LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN.docx (3)

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan program khusus yang
harus dilaksanakan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai
dengan kurikulum SMK. Program ini dilaksanakan diluar sekolah dalam
bentuk

praktek

kerja

di

dunia


usaha/industri

(instansi)

dengan

mempertimbangkan sturktur program kurikulum, kalender pendidikan, dan
kesediaan dunia usaha/industri (instansi) untuk dapat menerima PKL.
Praktek Kerja Lapangan dimaksudkan untuk mendekatkan siswa
kepada

tuntutan

kerja/industri,yang

sekaligus

diharapkan

mampu


memberikan umpan balik kepada pihak dunia usaha/industri, maupun
sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan formal, sehingga diperoleh
gambaran yang lebih jelas tentang standar kualifikasi lulusan SMK yang
sesuai kebutuhan pasar kerja di dunia usaha/industri serta masukanmasukan yang berarti bagi pengembangan mutu pendidikan khususnya di
SMK.
1.2

Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
praktek kerja lapangan ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan, memperluas dan memantapkan keterampilan yang
membentuk kemampuan siswa untuk memasuki lapangan kerja
yang sesuai dengan kebutuhan program pendidikan yang
ditetapkan.

1

2


2. Mengenal kegiatan-kegiatan baik ditinjau dari aspek administrasi
dan social budaya.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan
pengalaman kerja yang nyata dan langsung secara terpadu dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan farmasi di Puskesmas.
4. Menumbuh kembangkan dan memantapkan sikap etis dan
professional yang diperlukan siswa untuk memasuki lapangan
kerja sesuai bidangnya.
5. Memberikan

kesempatan

kepada

peserta

didik

untuk


memasyarakatkan diri pada suasana/iklim lingkungan kerja yang
sesungguhnya.
6. Meningkatkan, memperluas dan memantapkan proses penyerapan
teknologi baru dari lapangan kerja ke sekolah dan sebaliknya.
7. Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan
mengembangkan serta meningkatkan penyelenggaraan pendidikan
SMK Kesehatan Bhakti Kencana Limbangan.
8. Memberikan kesempatan untuk penempatan kerja.
1.3.

Manfaat Praktek Kerja Lapangan
1. Menambah pengetahuan siswa tentang pelayanan pembekalan
farmasi kepada masyarakat secara langsung.
2. Menambah wawasan siswa mengenai nama, jenis obat yang
beredar di masyarakat.
3. Menambah wawasan siswa tentang berbagai macam tulisan dokter.
4. Siswa dapat membandingkan antara teori yang didapat di sekolah
dengan Praktik Kerja Lapangan yang sebenarnya di Puskesmas.

3


1.4.

Waktu dan tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
Waktu dan pelaksanaan praktek kerja lapangan ( PKL ) di
Puskesmas UPT Limbangan dengan alamat Jalan Blubur limbangan No.
adalah kurang lebih selama satu bulan yaitu terhitung sejak tanggal 18
Desember 2017 sampai dengan 18 Januari 2018.

4

BAB II
TINJAUAN UMUM UPT PUSKESMAS LIMBANGAN

2.1.

Pengertian Puskesmas
Puskesmas

adalah


salah

satu

sarana

kesehatan

tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, upaya kesehatan atau
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan bertujuan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi kesehatan
masyarakat.
Upaya kesehatan dilaksanakan dengan pendekatan pemeliharaan
peningkatan kesehatan ( promotif), pencegahan penyakit ( preventive ),
penyembuhan penyakit ( kuratif ),dan pemulihan kesehatan ( rehabilitative
), yang dilaksanakan secara menyeluruh terpadu dan berkesinambung.
2.2.


Letak Geografis Puskesmas UPT Limbangan
Wilayah kerja Puskesmas UPT Limbangan merupakan sebagian
dari wilayah kerja kecamatan Limbangan, karena kecamatan Limbangan.

2.3 Profil UPT Puskesmas Limbangan
Visi Misi dan Motto PUSKESMAS BL.LIMBANGAN
 Visi
Terwujudnya masyarakat Bl.Limbangan yang sehat dan Puskesmas
CERIA( Cerdik, Efektif, Responsif, inovatif dan Agamis)
 Misi

5

Memperdayakan masyarakat untuk berprilaku hidup besih dan sehat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan dasar
menggalang kemitraan lintas program dan Lintas sektoral dalam rangka
menurunkan AKB menggerakan potensi sumberdaya dalam upaya
pengembengan Lingkungan Puskesmas
untuk menciptakan suasana yang

4
nyaman dan sejahtera.
 Motto
“Wujud Syukur kami melayani sepenuh hati”

TUJUAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN
 Tujuan
Melaksanakan pelayanan dasar yang sesuai dengan pelayanan minimal
Puskesmas.
 Stategi
1.
Menggerakan dan memeberdayakan
masyarakat untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat.
2.
Meningkatkan Kesadaran masyarakat untuk memenfaatkan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
3.
Meningkatkan Lintas Program dan Linas sektoral dalam
Mengatasi masalah Kesehatan.

 Kebijakan
1.
Menurunkan angka Kematian ibu dan angka Kematian
bayi.
2.
Meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian
penyakit menular maupun tidak menular.

DATA DEMOGRAFI









Data Geografi
Luas wilayah

Jumlah Desa
Jumlkah Rw
Jumlah Penduduk
Jumlah KK
Jumlah rumah

: 7.560.850 Ha
: 14
: 144
: 377
: 84.249
:17.212
:16.376

6

 Jumlah KK Miskin

:12.209


Data Sasaran Kesehatan
Sarana kesehatan

 PUSTU

:5

 POLINDES

: 10

 POSYANDU : 141
DATA KETENAGAAN

Dokter umum

:

2

Dokter Gigi

:

1

Bidan puskesmas

:

6

Bidan di Desa

:

14

Perawat

:

16

Perawat Gigi

;

2

Sanitarian

;

1

Apoteker

:

1

Pet Farmasi

:

2

Tata Usaha

:

11

Petugas Lab

:

1

Pelaksana Gizi

:

1

Petugas ronteg

:

1

7

Clining Service
2.4.

:

2

Fasilitas Kesehatan dan Sarana Pendidikan
Fasilitas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas UPT Limbangan
Kecamatan Limbangan terdiri dari 5 buah yaitu : Pustu Simpen. Jumlah
polindes 8 buah, jumlah posyandu 68 buah. Sarana yang tersedia di
Puskesmas Limbangan adalah :
1. TU
2. Ruang Dokter
3. Ruang Inap
4. Poned
5. Laboratorium
6. Ruang Obat
7. Ruang Pemeriksaan
8. Ruang Karcis
9. UGD
10. Toilet
11. Mushola

2.5.

Sarana Penunjang
Puskesmas pembantu buah terdiri dari :
1. Pustu Simpen
2. Pustu Dunguswiru
3. Pustu Ciwangi
4. Pustu Cijolang
5. Pustu Cigagade

8

Poliklinik Desa/ Polendes 10 buah :
1. Desa Cijolang
2. Desa Cigagade
3. Desa Pasirwaru
4. Desa Limbangan Barat
5. Desa Limbangan Tengah
6. Desa Limbangan Timur
7. Desa Galih Pakuan
8. Desa Dunguswiru
9. Desa Ciwangi
10. Desa Pangeureunan
2.7.

Program Kesehatan di Puskesmas Limbangan
1. KIA
a. K.1 ( Kunjungan Ibu Hamil Pertama )
b. K.4 ( Kunjungan Ibu Hamil ke-4 )
c. Neonatal ( Bayi Baru Lahir )
d. Persalinan Nakes
2. GIZI
a. Hasil Cakupan Gizi:
1) Keseluruhan
2) Kurang
3) Datang
4) Naik

9

b. Jumlah balita Menurut Status Gizi
1) Gizi baik
2) Gizi kurang
3) Gizi buruk
4) BGM ( Bawag Garis Merah )
3.

BP ( Balai Pengobatan )
a. Kunjungan pasien per unit pelayanan
 BP Umum
 BP Gigi
 KIA
 Perawatan
 KIR
 UGD
 Indra
b. Kunjungan pasien per jenis Kunjungan
 Umum
 Askes
 Jamkesmas
 Bpjs

4.

Gigi
a. Rawat jalan Masyarakat Umum
b. UKGS

10

5.

Laboratorium
Cakupan Laboratorium :
a. Protein
b. Sediman
c. Reduksi
d. Bilirubin
e. HB ( Hemoglobin )
6.

Jiwa
Kasus penyakit jiwa
a. Skizoprenia
b. Psikosa
c. Halusinasi dengar/Lihat
d. Paranoid

8.

Imunisasi
a. Imunisasi Bayi
1) BCG
2) Campak

11

b. imunisasi ibu hamil
1) TT
9.

Diare
Sarana kesehatan
1) Infus
2) Pemakaian oralit
3) Pemakaian Ringer Laktat

10.

ISPA
a. Pneumonia
b. Non Pneumonia

11.

TB-Paru
Kegiatan :
a. Penemuan
b. Dahak diperiksa
c.pemeriksaan suspek TB
d. Diobati

12

12.

Kesling
Cakupanya :
a. SAB ( Sarana Air Bersih )
b. JAGA ( Jamban Keluarga )
c. SPAL ( Sarana Pembuangan Air Limbah )

13

BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG KEFARMASIAN

3.1.

Perencanaan Obat
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan :
1. Perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
mendekati kebutuhan
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
3. Meningkatkan efisiensi obat
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan
perbekalan kesehatan untuk menentukan jumlah obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan Puskesmas.Kegiatan yang dilakukan dalam
perencanaan obat antara lain :

3.2.

Tahap Pemilahan Obat
Fungsi seleksi/pemilahan obat adalah untuk menentukan
apakah obat benar-benar Diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk
dan pola penyakit didaerah.

3.1.2. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Tahap perhitungan kebutuhan obat menentukan kebutuhan
obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga
farmasi yang bekerja di UPOKK Kabupaten/kota maupun Unit
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Metode yang lazim digunakan

13

14

untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat tiap Unit pelayanan
kesehatan adalah :
a. Metode Konsumsi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1) Pengumpulan data dan pengelolaan data
2) Analisis dan untuk informasi dan evaluasi
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
b. Metode Epidemiologi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit, perkiraan kunjungan dan waktu tunggu (lead time).
Langkah-langkah dalam metode ini antara lain :
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi
penyakit
3) Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia
3.2.

Permintaan Obat
Tujuan permintaan obat adalah memenuhi kebutuhan obat di
masing-masing unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pada penyakit
yang ada di wilayah kerjanya. (Depkes R.I, 2008, hal 11)

15

Sumber penyediaan obat dipuskesmas adalah dari dinas kesehatan
kabupaten/kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas
adalah obat esensial yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh
menteri kesehatan dengan menunjuk kepada Daftar Obat Esensial
Nasional.
Selain itu sesuai dengan keputusan global maupun keputusan menteri
kesehatan No:085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep atau
Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah,
maka hanya obat generic saja yang diperkenankan tersedia di Puskesmas.
Berdasarkan UU No:36 tahun 2005 tentang kesehatan dan PP No:51 tahun
2005 tentang pekerjaan kefarmasian yang diperkenankan untuk melakukan
penyediaan obat adalah tenaga apoteker. Untuk itu, puskesmas tidak
diperkenankan melakukan pengadaan obat secara sendiri-sendiri.
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
kabupaten/kota

dengan

menggunakan

format

LPLPO,

sedangkan

permintaan dari sub unit kepala puskesmas dilakukan secara periodic
menggunakan LPLPO sub unit. Berdasarkan pertimbangan efesiensi dan
ketepatan waktu penyerahanobat kepada Puskesmas kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota dapat menyusun petunjuk lebih lanjut mengenai
alur permintaan dan penyerahan obat secara langsung dari UPOPPK ke
Puskesmas.
1. Kegiatan Permintaan Obat diantarannya sebagai berikut :
a. Permintaan Rutin dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing puskesmas.
b. Permintaan Khusus
dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila:
1. Kebutuhan meningkat

16

2. Menghindari Kekosongan
3. penanganan kejadian luar biasa (KLB), obat rusak dan kadaluwarsa
c. permintaan obat dilakukan dengan menggunakian formulir laporan
pemakaian dan lembar permintaan Obat (LPLPO)
d. permintaan obat ditunjukan kepada kepala dines kesehatan kabupaten/
kota dan
selanjutnya diproses oleh UPOPPK kabupaten/kota.
2. Menentukan jumlah permintaan obat
Data yang diperlukan :
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya
b. Jumlah kunjungan resep
c. Data penyakit
d. Frekuensi distribusi obat oleh UPOPPK
Sumber data:
a. LPLPO
b. LBI
3.3.

Penerimaan Obat
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan
yang diserahkan dari unit pengelola yang tinggi kepada unit pengelola
dibawahnya. Setiap penyerahan obat oleh UPOPPK kepada puskesmas
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota atau pejabat yang diberi wewenang itu.
Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan obat
bertanggung

jawab

atas

ketertiban

penyimpanan,

pemindahan

pemeliharaan, dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang
menyertainya.
Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada puskesmas
pembantu dan sub unit kesehatan lainya merupakan tanggung jawab
Kepala Puskesmas induk.Petugas penerimaan obat, wajib melakukan

17

pengecekan terhadap obat-obat yang diserahkan mencangkup jumlah
kemasan/peti, jenis dan jumlah obat bentuk obat sesuai dengan isi
dokumen (LPLPO) dan ditanda tangani oleh petugas penerima atau
diketahui Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat petugas
penerimaan dapat mengajukan keberatan.
Jika terdapat kekurangan, penerimaan obat wajib menuliskan jenis
yang kurang. Setiap penambahan obat-obatan dicatat dan dibukukan pada
buku penerimaan obat dan kartu stok (terlampir).
3.4.

Penyimpanan Obat
Tujuan penyimpanan obat adalah agar obat yang tersedia di unit
pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan. Penyimpanan adalah
suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman
(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin.

3.4.1. Persyaratan Gudang dan Pengaturan Penyimpanan Obat
a) Persyaratan gudang
1) Cukup luas minimal 3 x 4 m
2) Ruangan kerung tidak lembab
3) Ada ventilasi agar ada aliran udara tidak lembab/panas
4) Perlu adanya cahaya yang cukup, namun jendela harus
mempunyai pelindung untuk menghindari adanya cahaya
langsung dari berteralis.
5) Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan
bertumpuknya debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas
papan (palet)
6) Dinding dibuat licin
7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding tajam
8) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat

18

9) Mempunyai pintu yang dilengkapi dengan kunci ganda
10) Tersedia lemari/laci khusus narkotika dan psikotropika
yang selalu terkunci
11) Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan
b). Pengaturan penyimpanan obat
1) Obat disusun secara alphabet
2) Obat dirotasi dengan FIFO dan FEFO Obat disimpan
dalam rak
3) Obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan diatas
palet
4) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk
5) Cairan dipisahkan dari padatan
6) Sera, paksin, supositoria disimpan dalam lemari pendingin
3.4.2. Tata Cara Menyimpan dan Menyusun Obat
1) Pengaturan menyimpan obat
Pengaturan obat dikelompokan berdasarkan bentuk
sedian dan disusun secara alphabet berdasarkan nama
generiknya contoh kelompok sediaan tablet, kelompok
sediaan sirup dan lain-lain
2) Penerapan system FIFO dan FEFO
Penyusunan dilakukan dengan system first in first
out ( FIFO ) untuk masing-masing obat, artinya obat yang
datang pertama kaliharus di keluarkan lebih dahulu dari
obat yang datang kemudian first expired first out ( FEFO )
untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal

19

kadaluwarsa harus dikeluarkan terlebih dahulu dari obat
yang kadaluwarsa kemudian.
3.5.

Distribusi Obat
Tujuan distribusi adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit
pelayanan kesehatan yang ada diwilayah kerja puskesmas dengan jenis,
mutu, jumlah dan tepat waktu.
Penyaluran distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyaluran
obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit
pelayanan kesehatan antara lain:
1. Sub unit pelayanan kesehatan dilingkungan puskesmas (kamar obat,
laboratorium)
2. Puskesmas pembantu
3. Puskesmas keliling
4. Posyandu
5. Polindes
Adapun kegiatan dalam distribusi adalah :
1) Menentukan frekuensi distribusi
Dalam menentukan frekuensi distribusi perlu pertimbangan jarak
sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia
2) Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan

20

Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan pemakaian
rata-rata setiap Jenis obat,sisa stok obat, pola penyakit, jumlah kunjungan
di masing-masing sub unit Pelayanan kesehatan dengan menghitung stok
optimum aetiap jenis obat.
3) Memeriksa mutu dan kadaluwarsa obat
Obat dan alat bantu kesehatan yang di distribusikan ke sub unit pelayanan
kesehatan Perlu di cek mutu dan kadaluwarsa
4) Melaksanakan penyerahan obat
a.Gudang obat menyerahkan obat dan di terima di sub uni pelayanan
b. Diambil sendiri oleh petugas sub unit pelayanan.
Obat diserahkan dengan formulir LPLPO yang sudah ditanda tangani dan
satu rangkap disimpan sebagai tanda bukti Penyerahan/penerimaan obat
c. Menandatangani dokumen penyerahan obat ke sub unit berupa LPLPO
Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara :
1. Gudang obat menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di unit
pelayanan
2. Penyerahan di gudang puskesmas diambil sendiri oleh sub unit
pelayanan
3.6.

Pengendalian Obat
Tujuan adanya pengendalian obat adalah agar tidak menjadi
kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian obat terdiri dari:

21

1. Pengendalian persediaan
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran Yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga Tidak terjadi kelebihan dan kekurangan
kekosongan obat diunit pelayanan kesehatan Dasar.
2. Pengendalian penggunaan
Adapun pengendalian penggunaan bertujuan untuk menjaga
kualitas pelayanan Obat dan meningkatkan efesien dan pemanfaatan dana
obat
3. Penanganan obat hilang
3.7.

Penanganan Obat hilang, Obat rusak dan kadaluwarsa

1.Penanganan Obat Hilang
Tujuan penanganan obat hilang adalah sebagai bukti pertanggung
jawaban kepala Puskesmas sehingga persediaan obat saat kejadian obat
hilang dapat terjadi karena Adanya peristiwa pencurian obat dari tempat
penyimpanannya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Untuk menangani kejadian obat hilang ini, perlu dilakukan
langkah-langkah Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang segera
menyusun daftar jenis dan jumlah obat yang hilang
b. Kepala puskesmas kemudian memeriksa dan memastikan kejadian
tersebut

22

c. Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada
kepolisian
dengan membuat berita acara (contoh berita acara terlampir)
2.Penanganan Obat rusak/kadaluwarsa
Tujuan

penanganan

obat

rusak/kadaluwarsa

adalah

untuk

melindungi pasien dari Efek samping penggunaan obat rusak/kadaluwarsa.
3.8.

Pelayanan Obat
Tujuan pelayanan obat adalah agar pasien mendapat obat sesuai
dengan

resep

dokter

dan

mendapat

informasi

bagaimana

menggunakannya. Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi
aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari menerima
resep dokter sampai penyerahan obat kepada pasien. Kegiatan pelayanan
obat meliputi :
1. Penataan ruang pelayanan obat
2. Penyiapan obat
3.Informasi obat
4. Etika pelayanan
5. Daftar perlengkapan peracikan obat

23

BAB IV
TINJAUAN KHUSUS KEFARMASIAN
PUSKESMAS UPT LIMBANGAN

4.1.

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Puskesmas UPT
Limbangan terdiri dari perencanaan obat, permintaan obat, penerimaan
obat, penyimpanan obat, distribusi obat, pengendalian obat, pengendalian
obat hilang, rusak dan kadaluwarsa, pelayanan obat.

4.1.1. Perencanaan Obat
Perencanaan obat di Puskesmas UPT Limbangan terdiri dari :
a.Pemilahan obat
Pemilihan obat di Puskesmas UPT Limbangan berdasarkan obat
pilihan dari penyakit yang pravelansinya tinggi.
b.Tahap perhitungan kebutuhan obat
Perhitungan kebutuhan obat di Puskesmas UPT Limbangan
berdasarkan kombinasi metode konsumsi dengan cara menganalisis
konsumsi obat pada bulan atau tahun sebelumnya.
4.1.2. Permintaan Obat

24

Sumber penyediaan obat di Puskesmas UPT Limbangan adalah
dari dinas kesehatan kabupaten. Permintaan obat dilakukan dengan
menggunakan format LPLPO ( laporan pemakaian dan lembar permintaan
obat) , sedangkan permintaan Dari subnit ke kepala puskesmas dilakukan
secara periodic menggunakan LPLPO sub unit.
Permintaan obat terdiri :

23

1. Kegiatan
a. Permintaan rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh dinas kesehatan
kabupaten biasanya pada pertengahan bulan.
b. Permintaan khusus
Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila:
 Kebutuhan meningkat
 Menghindari kekosongan
 Penanganan kejadian luar biasa (KLB) obat rusak dan kadaluwarsa
2. Menentukan jumlah permintaan obat
Data yang diperlukan :
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya
b. Jumlah kunjungan resep
c. Data penyakit
d. Frekuensi distribusi obat oleh UPOPPK

25

Sumber data :
 LPLPO

4.1.3. Penerimaan Obat
Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap
obat-obat Yang diserahkan, mencakup jumlah kmasan/peti, jenis dan
jumlah obat,Bentuk obat sesuai dengan dokumen (LPLPO) dan ditanda
tangani oleh panitia Penerima obat dan harus diketahui kepala puskesmas.
Bila tidak memenuhi Syarat petugas penerima dapat mengajukan
keberatan jika terhadap kekurangan, Petugas penerima obat wajib
menuliskan jenis yang kurang (rusak, jumlah Kurang, dan lain-lain). Setiap
penambahan obat-obatan dicatat dan dibukukan Pada buku penerimaan
obat dan kartu stok.
4.1.4. Penyimpanan Obat
Tata cara menyimpan dan menyusun obat di puskesmas UPT
Limbangan adalah:
a. Pengaturan Penyimpanan Obat
pengaturan obat dikelompokan berdasarkan bentuk sediaan dan
disusun berdasarkan golongan obat seperti antibiotic, analgetik,dll.
b. Penerapan system FIFO dan FEFO
Penyusunan dilakukan dengan system first in first out ( FIFO )
untuk masing-Masing obat, artinya obat yang dating pertama kali harus
dikeluarkan lebih Dahulu dari obat yang dating kemudian dan first expired
first out ( FEFO )Untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal

26

kadaluwarsanya harus Dikeluarkan terlebih dahulu dari obat yang
kadaluwarsanya kemudian.

4.1.5. Distribusi Obat
a. Puskesmas UPT Limbangan diberikan kepada :


Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas (

ruangobat, poned, BP gigi, BP umum, perawatan )


Puskesmas keliling



Posyandu



Polindes



Puskesmas pembantu

b. Adapun kegiatan dalam distribusi adalah :


Menentukan frekuensi distribusi

Dalam menentukan frekuensi distribusi perlu pertimbangan jarak sub unit
pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia


Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan

Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan pemakaian ratarata setiap jenis obat, sisa stok obat, pola penyakit, jumlah kunjungan di
masing-masing sub unit pelayanan kesehatan dengan menghitung stok
optimum setiap jenis obat


Memeriksa mutu dan kadaluwarsa obat

Obat dan alat bantu kesehatan yang didistribusikan ke sub unit pelayanan
kesehatan perlu di cek mutu dan kadaluwarsanya


Melaksanakan penyerahan obat

27



Gudang obat menyerahkan/mengirim obat dan diterima di sub unit

pelayanan


Diambil sendiri oleh petugas sub unit pelayanan obat diserahkan

dengan formulir LPLPO yang sudah ditandatangani dan satu rangkap
disimpan sebagai tanda bukti penyerahan/penerimaan obat


Menandatangani dokumen penyerahan obat ke sub unit berupa

LPLPO sub unit
4.1.6. Pengendalian Obat
Pengendalian obat dimaksudkan untuk membatasi penggunaan obat
yang berlebih Dan obat yang hilang di Puskesmas UPT Limbangan
pengendalian obat Dilakukan melalui adanya kartu stok yang diisi setiap
obat keluar dari gudang Dan dilakukan stok opname atau pengecekan
barang tiap akhir bulan, untuk Menyesuaikan jumlah obat di kartu stok
dengan bukti fisiknya.
4.1.7. Penanganan Obat hilang, Obat rusak dan Obat kadaluwarsa
a. Penanganan obat hilang
Apabila ada obat yang hilang maka perlu dilakukan langkah langkah
sebagai berikut :
Petugas pengelola obat yang Mengetahui keja pengobatan hilang segera
menyusun daftar jenis dan jumlah obat yang hilang
Kepala Puskesmas kemudian memeriksa dan memastikan keja terrsebut
Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada
kepolisian dengan membuat berita acara ( contoh berita acara terlampir)
b. Penanganan obat rusak/kadaluwarsa

28

Obat yang rusak dan kadaluwarsa dikumpulkan, kemudian
membuat panitia pemusnahan obat, membuat berita acara rangkap 3
( tiga ) kemudian obat dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar dan
berita acaranya dikirimkan ke Dinkes Kabupaten dengan tembusan kepada
BPOM dan Dinkes Provinsi.
BAB V
TUGAS KHUSUS

5.1 Diuretika
 Pengertian
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran
kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya
yang menstimulasi diuresis dengan memengaruhi ginjal secara tak
langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang
memperkuat kontraksi jantung (digoxin dan teoflin), memperbesar volume
darah (dekstran) atau merintangi sekresi ormon antidiuretik ADH (air,
alkohol) (Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007)
Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukanlah obat ginjal,
artinya senyawa ini tidak bisa memperbaiki atau menyembuhkan penyakit
ginjal. Beberapa diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil
ekskresi zat-zat penting urin engan mengurani laju filtrasi glomerulus
sehingga akan memperburuk insufisiensi ginjal (Mutsler, E. 1986).
 Efek Samping Diuretik dan Perhatian
Efek Samping dan Perhatian yang harus diperhatikan dari diuretik
antara lain :
1.

Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian efek samping berkaitan

dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain

29

hipotensi,

hiponetremia,

hipokleremia,

hipokalsemia

dan

hipomagnesemia. (Gunawan, 2007).
2.

Ototoksisitas. Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian

sementara maupun menetap, dan hal ini merupakan efek samping yang
serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan lebih
jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali disebakan oleh
perubahan

komposisi

elektrolit

cairan

endolimfe.

Ototoksitas

merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini. (Gunawan,
2007).
3.

Hipotensi dapat terjadi akibat depelsi volume

(Gunawan, 2007).
4.

sirkulasi.

28

Efek metabolik. Seperti diuretic tiazid, diuretic kuat juga dapat

menimbulkan

efek

samping

metabolic

berupa

hiperurisemia,

hiperglikemua, peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida, serta
penurunan HDL (Gunawan, 2007).
5.

Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya berkaitan dengan struktur

molekul yang menyerupai sulfonamide. Diuretic kuat dan diuretic
tiazid dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi
sulfonamide. Asam etakrinat merupakan satu-satunya diuretic kuat
yang tidak termasuk golongan sulfonamide, dan digunakan khususnya
untuk pasien yang alergi terhadap sulfonamide. (Gunawan, 2007).
6.

Nefritis interstisialis alergik. Furosemid dan tiazid diduga dapat

menyebabkan nefritis interstisialis alergik yang menyebabkan gagal
ginjal reversibel. (Gunawan, 2007).
Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretic kuat ini
tidak dianjurkan pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.
(Gunawan, 2007).
 Interaksi Diuretik
Seperti diuretic tiazid, hipopkalemia akibat pemberian diuretic kuat
dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien yang juga mendapat
digitalis atau obat antiaritma (Gunawan, 2007).

30

Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotosik seperti
aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan risiko
nefrotoksisitas (Gunawan, 2007).
Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus
sehingga efek diuresisnya berkurang (Gunawan, 2007).
Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat
melalui penggeseran ikatannya dengan protein. Pada penggunaan
kronis, diuretic kuat ini dapat menurunkan klirens litium. Penggunaan
bersama dengan sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas
sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama indometasin dan
kortikosteroid melawan kerja furosemid (Gunawan, 2007).
Menurut Richard Harkness (1984), obat-obat berkhasiat
diuretikamemiliki berbagai interaksi dengan senyawa lain, seperti
berikut :
- Diuretika dengan antidepresan (jenis IMAO)
Dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah
- Diuretika dengan kaptopril
Dapat sangat munurunkan tekanan darah
- Diuretika dengan kortikostroida
Dapat menyebabkan tubuh kehilangan banyak kalium dan
menahan terlalu

banyak natrium

- Diuretika dengan obat diabetes
Efek obat diabetes dilawan oleh diuretika
- Diuretika dengan obat jantung digitalis
Efeknya dapat merugikan jantung
- Diuretika dengan litium
Efek litium yakni antipsikotika dapat meningkat
- Diuretika dengan NSAID’s
Efek diuretika dapat berkurang
- Diuretika dengan Prasozin
Diuretika dapat menyebabkanmeningkatnya efek
merugikan dari dosis pertama prasozin (Harkness, R.1984)

31

 Penggolongan diuretik
Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan reabsorpsi
elektrolit oleh tubulus (atas). Ekskresi elektrolit yang meningkat
diikuti

oleh

peningkatan

ekskresi

air,

yang

penting

untuk

mempertahankan keseimbangan osmotik. Direutik digunakan untuk
mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit
ginjal, dan sirosis hepatitis. Beberapa diuretik, terutama tiazid, secara
luas digunakan pada terai hipertensi, namun kerja hipotensif jangka
panjangnya tidak hanya berhubungan dengan sifat deuretiknya
(Neal,2006).
Tiazid dan senyawa yang berkaitan (kanan atas) bersifat aman,
aktif secara oral, namun merupakan diuretik yang relatif lemah. Obat
yang lebih efektif adalah high ceeling atau diuretik loop (kiri atas).
Obat ini mempunyai awitan yang sangat kuat (sehingga diberi istilah
‘high ceelibg’) dan bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit
serta dehidrasi yang serius. Metolazon merupakan obat yang berkaitan
dengan tiazid dan aktivitasnya berada di antara diuretik loop dan tiazid.
Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat dengan furosemid, dan
kombinasi tersebut bisa efektif pada edema yang resisten dan pada
pasien dengan gagal ginjal yang serius. Tiazid dan diuretik loop
meningkatkan ekskresi kalium, dan mungkin dibutuhkan suplemen
kalium untuk mencegah hipokalemia (Neal,2006) .
Beberapa diuretik bersifat ‘hemat kalium’ (kanan bawah). Diuretik
ini lemah bila digunakan tersendiri, namun menyebabkan retensi

32

kalium, dan sering diberikan bersama tizaid atau diuretik loop untuk
mencegah hipokalemia (Neal,2006).
Inhibitor karbonat anhidrase (kiri bawah) merupakan diuretik
lemah dan jarang digunakan untuk diambil efek diuretiknya. Diuretik
osmotik (misalnya manitol) merupakan senyawa yang difiltrasi, namun
tidak direabsorpsi. Diuretik osmotik diekskresikan dalam jumlah
osmotik yang sama dengan air dan digunakan pada edema serebri, dan
kadang-kadang untuk mempertahankan diuresis selama pembedahan
(Neal,2006) .
Ginjal merupakan salah satu unsur jalur utama untuk eliminasi
obat, dan gangguan fungsi ginjal pada usia lanjut atau pada penyakit
ginjal dapat menurunkan eliminasi obat secara signifikan (Neal,2006).
Aldosteron menstimulasi Na+ pada tubulus distal dan meningkatkan
sekresi K+ dan H+. Obat ini bekerja pada reseptor sitoplasmik (Bab 33)
dan menginduksi sintesis Na+ / K+ -ATPase pada membran basolateral
dan kanal NA+ di membran lumen. Peningkatan permeabilitasnya
kanal Na+ yang lebih cepat dapat diperantai oleh reseptor aldosteron di
permukaan sel. Diuretik meningkatkan muatan Na+ pada tubulus distal
dan kecuali untuk obat-obat hemat kalium, hal ini menyebabkan
peningkatan sekresi (dan ekskresi) K+. Efek ini lebih hebat apabila
kadar aldosteron plasma tinggi sebagai contoh, bila terapi diuretik
yang kuat sudah mengurangi simpanan Na+ tubuh (Neal,2006).
Vasopresin (ADH) dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior.
Obat ini meningkatkan jumlah kanal air pada duktus koligens sehingga
memungkinkan reabsorpsi air secara pasif. Pada diabetes insipidus
‘kranial’ tidak adanya ADH menyebabkan ekskresi urin hipotonis
dengan volume besar. Kelainan ini diterapi dengan vasopresin atau
desmopresin, suatu analog kerja panjang (Neal,2006).
 Inhibitor karbonat ahidrase
menurunkan reabsorpsi bikarbonat pada tubulus proksimal melalui
inhibisi katalisis hidrasi CO2 dan reaksi dehidrasi. Oleh karena itu
ekskresi HCO3- menyebabkan asidosis metabolik dan efek obat

33

menjadi self-timming pada saat bikarbonat darah turun. Na+ yang
meningkatkan yang dialirkan ke nefron distal meningkatkan sekresi
K+. Asetazolamid digunakan pada terapi glaukoma untuk menurunkan
tekanan intraokular, yang dicapai dengan mengurangi sekresi
HCO3- dan H2O yang terkait ke dalam aqueous humuor (Bab 10).
Asetazolamid juga digunakan sebagai profilaksis untuk mountain
altitude sickness (Neal,2006).
Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi CO2 +
H2O ↔ H2CO3. Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis
pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit, dan SSP, tetapi tidak
terdapat dalam plasma. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh
sianida, azida, dan sulfida. Derivat sulfonamid yang juga dapat
menghambat kerja enzim ini adalah asetazolamid dan diklorofenamid.
Asetazolamd mudah diserap melalui saluran cerna.obat ini mengalami
proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorbsi secara pasif.
Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga
terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama
sel eritrosit dan korteks ginjal. Obat penghambat karbonik anhidrase
tidak dapat masuk kedalam eritrosit, jadi efeknya hanya terbatas pada
ginjal saja. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh
ditentukan oleh tidak adanya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang
bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk kedalam sel.
Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh
melalui urin (Gunawan, 2007).
 Tiazid
Tiazid terbentuk dari inhibitor karbonat anhidrase. Akan tetapi
aktivitas diuretik obat ini tidak berhubungan dengan efeknya pada
enzim. Tiazid digunakan secara luas pada terapi gagal jantung ringan
dan hipertensi dimana telah terbukti bahwa obat tersebut menurunkan
insidensi stroke. Terdapat banyak macam tiazid, namun satu-satunya
perbedaan utama adalah durasi kerjanya. Yang paling banyak
digunakan adalah bendroflumetiazid (Neal,2006).

34

Benzotiazid atau tiazid berefek langsung terhadap transpor Na + dan
Cl- di tubuli ginjal, lepas dari efek penghambatannya terhadap enzim
karbonik anhidrase. Diuretik tiazid bekerja menghambat simporter
Na+ dan Cl- di hulu tubulus distal. Sistem transpor ini dalam keadaan
normal berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen kedalam sel epitel
tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan keluar tubulus dan ditukar
dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Efek
farmakodinamik tiazid yang utama adalah meningkatkan ekskresi
natrium, klorida dan sejumlah air (Gunawan,2007).
Mekanisme kerja
Tiazid bekerja terutama pada segmen awal tibulus distal, dimana tiazid
menghambat reabsorpsi NaCl dengan terikat pada sinporter yang
berperan untuk kotranspor Na+/Cl-elektronetral. Terjadi peningkatan
ekskresi Cl-, Na+ dan disertai H2O. Beban Na+ yang meningkat dalam
tubulus distal, menstimulasi pertukaran Na+ dengan K+ dan H+,
meningkatkan sekresinya dan menyebabkan hipoklamia dan alkalosis
metabolik (Neal,2006).
 Efek Samping
Efek simpang termasuk kelemahan, impotensi, dan kadang-kadang
ruam kulit. Reaksi alergi yang serius (misalnya trombositopenia)
jarang terjadi. Yang lebih sering terjadi adalah efek metabolik seperti
berikut :
1.

Hipokalemia bisa mempresipitasi aritmia jantung, terutama pada

pasien yang mendapat digitalis. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian suplemen kalium bila dibutuhkan, atau terapi kombinasi
dengan diuretik hemat kalium.
2.

Hiperurisemia. Kadar asam urat dalam darah seringkali

meningkat karena tiazid disekresei oleh sistem sekresi asam organik
dalam tubulus dan berkompetensi untuk sekresi asam urat. Keadaan ini
dapat dipresipitasikan goul.

35

3.

Toleransi glukosa bisa terganggu dan tiazid adalah kontraindikasi

pada pasien dengan diabetes tidak tergantung insulin.
4.

Lipid. Tiazid meningkatkan kadar kolesterol p;asma paling tidak

selama 6 bulan pertama pemberian obat, tetapi signifikansinya tidak
jelas.
(Neal,2006).
 Diuretik loop
Diuretik loop(biasanya furosemid) diberikan secara oral dan
digunakan untuk mengurangi edema perifier dan edema paru pada
gagal jantung sedang sampai berat (Bab 18). Obat ini diberikan secara
ventrikel akut. Tidak seperti tizaid, diuretik loop efektip pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal (Neal,2006).
 Mekanisme kerja
Obat yang bekerja di loop menghambat reabsorpsi NaCl dalam
ansa Henle aendens segmen tebal. Segmen ini mempunyai kapasitas
yang besar untuj mengabsorpsi NaCl sehingg obat yang bekerja pada
tempat ini menyebabkan diuresis yang lebih hebat daripada diuretik
lain. Diuretik loop bekerja pada membran lumen dengan cara
menghambat kotranspor Na+/K+/2Cl-. (Na+ secara aktif ditranspor
keluar sel ke alam interstisium oleh pompa yang tergantung pada Na +/
K+ -ATPse di membran basolateral). Spesifikasitas diuretik loop
disebabkan oleh konsenstrasi lokalnya yang tinggi dalam tubulus
ginjal. Akan tetapi, pada dosis tingggi, obat ini bisa menginduksi
perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan
ketulian (Neal,2006).
 Efek Samping
Obat yang bekerja di loop dapat menyebabkan hiponatremia,
hipotensi, hipovolemia, hipokalemia. Kehilangan kalium, seperti
denagn pemberian tizaid, secara klinis seringkali tidak penting kecuali
bila terdapat faktor resiko tambahan untuk aritma (misallnya terapi
dengan digoksin). Ekskresi kalsium dan magnetsium meningkat dan
dapat terjadi hipomagnesemia. Penggunaan diuretik loop yang

36

berlebihan

(dosis

tinggi,

pemberian

secara

intravena)bisa

menyebabkan ketulian, tyang tidak dapat pulih kembali (Neal,2006).
 Diuretik hemat kalium
Diuretik ini bekerja pada segmen yang berespon terhadapa
aldosteron pada nefron distal, dimana homeositas K+ dikendalikan.
Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na+, membangkitakan potensial
negatif dalam lumen, yang mengarahkan ion K+ dan H+ ke dalam
lumen (dan kemudian ekskresinya). Diuretik hemat kaium menurunkan
reabsorpsi Na+ dengan mengantagonis aldosteron (spironolakton) atau
memblok kanal Na+ (amilorid, triamteren). Hal ini menyebabkan
potensial listrik epitel tubulus menurun, sehingga gaya untuk sekresi
K+ berkurang. Obat ini dapat menyebabkanhiperkalemia berat,
terutama pada pasien dengan gangguan ginjal. Hiperkalemia juga
mungkin terjadi bila pasien juga mengkonsumsi inhibitor ACE
(misalnya kaptopril), karena obat ini menurunkan sekresi aldosteron
(dan selanjutnya ekskresi K+) (Neal,2006).
Sprinoloakton secara kompetitif memblok ikatab aldosteron pada
reseptor sitoplasma sehinga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O)
dan menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik. Sprinolakton
merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari reabsorpsi Na+ total
yang berada di bawah kendali aldosteron. Sprinolakton terutama
digunakan pada penyakit hati dengan asites, sindrom Conn
(hiperaldosteronisme primer), dan gagal jantung berat (Neal,2006).
Amilorid dan triamteren menurunkan permeabilitas membran lumen
terhadap Na+ pada distal nefron dengan mengisi kanal Na+ dan
menghambatnya dengan perbandingan 1:1. Hal ini meningkatkan
ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan ekskresi K+ (Neal,2006).
Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron,
triamteren dan amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan
diuretik kuat.


Antagonis aldosteron

37

Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat.
Peranan utama aldosteron adalah memperbesar reabsorbsi natrium dan
klorida di tubuli distal serta memperbesar ekskresi kalium. Jadi
hiperaldosteronisme akan terjadi penurunan kadar kalium dan alkalosis
metabolik karena reabsorbsi HCO3- dan sekresi H+ yang bertambah.
Mekanisme

kerja

antagonis

aldosteron

adalah

penghambatan

kompetitif terhadap aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat
ini hanya efektif bila terdapat aldosteron baik endogen maupun
eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat dihilangkan dengan
meninggikan kadar aldosteron. Jadi dengan pemberian antagonis
aldosteron, reabsorbsi Na+ dan K+ di hilir tubuli distal dikurangi,
dengan demikian ekskresi K+ juga bekurang. Saat ini ada 2 macam
antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan eplerenon.
(Gunawan,2007)
Triamteren dan amilorid



Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida,
sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak
mengalami perubahan. Triamteren menurunkan ekskresi K+ dengan
menghambat seksresi kalium disel tubuli distal. Berkurangnya
reabsorbsi Na+ ditempat tersebut mengakibatkan turunnya perbedaan
potensial listrik transtubular, sedangkan adanya perbedaan ini
diperlukan untuk berlangsungnya proses kalium oleh sel tubuli
distal.

(Gunawan,2007)

 Furosemid
Furosemida merupakan diuretika golongan sulfonamida dengan
nama kimia asam-4-kloro-N furfuril-5-sulfamoil antranilat. Rumus
molekulnya

adalah

C12H11ClN2O5S,

berat

molekul

330,74.

Furosemida berbentuk kristal, warna putih sampai putih kekuningan
dan tidak berbau dengan harga pKa 3,9. Furosemida praktis tidak larut
dalam air; mudah larut dalam aseton, dalam dimetilforfamida dan
dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut

38

dalam etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam
kloroform (Anonim,1979).
Furosemida merupakan diuretik kuat. Tempat kerja utamanya di
bagian cabang menaik yang tebal dari jerat Henle, karena itu disebut
sebagai loop diuretik. Mekanisme kerja dari senyawa ini adalah
memblok pembawa Na+, K+, Cl- dari tepi lumen dan dengan cara ini
menghambat absorpsi ion natrium, kalium dan klorida dalam cabang
tebal jerat Henle menaik. Sifat khas dari senyawa ini adalah kerjanya
yang singkat akan tetapi sangat intensif sehingga sangat bermanfaat
jika diperlukan kerja diuretik yang cepat dan intensif (Syukri,2004).
 Diuretik Menjadi Pertimbangan lain dalam Pemilihan obat
Antihipertensi
 Efek Yang Berpotensi Menguntungkan
• Diuretik tipe thiazide berguna untuk memperlambat
demineralisasi pada osteoporosis.
• β-blocker dapat berguna untuk pengobatan atrial takhiaritmia/
fibrilasi, migraine,tirotoksikosis (jangka pendek), atau tremor
esensial.
• Kalsium antagonis dapat berguna juga untuk pengobatan
sindroma Raynaud dan aritmia tertentu
• α-blocker dapat berguna untuk gangguan prostat
(Anonim,2006)
 Efek Yang Berpotensi Tidak Menguntungkan

• Diuretik tipe thiazide harus digunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan diagnosa pirai atau yang mempunyai sejarah medis
hiponatremia yang bermakna.

39

• Hindari penggunaan penyekat β pada pasien asma, reactive airway
disease, atau second or third degree heart block
• ACEI dan ARB tidak boleh diberikan kepada perempuan punya
rencana hamil dan kontraindikasi pada perempuan hamil. ACEI tidak
boleh diberikan pada pasien dengan riwayat angioedema. Antagonis
aldosteron dan diuretic penahan kalium dapat menyebabkan
hiperkalemia, sehingga jangan diberikan kepada pasien dengan kalium
serum >5.0 mEq/L (tanpa minum obat apa-apa) Diuretik, terutama
golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien
dengan hipertensi(Ditjen Farmasi, 2006).
Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan darah,
diuretik salah satu obat yang direkomendasikan. Empat subkelas
diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi: tiazid, loop, agen
penahan kalium, dan antagonis aldosteron. Diuretik penahan kalium
adalah obat antihipertensi yang lemah bila digunakan sendiri tetapi
memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan golongan tiazid atau
loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan kalium dan
magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain. Antagonis
aldosteron (spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan mula
kerja yang lambat (s/d 6 minggu
untuk spironolakton). Tetapi, JNC 7 melihatnya sebagai kelas yang
independen karena bukti mendukung indikasi khusus. Pada pasien
dengan fungsi ginjal cukup (± GFR> 30 ml/menit), tiazid paling
efektif untuk menurunkan tekanan darah(Ditjen Farmasi, 2006).
Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat diperlukan untuk
mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid 2x/hari
dapat digunakan. Jadwal minum diuretik harus pagi hari untuk yang
1x/hari, pagi dan sore untuk yang 2x/hari untuk meminimalkan
diuresis pada malam hari. Dengan penggunaan secara kronis, diuretik

40

tiazide, diuretik penahan kalium, dan antagonis aldosteron jarang
menyebabkan diuresis yang nyata. Perbedaan farmakokinetik yang
penting dalam golongan tiazid adalah waktu paruh dan lama efek
diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis tidak diketahui
karena waktu paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak
berhubungan dengan lama kerja hipotensinya. Lagi pula, diuretik
dapat menurunkan tekanan darah terutama dengan mekanisme
extrarenal. Diuretik sangat efektif menurunkan tekanan darah bila
dikombinasi

dengan

kebanyakan

obat

antihipertensif

lain.

Kebanyakan obat antihipertensi menimbulkan retensi natrium dan air;
masalah ini diatasi dengan pemberian diuretik bersamaan. Efek
samping diuretik tiazid

termasuk hipokalemia,

hipomagnesia,

hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan
disfungsi seksual. Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping
yang sama, walau efek pada lemak serum dan glukosa tidak begitu
bermakna, dan kadang-kadang dapat terjadi hipokalsemia(Ditjen
Farmasi, 2006).
Studi

jangka

pendek

menunjukkan

kalau

indapamide

tidak

mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual. Semua
efek samping diatas berhubungan dengan dosis. Kebanyakan efek
samping ini teridentifikasi dengan pemberian tiazid dosis tinggi
(misalnya HCT 100mg/hari). Guideline sekarang menyarankan dosis
HCT atau klortalidone 12.5 – 25 mg/hari, dimana efek samping
metabolik akan sangat berkurang (Ditjen Farmasi,2006).
Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada
pasien yang menerima ACEI, ARB, NSAID, atau supplemen kalium.
Hiperkalemia sangat bermasalah terutama dengan eplerenone,
antagonis aldosteron yang terbaru (Ditjen Farmasi, 2006).

41

Diuretik bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit yang
berhubungan dengan retensi abnormal garam dan air dalam
kompartamin ekstraseluler tubuh, biasanya dirujuk sebagai edeme,
pada umumnya, diuretic merupakan zat yang meningkatkan laju
ekstrasi urin oleh ginjal, terutama melalui penurunan reabsorpsi
subular. Ion natrium dan airnya dalam tubulus ginjal yang setara
secara osmetik. Penimbunan cairan berlebih dalam kompartemen
akstraseluler dapat disebabkan oleh kegagalan jantung, sirosis hati,
gangguan ginjal, toksemia kehamilan atau akibat sampingan
obat (Ditjen Farmasi, 2006).
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan
mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam
darah.

Untuk

ini,

darah

mengalami

filtrasi,

dimana

semua

komponennya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel
– sel darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang satu juta filter
kecil (glomeruli), dan setiap 50 menit seluruh darah tubuh (ca 5 liter)
sudah ‘dimurnikan’ dengan melewati saringan tersebut
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan sedemikian
rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk
menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk menormalkan
akibat suatu diuretik. Secara umum diuretic dapat dibagi menjadi 2
golongan besar yaitu (1) diuretic osmotic ; (2)penghambat mekanisme
transport elektrolit d dalam tubuli ginjal. Pengaruh diuretik terhadap
ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja
diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu
diuretik (Ditjen Farmasi, 2006).
hiperkalemia melebihi diuretik penahan kalium lainnya, bahkan
spironolakton. Eplerenone dikontraindikasikan untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe 2 dengan proteinuria. Kalau

42

spironolakton menyebabkan gynecomastia pada ±10% pasien, dengan
eplerenon gynecomastia jarang terjadi.
 Mengurangi konsumsi minuman keras.
Mencegah hipertensi lebih mudah dan murah dibandingkan dengan
pengobatan. Karena itu, pencegahan sebaiknya dilakukan seawal
mungkin. Jika didiamkan terlalu lama, hipertensi bisa memicu
terjadinya komplikasi yang

bahkan

bisa

mengancam

jiwa

pengidapnya.
5.2 Psikotropika
 Pengertian
Psikotropika yaitu suatu obat yang bisa berefek pada pikiran dan
sistem saraf bagi pemakainya. Psikotropika bisa didapat secara alami
ataupun sintetik (buatan manusia) yang bersifat psikoaktif dan
berpengaruh pada susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan
perubahan pada tingkah laku sehari-hari.
Psikotropika mengakibatkan turunnya kinerja otak atau merangsang
susunan saraf pusat sehingga menimbulkan kelainan perilaku dan
disertai

dengan

halusinasi,

ilusi,

gangguan

berpikir,

serta

ketergangguan, pada akhirnya menyebabkan kematian bagi si pemakai.
 Macam-macam psikotropika
Berikut ini adalah macam-macam Psikotropika, diantaranya:
1. Halusinogen
2. Depresan
3. Stimulan
1.

Halusinogen

43

Merupakan obat yang dapat menimbulkan halusinasi, pengguna
dapat melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata, seperti
berkhayal.

Contoh

obat

Halusinogen

adalah

Licercik

Acid

Dhietilamide (LAD), Psylocibine, Micraline, dan Mariyuana.
2.

Depresan
Merupakan obat yang memberi efek seperti kerja system saraf

berkurang, kesadaran menurun, dan mengantuk. Zat yang termasuk
obat depresan antara lain alkohol, sedatin atau pil BK, Magadon,
Valium, dan Mandrak (MX), Cannabis dan Barbiturat.
3.

Stimulan
Merupakan obat yang memberikan rangsangan kepada saraf yang

mengakibatkan pemakai lebih percaya diri . Contoh obat Stimulan
antara lain kafein, kokain, ganja, dan amfetamin. Amfetamin biasanya
terdapat pada pil ekstasi.
 Ciri-ciri pemakai psikotropika

Orang yang menggunakan zat-zat Psikotropika dapat dikenal dengan jelas melalui
fisiknya, kegiatan sehari-hari yang berubah dari biasanya. Berikut adalah ciricirinya:
1.

Badan terus melemas dan tidak bergairah, tidak ada tenaga untuk beraktivitas.

2.

M