatum,


Ottochloa

nodosa, dll
(Anonim, 2018)

Cengkeh

 Herbisida Gramoxone
Merupakan herbisida yang berbahan aktif paraquat. Herbisida paraquat adalah salah
satu jenis herbisida non−selektif dan secara luas sering digunakan, terutama pada sistem
pertanian dan oleh agen pemerintah dan perindustrian untuk mengontrol hama tanaman.
Paraquat memiliki nama kimia 1,1–dimetil–4,4–bipiridilium dan mempunyai nama lain
paraquat dichloride, methyl viologen dichloride, Crisquat, Dexuron, Esgram, Gramuron,
Ortho Paraquat CL, Para-col, Pillarxone, Tota-col, Toxer Total, PP148, Cyclone,
Gramixel,

Gramoxone,

Pathclear

dan

AH

501.

Paraquat

(1,1−dimethyl,4,4−bipyridylium) merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium.
Herbisida yang termasuk dalam golongan ini umumnya merupakan herbisida pasca
tumbuh, tidak aktif apabila diaplikasikan lewat tanah dan bersifat tidak selektif.
Herbisida paraquat diklorida memiliki efek toksisitas terhadap organisme eukariotik
(Suntres, 2002). Karakteristik dari paraquat adalah tidak dapat diserap oleh bagian
tanaman yang tidak hijau seperti batang dan akar serta tidak aktif di tanah.
Ketidakaktifan tersebut disebabkan adanya reaksi antara dua muatan ion positif pada

paraquat dan ion negatif mineral tanah sehingga molekul positif paraquat terabsorbsi
kuat dengan lapisan tanah dan tidak aktif lagi. Penetrasi paraquat terjadi melalui daun.
Aplikasi paraquat akan lebih efektif apabila ada sinar matahari karena reaksi keduanya
akan menghasilkan hidrogen peroksida yang merusak membran sel. Cara kerja paraquat
yaitu menghambat proses dalam fotosistem I, yaitu mengikat elektron bebas hasil
fotosistem dan mengubahnya menjadi elektron radikal bebas. Radikal bebas yang
terbentuk akan diikat oleh oksigen membentuk superoksida yang bersifat sangat aktif.
Superoksida tersebut mudah bereaksi dengan komponen asam lemak tak jenuh dari
membran sel, sehingga akan menyebabkan rusaknya membran sel dan jaringan tanaman
(Pusat Informasi Paraquat, 2006).
Kandungan Herbisida Paraquat Diklorida
Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan
bipyridylium. Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2. Angka kematian akibat
toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan toksisitasnya secara langsung dan
belum adanya pengobatan yang efektif (Indika & Buckley, 2011).

Gambar 2. Paraquat diklorida (Sumber: Indika & Buckley, 2011)
Paraquat memiliki kemampuan menyerap sinar radiasi ultraviolet pada panjang
gelombang maksimum I=260 nm, yaitu sebagai akibat transisi elektronik p pada ikatan
rangkap terkonjugasi dalam gugus bipiridil. Paraquat tereduksi berwarna biru dan menyerap
sinar pada panjang gelombang I=600 nm (Lestari, 2005).

Gambar 3. Tabel Sifat Fisik Dan Kimia Paraquat
Bahan aktif herbisida gramoxone adalah paraquat. Paraquat (1,1−dimethyl,
4,4−bipyridylium) merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Herbisida yang
termasuk dalam golongan ini umumnya merupakan herbisida pasca tumbuh, tidak aktif
apabila diaplikasikan lewat tanah dan bersifat tidak selektif. Herbisida paraquat diklorida
memiliki efek toksisitas terhadap organisme eukariotik (Suntres, 2002).
Karakteristik dari paraquat adalah tidak dapat diserap oleh bagian tanaman yang tidak
hijau seperti batang dan akar serta tidak aktif di tanah. Ketidakaktifan tersebut disebabkan
adanya reaksi antara dua muatan ion positif pada paraquat dan ion negatif mineral tanah
sehingga molekul positif paraquat terabsorbsi kuat dengan lapisan tanah dan tidak aktif lagi.
Penetrasi paraquat terjadi melalui daun. Aplikasi paraquat akan lebih efektif apabila ada sinar
matahari karena reaksi keduanya akan menghasilkan hidrogen peroksida yang merusak

membran sel. Cara kerja paraquat yaitu menghambat proses dalam fotosistem I, yaitu
mengikat elektron bebas hasil fotosistem dan mengubahnya menjadi elektron radikal bebas.
Radikal bebas yang terbentuk akan diikat oleh oksigen membentuk superoksida yang bersifat
sangat aktif. Superoksida tersebut mudah bereaksi dengan komponen asam lemak tak jenuh
dari membran sel, sehingga akan menyebabkan rusaknya membran sel dan jaringan tanaman
(Pusat Informasi Paraquat, 2006).
Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan
bipyridylium. Angka kematian akibat toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan
toksisitasnya secara langsung dan belum adanya pengobatan yang efektif (Indika and
Buckley, 2011). Paraquat memiliki rumus molekul [C12H14N2]2+ dengan struktur sebagai
berikut:

Gambar 4. Struktur kimia 1,1−dimethyl 4,4 bipyridylium dichlorid (Sumber: Lestari, 2005).
Paraquat atau kation 1,1–dimetil–4,4–bipiridilium juga tersedia sebagai garam
dibromida ataupun diklorida dengan rumus [C12H14N2]Br2 atau [C12H14N2]Cl2, senyawa ini
berwujud padatan berwarna putih bersih dan sangat larut dalam air (Lestari, 2005).

3. Tuliskan dosis anjuran untuk beberapa jenis gulma yang tertera pada label. Apakah
dosis yang digunakan di dalam praktikum sudah sesuai dengan yang tertera di label?
Petunjuk Penggunaan :
Tanaman

Gulma
Sasaran

Kelapa Sawit Ageratum conyzoides
(TBM)
Borreria alata

Dosis anjuran

Cara dan Waktu aplikasi

1 – 2 l/ha

Penyemprotan volume
tinggi. Aplikasi dimulai
pada saat gulma tumbuh
subur pada pagi atau sore
hari.

Synedralla nodiflora
Ischaemum timorense
Axonopus compressus
Ottochloa nodosa
Jagung

Borreria alata

1 – 2 l/ha

Synedralla nodiflora
Commelina spp

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Digitaria adscendens
Persiapan
Ludwigia octovalis
lahan Padi
Sawah
Monochoria vaginalis

1 – 2 l/ha
1,5 – 2 l/ha

Paspalum distichum

1 – 2 l/ha

Fimbristylis spp (teki)

1 – 2 l/ha

Persiapan Ludwigia octovalis
lahan Padi
Leptochia chinensis
Sawah Pasang
Surut
Cyperus spp, Eleucaris dulcis
(teki)
Tebu

1 – 2 l/ha
2 – 3 l/ha
1 – 2 l/ha

1 – 2 l/ha
Ageratum conyzoides
Mimosa invisa

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Paspalum conjugatum
Kakao

1 – 2 l/ha

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum

Bidens bilosa, Borreria spp,
Digitaria ascendens,
Paspalum spp

1 – 2 l/ha
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Kopi

Lada

Ageratum conyzoides,
Richardia brassiliensis

1 – 2 l/ha

Paspalum conjugatum,
Setaria plicata

1 – 2 l/ha

Ageratum conyzoides,
Borreria alata
Synedrella nodiflora,
Digitaria spp, Setaria plicata

Karet

Ageratum conyzoides,
Borreria alata

1 – 2 l/ha
1 – 2 l/ha

1 – 2 l/ha

Synedrella nodiflora,
ottochloa nodosa, Paspalum
conjugatum
1 – 2 l/ha
HTI
Acacia
mangium

Chromolaena odorata

2 – 3 l/ha

Clidermia hirta

1 – 2 l/ha

Mikania micrantha

1 – 2 l/ha

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Penyemprotan volume
tinggi. Apabila belum
jelas hubungi petugas
yang berwenang.

Axonopus compressus,
Ottochloa nodosa
Petunjuk penggunaan Gramoxone:
 Gulma berdaun lebar bisa dengan dosis 1,5-3 liter/hektar.
 Gulma berdaun sempit bisa dilakukan penyemprotan dengan dosis 2,5-5 liter/hektar.
 Bisa dilakukan penyemprotan dengan volume tinggi untuk lahan tanpa tanaman.
 Untuk tanaman yang memiliki batang keras Gramoxone tidak akan menyebabkan
efek negatif. Misalnya pada tanaman kakao, karet, kapas, ubi kayu dan sejenisnya.

Dosis Gramoxone yang digunakan saat praktikum adalah 2,4 ml untuk luas lahan 8
m2 dan setara dengan 3 l/ha. Dosis yang digunakan saat praktikum sudah sesuai dengan
dosis anjuran yang tertera pada label herbisida gramoxone tersebut.
Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak
digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol
gulma dan rumput liar pada berbagai tanaman pertanian, seperti padi, jagung, dan kacang
kedelai (Jasper et al., 2012). Glifosat paling banyak digunakan petani di Indonesia, terutama
dalam budidaya jagung dengan sistem TOT (tanpa olah tanah) (Faqihhudin et al., 2014).
Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah penyemprotan,
tumbuhan menjadi layu, kuning, dan akhirnya mati. Herbisida glifosat mengandung bahan
kimia yang membuat herbisida menempel pada daun sehingga glifosat dapat bergerak dari
permukaan tumbuhan ke dalam sel tumbuhan (Djau, 2009).

Gambar 5. Rumus Bangun Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) (Riadi, 2011)
Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5-asam
enolpyruvylshikimic-3-synthase phosphate (EPSPS), yang penting bagi sintesis asam amino
seperti tyrosine, tryptopan, dan phenylalanine. Dengan adanya glifosat, sintesis asam amino
yang penting untuk pembentukan protein akan terhambat (Djau, 2009). Jasper et al., (2012)
menyatakan bahwa glifosat dapat memacu kerusakan hematologikal dan perubahan pada hati
ketika diberi paparan hingga subakut. Kerusakan hematologikal ini berkaitan dengan adanya
induksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS adalah senyawa pengoksidasi turunan oksigen
yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas kelompok radikal bebas dan kelompok non
radikal. Kelompok radikal bebas antara lain superoxide anion (O 2-) dan hydroxyl radical
(OH-), serta non radikal misalnya hydrogen peroxide (H2O2). Senyawa oksigen reaktif ini
dihasilkan dalam proses metabolisme oksidatif dalam tubuh, misalnya pada proses oksidasi
katabolisme makanan menjadi energi (Harish dan Murugan, 2011).

Roundup merupakan herbisida purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan
yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar
dan teki-tekian. Diformulasikan dengan menggunakan teknologi biosorb.
Keunggulan roundup:
 Diserap dan ditranslokasikan ke jaringan gulma tiga kali lebih cepat dan lebih banyak
sehingga daya brantas lebih unggul dalam jangka waktu lama.
 Jenis gulma yang dapat dikendalikan lebih banyak, sekalipun gulma bandel.
 Tahan hujan 1-2 jam setelah aplikasi. Ini akan menghilangkan kekhawatiran akan
penyemprotan ulang dan resiko karena hujan.
 Lebih fleksibel pada kondisi lapangan.
 Formulasi menggunakan teknologi Biosorb yang sudah dipatenkan dan tidak bisa
ditiru oleh kompetitor lain.
 Konsisten dalam mutu.
 Tidak perlu menambahkan bahan surfaktan lain

Dosis Roundup yang digunakan saat praktikum adalah 4,8 ml untuk luas lahan 8 m 2
dan setara dengan 6 l/ha. Dosis yang digunakan saat praktikum sudah sesuai dengan dosis
anjuran yang tertera pada label herbisida gramoxone tersebut.
Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang tepat, untuk
menjamin pestisida tersebut mencapai sasaran yang dimaksud, selain faktor jenis dosis, dan
saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada pestisida yang dapat berfungsi dengan
baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat. Aplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan
sebagai aplikasi pestisida yang semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada
saat yang tepat, dengan liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah
ditentukan sesuai dengan anjuran dosis. Adapun cara pemakaian pestisida yang sering
dilakukan oleh petani, salah satunya adalah dengan penyemprotan (spraying). Cara ini
merupakan metode yang paling banyak digunakan (Wudianto, 1999).

4. Berikan penjelasan saudara tujuan menghitung:
1. Kecepatan jalan
2. Debit nossel
3. Dosis herbisida
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menaplikasikan sesuatu
pestisida antara lain:
1. Dosis herbisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan sasaran tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu
aplikasi atau lebih (Djojosumarto, 2008). Herbisida yang digunakan harus dihitung dosisnya
disesuaikan dengan jumlah gulmanya. Apabila dosis yang digunkan tidak sesuai anjuran,
maka dapat menimbulkan dampak negative terhadap tanaman yang dibudidayakan. Dosis
herbisida yang disemprotkan dalam satu liter air (atau bahan pengencer lainnya) untuk
mengendalikan sasaran tertentu harus dihitung sebelum diaplikasikan.
2. Debit Nossel
Debit nossel juga harus dihitung dengan tujuan agar kita tahu berapa jumlah herbisida
yang harus digunakan digunakan untuk menyemprot sasaran tertentu per satuan luas atau per
satuan individu tanaman dan supaya herbisida juga dapat tersebar merata.
3. Kecepatan Jalan
Pada saat melakukan penyemprotan kecepatan jalan harus konstan. Kecepatan jalan
operator sangat mempengaruhi aplikasi herbisida karena dalam pelaksanaan di lapangan
sangat dipengaruhi oleh bentuk topografi areal, penghalang seperti parit dan batang
melintang. Kecepatan jalan harus dihitung agar saat melakukan penyemprotan herbisida
dapat mengenai gulma yang ada secara merata.

5. Bahas data percobaan

Skoring Herbisida
Herbisida Sistemik (Roundup)

Herbisida Kontak (Gromoxone)

9

8

Skoring

7

7.3

7

5

6

5

5

4.5

5.5

5

3

4

1
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Hari pengamatan ke-

Gambar 6. Grafik Skoring Herbisida Roundap dan Gramoxone
Berdasarkan gambar skoring herbisida diperoleh hasil herbisida gramoxone dan
roundup pada hari pengamatan hari ke -1 hingga ke -10 mengalami penurunan nilai skoring.
Hal ini menunjukkan tingkat keracunan yang semakin tinggi, pada awal pengamatan setelah
aplikasi herbisida diperoleh skor 8 yang artinya kerusakan/ keracunan 10-29,9%. Pada
skoring ini perlakuan herbisida sistemik memiliki reaksi yang lebih lambat namun tingkat
kerusakan yang diakibatkan lebih besar. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida yang
dialirkan atau ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke
bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme
tumbuhan paling aktif berlangsung. Herbisida ini dapat diaplikasikan melalui daun /pasca
tumbuh atupun melalui tanah/pratumbuh. Glifosat bersifat sistemik non-selektif. Mekanisme
kerja glifosat menghambat biosintesis asam amino aromatik (Varshney dan Shondia, 2004
cit. Ismawati et al., 2017). Mesotrion bersifat sistemik dan selektif. Mekanisme kerja
mesotrion menghambat pembentukan dioksigenase 4-hydroxyphenylpyruvate (HPPD)
(Mitchell et al., 2001 cit. Ismawati et al., 2017).
Herbisida gramoxone merupakan herbisida berbahan aktif paraquat yang memiliki
sifat kontak sehingga dari grafik dapat dilihat reaksi kerusakan dapat dilihat dengan cepat.
Herbisida kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang
terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan
atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida
akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut. Oleh sebab itu, herbisida kontak umumnya
diaplikasikan dengan volume semprot tinggi sehingga seluruh permukaan gulma dapat

terbasahi. Daya kerja herbisida tersebut kurang baik bila diaplikasikan pada gulma yang
memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah. Menurut Muktamar (2004) cit. Murti et al.,
(2016), parakuat merupakan herbisida kontak dan bila molekul herbisida ini terkena sinar
matahari setelah berpenetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau maka molekul ini
akan bereaksi menghasilkan molekul hidrogen peroksida. Parakuat diklorida bekerja dalam
sistem membran fotosintesis yang disebut Fotosistem I, yang menghasilkan elektron bebas
untuk menjalankan proses fotosintesis (Sarbino dan Syahputra, 2012). Herbisida parakuat
diklorida mampu memperbaiki sifat kimia tanah, meningkatkan persentase pengendalian
gulma, menurunkan bobot kering gulma dan meningkatkan komponen hasil tanaman ubi
kayu (Adnan et al., 2012).
6. Bagaimana pengaruh jenis herbisida kontak dan sistemik terhadap hasil percobaan
terkait dengan yang saudara lakukan?
Berdasarkan hasil dari percobaan perlakuan herbisida sistemik yaitu herbisida
Glifosat bersifat sistemik non-selektif, mengakibatkan kerusakan pada gulma lebih parah dari
pada herbisida kontak yaitu paraquat. Namun, untuk herbisida siteik sendiri pengaruh yang
diakibatkan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat dilihat hasilnya dibandingkan
denagn hebisida kontak. Hebisida sitemik ini membutuhkan waktu yang lama untuk terlihat
hasilny karena cara kerja yang harus ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama
dengan herbisida ke bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian
tersebut metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung. Waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan translokasi tersebut hingga merata ke bagian-bagian gulma tetu saja memerlukan
waktu yang lama. Berbeda dengan cara kerja herbisida kontak yang langsung memberikan
efek setelah aplikasi. Herbisida kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan
bagian gulma yang terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak
ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma yang
terkena herbisida akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut.
Penggunaan herbisida merupakan salah satu metode pengendalian gulma yang saat ini
banyak dilakukan sebagai akibat berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian. Beberapa
alasan yang mendasari penggunaan herbisida antara lain hemat tenaga kerja, waktu
pengendalian relatif singkat, dapat mencegah kerusakan akar, mengurangi resiko erosi lapisan
tanah dibandingkan dengan penyiangan manual (Singh et al., 2005). Namun demikian,
penggunaan herbisida harus memenuhi konsep tepat, baik tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu,
dan tepat sasaran. Untuk mendapatkan hasil pengendalian gulma yang efektif harus dilakukan

pemilihan jenis ataupun formulasi herbisida yang tepat sesuai dengan komposisi gulma di
lapangan. Pengujian lapangan terhadap formulasi herbisida baru, sangat diperlukan untuk
mengetahui efektivitasnya dalam mengendalikan gulma di lapangan. Untuk itu, penelitianpenelitian diarahkan untuk menemukan herbisida formulasi baru yang efektif, efisien dan
aman bagi lingkungan. Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma
merupakan suatu halyang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan memperhatikan daya
efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya titotoksisitas pada tanaman.
7. Apa saja hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis herbisida di dalam
aplikasi di lapangan?
Menurut Tri (2013), hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada penggunaan
herbisida adalah jenis, takaran dan waktu aplikasi harus tepat agar tidak merugikan tanaman
yang diusahakan karena herbisida mempunyal spesifikasi daya kerja yang berbeda.
Penyemprotan herbisida berbahan aktif Imazethapyr dan Sulfentrazone satu kali dengan cara
yang benar dapat mencegah kehilangan hasil 0,15-0,52 t/ha. Namun pengaruhnya terhadap
peningkatan hasil biji belum dapat menyamai cara rekomendasi penyiangan dua kali.
Penyemprotan herbisida paraquat sebelum tanam dapat menekan gulma cukup efektif tetapi
pengaruhnya terhadap peningkatan hasil biji belum menyamai cara penyiangan manual dua
kali.
Salah satu hal yang harus dicermati dalam pencampuran herbisida adalah apakah
campuran tersebut bersifat antagonis atau tidak. Jika campuran herbisida tersebut bersifat
antagonis, maka pengendalian gulma dengan herbisida campuran tersebut tidak akan efektif.
Sifat aktivitas suatu campuran herbisida ditentukan oleh jenis formulasi, cara kerja dan jenisjenis gulma yang dikendalikan. Pencampuran beberapa jenis herbisida dapat mempengaruhi
toksisitas masing-masing komponen bahan aktif herbisida. Interaksi herbisida campuran
dapat berupa interaksi sinergis dan interaksi antagonis. Interaksi sinergis terjadi apabila
beberapa campuran herbisida akan menimbulkan efek normal atau bahkan meningkatkan
pengaruh herbisida, sedangkan interaksi antagonis terjadi apabila campuran beberapa bahan
aktif dalam herbisida akan menurunkan pengaruh terhadap gulma sasaran. Interaksi antagonis
dapat menimbulkan mekanisme yang berbeda pada gulma sasaran.
8. Sifat antagonisme dan sinergisme herbisida?
Rao (2000) mengemukakan bahwa terdapat empat jenis mekanisme antagonisme yang
dapat terjadi pada pencampuran beberapa bahan aktif herbisida. Antagonisme biokimia
terjadi apabila bahan aktif satu herbisida menghambat penetrasi bahan aktif herbisida lain

pada gulma sasaran tertentu (berlawanan dengan sifat sinergis). Antagonisme kompetitif
terjadi ketika campuran dua bahan aktif bekerja saling meniadakan satu sama lain, sedangkan
pada antagonisme fisiologis antar bahan aktif menimbulkan reaksi berkebalikan bila
dicampur dengan bahan yang lain. Antagonisme kimia menimbulkan reaksi kimia saat kedua
bahan aktif dicampur, sehingga campuran herbisida kehilangan pengaruh pada gulma sasaran.
Pengujian sifat campuran herbisida dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu ADM
(Additive Dose Model) dan MSM (Multiplicative Survival Model). Metode ADM digunakan
apabila komponen formulasi campuran herbisida memiliki mode of action (cara kerja) atau
golongan yang sama, sedangkan metode MSM digunakan bila komponen formulasi memiliki
mode of action atau golongan yang berbeda (Kristiawati, 2003). Metode tersebut selanjutnya
menjadi dasar model ADM dan digunakan bila dua herbisida dari kelompok bahan kimia dan
mode of action sama dicampurkan.

Gambar 7. Analisis Model ADM: Posisi Nilai Harapan dan Nilai Perlakuan
Sumbu x dan y menunjukkan dosis herbisida A dan B (Gambar 1). K adalah LD 50
herbisida A, sedangkan L adalah LD50 herbisida B. Garis yang menghubungkan titik K dan L
pada kedua sumbu merupakan titik kedudukan berbagai campuran herbisida yang
menyebabkan kematian 50%. Garis (l) menggambarkan perbandingan herbisida A dan B
dalam formulasi herbisida campuran. Perpotongan kedua garis ini merupakan nilai LD 50harapan herbisida campuran. Bila nilai LD50 herbisida campuran lebih kecil dari LD50harapan, maka campuran herbisida bersifat sinergis. Bila nilai LD 50 sama dengan nilai
LD50harapan, maka campuran herbisida bersifat aditif, dan bila lebih besar maka herbisida
campuran bersifat antagonis. Metode MSM digunakan bila komponen formulasi memiliki
mode of action atau golongan yang berbeda (Kristiawati, 2003).

9. Tujuan pengujian efikasi herbisida?
Analisis dinyatakan dalam persamaan regresi linier probit (Y = aX + b) dari gabungan
herbisida. Nilai persen kerusakan gulma dinyatakan dalam bentuk transformasi nilai probit
(sebagai Y), sedangkan dosis herbisida dinyatakan dalam bentuk logaritmik dari dosis
(sebagai X). Persamaan linier yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai LD50, yaitu
dosis yang menyebabkan kemungkinan kematian 50% populasi gulma yang diharapkan
akibat aplikasi herbisida. Nilai LD50 ini selanjutnya akan digunakan untuk melakukan analisis.
Formulasi matematika yang digunakan untuk menentukan nilai harapan campuran,
dinyatakan sebagai: P(A+B) = P(A) + P(B) – P(A)(B) dimana P(A+B) adalah nilai persen
kematian gulma dari herbisida campuran (Purwanti, 2003).
Dalam formulasi ini, P(A) adalah persen kematian gulma oleh herbisida A, P(B)
adalah persen kematian gulma akibat herbisida B, sedangkan P(A)(B) adalah hasil kali persen
kematian P(A) dengan P(B). Nilai LD50-harapan dapat diperoleh dari persamaan P(A+B) =
50, dimana P(A) dan P(B) diperoleh dari persamaan garis probit Y = a + bX. Kriteria sifat
campuran dinilai dari perbandingan LD50-percobaan campuran dan nilai LD50-harapan
campuran. Campuran bersifat sinergis apabila LD50-percobaan campuran lebih kecil dari
LD50-harapan campuran, jika sebaliknya maka campuran tersebut bersifat antagonis. Sifat
aditif terjadi apabila nilai LD50-percobaan campuran sama dengan LD50-harapan campuran.
Metode pencampuran herbisida tidak selalu menimbulkan reaksi yang positif. Setiap
bahan aktif yang terkandung dalam herbisida memiliki jenis formulasi, cara kerja, dan
spesifikasi jenis gulma yang berbeda. Reaksi campuran dapat bereaksi positif (efek sinergis),
yang berarti pencampuran herbisida dapat meningkatkan efisiensi penggunaan herbisida
dalam mengendalikan gulma saasaran. Gejala negatif ditunjukkan dengan reaksi antagonis
pada gulma sasaran yakni berkurangnya daya mematikan gulma. Oleh karena itu suatu
campuran beberapa bahan aktif herbisida perlu diuji sifat aktivitasnya, untuk mengetahui
adanya aktivitas antagonisme herbisida.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan
yaitu:
1. jenis gulma dominan
2. tumbuhan budidaya utama
3. alternatif pengendalian yang tersedia
4. dampak ekonomi dan ekologi bagi inang predator dan parasitoid

5. Pengendalian gulma terpadu dapat dilakukan dengan cara:
6. Pelestarian tumbuhan liar berguna
7. eksplorasi musuh alami
8. aplikasi herbisida secara spesifik dan selektif
Secara langsung, gulma melakukan aktivitas kompetisi dengan tanaman pokok dalam
hal memperoleh air, cahaya matahari, dan utamanya unsur hara, sehingga tanaman pokok
akan kehilangan potensi hasil akibat kalah bersaing dengan gulma yang pertumbuhan dan
perakarannya relatif lebih baik. Tanggap atau respon beberapa jenis gulma terhadap herbisida
amat tergantung pada jenis herbisida yang digunakan itulah yang digolongkan kedalam
herbisida selektif atau non selektif (Jamilah, 2013). Herbisida berbahan aktif Pirazosulfuron
etil 10 % merupakan jenis herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh serta selektif untuk
pertanaman padi, bersifat sistemik artinya dapat bergerak dari daun dan bersama proses
metabolisme ikut kedalam jaringan tanaman sasaran. Herbisida jenis ini mampu
mengendalikan gulma berdaun lebar maupun teki-tekian (cyperaceae), serta beberapa gulma
berdaun sempit meski kadang cenderung kurang efektif (IUPAC, 2014).

III.

KESIMPULAN

Perlakuan herbisida sistemik memiliki reaksi yang lebih lambat namun tingkat
kerusakan yang diakibatkan lebih besar. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida yang
dialirkan atau ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke
bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut metabolisme
tumbuhan paling aktif berlangsung, sedangkan herbisida kontak dapat mengendalikan gulma
dengan cara mematikan bagian gulma yang terkena/kontak langsung dengan herbisida karena
sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma.

DAFTAR PUSTAKA
Adnan, H., dan Manfarizah. 2012. Aplikasi beberapa dosis herbisida glifosat dan parakuat
diklorida pada sistem tanpa olah tanah (TOT) serta pengaruhnya terhadap sifat kimia
tanah, karakteristik gulma

dan hasil kedelai. J.Agrista 16(3):135-145.

Anonim. 2018. ROUNDUP 486 SL. . Di akses
pada 26 Mei 2018, pukul 17.09 WIB.
Djau, R. A. 2009. Faktor Risiko Kejadian Anemia dan Keracunan Pestisida pada pekerja
Penyemprot Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT. Agro Indomas Kab. Seruyan
Kalimantan Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Djojosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.
Faqihhudin, M. D., Haryadi, P. Heni. 2014. Penggunaan Herbisida IPA-Glifosat terhadap
Pertumbuhan, Hasil dan Residu pada Jagung. Ilmu Pertanian. 17(1): 1-12.
Harish, R.S., dan K. Murugan. 2011. Oxidative Stress Indices in Natural Populations of
Avicennia alba Blume as Biomarker of Environmental Pollution. Environ. Res.
11(8): 1070-1073.
Indika, G., and N. Buckley. 2011. Medical management of paraquat ingestion. British Journal
of Clinical Pharmacology. University of New South Wales, Sydney, Australia.
Ismawati, Nanik S., dan Hidayat P. 2017. Pengujian efektivitas herbisida berbahan aktif
glifosat,

mesotrion, s-metolaklor dan campuran ketiganya terhadap gulma teki. J.

Agrotek

Tropika, 5(3): 181-187.

IUPAC. 2014. Pyrazosulfuron Ethyl (Ref: NC 311). IUPAC Agrochemical Information,
University of Hertfordshire, England, United Kingdom.
Jamilah. 2013. Pengaruh Penyiangan Gulma dan Sistim Tanam Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.). Jurnal Agrista. 17 (1): 28-35.
Jasper, R., G.O. Locatelli, C. Pilati, C. Locatelli. 2012. Evaluation of Biochemical,
Hematological and Oxidative Parameters in Mice Exposed to The Herbicide
Glyphosate-Roundup. Interdiscip Toxicol 5(3): 133-140.
Kristiawati, I. 2003. Uji Tipe Campuran Herbisida Fluroksipir dan Glifosat (Topstar 50/300
EW) Menggunakan Gulma Paspalum conjugatum Berg. dan Mikania micranta (L.)

Kunth. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lestari, S. W. 2005. Optimasi metode analisis kuantitatif dan penerapanya pada

studi

desorpsi 1,1−dimetil 4,4−bipiridilium dalam tanah gambut. Skripsi. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Murti, D. A. Nanik S., dan Setyo Dwi U. 2016. Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap
gulma umum pada tanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.). J. Agrotek
Tropika.

1(1): 8-12

Purwanti. 2003. Uji tipe campuran herbisida Glifosat dan 2,4-D (Bimastar 240/120 AS)
dengan memakai gulma Brachiaria paspaloides dan Bidens pilosa. Skripsi.
Departemen Biologi, Fakultas Matemaika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Pusat Informasi Paraquat. 2006. The paraquat information center on behalf of syngenta crop
protection ag. . Diakses tanggal 26 Mei 2018.
Rao, V. S. 2000. Principles of weed science. 2 nd ed. Science Publishers, Inc., Enfield, NH.
Riadi. 2011. Bahan Ajar Mata Kuliah : Herbisida dan Aplikasinya. Universitas Hasanuddin,
Sulawesi Selatan.
Sarbino dan E. Syahputra. 2012. Keefektifan parakuat diklorida sebagai herbisida persiapan
tanam padi tanpa olah tanah di lahan pasang surut. J.Perkebunan dan Lahan Tropika
2(1):

15-22.

Singh, S. 2005. Effect of establishment methods and weed management practices on weeds
and rice in ricewheat cropping system. Indian J. Weed Sci. 37 (2): 524 -527.
Sujono Riyadi, S. M. 2011. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Suntres, Z. E. 2002. Role of antioxidants in paraquat toxicity. Toxicology 180(1):65−77.
Tri,

Y.

2013.

Pengendalian

Gulma

secara

Kimiawi

pada

Kedelai.

. Diakses 26 Mei 2018.
Wudianto, R. 1999. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta.

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI LOAD BALANCING DAN FAIL OVER UNTUK MENDUKUNG PRAKTIKUM JARKOM 2

6 80 14

PENGEMBANGAN PROGRAM ACARA CHATZONE(Studi Terhadap Manajemen Program Acara di Stasiun Televisi Lokal Agropolitan Televisi Kota Batu)

0 39 2

FUNGSI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL WAYANG KULIT DALAM ACARA RUWATAN ALAM (Studi Pada Tradisi Ruwatan Alam Di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto)

0 94 37

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

PERANAN PUBLIC RELATIONS DALAM MENGINFORMASIKAN TELKOMFLEXI MELALUI NEWSLETTER PADA KARYAWAN DI PT TELKOM Tbk DIVRE III BANDUNG

2 38 1

Sistem informasi cuti tahunan pegawai berbasis website di Divisi Regional III PT.Telkom Jl.Supratman No.66 Bandung : laporan hasil praktek kerja lapangan

2 28 106

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III

17 90 58

Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol 70 % Akar Kecombrang (Etlingera elatior) Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti sebagai Biolarvasida Potensial Effectiveness of Giving 70% Ethanol Root Extract Kecombrang (Etlingera elatior) against Aedes aegypti lar

2 34 76

TUGAS OPERASI TEKNIK KIMIA III DIRECT IN

2 62 7