laporan di pendahuluan ca esofagus

BAB II
TINJAUAN TEORI

Pada BAB ini penulis akan menguraikan konsep teori asuhan
keperawatan klien dengan CA Esofagus, yang terdiri dari :
pengertian, patofsiologi, penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengertian
Kanker esophagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini
pertama kali dideskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama
kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun 1930-an, Oshawa di Jepang dan
Marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan
metode transtoraks esofagomi dengan rekontruksi (Fisichella, 2009)

CA Esofagus adalah karsinoma yang terdapat pada bagian esophagus (Mansjoer, arif,
1999:137)

CA Esofagus merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng yang
melapisi lumen esophagus (Sudoyo, W Aru, 1999:115)


Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CA Esofagus adalah
karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng yang ganas dan terjadi pada
bagian esofagus.

7

B. Patofisiologi
Kanker esofagus merupakan jenis kanker yang sering ditemukan di daerah yang
dikenal dengan julukan Asian Esophageal Cancer Belt yang terbentang dari tepi
selatan laut Kaspia disebelah Barat sampai ke Utara Cina.kanker esofagus lebih
sering terjadi pada orang kulit putih. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki beresiko
terkena kanker esophagus 3 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita.
Hal ini terutama dikaitkan dengan tingginya konsumsi alcohol dan rokok pada pria.
Berdasarkan tingkatan usia, usia lebih dari 65 tahun memiliki resiko paling tinggi
untuk menderita kanker esofagus. Sekita 15% penderita di diagnose menderita
kanker esofagus pada usia kurang dari 55 tahun.

Secara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel non keratin skuamosa.
Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi
kronik agen iritan, alcohol, tembakau dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi

sebagai karsinogenik iritan (Fischella, 2009). Penyebab kanker esofagus belum
diketahui secara pasti akan tetapi para peneliti percaya bahwa beberapa factor resiko
seperti merokok dan alcohol, dapat menyebabkan kanker esofagus dengan cara
merusak DNA sel yang melapisi bagian dalam esofagus, akibatnya DNA sel tersebut
menjadi abnormal. Iritasi yang berlangsung lama pada dinding esofagus, seperti yang
terjadi pada GERD, Barrett’s esophagus dan achalasia dapat memicu terjadinya
kanker. Beberapa factor yang dapat mempertinggi kejadian kanker esofagus
diantaranya merokok, mengkonsumsi alcohol, obesitas, Gastro Esophageal Reflux
Disease (GERD), Barret’s esophagus, diet, achalasia dan bakteri lambung.

8

Biasanya penyakit ini seringkali ditandai dengan adanya disfagia (sulit menelan),
merasakan benjolan pada tenggorokkan dan nyeri saat menelan, nyeri pada dada,
hemoragi (kehilangan berat badan), dan terlihat kurus.

Adenomakarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah
esofagus. Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan
refluks gastroesofageal kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium
skuamosa bagian distal akan terjadi dan menghasilkan epitelium glandular yang

berisi sel-sel goblet yang disebut epitel Barret. Perubahan genetic pada epitelium
meningkatkan kondisi dysplasia dan secara progresif membentuk adenokarsinoma
pada esofagus (papineni, 2009). Adanya kanker esofagus bias menghasilkan
metastatis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor.
Invasi oleh tumor sering terjadike struktur disekitar mediastinum, invasi ke aorta
mengakibatkan pendarahan massif, invasi ke pericardium terjadi tamponade jantung
atau sindrom vena kava superior, invasi ke serabut saraf mengakibatkan suara serak
atau disfagia, invasike saluran nafas mengakibatkan fistula trakeosofageal dan
esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat
kematian. Sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya yang akan
menyebabkan abses paru dan epiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal nafas yang
disebabkan oleh obstruksi mekanik atau pendarahan akut massif. Pasien sering
Nampak malnutrisi, lemah,emasiasi, dan gangguan system imun yang kemudian
akan menyulitkan terapi (Wang, 2008)

9

Pathway

10


C. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Intervensi non operasi
 Radiasi
 Kemoterapi
 Terapi laser
 Photodynamic therapy
b. Intervensi bedah
Esofagotomi dilakukan memulai insisi abdominal dan sevikal melewati hiatus
esofagus/THE (transhiatal esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal
dan thoraks kanan/TEE (transhorakcic esophagectomy). Pada THE rongga
dada tidak dibuka. Ahli bedah melakukan manuver transhiatal dengan
mengangkat esofagus secara manual dari rongga thoraks. Pada TTE bagian
tengah dan bawah esofagus diangkat melalui rongga thoraks yang dibuka.
Pembukaan abdomen dilakukan agar dapat memobilisasi lambung untuk
memudahkan reseksi (Mackenzezie, 2004)
c. Pentalaksanaan diit
Program untuk meningkatkan berat badan didasarkan pada diet kalori tinggi
dan protein tinggi, dalam bentuk cair atau lunak, diberikan bila makanan

adekuat dapat dimakan melalui mulut. Bila tidak, nutrisi parenteral diberikan.
Status nutrisi dipantau selama pengobatan. (Brunner & Suddart, 1027)

11
D. Pengkajian keperawatan
Menurut Arif Muttaqin (2011), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien
kanker esofagus adalah :
Pada pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker esofagus. Keluhan
disfagia terdapat pada hampir semua pasien yang mengalami kanker esofagus.
Pada keluhan disfagia berat, apabila didapatkan pasien tidak bisa meneguk air
minum, maka memberikan indikasi pembesaran tumor telah menyumbat lumen
esofagus.
o Pada pengkajian riwayat penyakit penting untuk diketahui adanya penyakit
yang pernah diderita seperti refluks gastroesofageal, akalasia, striktur
esofagus, dan tumor pada kepala atau leher.
o Pada pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat
setelah mendapat pemberitahuan tentang kondisi kanker esofagus.
o Pada pengkajian diagnostik untuk kanker esofagus yang diperlukan adalah
pemeriksaan radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.
1.


Pemeriksaan Radiografi
a.

Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada
sebagian besar kasus dimana akan terlihat tumor dengan permukaan
erosif dan kasar pada bagian esofagus yang terkena. Bila terdapat
penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran tumor ini dari
daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan
akalasia.

b.

CT scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga
toraks dan diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis
pada hati.

12

2.


Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis
karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma
epidermal dan adenokarsinoma. Pada pemeriksaan tersebut diperlukan
beberapa biopsi karena terjadi penyebaran ke submukosa dan adanya
kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel skuamosa
yang normal.

3.

Sitologi
Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor
tersebut. Sel tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini
keluar setelah pemeriksaan endoskopik.

4.

Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk
mengetahui apakah ada metastasis pada hati.


E. Diagnosa keperawatan
1. Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi,
radioterapi, rencana pembedahan esofagus.
2. Risiko injuri b.d. pascaoperasi bedah reseksi esofagus.
3. Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan bentuk
menurun
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya
intake makanan yang adekuat.
5. Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan.

13
6. Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana
pembedahan.

F. Intervensi :
Diagnosa 1: Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi
kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus
Tujuan : Dalam 1 x 24 jam diharapkan informasi kesehatan terpenuhi
Kriteria hasil:

o Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
o Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.

Intervensi :
o Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur diagnostik, intervensi
kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus.
o Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi
o Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostik radiografi dengan
barium
o Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan dilakukan
pemeriksaan diagnostik dan terapi secara endoskopik
o Jelaskan terapi dengan kemoterapi

Diagnosa 2 : risiko injuri b.d pascaprosedur reseksi esofagus
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak
mengalami injuri.

14
Kriteria Hasil :
o TTV dalam batas normal

o Kondisi kepatenan selang dada optimal
o Tidak terjadi infeksi pada insisi
Intervensi :
1. lakukan perawatan diruang intensif
2. kaji faktor-faktor yang meningkatkan injuri
3. pantau kondisi status cairan sebelum memberikan cairan kristaloid atau komponen
darah
4. pantau pengeluaran urine rutin
5. evaluasi secara hati-hati dan dokumentasikan intake dan output cairan

Diagnosa 3: Risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d kemampuan batuk
menurun, nyeri pasca operasi.
Tujuan: dalam waktu 2x24jam pasca bedah esofagektomi, bersihan jalan napas
pasien tetap optimal.
Kriteria Hasil:
o Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas
o Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor
o Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
Intervensi:
1. Kaji dan monitor jalan napas

2. Beri oksigen 3liter/menit

15
3. Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila kemampuan
mengevakuasi sekret tidak efektif.
4. Instruksikan pasien untuk pernapasan dalam dan melakukan batuk efektif
5. Lakukan fisioterapi dada

Diagnosa 3: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya
intake makanan yang adekuat.
Tujuan: setelah 3x24jam pada pasien nonoperasi dan setelah 7x24jam pascabedah,
intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria Hasil:
o Pasien dapat menunjukkan metode menelan yang tepat
o Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang,
pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20x/menit.
Intervensi:
1. Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyak makanan dengan
seksama
2. Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan
3. Sajikan makanan dengan cara yang menarik
4. Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi)
5. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta
sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.

Diagnosa 4: nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan

16
Tujuan : dalam waktu 7x24jam pasca bedah, nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria hasil:
o Secara subjektif penyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
o Skala nyeri 0-1
o TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
Intervensi:
1. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
2. Lakukan manajemen nyeri keperawatan
3. Kaji skala nyeri
4. Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul
5. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri muncul
6. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

Diagnosa 5: kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterprestasi informasi
Tujuan: dalam waktu 1x24jam pasien secara subjektif akan melaporkan rasa cemas
berkurang
Kriteria hasil:
o Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat
o Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesuai yang dihadapi
o Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar,
pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.

17
Intervensi:
1. Monitor respon fisik, seperti kelemahan, perubahan TTV dan gerakan yang
berulang-ulang.
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa
takutnya.
3. Catat reaksi dari pasien/keluarga.

G.

Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan menurut Asmadi (2008) yaitu :
Pelaksanan

(implementasi)

adalah

tahap

ketika

perawat

mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat
pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan
saling membantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor,
kemampuan

melakukan

observasi

sistematis,

kemampuan

memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
kemampuan evaluasi.

Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap.

Fase

pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan
tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan klien
dan

keluarga.

Fase

kedua

merupakan

puncak

implementasi

keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini, perawat

18
berusaha menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi
klien. Fase ketiga merupakan terminasi perawat – klien setelah
implementasi keperawatan selesai dilakukan. Langkah selanjutnya
adalah menyimpulkan hasil pelaksanaan intervensi keperawatan
tersebut.
Implementasi

tindakan

keperawatan

dibedakan

menjadi

tiga

kategori, yaitu independent, interdependent dan dependen.
1.

Independent, yaitu suatu kegiatan
yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup tindakan keperawatan
independen, antara lain :

a.

Mengkaji klien atau keluarga
melalui riwayat keperawatan dan pemeriksaan fsik untuk
mengetahui status kesehatan klien.

b.

Merumuskan

diagnosis

keperawatan sesuai respons klien yang memerlukan intervensi
keperawatan.
c.

Mengidentifkasikan
keperawatan

untuk

mempertahankan

atau

tindakan

memulihkan

kesehatan klien.
d.

Mengevaluasi

respons

klien

terhadap tindakan keperawatan dan medis.
2.

Interependent, yaitu suatu kegiatan
yang memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan lain (mis.
ahli gizi, fsioterapi dan dokter)

19
3.

Dependen,

berhubungan

dengan

pelaksanaan rencana tindakan medis/instruksi dari tenaga
medis.

H. Evaluasi Keperawatan
Menurut Asmadi (2008) evaluasi yaitu :
Evaluasi merupakan tahap akhir dari prosesyang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan.

Evaluasi

secara

berkesinambungan

dengan

melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar
dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk
kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang.
Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :
1.

Melihat dan menilai kemampuan klien
dalam mencapai tujuan.

2.

Menentukan

apakah

tujuan

keperawatan telah tercapi atau belum tercapai.
3.

Mengkaji

penyebab

jika

tujuan

asuhan keperawatan belum tercapai
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.

Evaluasi

formatif

berfokus

pada

aktivitas

proses

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana

20
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (pembangdingan data dengan teori) dan perencanaan.

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan seetelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada jenis
evaluasi ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan,
menanyakan

respons

klien

dan

keluarga

terkait

layanan

keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.

Ada

tiga

kemungkinan

hasil

evaluasi

yang

terkait

dengan

pencapaian tujuan keperawatan.
1. Tujuan Tercapai
Bila klien menunjukkan perubahan prilaku dan perkembangan
kesehatan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2. Tujuan Tercapai Sebagian
Bila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan
hanya

sebagian dari kriteria

ditetapkan.
3. Tujuan Tidak Tercapai

pencapaian tujuan yang tetap

21
Bila

klien

menunjukkan

perkembangan kesehatan

sedikit

perubahan

prilaku

dan

dan tidak ada kemajuan sama sekali

serta dapat timbul masalah baru.