Negara Indonesia Merdeka in 2014

NEGARA INDONESIA MERDEKA

Percikan Pemikiran
Pendiri Bangsa

“Cukup Sudah Jadi bangsa Kuli, Bangkit Jadi Bangsa Mandiri”
Kita mau menjadi satu Bangsa yang bebas Merdeka, berdaulat
penuh, bermasyarakat adil makmur, satu Bangsa Besar yang
Hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem
kertaraharja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune
pande, ora tedas gurindo. (Pidato Presiden RI Sukarno tanggal
17 Agustus 1963)

Kado Hari Menuju Republik Indonesia
19 Februari Ulang Tahun Tan Malaka

Pengantar
Di awal millennium yang ditandai oleh kesepakatan dunia akan
cita-cita memuliakan martabat kemanusiaan yakni mengikis
problem kemanusiaan yang sudah setua peradaban yang berupa
kemiskinan, kemelaratan dan kesengsaraan dengan hiasan

ketidak adilan berdasarkan kelas, gender, demografi dan
ketimpangan antar wilayah dengan bangsa-bangsa di
dalamnya. Suatu dunia yang memprihatinkan dimana kematian
sia-sia masih banyak terjadi baik karena terabaikannya
kesehatan, tiadanya fasilitas air, lingkungan dan pemukiman
yang sehat. Pendek kata hidup yang membuat manusia tiada
bermartabat ditengah peradaban manusia yang telah mencapai
teknologi digital dan perdagangan financial serta kreativitas
yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kesepakatan itu
dikenal sebagai Millenium Development Goal.
Kesepakatan MDGs menjadi terseok manakala mulai mengurai
keselamatan lingkungan, perdagangan dan investasi serta
bagaimana sebaiknya Negara berperan. Tiga isu besar itulah
yang dominant menguasai wacana pembangunan yang tidak
secara langsung disinggung dalam MDGs, dan untuk Indonesia
yang paling mengemuka adalah yang terakhir dengan tema
NEO LIBERAL. Sesungguhnya ini bukanlah isu baru, awal

1960-an di jagat balantika politik nasional hinggal binggar
dengan isu yang lebih serius lagi yakni NEKOLIM.

Dalam pemilihan presiden secara langsung yang berlangsung
pada 8 juli 2009 isu NEOLIB begitu popular dan menjadi
wacana yang paling dihujat oleh hampir seluruh peserta.
Terlepas dari perdebatan yang sangat artificial itu, bagi kami,
yang paling esensial dan fundamental adalah bagaimana
pemerintah yang menjadi pemenang pemilu (Presiden dan
Legislatif) dapat merealisasikan cita-cita bernegara-bangsa
Republik Indonesia. Oleh karenanya, sebagai orang yang
pernah bersentuhan dengan lembaga-lembaga terhormat yang
mendesain blue print pembangunan, kami menganggap penting
untuk mengingatkan agar jangan asal membingkai secara
teknokratik rencana pembangunan apalagi asal jiplak (termasuk
petuah NEKOLIM) tanpa mempertimbangkan tujuan
bernegara-bangsa.
Hampir 69 tahun kita telah merdeka, telah banyak kaum
terdidik mendedikasikan kehidupannya bagi keberlangsungan
Negara-bangsa baik di legislative, eksekutif maupun yudikatif
dan taman pendidikan. Namun kita sadar bahwa fakta yang tak
dapat diingkari adalah belum terealisasinya apa yang dicitakan
dan diwajibkan oleh konstitusi, malahan kita terjebak dalam

iklim otoritarian birokratik rente yang militeristik, dan kini kita
saling tuding sebagai neolib. Sedikit atau banyak ia hadir di
dapur pembangunan kita. Sosoknya begitu nyata, dimana
dominasi asing dalam perekonomian kita, bahkan untuk
penanggulangan kemiskinan saja harus memakai uang asing,
sudah sedemikian tiada bermartabatkah moralitas kita sebagai
suatu Negara-bangsa? Rasanya tak perlu lagi kita berdebat.

Pada kesempatan ini, kami akan menyampaikan gagasan tokoh
pendiri republic dan partai yang dahulu pernah menguasai
negeri tercinta ini. Sekalipun disusun oleh kaum terdidik yang
tidak sebanyak yang ada di depkeu-Bappenas dan DPR atau
Parpol namun hemat kami kualitas dedikasinya bagi rakyat
jelas tak tertandingi oleh GBHN, Propenas dan Bahkan RPJM
yang sekarang ataupun platform partai politik yang sedang
berjaya.
Kelugasan menuliskan persoalan dan program yang
diungkapkan menunjukkan dekatnya jiwa mereka, tanpa
bungkus intelektualisme dan teknokratisme yang membuat
terasing dan rakyat menjadi tak lagi dapat mengontrolnya.

Sofistikasi tentu bukanlah penipuan agar rakyat lengah
terhadap setiap rupiah yang dikeluarkan Negara untuk
kesejahteraan yang berubah menjadi kekayaan elite, kegenitan
intelektualisme dan kemakmuran asing.
Inilah yang
dimaksudkan dengan kualitas dedikasinya.
Namun ditengah deraan yang demikian, ada secercah harapan
bahwa pijar-pijar kebangkitan Negara-bangsa yang bermula di
area perencanaan dan pembiayaan (planning and budgeting),
menejemen pembangunan berdasarkan kinerja dan tekad tata
kelola yang baik dan bersih sedang berderap menuju Indonesia
Raya, adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan, Negarabangsa yang sejahtera.

Rusdi tagaroa
Pelataran Pemikiran
Negara Kesejahteraan (NK) merupakan suatu bentuk negara
yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya menitik
beratkan pada upaya pemenuhan dan perlindungan
kesejahteraan warga Negara, jadi praksis ekonomi-politik dan
social pemerintahan secara sistemik menjamin seluruh warga

negara memperoleh kesejahteraan. Bentuk NK ini adalah
pilihan ekstrim yang menolak antara individualisme lawan
sosialisme-komunisme, pasar lawan perencanaan terpusat
negara serta antara adanya pemilikan individu lawan tanpa
pemilikan. NK tidak mau terejebak dalam perdebatan filosofis
dua kutub pemikiran, melainkan berupaya menggabungkan
aspek positif keduanya seraya merancang policy yang berbasis
dua nilai falsafati tersebut.
Dalam NK kedua nilai dan instrumen hidup bersamaan dengan
pengelolaan negara, jadi pasar dan peran negara sama
dominannya, pemilikan individu dan pemupukan kapital
dibenarkan tumbuh subur, namun pajak progresif atas
penumpukan nilai lebih itu dilangsungkan secara intensif,
sehingga kehidupan individu dan kolektif berkembang bersama
dan saling menunjang. Kemajuan seseorang berimplikasi
terhadap kesejahteraan warga lainnya. Tidaklah mengherankan
dalam NK, struktur masyarakatnya, barang dan jasa publik

diorganisasikan secara berbeda dengan negara-negara penganut
kapitalisme atau komunisme semata.

Esping-Andersen
mengungkapkan bahwa:
“…negara kesejahteraan bukan hanya suatu mekanisme
untuk melakukan intervensi terhadap, atau mengoreksi
struktur ketidak-setaraan yang ada; namun, merupakan
suatu system stratifikasi social khas. Negara
kesejahteraan merupakan suatu kekuatan yang dinamis
dalam penataan ulang relasi social…”1
Sederhananya, Negara kesejahteraan memiliki aspek menonjol
dalam tiga hal seperti yang dilihat oleh S Kuhnle dan SEO Hort
yaitu:
a. Dekomodifikasi,
b. Stratifikasi Sosial khas dan
c. Penciptaan lapangan Kerja.
Ketiga hal ini penting karena saling dukung, dimana untuk
menerapkan kebijakan social dibutuhkan modal nasional yang
kuat, dalam hal ini akan dapat dicapai dengan kerja keras
warganya sehingga melahirkan pertumbuhan ekonomi yang
kemudian akibat kebijakan sosialnya justru menciptakan
formasi social khas dimana terdapat jaminan bagi seluruh

warganya untuk menikmati hak social dan terlindungi dari
hidup tanpa martabat akibat kemelaratan. Pandangan ini
memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi berbasis
lapangan kerja ini subordinat dari kebijakan social yang
mencerminkan skema kesejahteraan.
Jadi negara kesejahteraan bukan merupan konstruksi atau
desain ekonmi (makro) atau pembangunanisme –sekalipun
masih dominan penganut keynisian- melainkan suatu suatu
1

Esping-Andersen , The three world of welfare capitalism (1990), hal 21

utopia social-politik yang diperjuangkan dengan impian
yang bertumpu pada pengakuan universal hak social
(ecosoc-right), mengatasi kemiskinan dan kesenjangan
kelas atau social, dimana peran afirmatif negara
memperoleh basis dukungan politik yang luas melalui
pembangunan karakter dan kebangsaannya serta berbagai
kebijakan dan kelembagaan social.2
Pandangan tersebut membutuhkan suatu basis legitimasi yang

kuat, sekalipun mungkin peran di luar pemerintah, namun
dalam proses inisiatif jelas membutuhkan peran pemerintah
dan untuk itu adalah sangat penting adanya dukungan basis
politik. Tanpa basis politik yang kuat akan terjadi seperti
halnya di negara komunis atau negara berkembang yang mana
menjadikan negara dan elitenya menjadi predator atau pemburu
rente3 untuk kepentingan relatifnya.
Dukungan basis politik yang memadai hanya mungkin
diperoleh bila ada kesadaran nasional untuk membentuk
karakter tertentu dalam bernegara bangsa, terutama yang
dicitakan bersama. Pengertian ini menunjukkan hubungan
timbal balik antara rezim pemerintahan dan konstituennya yang
direpresentasikan oleh partai politik dan kelompok masyarakat
sipil (kepentingan lainnya). Cita-cita bersama yang dimaksud
2

Lihat Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara
kesejahteraan (2006) hal 94-95.
3
Baca Arief Budiman, Negara Otoriter Birokrat Rente kasus Indonesia dan

Korea, juga riset LIPI Menyingkap Akar Persoalan Ketimpangan
Ekonomi di Daerah Sebuah Kajian Ekonomi Politik (Pamator 2001)

adalah kesejahteraan. Tidaklah mengherankan bila Mashall
memformulasikan:
“…istilah tersebut (negara kesejahteraan) merujuk pada
suatu komitmen politik yang baru, penulisan ulang
kontrak social antara negara dan warganya… yang
melibatkan pengakuan atas hak social seluruh warga
dan merefleksikan suatu tekad untuk menjembatani
kesenjangan kelas social yang ada…”4
Dalam upaya mencapai kondisi kesejahteraan seperti yang
diuraikan di atas,
dibutuhkan kondisi obyektif untuk
mendukung tercapainya cita-cita, adapun kondisi obyektif yang
diperlukan setidaknya ada dua aspek yakni: a. Aspek
fundamental dan b. aspek instrumental. Aspek Fundamental
merupakan aspek dasar yang menentukan tingkat keberhasilan
aspek instrumental yang merupakan serangkaian kebijakan
publik dari pemerintahan dan secara langsung menyentuh

kesejahteraan seluruh warganya.
Esping-Andersen (1990)
mensyaratkan empat pilar utama terbentuknya NK yaitu:
a.
b.
c.
d.

Social Citizenship
Fulldemocracy
Modern Industrial Relation system
Right to Education

Pemenuhan hak social warganya melalui mekanisme bukan
pasar (dekomodifikasi) menggambarkan hak social warga yang
wajib dipenuhi oleh negara, yang mana dalam prosesnya
menggunakan demokrasi yang berkeadilan, demokrasi politik
dan demokrasi ekonomi melalui strategi system hubungan
4


Esping-Andersen (1990) hal 34

industrial dan pendidikan yang memungkin kebijakan social
dilakukan tanpa hambatan social-politik.
Sedangkan aspek instrumental yang sangat penting dan
dianggap secara langsung berhubungan dengan tingkat
kesejahteraan adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Ketenagakerjaan
Pendidikan
Kesehatan
Jaminan Sosial
Perumahan
Kelompok Rentan

Dalam konteks Republik Indonesia, masyarakat tanpa
kemiskinan, sejahtera adil dan makmur merupakan cita-cita
atau tujuan berdirinya negara bangsa ini. Dalam konstitusi
jelas tujuan ini termaktub dalam pembukaan dan batang tubuh
UUD 1945. Hal ini merupakan basis dukungan politik
terhadap gagasan negara kesejahteraan di Indonesia, dukungan
ini akan semakin kuat legitimasinya apabila statement dalam
konstitusi tersebut memang merupakan suatu kristalisasi
perjuangan dan wacana yang dicitakan oleh para pendiri
negara, karena merupakan keberlanjutan dari gagasan yang
direpresentasikan
dari
kepentingan
rakyat
sebelum
kemerdekaan.
Cita-cita negara bangsa yang termaktub dalam konstitusi
dalam hal ini UUD 1945 akan sulit direalisasikan bila tidak
memperoleh dukungan basis politik terutama partai politik
yang merepresentasikan kekuatan social yang ada, untuk itulah
diperlukan suatu penulusuran terhadap partai politik yang di

zamannya cukup signifikan dalam memberi pengaruh bagi
jalannya pemerintahan atau bahkan memimpin pemerintahan
dalam periode tertentu.
Hingga saat ini, pengkajian mengenai hal ini masih sangat
terbatas, dan untuk mengisi kekosongan itulah dilakukan studi
ini dengan melihat dukungan legitimasi dari para pendiri
republik bagi gagasan negara kesejahteraan yang dalam hal ini
akan diwakili oleh Soekarno, Hatta dan Tan Malaka 5 yang
disaamping alasan ketokohannya juga untuk sekedar
menujukkan konfigurasi politik yang ada saat itu. Basis
dukungan berikutnya adalah dengan melihat partai politik yang
akan diwakili oleh partai Nasional Indonesia, Partai Sosialis
Indonesia dan Partai Masyumi untuk periode 1945 – 1965.
Berikutnya bagaimana pergulatan setiap era merealisasikannya
di masa itu
Sketsa Pemikiran
Kolonialisme-Imperialisme yang sosoknya hadir di Indonesia
dalam bentuk pemerintahan Hindia-Belanda, dimana rakyat
hidup dalam suasana yang penuh dengan kesengsaraan,
kemelaratan, tidak dapat menikmati pendidikan, kelaparan dan
keskitan bahkan kematian yang absurd. Di lain sisi kekayaan
bumi Indonesia baik yang berupa tetumbuhan maupun
kekayaan yang terdapat dalam perut ibu pertiwi, terus
diekslorasi dan diekspoitasi dan dinikmati kaum penjajah
dengan seluruh antek-anteknya terutama bangsa eropah, cina
dan asial lainnya, termasuk kaum feudal dan priyayi. Situasi
5

Sebenarnya juga Sutan syahrir, karena sudah ada studi yang dilakukan
oleh tim riset paramadina tak dibahas dan dianjurkan membacanya

ini merupakan suatu kondisi utama yang melingkupi corak
pemikiran para pendiri republik ini, tidaklah mengherankan
bila seluruh komponen pejuang itu pekat dengan cita-cita
rakyat sejahtera, adil dan makmur, anti imperialisme yang
merupakan wujud kapitalisme yang membawa kekejaman dan
penderitaan bagi rakyat, mereka kritis terhadap kelas dan
elitisme.

struktur social yang tidak adil akibat kapitalisme-imperialisme,
feodalisme,
elitisme
karenanya
mereka
mencitakan
kemerdekaan dari penjajahan, berdaulat, adil-makmur dan
sejahtera.
Soekarno mengekspresikan cita-cita kemerdekaan dan
masyarakat yang dimpikannya seperti yang termaktub dalam
risalah MIM6 sebagai berikut:

Para pejuang ini saling kenal, bersahabat, dan garis merah
pemikirannya-pun saling berpengaruh satu-sama lain sekalipun
ada perbedaan-perbedaan yang tak terhindarkan dan tak
mungkin tersembunyikan. Sebelum Indonesia merdeka
ketiganya sama yakinnya bahwa kemerdekaan itu akan datang
dan hanya tinggal menunggu waktu momentum itu datang,
tahun 1925 Tan Malaka Menulis buku Nar de Republiek
Indonesia (NRI), tahun 1932 Hatta menulis brosur Ke Arah
Indonesia Merdeka (KIM) dan 1933 Soekarno juga kemudian
menulis Menuju Indonesia Merdeka (MIM). Bila kita lacak
dari ketiga karya monumental itu kemudian dirujuk dengan
karya lainnya baik sebelum kemerdekaan maupun setelahnya
akan menampakkan suatu panorama pemikiran tentang utopia
Indonesia Merdeka, dimana rakyatnya hidup sejahtera tanpa
kesenjangan social yang berarti karena demokrasi politik dan
ekonomi dijalankan dengan baik. Sama-rata Sama-rasa di
bidang politik, ekonomi dan social.
Hampir di seluruh karya mereka menunjukkan keberpihakan
dan pembelaannya terhadap rakyat yang menghadapi
kemiskinan, ketimpangan social dan kelas, pengangguran,
penderitaan kaum buruh dan tani yang dieksploitasi,
ketidakberdayaan dilapangan politik, pendek kata adanya

“Diseberang jembatan itu jalan pecah jadi dua: satu ke
dunia keselamatan Marhaen, satu ke dunia
kesengsaraan Marhaen; satu ke dunia sama-rata-samarasa, satu ke dunia sama-ratap-sama-tangis. Celakalah
Marhaen, bilamana kereta itu masuk ke jalan yang
kedua, menuju kealamannya kemodalan Indonesia dan
keburjuisan Indonesia. Oleh karena itu Marhaen awaslah awas! Jagalah yang kereta-kemenangan nanti tetap
dalam kendalianmu, jagalah politieke macht nanti jatuh
didalam tanganmu, didalam tangan besi kami, didalam
tangan baja kamu!”
“Lemparlah jauh-jauh nasionalisme keburjuisan dan
nasionalisme keningratan itu, bantingkanlah menjadi
debu nasionalisme keburjuisan dan nasionalisme
keningratan itu diatas itu buntalan ke-Rakyatan
massa!...Mereka
punya
nasionalisme
bukanlah
nasionalisme kemanusiaan, bukan nasionalisme yang
ingin keselamatan massa, mereka punya nasionalisme
adalah nasionalisme burjuis, yang paling jauh hanya
6

Dikutip dari Di Bawah Bendera Revolusi hal, 315-316 dan 321-322 dan
322

ingin Indonesia Merdeka saja, dan tidak mau merubah
susunan masyarakat sesudah Indonesia Merdeka.
Mereka bisa juga revolusioner, tetapi borjuis
revolusioner, tidak Marhaenistis revolusioner, tidak
sosio revolusioner!”

berpengetahuan tinggi … Sebab itu nasib rakyat dan
urusan negeri ada di tangan kaum intelek. ..Akan tetapi
bukan kebangsaan ningrat dan bukan pula kebangsaan
intelek yang dikehendaki oleh Pendidikan Nasional
Indonesia, melainkan kebangsaan rakyat. “Karena
rakyat itu badan dan jiwa bangsa”. Dan rakyat itulah
yang menjadi ukuran tinggi rendah derajad kita.
Dengan rakyat kita akan naik dan dengan rakyat kita
akan turun. Hidup dan matinya Indonesia merdeka
semuanya itu tergantung kepada semangat rakyat…..
Kalau Indonesia sampai merdeka, mestilah ia menjadi
Kerajaan Rakyat, berdasar kemauan rakyat”.7.

“Dengungkan sampai melintasi tanah datar dan gunung
dan samudra, bahwa Marhaen diseberangkan jembatan
emas akan mendirikan suatu masyarakat yang tiada
keningratan dan tiada keburjuisan, tiada kelas- kelas
dan tiada kapitalisme!”
Betapa gelora Soekarno yang menyala itu menggambarkan
idenya tentang suatu tatanan masyarakat di masa Indonesia
Merdeka, dimana rakyat terpenuhi hak-hak sosialnya dan tiada
kesenjangan yang nyata. Semangat ini tidak hanya dimiliki
oleh Soekarno, dengan gayanya yang khas dan tajam. Hatta
juga menginginkan suatu transformasi social dalam Indonesia
merdeka sehingga rakyat tidak hanya dijadikan perkakas.
“Kebangsaan cap ningrat membayangkan suatu
Indonesia yang terlepas dari tangan Belanda, akan
tetapi takluk ke bawah kekuasaan mereka….. dalam
kebangsaan yang seperti itu, rakyat yang banyak tidak
terhitung. Hanya kaum ningrat atau kaum bangsawan
yang menjadi ukuran bangsa! … Bagaimana pula rupa
kebangsaan yang bercap kaum intelek? Menurut paham
intelek, kaum terpelajar atau kaum cerdik pandai,
Indonesia Merdeka haruslah berada di bawah
kekuasaan mereka sendiri. Negeri tidak maju dan
makmur kalau tidak dikemudikan oleh orang yang

Sedangkan yang dicitakan oleh Tan Malaka, tak pelak lagi
sebagaimana layaknya Komunis (setelah merdeka menjadi
Murbais) yakni masyarakat Proletaris, namun demikian Tan
Malaka adalah seorang rasional dan juga tak dapat begitu saja
menggadaikan sepenuh hatinya menggantung Indonesia pada
Internasionalisme. Corak nasional tetap nampak cita rasanya,
adapun ungkapan mengenai cita-cita Masyarakat Indonesia
merdeka terekam sebagai berikut:
“Juga sesudah kemerdekaan nasional tercapai
kerjasama yang erat antara proletar dan bukan proletar
adalah suatu syarat yang mutlak. Jika kerjasama itu
terputus, terlebih-lebih jika orang-orang bukan proletar
menjadi lawan buruh industri, maka kemerdekaan
nasional hanya memberikan satu jalan bagi perbudakan
nasional baru. Tak jauh daripada Indonesia terdapat
7

Hatta, Ke Arah Indonesia Merdeka 1932 dalam Karya lengkap Bung
Hatta: 1. Kebangsaan dan Kerakyatan, hal 227, LP3ES, hal 216

pencuri-pencuri internasional seperti imperialisimperialis : Inggris, Amerika, Jepang, yang nanti akan
melancarkan serangan imperialisme pada tiap-tiap
kesempatan yang baik. Selama Indonesia ke dalam
tetap bersatu dan solider, selama itu mereka akan
menangguhkan usahanya merampas Indonesia. Akan
tetapi begitu lekas perpecahan di dalam, mereka akan
segera mendapatkan jalan melaksanakan untuk sekian
kalinya politik devide et imperanya (memecah belah
rakyat dalam golongan-golongan untuk dikuasai)
Indonesia terdiri dari pelbagai pulau yang berada pada
pelbagai tingkatan kebudayaan, memberikan lapangan
baik bagi pencuri-pencuri internasional. Daerah-daerah
di luar Jawa yang bersifat sangat borjuis kecil akan
mudah dapat diperalat melawan Jawa yang sangat
Proletaris8
Dari ungkapan di atas, jelaslah bahwa cita-cita para pendiri
republik menginginkan suatu tatanan masyarakat yang
berkeadilan dan setara secara politik dan ekonomi, dimana
rakyat hidup sejahtera tidak merasa ada ancaman yang
membuatnya jatuh melarat karena pemerintahan akan selalu
memperhatikan kepentingannya.
Pandangan-pandangan
tersebut, cukuplah memadai untuk menggambarkan suasana
pikiran para pendiri Republik Indonesia tentang Kemerdekaan
yang diharapkannya dan tatanan masyarakat yang dicitakan.
Dengan demikian, tampaklah bahwa mereka sepakat
pentingnya (bahkan menentukan) peran negara dalam
menentukan kesejahteraan rakyat, sekalipun bila ditelisik,
8

Tan Malaka, Naar De Republiek Indonesia , hal 29

Hatta akan wasa-was Indonesia jatuh kedalam otoriterianisme
dan kediktatoran9 sebagai argument rezim untuk mencapainya.
Bila kita coba sandingkan istilah-istilah konseptual negara
kesejahteraan dengan pendapat Soekarno-Hatta dan Tan
Malaka terasa ada padanan, sekalipun tidak sedetail dalam
konsep negara kesejahteraan, hal ini dapat disadari mengingat
pendapat itu bersifat umum dan dalam kerangka gerakan
politik
untuk
merebut
kemerdekaan
dan
juga
mempertahankannya. Berikut ini matrik yang coba disanding
padankan:
NEGARA
SOEKARNO HATTA
KESEJAHTERAAN
Social Citizenship
Marhaenisme Daulat
Rakyat
Full Democracy

Demokrasi
Berkeadilan
(Socio
Democracy)
Modern Industrial Gotong
Relation system
Royong
Right To Education
9

Pendidikan

TAN
MALAKA
Proletar
dan Non
Proletar
Demokrasi- Demokrasi
Kerakyatan dipimpin
Proletar
Perusahaan Anti
Negara dan Pemilikan
Koperasi
dan Milik
Negara
Pendidikan Massa

Hal ini dapat dipahami mengingat Tan Malaka dan kaum komunis percaya
pada diktatur prpletariat, dan Soekarnoisme atau Marhaenisme
berkecendurang otoriter setidaknya dalam pandangan Hatta mengingat
corak aksi politik PNI. Lihat tulisan Ong Hok Ham, …. Dalam Manusia
dalam Kemelut Sejarah

Kesadaran
Massa Aksi

Nasional

Aksi,
Pendidikan
Kerja

Untuk melihat lebih mendalam mengenai konsepsi
kesejahteraan rakyat yang dicitakan para pendiri republik itu,
tiada salahnya bila kita coba bedah lebih jauh lagi mengenai
pemikiran mereka termasuk program-program yang diusulkan
pada partai ataupun pemerintahan saat mereka telah
menggenggam kekuasaan pemerintahan Indonesia Merdeka.
Marilah kita meninjau satu persatu.

Soekarno: Romantika Marhaenisme
Kelembagaan-Pelembagaan

Tanpa

Soekarno yang merupakan Presiden pertama Republik
Indonesia dikenal sebagai pencetus Marhenisme ini, hampir
diseluruh karyanya, memperlihatkan ambisinya untuk
menciptakan suatu tatanan Marhanisme yaitu masyarakat
gotong-royong, dimana suasana cultural yang penuh dengan
jiwa dan gairah kerja sama antar individu untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi oleh individu dan terutama
berhubungan dengan aspek social. Ketertarikannya terhadap
politik sejak ia muda, ketika bersekolah lanjutan dan tinggal
bersama tokoh politik HOS Tjokro Aminoto di Surabaya tidak
hanya berkenalan dengan tokoh SI melainkan juga memiliki
guru penganut paham Sosial Demokrat yang kerap meminjami
buku-buku sosialis.

Karena bakat dan lingkungannya itu pula ia telah tumbuh
menjadi propagandis Islam dan sosialisme melalui tulisantulisannya, pengetahuan dan keterampilannya dalam berpolitik
semakin matang ketika ia melanjutkan kuliahnya di ITB.
Sebagai aktivis politik, ia mulai banyak berkenalan dengan ideide sosialisme dan kebangsaan selama di Bandung baik karena
persentuhan dengan para aktivis pergerakan lainnya maupun
dengan sosialis lainnya.
Soekarno terhitung terlambat
memasuki aktivitas politik riel, sebelum di PNI ia tidak
menjadi anggota partai apapun, kecuali kelompok studi untuk
mengasah pemikirannya.
Ide-ide kerakyatan mewarnai pikirannya, namun ia gamang
dengan proletar yang baginya belum nampak kekuatannya di
Indonesia, ia juga kritis terhadap ide-ide sosialisme elitis yang
seakan menjaga jarak dengan massa, ia juga tidak yakin dengan
Islamisme sebagai dasar gerakan. Nasionalisme itulah yang
menjadi rumah bagi kristalisasi dasar perjuangannya, dan
karena kegandrungannya pada analisa Karl Marx, namun tidak
sepakat dengan proletar sebagai sosko guru satu-satunya
revolusi, maka Marhaenisme adalah pengejawantahan ideology
revolusionir pilihannya. Nasionalisme radikal menjadi garis
politiknya sekalipun ia lebih suka menyebut Socionasionalisme, socio-demokrasi.
Marhaenisme adalah massa revolusioner yang merupakan
bagian terbesar rakyat Indonesia, dimana mereka bukanlah
orang yang hanya menjual tenaganya saja atau proletar,
melainkan orang yang punya alat produksi yang terbatas seperti
petani, pedagang, perajin, dalain sebagainya.

Gagasan Hak Kesejahteraan
Gagasan Soekarno di alam kemerdekaan berpengharapan
seluruh warga yang Marhaenis, terutama rakyat hidup dalam
kemakmuran, dimana hak-hak dasarnya untuk hidup
bermartabat terpenuhi, memiliki harga diri, karena rakyat
melalui perwakilannya mengatur dan mengelola pemerintahan
sesuai dengan kehendak rakyat.

Lebih jelas lagi mengenai kesejahteraan ini Soekarno
mengusulkan menjadi landasan dasar bernegara-bangsa, dalam
pidato usulan mengenai dasar negara Indonesia Merdeka –
yang kemudian dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila 1 Juni
1945, Soekarno mengungkapkan:
“Prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada
kemiskinan didalam Indonesia merdeka…. apakah kita
mau Indonesia Merdeka , yang kaum kapitalisnya
merajalela , ataukah semua rakyatnya sejahtera, yang
semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan, merasa dipangku oleh ibu pertiwi yang
cukup memberi sandang pangan kepadanya ? mana
yang kita pilih saudara-saudara ? Rakyat ingin
sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang
makan , kurang pakaian menciptakan dunia baru yang
didalamnya ada keadilan dibawah pimpinan ratu adil.
Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul
mengerti, mengingat, menyinta rakyat Indonesia, mari
kita terima prinsip hal sociale rechtvardigheid ini, yaitu
bukan saja persamaan politik, saudara-saudarapun
diatas lapangan ekonomi kita harus mengadakan
persamaan. Artinya kesejahteraan bersama yang sebaikbaiknya.12

“Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang,
walaupun golongan saya. Tetapi mendirikan negara
untuk semua, satu buat semua semua buat satu”.10
Dalam proses perjuangan rakyat akan kemerdekaan bukan
sekedar karena ingin merdeka saja tetapi kemerdekaan itu
adalah gerbang untuk kesejahteraan mereka, Soekarno
memformulasikan dalam MIM:
“Rakyat Indonesia bergerak tidak karena ideal tetapi
bergerak karena ingin cukup makan, ingin cukup tanah,
ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin
cukup minum, seni dan kultur”.11

Gagasan Demokrasi Keadilan
10

Tujuh bahan pokok indoktrinasi, departemen Penerangan R.I, kutip dari
bung karno I Juni 1945, cetakan khusus departemen penerangan R.I. hal.
23
11
Dikutip Tujuh bahan pokok indoktrinasi, departemen Penerangan R.I,
kutip dari bung karno I Juni 1945, cetakan khusus departemen penerangan
R.I. tentang Mafesto Politik hal 28

Soekarno sedari muda gandrung akan jalan politik untuk
mencapai cita-cita Indonesia merdeka, ia tidak menyetujui
12

Manifesto politik republik Indonesia 17 Agustus 1959, Departemen
penerangan R.I .h.25-26

kekerasan termasuk militer, scenario demokrasilah yang
menjadi pilihan politiknya. Oleh karena itulah, demokrasi
menjadi salah satu impiannya, namun bukanlah demokrasi
yang melahirkan individualisme-kapitalisme, melainkan
demokrasi politik, ekonomi dan social.
Demokrasi
berkeadilan!

“Jadi jelaslah bahwa kewajiban-kewajiban revolusi
Indonesia bukan untuk mendirikan negara federal,
kekuasaan dictator atau republik kapitalis. Kewajibankewajiban revolusi Indonesia ialah untuk membentuk
satu Republik Kesatuan , kesatuan yang demokratis
dimana Irian barat juga termasuk didalamnya, dimana
kedaulatan ada ditangan rakyat , yang dilakukan
sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat
(Sesuai) UUD 1945 pasal 1 ayat 2 , dimana hak-hak
azasi dan hak-hak warga negara dijunjung tinggi dan
membentuk masyarakat adil dan makmur, cinta damai
dan persahabatan dengan semua negara didunia guna
membentuk satu dunia baru15

Dalam Pidato 1 Mei, Soekarno menyatakan: Saya yakin bahwa
syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah
permusyawaratan perwakilan.13 Kemudian dipertegas lagi
dalam manifesto Politik yang berbunyi:
“Kesatu, Pembentukan satu negara Republik Indonesia
yang berbentuk negara kesatuan dan Negara
Kebangsaan yang demokratis
dengan wilayah
kekuasaan dari Sabang sampe Merauke. Kedua
pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur
materiil dan spirituil dalam wadah negara kesatuan
republik Indonesia itu. 14
Demikianlah gagasan demokrasi yang diimpikan oleh
Soekarno. Dapatlah dipahami bila kemudian setelah secara
politik teramputasi sejak dilaksanakannya kabinet parlemeter
dimasa UUD 1945 awal dan UUD RIS serta UUDS 1950, Ia
membuat Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 agar ia
mampu merealisasikan impiannya.

13

ibid
Manifesto politik republik Indonesia 17 Agustus 1959, Departemen
penerangan R.I, h.12
14

Gagasan System Hubungan Indusrial atau Masyarakat
Gotong Royong
Sesungguhnya dalam konteks hubungan industrial, sebagai
penggandrung Marxis dan jiwanya bersemai paham sosialisme,
Soekarno gamang. Terkadang ia anti pemilikan, namun juga
menerima pemilikan yang tidak menguasai hidup orang
banyak, memiliki dalam jumlah terbatas seperti formulasinya
mengenai Marhaenisme.
Dalam Marhaenisme yang
diidentikkan dengan massa rakyat, tidak secara jelas
mempertentangkan kelas social yang ada di Indonesia sedikit
sekali disinggung kaum kaya dan kaum paria diperhadapkan
secara diametral, semuanya direduksi oleh Soekarno, yang
mungkin karena jumlahnya jauh sangat kecil.
Bahkan
Soekarno sering juga memunculkan istilah Gotong royong,
15

Ibid. h. 13

yang dianggap lebih dinamis dari kekeluargaan, dan ini
mencerminkan spirit asli Indonesia yang suka kerja keras dan
tolong-menolong. Jadi dinamika ekonomi hendaknya dikelola
dalam konteks ini, dimana yang menguasai hajad hidup orang
banyak dikelola oleh negara sedangkan yang menjadi usaha
rakyat namun mendukung tujuan revolusi terus diperkenankan
berjalan.
Selain gagasan dalam agitasi dan propaganda, Soekarno ketika
mulai efektif menjadi Presiden dalam kabinet presidensiel,
mulai memikirkan bentuk ekonomi yang dicitakan dahulu,
yang dicitakan UUD 1945, dalam program yang dikenal
MANIPOL-USDEK, adapun secara garis besarnya sebagai
berikut:
Bidang Ekonomi
1. Retooling alat-alat produksi dan alat distribusi,
semua direorganisasi dibelokkan setirnya kearah
pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 dengan
mempergunakan relnya demokrasi terpimpin
2. Semua alat vital dalam produksi dan semua alat
vital dalam distribusi harus dikuasi atau sedikitnya
diawasi Pemerintah
3. Segala modal dan tenaga yang terbukti progresif
dapat
diikut-sertakan
dalam
pembangunan
Indonesia
4. Tenaga modal “funds and forces” bukan asli yang
sudah menetap di Indonesia yang menyetujui, lagi
pula sanggup membantu terlaksananya program
kabinet Kerja akan mendapat tempat dan
kesempatan yang wajar dalam usaha-usaha kita, dan

dapat disalurkan kearah pembangunan perindustrian
misalnya dalam sector industri menengah yang
masih terbuka bagi inisiatif partikelir.
5. Mencoret sama sekali ‘hak eigendom” tanah dan
hokum pertanahan Indonesia, dan hanya kenal hak
milik tanah bagi orang Indonesia, sesuai dengan
pasal 33 UUD 1945
Gagasan Pendidikan
Gagasan pendidikan yang penting bagi Soekarno adalah
gagasan pendidikan massa aksi, atau semangat revolusioner
karena untuk mencapai kemerdekaan dan melanjutkan jalannya
revolusi. Kesadaran nasional menjadi hal yang fundamental
bagi soekarno, tidaklah mengherankan paska derkrit,. Ia
merumuskan kesadaran social sebagai berikut:
Pengejawantahan kesadaran social itu ialah:
1. Semangat Persatuan
2. semangat Gotong royong yang dinamis
3. semangat Ho Lopis Kuntul Baris
Ordening politik ekonomi social pada hakekatnya adalah
inti atau jiwa dari revolusi kita, dan konsepsi hidup yang
menjiwai revolusi itu adalah kekuasaan yang pokok dari
kehidupan nasional kita.
Soekarno dan Gagasan Negara Penentu Kesejahteraan
Mencermati uraian di atas, aras pemikiran Soekarno memang
pekat dengan kesejahteraan rakyat dan untuk mencapai itu
analisisnya yang kritis terhadap system yang dominan sangat

tajam, akar cultural yang dimilikinya (ia tak pernah
mengenyam pendidikan atau pergaulan politik semasa muda di
negeri asing) menjadikan gagasan-gagasannya sering berbeda
dengan teori-teori dasarnya yang berasal dari barat. Tak
jarang, ia sering dikritik sering mengutip pendapat ahli secara
keliru, dan ia tak menggubris bahkan mengulanginya karena
baginya kutipan atau pendapat ahli hanya penting untuk
keperluan politiknya bukan dalam konteks teori.
Suasana perjuangan kemerdekaan dan perang dingin
menjadikannya lebih mementingkan hal-hal yang umum agar
tidak terjadi perpecahan yang merugikan negara-bangsa yang
susah payah dibangun bersama perjuangan rakyat, oleh
karenanya gagasan kesejahteraannya secara teoritis penuh
dengan kegamangan disamping detailnya tak pernah
dipikirkannya secara serius mengingat persoalan besar lainnya
seperti
kemerdekaan,
mempertahankan
kemerdekaan,
persatuan nasional lebih menyita perhatiannya. Tentulah bisa
dipahami bila kerangka gagasan negara kesejahteraan luput
dari perhatiannya, sekalipun usaha-usaha dan ikhtiar untuk
menuju kesejahteraan seluruh warga dominan dalam setiap
pidato dan tindakan politiknya.

Hatta : Kader Daulat Rakyat Di Menara
Mercusuar

Seperti halnya Soekarno, Hatta juga merupakan sosok
intelektual dan aktivis politik yang dipengaruhi oleh pikiran
kritis dan progresif terhadap system yang dominan di
zamannya, tidaklah mengherankan bila ia begitu memahami
pikiran-pikiran Marx dan sosialis lainnya, tak hanya itu ia aktif
dalam kelompok sosialis eropah. Namun demikian, orisinalitas
pikiran keindonesiaan pekat mewarnai gagasan-gasan dalam
upaya kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat. Ia dikenal
sebagai bapak Koperasi Indonesia, dan karena penguasaannya
sebagai sarjana ekonomi, tak mengherankan bila dialah yang
paling gigih untuk merealisasikan demokrasi ekonomiekonomi kerakyatan, bahkan anti pemilikan terhadap barang
dan jasa yang menguasai hajad hidup orang banyak (rakyat).
Hatta, pemuda yang dilahirkan dari negeri Minangkabau
dengan corak masyarakat desa relatif lebih demokratis
tinimbang Jawa, sekalipun baginya tetap menganggap aparatur
ditingkat desa masih bercorak feodalistis atau duli tuanku.
Hatta terjun ke dunia politik seralit di usia muda, bahkan ketika
kuliah di Belanda ia menjadi aktivis partai sosialis Belanda dan
sering terlibat dalam rapat-rapat sosialis di Eropah.
Aktivitas politik internasionalnya tidak menjadikannya terasing
dari tanah airnya, sekalipun berharap terhadap sosialis eropa,
namun ia tetap menganggap penting Nasionalisme.
Kebangsaan Indonesia. Dan oleh karenanya kemudian ia
terjun dalam kancah politik nasional terutama setelah gerakan
nasional mengalami masa yang sulit. Hatta lebih percaya pada
pentingnya pendidikan kaderisasi dan pelembagaan dari pada
pendidikan massa yang berifat kharismatis dan propagandis,

karena gerakan akan sangat bergantung pada seseorang bukan
pada banyak orang dan kelembagaan.

demokrasi bukannya untuk menjadikannya rakyat sebagai alat
saja.

Gagasan Kemerdekaan yang diperjuangkan Hatta juga dalam
missi kesejahteraan rakyat, kemerdekaan adalah awal untuk
menata masyarakat adil-makmur, dimana kesejahteraan rakyat
mampu diberikan oleh pemerintahan yang berkuasa atas dasar
daulat rakyat. Daulat rakyat, dimana rakyat memerintah rezim
yang ada untuk memenuhi keperluan dan keinginannya.

“Pendeknya, cara mengatur pemerintahan negeri, cara
menyusun perekonomian negeri, semuanya harus
diputuskan oleh rakyat dengan mufakat. Pendek kata,
rakyat itu daulat alias raja atas dirinya. Tidak lagi orang
seorang atau sekumpul orang pandai atau satu golongan
kecil saja yang memutuskan nasib rakyat dan bangsa,
melainkan rakyat sendiri.
Inilah arti kedaulatan
Rakyat! Inilah suatu dasar demokrasi atau kerakyatan
yang seluas-luasnya. Tidak saja dalam hal politik,
melainkan juga dalam hal ekonomi dan social ada
demokrasi, keputusan dengan mufakat rakyat yang
banyak”.16

Gagasan Daulat Rakyat bukan Daulat Tuanku: Demokrasi
Kerakyatan
Hatta berpandangan bahwa kesejahteraan haruslah dinikmati
oleh seluruh rakyat, rakyat memiliki hak untuk hidup layak.
Konsepsi ekonomi politik Hatta jelas mengkhawatirkan akan
adanya
eksploitasi
baik
oleh
borjuasi
maupun
intelektual/teknokrat. Bagi Hatta kedaulatan rakyat adalah
final, hak rakyat adalah mengatur pemerintahan untuk
kesejahteraan dirinya, dan oleh karena itulah demokrasi
kerakyatan penting adanya.
Hatta percaya jalan demokrasi adalah yang paling tepat dalam
merealisasikan cita-cita negara-bangsa seperti yang tercantum
dalam pembukaan UUD 1945, adapun yang dimaksudkan
dengan demokrasi ini bukan sekedar demokrasi persamaan hak
sehingga menimbulkan ketimpangan dan bahkan meningkat
eksploitasi oleh pemilik kapital, oleh karenanya dibutuhkan
demokrasi ekonomi yang lebih berdimensi keadilan, rakyat
harus mengatur pengelolaan sumberdaya ekonomi sehingga

Dalam proses pembuatan UUD 1945 terdapat satu pasal yang
sangat fundamental bagi terbentuknya negara demokrasi,
apalagi dalam usulan-usulan para peserta sidang BPUPKI
nyata-nyata terdapat paham yang anti demokrasi, misalnya
Soepomo dengan bentuk negara integralistiknya yang
diasosiasikan senada dengan fasisme Hitler dan sesuai dengan
jiwa dan kultur keindonesiaan, satunya rakyat dan
pemerintahan, negara kekeluargaaan. Negara yang mereduksi
hak warga. Hatta mengusulkan pentingnya hak bersuara atau
berpendapat, hak berorganisasi, berkumpul atau berserikat
yang kemudian diformulasikan menjadi pasal 2817.
16

Ibid, hal 217
Pengantar Dewan Redaksi pada Karya lengkap Bung Hatta: 2.
Kemerdekaan dan Demokrasi, hal xix , LP3ES, 1998
17

“Perekonomian Indonesia Merdeka di atur dengan
usaha bersama. Dengan ini tidak dimaksud akan
mematikan perusahaan yang kecil-kecil yang hanya
dapat dikerjakan oleh orang seorang saja dan tiada
menyinggung keperluan umum.
Usaha bersama
dilakukan terhadap kepada penghasilan yang besarbesar yang mengenai keperluan umum dan
kemakmuran rakyat semuanya. Desentralisasi ekonomi
dilakukan dengan memakai koperasi sebagai
perekonomian. Jadinya Indonesia ibarat satu taman
berisi pohon-pohon koperasi, yang buahnya dipungut
oleh rakyat yang banyak”20

Gagasan Usaha Bersama dan Koperasi : Bangunan
hubungan Industrial Ideal
Implementasi gagasan Hatta sesungguhnya dapat dilacak saat
ia memimpin kabinet parlementer, ataupun saat kabinet Syahrir
dan Natsir, dimana kedua orang ini cukup dekat baik politik
maupun cultural disamping memiliki posisi strategis saat kedua
sahabatnya memegang pemerintahan dirinya sebagai Wapres.
Yang jelas dan pasti, Hatta sangat berperan penting dan
merintis kelembagaan ekonomi Indonesia merdeka mulai dari
pembentukan perbankan nasional, koperasi dan perencanaan
pembangunan ekonomi nasional guna merealisasikan citacitanya dan juga apa yang diformulasikan di dalam pasal 33
UUD 1945.18 Adapun substansinya memuat demokrasi
ekonomi yang diidealkannya;
“…bahwa produksi dikerjakan oleh semua untuk semua
di bawah pimpinan atau pemilikan anggota–anggota
masyarakat, bangun perusahaan yang sesuai dengan
prinsip ini koperasi”.19

Hatta dan Gagasan Negara Memastikan Kesejahteraan
Seperti diuaraikan di atas, gagasan negara Indonesia merdeka
dalam bayangan Hatta dilukiskan oleh Taufik Abdullah dalam
“Demokrasi dan tanggung Jawab” dengan tepat yakni:
“ …Hatta mengajukan konsep ‘negara pengurus’ dan
menentang negara kekuasaan atau mchstaat. Dalam
bentuk negara inilah, menurut Hatta, system demokrasi,
yang bertolak dari pengakuan akan kedaulatan rakyat
yang bercorak gotong royong dapat diwujudkan. Dalam
konteks ini pula ia berhasil mengajukan konsep
perekonomian yang bercorak kooperatif. …meskipun
UUD 1945 cenderung lebih berat kepada eksekutif,

Kemudian dilain kesempatan Hatta menjelaskan tentang
perekonomian indonesia merdeka dalam konteks hubungan
yang lebih luas sebagi berikut:
18

Pengantar Dewan Redaksi dalam Karya lengkap Bung Hatta: 2.
Kemerdekaan dan Demokrasi, hal xxi , LP3ES, 1998.
20
19

Pengantar Dewan Redaksi pada Karya lengkap Bung Hatta: 2.
Kemerdekaan dan Demokrasi, hal xix , LP3ES, 1998

Hatta Ke Arah Indonesia Merdeka 1932 dalam Karya lengkap Bung
Hatta: 1. Kebangsaan dan Kerakyatan, hal 227, LP3ES, 1998.

sebagaimana juga diakui Hatta ketika ia mengajukan
perlunya pasal yang memberi tempat bagi hak bersuara
dan berserikat.”21

berarti rasionalisasi. Dalam beberapa isu misalnya menyangkut
PHK, Krisis pangan akibat daerah surplus pangan dikuasai
Belanda kembali, dan penghasilan buruh yang kecil Hatta
meresponnya:

Hatta memandang penting peran rezim dalam meraih cita-cita
mensejahterakan rakyat, ia menentang Individualime yang
melahirkan kapitalisme-imperialisme, namun memberi ruang
setiap individu memiliki hak politik dan ekonomi. Tidaklah
mengherankan bila gagasannya dipenuhi oleh isu demokrasi
daulat rakyat atau demokrasi kerakyatan
serta corak
perekonomian bersama atau koperasi sebagai pengejawantahan
demokrasi ekonomi. Seperti ungkapannya:

“Segala tindakan menuju rasionalisasi itu tidak boleh
berakibat dengan menimbulkan pengangguran, yang
pada dasarnya merugikan masyarakat. Bagi tiap-tiap
tenaga yang dikeluarkan dari jabatan karena berlebih
harus dibangunkan sumber usaha baru, yang memberi
penghidupan yang layak kepadanya.”
Sedangkan
dalam isu makanan Hatta menganjurkan pentingnya
upaya makanan bagi rakyat tetap berkecukupan baik
melalui impor maupun merancang Sumatra menjadi
ladang pangan mengingat tanahnya yang luas,
sedangkan dalam pengupahan perburuhan ia merespon
tuntutan SOBSI dalam kongresnya di Malang
“Keuntungan yang pantas bagi kapital dan upah buruh
yang berdasar perikemanusiaan” sedangkan di bidang
pendidikan Hatta menganjurkan “ Pendidikan rakyat
didahulukan,
Pengajaran
adalah
alat
untuk
menyempurnakan pendidikan itu, supaya dengan
menyempurnakan pendidikan itu tercapai ketinggian
kebudayaan bangsa.”23

“Demokrasi kita bukan demokrasi politik saja,
demokrasi kita bercorak social. Tujuannya yang
terakhir ialah kemerdekaan manusia dari segala
tindasan.” Atau “.. Dalam UUD kita memberikan
ketentuan, bahwa di dalam demokrasi individu, orang
seorang dan kolektivitet sama-sama terpelihara. Orangseorang untuk semuanya dan semuanya untuk orang
seorang, agar supaya terwujud cita-cita terutama di
dalam Mukaddimah UUD, yaitu kebahagiaan,
kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan negara hokum Indonesia merdeka yang
berdaulat sempurna.22
Dalam hal pembangunan, semasa Hatta sebagai perdana mentri
yang menghadapi tekanan dari Belanda dan pembentukan RIS,
mau tidak mau harus meninjau ulang programnya dan itu

Sedangkan di bidang pertanahan yang merupakan gantungan
hidup sebagian besar rakyat politik agraria Hatta sangat lugas,
selain menghapus hak konversi di Yogya dan Soerakarta
melalui UU 13, 1948, sejak UU tersebut hilanglah hak tanah

21

23

22

Taufik Abdullah, Demokrasi dan tanggung Jawab, Ibid hal xxix
Hatta Demokrasi dan Otonomi, Ibid hal 415

Program Kabinet Presiden dan Titik Berat Perjuangan Politik Kita, Ibid
hal 162-164

yang bersifat feodal. Bahkan dalam Konferensi BTI 26 Januari
1946 Hatta menyatakan:
“Pada dasarnya, menurut Hukum adat lama di
Indonesia, tanah adalah kepunyaan masyarakat. Orang
seorang boleh memakainya sebanyak yang perlu
baginya dan keluarganya dan selama ia sanggup
mengerjakannya. Karena itu timbullah hak memakai
turun-temurun yang sudah sama rupanya dengan hak
milik sendiri.
Berdasar kepada semangat UUD kita, boleh ditetapkan
bahwa tiap-tiap orang boleh mempunyai tanah
sebanyak yang dapat dikerjakannya sendiri dengan
keluarganya dengan memperhatikan dasar tolongmenolong yang dilakukan di desa-desa.
Milik tanah besar hasrus dihapuskan. Harus dipelajari
dengan teliti berapa besarnya maksimum milik tanah
yang dibolehkan. Sebaliknya harus pula diusahakan
supaya tanah yang dimiliki itu cukup hasilnya untuk
menjamin hidup yang bercahaya bagi pak tani, cukup
untuk dimakannya sekeluarga serta dengan lebihnya
untuk membeli pakaian serta keperluan lainnya,
pembayar pajak, iuran perkumpulan serta sekolah
anaknya.
Milik
tanah
yang
terlalu
kecil
mengembangkan pauperisme, kemelaratyan hidupdan
harus dikoreksi dengan jalan transmigrasi.
Pemindahan hak milik tanah ke tangan orang lain boleh
dengan seizing pemerintah desa (lurah dengan badan

perwakilan desa). Milik tanah berarti dalam Republik
Indonesia menerima suatu kewajiban terhadap produksi
dengan pedoman menghasilkan sebanyak-banyaknya
untuk memperbesar kemakmuran rakyat.
Tanah milik yang terlantar, tidak dikerjakan, berarti
suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu
harus diambil oleh negara”.24
Paparan di atas menunjukkan betapa Hatta lebih detail dalam
menata kelembagaan dan program negara-bangsa dari pada
Soekarno yang bersifat lebih umum dan menarik minat rakyat.

Tan Malaka : Guru Revolusioner Tanpa Panggung
“Bahwa kamu (orang Indonesia) sanggup dan mesti
belajar dari Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru
Barat, melainkan seorang murid dari Timur yang
cerdas … juga jangan dilupakan, bahwa kamu belum
seorang murid, bahkan belum seorang manusia, bila
kamu tak ingin merdeka dan belajar bekerja sendiri …
seseorang yang ingin menjadi murid Barat atau
manusia, hendaknya ingin merdeka dengan memakai
senjata barat yang rasional”.25
Sebagai seorang revolusioner yang kesepian, Tan malaka yang
tumbuh dari alam cultural Minangkabau dan dibesarkan
24

Keterangan Pemerintah tentang Politiknya kepada Badan Pekerja KNIP,
Ibid hal 204
25
Tan malaka massa Actie.

lingkungan Islami kemudian menjelajahi pemikiran Karl Mark,
telah membuat sosoknya yang controversial dalam revolusi,
pemikirannya yang bertebaran dengan gagasan brilian untuk
Indonesia merdeka. Penderitaan rakyat, menjadi bagian dari
jalan hidupnya pula, oleh karenanyalah gagasan tentang
masyarakat Indonesia yang dicitakannya sungguh romantik,
masyarakat sama rata di berbagai lapangan kehidupan.

sebagai perangsang perubahan social, bukan kekuatan dinamis
dari pertentangan kelas”26 Selain itu, Alfian melihat Tan
Malaka lebih mencitrakan seorang nasionalis dari pada
komunis-internasionalis, hal ini terutama ketika mendirikan
PARI dan berbagai pikiran dan tindakan politik untuk
kemerdekaan bangsa serta perselisihannya dengan PKI dan
Komintern.

Analisa dan hasrat revolusionrernya yang menggema dalam
jiwanya, ia hempaskan dalam karya-karya klasiknya, dalam
diskusi-diskusinya, pamflet-pamfletnya bahkan dengan
tindakannya. Sebagai bangsa pengembara, layaknya orang
minang, ia melintas berbagai mancanegara dan terus
melakukan agitasi dan propaganda di berbagai tempat tersebut.
Jadilah ia legenda misterius, namanya dikenal namun sosoknya
samar-samar. Karyanya mengenai Massa-Aksi dan Naar De
Republiek Indonesia di akui Soekarno turut memberikan
pengaruh pikiran dan tindakan politiknya, hal ini diakui
sewaktu bertemu muka dengan Tan malaka pertama kali
setelah kemerdekaan.

Karena Komunismenya ia tersekat ruang, berjarak dengan para
revolusioner kebangsaan atau bapak RI, sekalipun ia sempat
menjadi salah seorang penerima testament politik SoekarnoHatta. Dalam Naar Republiek Indonesia dia menyampaikan
suatu program untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka
yang diimpikannya, dan bila itu terlaksana ia menggambarnya
sebagai berikut:

Kecakapannya telah membuatnya menjadi komintern, namun
juga sekaligus tak begitu disukai koleganya karena
kemerdekaannya dalam berpikir, baginya Pan Islamisme dan
Nasionalisme adalah strategis. Dan selama Komunisme belum
tercapai, apalagi dengan kondisi obyektif Indonesia, ia
menganggap penting persekutuan antara proletar dan non
proletar. Dengan kesadaran dan pimpinan proletarlah susunan
masyarakat komunis dapat dicapai. Kaitan dengan
kemerdekaan berpikir adalah keyakinannya atas kekuatan Ide,
Mrazek melukiskannya: “Kekuatan Ide (the power of idea)

“Jika kita dapat melaksanakan program ini di Indonesia
Merdeka, maka kemerdekaan semacam itu akan lebih
nyata daripada yang dinamakan merdeka di banyak
negara-negera modern di dunia. Buruh Indonesia akan
memiliki industri-industri besar dan melakukan
kekuasaan yang nyata baik dalam ekonomi maupun
dalam politik negara. Penindasan dan pemerasan yang
pada masa sekarang ini diderita oleh buruh-buruh
Jepang, Amerika, Inggris, dll. tak akan ada lagi.
Hubungan sosial antar budak dan majikan akan
memberikan tempat pada persamaan dan kemerdekaan.
Laba yang berjuta-juta jumlahnya yang sekarang
26

Rudolf Mrazek, Tan Malaka: A Political Personality’s Structure of
Experience, dikutip dari Alfian, Tan Malaka: Pejuang Revolusioner yang
kesepian, dalam Manusia Dalam Kemelut sejarah, hal 142,

mengalir ke dalam saku-saku lintah darat, yang
bertempat tinggal Zorgvliet (Den Haag) akan dapat
digunakan untuk memajukan industri Indoenesia
(tekstil dan pabrik-pabrik mesin, galangan-galangan
kapal dan pekerjaan-pekerjaan tenaga air). Kecuali itu
laba itu akan dapat digunakan untuk bantuan keuangan
pada petani-petani, pedagang-pedagang kecil, industriindustri kecil dsb. Pendek kata program kita bukan
hanya meliputi perburuhan dalam arti kata yang sangat
sempit, akan tetapi dalam seluruh rakyat Indonesia.”27

ruang bagi non proletar dan pentingnya hak azasi manusia29,
bayangan Tan Malaka tentang hal ini dipaparkan sebagai
berikut:
“Diktator Proletariat yang tulen akan dapat
membahayakan prikehidupan ekonomi di Indonesia,
terlebih jika revolusi dunia tak kunjung datang.
Akibatnya daripada itu bagian yang terbesar daripada
penduduk, yaitu orang-orang yang bukan proletar,
sangat mudah dihasut melawan buruh Indonesia yang
kecil jumlahnya.

Dan bagi kaum non proletar, ia berpengharapan dengan
pimpinan proletar akan diperoleh suatu kesadaran untuk hidup
sama-rata sama-rasa, melalui proses demokrasi dan
pembangunan karakter nasional akan diperoleh kesukarelaan.

Untuk menjamin pripenghidupan ekonomi di Indonesia
dalam kemerdekaan nasional yang mungkin datang,
kepada penduduk yang bukan proletar harus diberikan
kesempatan (dalam jatah yang terbatas) mengusahakan
hak milik perseorangan dan perusahaan-perusahaan
kapitalisme. Lebih daripada itu, negeri harus
memberikan kepadanya bantuan baik materiil maupun
moril, untuk memperti

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

An Analysis of illocutionary acts in Sherlock Holmes movie

27 148 96

The Effectiveness of Computer-Assisted Language Learning in Teaching Past Tense to the Tenth Grade Students of SMAN 5 Tangerang Selatan

4 116 138