275185 LAPORAN FIELDTRIP EKOLOGI TANAMAN

LAPORAN FIELDTRIP EKOLOGI TANAMAN
P.G. MADUKISMO DAN MINA PADI MINAMURAKABI

Disusun oleh :
Tsalitsa Himma Ulya (13600)
Gol/Kel : C4/2
Asisten :

1. Devi Alvioliana
2. Denny Andria
3. Chalida Noor T.
4. Ayu Ainullah Muryasani

LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

I.


PENDAHULUAN

Limbah merupakan hasil keseluruhan dan konsekuensi langsung dari berbagai
aktivitas manusia (Afolayan dkk, 2012). Sedangkan Limbah pertanian merupakan
bahan yang terbuang di sektor pertanian. Menurut Mosher (1965) Pertanian adalah
jenis usaha tani yang berlandaskan pada prosses pertumbuhan tanaman dan hewan
dimana kegitan usaha tani baik dalam skala kecil maupun skala besar jelas
menghasilkan berbagai wujud limbah cair, padat dan gas yang jumlah atau volumenya
cukup tinggi.
Pada pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat
pengelolaan limbah atau minim pengelolaan limbahnnya, sebab dalam pertanian
konvensional kebanyakan inputnya seperti pupuk menggunakan bahan kimia. Limbah
dianggap suatu bahan yang tidak penting dan tidak bernilai ekonomi. Padahal jika
dikaji dan didikelola dengan baik, limbah pertanian dapat diolah menjadi beberapa
produk baru yang bernilai ekonomi tinggi.
Saat ini dalam dunia usaha bisnis internasional telah berkembang paradigma
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dikaitkan dengan
terbitnya isu manajemen lingkungan dalam bentuk penerbitan sertifikat ISO. Selain
itu di Indonesia juga mulai diterapkan sistem pertanian terpadu. Isu tersebut
menekankan pada pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien dengan

meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya utamanya yang
disebabkan perncemaran limbah. Paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut
memiliki tiga pilar utama, yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial.
Secara ekonomi, pembangunan agribisnis atau agroindustri harus dapat
menciptakan pertumbuhan yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan, khususnya bagi
stakeholder agribisnis atau agroindustri. Secara ekologi, pembangunan tersebut
hendaknya menekan seminimal mungkin dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
kegiatan pengelolaan sumber daya alam. Secara sosial, memberikan kemanfaatan
pada masyarakat luas (Kristanto, 2004).
Maka dari itulah untuk meninjau pembangunan berkelanjutan dan sistem
pertanian terpadu khususnya tentang pengelolaan limbah pertanian, kami melakukan
kuliah lapang atau fieldtrip di Pabrik Gula Madukismo atau Madubaru, yang terlatak
di. Harapan kami dengan adanya fieldtrip ini adalah dapat menambah wawasan dan
mengetahui sistem atau cara pengelolaan pertanian terpadau khususnya tentang
pengelolaan limbah pertanian. Sehingga setelah mengetahui hal tersebut, kami dapat
mengajarkan kepada masyarakat serta dapat menerapkannya di lingkungan.

II.

METODE PELAKSANAAN

Metode yang digunakan adalah metode secara langsung dan tidak langsung.
Metode secara langsung dengan melakukan komunikasi dua arah dengan petugas yang
telah ditunjuk, dan metode tidak langsung dengan melakukan kajian pustaka.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN
PG. MADUKISMO
A. Limbah yang dihasilkan selama proses produksi di PG Madukismo
Limbah yang dihasikan pada proses pembuatan gula dari tanaman tebu adalah :
1. Blotong
Blotong atau filter cake atau filter press mud adalah limbah industri yang
dihasilkan oleh pabrik gula dari proses pemurnian dan pengendapan nira tebu.
Blotong dapat digunakan sebagai pupuk orgnanik.
2. Ampas tebu
Ampas adalah bahan sisa dari perasan nira tebu. Ampas tebu dapat digunakan
untuk pembangkit listrik dan asap dari pembakarannya dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan batu bata.
3. Tetes tebu
Bahan yang disebut sebagai sirup karamel yang menempel pada kristal gula.

Tetes ini dapat digunakan untuk membuat alkohol, dan alkoholnya dapat
digunakan sebagai bahan farmaka dan kosmetik. Selain itu, alkohol dapat
diubah menjadi spiritus yang dapat digunakan sebagai bioetanol atau bahan
bakar untuk keperluan rumah tangga.
B. Flowchart pengelolaan limbah di PG Madukismo
Tanaman
Tebu

Nira
Tebu
Tetes
Tebu

Gula
kristal

Ampas
Tebu
Blotong


dibakar

Abu
Pupuk
organi
k

Alkoh
ol

Farmaka dan
Kosmetik

Bat
u

Tegangan
Listrik

Pembangk

it listrik

Spiritus
(bahan
bakar/b
ioetano
l)

C. Dampak positif dan negatif limbah PG Madukismo terhadap lingkungan
maupun masyarakat sekitar
1.

Limbah Blotong

Blotong merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik gula yang berasal
dari stasiun pemurnian nira yang dipisahkan dengan alat rotary vacum filter.
Limbah blotong ini berbentuk seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau
tak sedap jika masih basah. Blotong sendiri merupakan limbah yang dihasilkan
sebelum dikristalkan menjadi gula pasir. Pada setiap tempat penggilingan tebu
seperti pabrik gula akan selalu dijumpai tumpukan bahkan gunungan blotong

dalam jumlah besar yang sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan secara
maksimal
Blotong mempunyai kelebihan yaitu salah satunya mempunyai nilai kalor yang
cukup tinggi. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai
kalor limbah pertanian seperti blotong ini adalah dengan proses pembuatan briket
dimana densitas blotong ditingkatkan dengan proses densifikasi atau pemadatan
dengan cara pengepresan dan biasanya dilakukan dengan alat tekan.
Berikut ini merupakan unsur yang terkandung dalam blotong kering (Kadar air
25%), oleh laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Bahan dan Barang Teknik Bandung :
Pengolahan limbah blotong di Pabrik Madukismo yang didapat dari proses
pemurniaan nira direaksikan dengan zat-zat organik. Hal ini dilakukan untuk
menjadikan blotong sebagai pupuk organik melalui proses pengomposan. Limbah

ini sebagian besar diambil petani untuk dipakai sebagai pupuk dan sebagian yang
lain dibuang di lahan tebuka.
Berikut ini merupakan unsur yang terkandung dalam blotong dalaam bentuk
kompos :
2.


Limbah Tetes

Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 %
tebu atau sekitar 1,5 juta ton. Tetes tebu merupakan produk pendamping karena
sebagian besar dipakai sebagai bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium
glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan untuk komoditas ekspor dalam
pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini dibutuhkan kandungan
gula dalam tetes yang

cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes tebu yang

dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang
mengalami kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya,
seperti tangki tidak cukup menampung karena tetes kurang laku, atau
memungkinkan terjadinya ledakan dalam penyimpanan di tangki tetes sehubungan
dengan kondisi proses atau komposisi.
Tetes tebu yang dihasilkan oleh PG. Madukismo ini ini termasuk dalam limbah
cair. Warna dari limbah tetes ini berwarna hitam dan menghasilkan bau yang
sangat menyengat. Dilihat dari tingkat kekeruhannya, limbah tetes tebu yang
dihasilkan di Pabrik Gula Madukismo ini termasuk dalam tingkat yang keruh. Hal

ini dikarenakan tetes tebu merupakan limbah yang dihasilkan dari sisa pengolahan
gula pada saat distasiun pengolahan.
Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan wujud
bentuk cair. Molases adalah limbah utama industri pemurnian gula. Molases
merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula di dalamnya.
Molases memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 60 % ; lemak kasar
0,9 %; dan abu 11,9 %. Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15–25 % dan cairan
tersebut berwarna hitam serta berupa sirup manis. Selain itu, molases juga dapat
berfungsi sebagai perekat pada pembuatan pelet yang dalam pelaksanaanya dapat
meningkatkan kualitasnya (Kurnia 2010).
3.

Ampas tebu

Ampas tebu merupakan limbah padat yang dihasilkan dari serangkaian proses
pengolahan gula. Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse)ini dapat dapat
dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas, untuk makanan ternak,

bahan baku pembuatan pupuk, particle board, bioetanol, dan sebagai bahan bakar
ketel uap (boiler) sehingga dapat mengurangi konsumsi bahan-bakar minyak oleh

pabrik.
Ampas tebu yang dihasilkan di Pabrik Gula Madukismo berwarna putih
kecoklatan. Bau yang dihasilkan dari limbah ampas tebu ini berbau khas tebu.
Didalam ampas tebu terdapat kandungan polisakarida yang dapat dikonversi
menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses
produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam
ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%.
Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu untuk
diolah menjadi Furfural. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam
beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya seperti :
Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan
turunannya di dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus
meningkat . Hingga saat ini seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri
diperoleh melalui impor. Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini
menguasai 72% pasar Furfural dunia.
4.

Abu ampas

Abu ampas tebu merupakan sisa hasil pembakaran dari ampas tebu. Abu ampas

yang dihasilkan di Pabrik Gula Madukismo termasuk dalam klasifikasi limbah
padat. Warna dari abu ampas ini abu-abu dan menghasilkan bau yang khas seperti
bau abu. Abu ampas yang ada di pabrik ini digunakan sebagai bahan baku
pembuatan batako. Batako yang dihasilkan bersifat ringan dan berwarna
kehitaman. Proses pembuatan batako ini dicampur dengan semen, pasir dan
bahan–bahan pembuatan batako. Kemudian bahan yang telah tercampur, dicetak
dengan cetakan khusus sehingga terbentuklah batako.
8.

Limbah CO2

Limbah gas yang ada di pabrik gula Madukismo ini berupa uap (CO2) yang
langsung dilepaskan ke lingkungan (udara). Limbah ini tidak berbau serta tidak
berwarna karena berupa gas yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang.
D. Usaha untuk meningkatkan manfaat limbah untuk lingkungan/ masyarakat
sekitar dan mengurangi risiko negatif
1.

Proses Pengolahan Limbah Padat (Blothong) sebagai Pupuk Kompos

Limbah padat Blothong yang dihasilkan oleh pabrik gula Madukismo
mempunyai volume yang cukup besar tiap harinya sekitar 100 ton/hari. Pabrik
membeli seluas lahan di sekitar pabrik untuk menempatkan limbah tersebut,
karena limbah blothong biasanya dibuang dengan cara penumpukan (open
dumping). Oleh masyarakat sekitar limbah yang dibuang terutama blotong (ampas
tebu) diambil secara cuma- cuma untuk pembuatan asbes, genteng, pupuk,
kompos dan dijadikan bahan bakar industri batu bata, karena blotong ini masih
mengandung sejumlah belerang sehingga baik untuk dijadikan sebagai bahan
bakar. Pihak PG. Madukismo melakukan mengovenan blothong pada oven dengan
suhu 105º dalam kurun waktu 3 jam sebelum membuangnya. Tujuan blotong di
oven untuk mengurangi kadar air yang terdapat di blotong tersebut, sehingga tidak
menimbulkan bau yang sangat menyengat ketika dibuang.
Saat ini, pihak PG. Madukismo memanfaatkan blothong tersebut sebagai bahan
baku dalam pembuatan pupuk kompos. Proses pembuatan pupuk kompos dari
blothong adalah sebagai berikut:
b. Proses Pengolahan Limbah Padat Ampas Tebu sebagai Bahan Bakar Orgaik
Limbah padat ampas tahu merupakan limbah yang dihasilkan pada proses awal
penggilingan tebu menjadi nira mentah. Limbah ini jumlahnya cukup banyak
sehingga sangat bermanfaat jika dapat diolah sehingga tidak mencemari
lingkungan. PG. Madukismo memanfaatkan limbah ampas tahu sebagai bahan
bakar organik yang dikenal dengan istilah Biomass (bahan bakar organik) yang
diolah untuk menghasilkan listrik. Proses pengolahan ampas tebu sebagai bahan
bakr organik adalah sebagai berikut:
c. Proses Pengolahan Limbah Arang Ampas Tebu sebagai Batako
Bagasse atau ampas tebu yang dibakar akan menjadi arang, yang bermanfaat
untuk pupuk pertanian dan bahan bangunan (batako). Joglo tani juga
memanfaatkan arang ampas tebu tersebut sebagai batako. Arang tersebut sebelum
diolah dirubah dulu menjadi abu.

Proses pembuatan batako adalah sebagai

berikut:
d. Proses Pengolahan Limbah Cair Tetes sebagai Alkohol
Limbah cair tetes yang dihasilkan dari proses pengolahan tebu menjadi gula
dimanfaatkan PG. Madukismo sebagai alkohol. Alkohol yang diproduksi di P.S
Madubaru merupakan alkohol jenis etanol. Pembuatan alkohol ini merupakan
salah satu upaya P.S Madubaru untuk mengolah limbah. Alkohol dapat digunakan

sebagai campuran kosmetik dan industri farmasi. Tetes tebu sebelum menjadi
alkohol akan mengalami tahap-tahap pengolahan.
Hasil akhir dari proses produksi alkohol adalah etanol yang memiliki kadar yang
tinggi yakni berkisar antara 94%-96%. Proses pengolahan limbah tetes ini selain
dapat menyelamatkan lingkungan dari pencemaran, juga dapat menghasilkan
income untuk PG. Madukismo. Proses pengolahan alkohol dapat dilihat pada
lembar berikutnya.
MINA PADI MINAMURAKABI
A. Sejarah minapadi di Cibuk Moyudan
Kelompok Tani Ikan Minamurakabi berdiri tanggal 11 Agustus 2003.
Kelompok tani ini bergerak di bidang perbenihan ikan. Usaha ini berawalnya dari
usaha mandiri salah seorang petani. Petani ini kewalahan untuk memenuhi
kebutuhan benih ikan. Nama “Mina Murakabi” berarti mencukupi semua
kebutuhan hidup semua anggota, diharapkan, usaha ini dapat mencukupi
kebutuhan hidup semua anggotanya. Pada tanggal 15 Agustus 2003 kelompok tani
ikan “Mina Murakabi” dikukuhkan sebagai kelompok tani ikan kelas pemula oleh
kepala desa Margoluwih Bapak R.Patsipi Budjono,BBA dengan nomor
008/KPTSLD/2003, dan berdasarkann peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
RI Tahun 2013 yang di rekomendasikan ke Dinas Perikanan Kabupaten Sleman
kelompok “Mina Murakabi” dikukuhkan menjadi kelas Madya (Pramudita, 2016).

B. Tahap budidaya padi dan ikan
Tahapan budidaya padi dan ikan atau biasa disebut mina padi adalah sebagai
berikut (Sutanto, 2002):
1. Persiapan lahan
Tanah sawah dibajak, dicangkul, dan digaru sampai berlumpur. Kemudian,
parit (caren) dibuat dengan arah menyilang dan mengelilingi petakan sawah
dengan kedalaman 60 cm dan lebar 1 m. setelah itu, pematang dibuat tebal dan
diperkuat dengan menimbun tanah setinggi 30 cm si atas permukaan air. Lalu,
pupuk dasar ditaburkan, dan lahan sawah diairi mencapai ketinggian 15-20
cm.
2. Penanaman bibit padi dan penebaran bibit ikan

Bibit padi yang telah berumur 25 hari ditanam dengan sistem jajar legowo 2:1.
Setelah 7 hari, bibit ikan yang berukuran minimal 10 g/ekor ditebar.
Kepadatan populasi ikan dengan sistem intensif adalah 5-10 ekor/m2.
3. Pemeliharaan
Padi yang telah berumur 3-5 hst dipupuk dengan pupuk urea dan ponska. Pada
ikan, setiap pagi dan sore diberi makan dengan pelet ikan. Pengendalian gulma
tidak dilakukan karena gulma sangat jarang ditemukan, karena lahan digenangi
air terus menerus. Pengendalian hama burung dapat dilakukan dengan
pemasangan jaring dan untuk hama tikus dilakukan dengan melakukan ronda
setiap malam. Pengendalian dengan pestisida juga tidak dilakukan karena
dapat membuat mati ikan.
4. Panen
Sebelum memanen padi, 7 hari sebelumnya lahan sudah disurutkan dan ikan
telah dipanen. Hal ini untuk menunjang pengisian bulir padi. Selain itu juga
untuk memudahkan pemanenan padi.
5. Pasca panen
Ikan dan padi yang telah dipanen dapat dipasarkan. Pemasaran ikan di
Minamurakabi dilakukan dengan mengundang tengkulak yang telah dipercaya,
sedangkan untuk padi dipasarkan dengan dikemas menjadi beras sehat
(Tmbul, 2016).
C. Input yang dipakai, perawatan yang diperlukan, serta output/ hasil yang
diperoleh. Perbandingannya dengan sistem budidaya sawah monokultur
yang biasa dilakukan petani di daerah sekitar/tempat lain.
1. Input Minamurakabi
Input yang dipakai dalam budidaya mina padi meliputi benih padi dan
bibit ikan. Benih padi yang digunakan yaitu varietas Ciherang maupun Inpari 30.
Sedangkan bibit ikan yang dibudidayakan yaitu jenis ikan nila, ikan gurame,
maupun ikan mas sebagai campuran. Selain itu, input berupa pupuk urea dan
phonska juga digunakan dalam pemeliharaan tanaman ketika awal menanam.
Pakan ikan berupa pelet juga digunakan untuk menunjang pertumbuhan ikan.
2. Perawatan
Perawatan atau pemeliharaan yang digunakan dalam sistem budidaya ini
yaitu yang pertama adalah pemberian pupuk yang dilakukan pada tanaman umur

3-5 hari setelah tanam. Pupuk yang diberikan yaitu urea sebanyak 15 kg dan
phonska 30 kg. Sementara untuk pemeliharaan ikan, pemberian makan ikan
dilakukan pagi dan sore selama 2,5 bulan hingga ikan siap dipanen. Penyurutan air
dilakukan ketika tanaman mulai menginjak fase generatif yaitu 1 minggu setelah
pemanenan ikan. Pengelolaan air sangat diperhatikan agar tidak mengganggu
kelangsungan hidup ikan dengan cara memastikan air tidak tercemar leh pestisida
dari daerah lain. Pengendalian hama terutama hama burung dilakukan dengan
pemasangan jaring diatas pertanaman padi.
3. Output atau Hasil
Hasil yang diperoleh dalam sistem budidaya mina padi yaitu panenan
berupa beras maupun ikan. Setiap 2 tahun ada 5 kali panen, yang mana tiap panen
dapat menghasilkan maksimal yang pernah diperleh yaitu 9,2 Kwintal beras per
1000 m2. Sedangkan ikan yang dihasilkan yaitu 5 kwintal dengan berat perekor
kurang lebih 250 gr.
4. Perbandingan dengan sistem budidaya petani sekitar
Budidaya padi oleh Kelompok Tani Mina Murakabi berbeda dari budidaya padi
monokultur yang dilakukan petani di daerah tersebut karena kelompok tani ini
membudidayakan

ikan

dan

padi

sekaligus

dalam

lahan

yang

sama.

Membudidayakan ikan di lahan padi tentu membuat petani minapadi ini
membutuhkan perangkat yang lebih banyak dibandingkan petani konvensional,
yaitu penambahan mulsa plastik pada pematang sawah agar mencegah kebocoran
air di lahan sawah. Selain itu, suplai air harus tetap dijaga jangan sampai menipis
dengan cara memasang pompa air pada lahan sawah.
Jarak tanam yang digunakan oleh petani mina murakabi adalah sistem jajar
legowo 2:1 sedangkan petani di tempat lain menggunakan sistem konvensional.
Hal ini akan membuat efek tepi meningkat pada tanaman serta ikan akan lebih
luas bergerak di sela – sela padi. Pembuatan kolam dalam perlu dilakukan oleh
petani minapadi murakabi agar dapat dijadikan tempat ikan untuk bergerak
leluasa. Kolam dalam ini dibuat mengelilingi tanaman padi sawah. Jarak 1 m dari
pematang ke tanaman padi inilah yang dijadikan kolam dalam. Hal ini tentu
berbeda dengan petani padi di tempat lainnya yang tidak perlu membuat kolam
dalam.
Dari segi teknis budidaya, lahan minapadi ini hanya dipupuk sekali saja yaitu saat
pengolahan lahan, sedangkan petani konvensional melakukan pemupukan lebih

dari 1 kali dalam satu musim tanam. Petani di tempat lain masih menggunakan
pestisida untuk membasmi hama, sedangkan petani minapadi tidak menggunakan
sama sekali karena akan mencemari air kolam. Petani minapadi harus
mengeluarkan

biaya

tambahan

untuk

pakan

ikan

dibandingkan

petani

konvensional tanpa budidaya ikan. Pemanenan padi dilakukan seminggu setelah
panen ikan dilakukan yaitu pada umur 3 bulan.
D. Dampak/pengaruh model budidaya minapadi ini terhadap lingkungan
sekitar, jika dibandingkan dengan sistem sawah konvensional.
Pada umumnya, penanaman minapadi memiliki berbagai keuntungan baik
secara ekonomi maupun secara lingkungan. Minapadi hanya melakukan satu kali
proses pemupukan yaitu pada 3-5 hst. Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk
anorganik (pupuk buatan pabrik) seperti urea, phonska, dan NPK. Pemupukan ini
lebih sedikit jika dibandingkan dengan pemupukan pada sistem penanaman padi
konvensional. Pada padi konvensional dilakukan pemupukan sekitar 2-3 kali
selama masa pertumbuhan sampai panen. Perbedaan ini berpengaruh baik
terhadap lingkungan pertanaman minapadi, karena pemberian pupuk anorganik
yang terlalu banyak (padi konvensional) akan menyebabkan tertimbunnya residu
pupuk kimia di dalam tanah serta menyebabkan tanah sawah menjadi lebih padat,
sedangkan pada minapadi pemberian pupuk anorganik diminimalkan sehingga
kondisi tanah sawah lebih baik, dan tanaman padi mendapatkan suplai unsur hara
dari aktivitas ikan di lahan tersebut, baik berupa hasil metabolisme ikan, maupun
akibat dari aktivitas ikan lainnya di dalam sawah.
Selain pupuk anorganik, hal yang dapat merusak lingkungan adalah
penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama di sawah. Pestisida sebagai
bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan
kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui
angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya.
Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa
jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Kadar pestisida
yang tinggi dapat menimbulkan kematian organisme akuatik secara langsung
(keracunan akut) yaitu kontak langsung atau melalui jasad lainnya seperti
plankton, perifiton dan bentos, sedangkan kadar rendah dalam badan air
kemungkinan besar menyebabkan kematian organisme dalam waktu yang lama
yaitu akibat akumulasi pestisida dalam organ tubuhnya. Pada umumnya pestisida

memperlihatkan sifat lebih toksik terhadap zooplankton dan bentos dengan tingkat
toksisitasnya bervariasi sangat luas, tergantung jenis pestisida dan tingkat stadia
komunitas yang bersangkutan. Pertanaman minapadi tidak menggunakan pestisida
sama sekali agar ikan di dalam sawah tidak mengalami keracunan atau mengalami
pertumbuhan yang terhambat akibat dari residu pestisida tersebut, hal ini sangat
berpengaruh positif terhadap kualitas lingkungan di sistem pertanaman minapadi.
Salah satu contoh pengendalian hama yang dilakukan pada pertanaman minapadi
adalah dengan menggunakan atau memasang jaring agar hama burung tidak
memakan bulir padi dan ikan.
Sistem pertanaman minapadi juga menyebabkan gulma tidak dapat tumbuh
dengan baik di area lahan. Hal ini disebabkan karena kondisi yang jenuh air dan
adanya aktivitas ikan yang dapat merusak pertumbuhan gulma. Berbeda halnya
dengan pertanaman padi konvensional yang memerlukan perlakuan khusus berupa
penyiangan gulma akibat dari tumbuhnya gulma di sekitar tanaman padi.
Tumbuhnya gulma dapat menyebabkan kompetisi hara, air dan cahaya pada
tanaman padi menjadi lebih tinggi (Lantarsih, 2016). Tingginya tingkat kompetisi
ini menyebabkan laju pertumbuhan padi juga terhambat sehingga hasil tanaman
juga menurun.
IV.

KESIMPULAN
a. PT. Madukismo atau Madubaru menghasilkan limbah padat berupa blothong,
ampas tebu, abu ampas, limbah cair tetes, serta limbah gas berupa CO2,
dimana limbah tersebut telah dikelola menjadi barang bermanfaat
b. Sistem pertanian Minapadi menggabungkan teknik nbudidaya padi dengan
beternak ikan yang menurut perhitungan secara ekonomi menguntungkan dan
tidak mengganggu stabilitas ekosistem disekitarnya.

Daftar Pustaka
Pramudita, Katika. 2016. Mina Padi. http://minamurakabi.blogspot.co.id/.
Diakses tanggal 3 Desember 2016.
Lantarsih, R. 2016. Pengembangan “minapadi kolam dalam” di kabupaten
Sleman. Jurnal AGRARIS 2(1): 17-27.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Timbul. 2016. Mina Padi Mianamurakabi. Komunikasi dua arah. Dusun Cibuk
Kidul, Desa Margoluwih, Kec. Sayegan. Kab. Sleman, DIY.