PERSILANGAN INTERSPESIFIK TANAMAN GANDUM

TUGAS II
MATA KULIAH REKAYASA TANAMAN III

PERSILANGAN INTERSPESIFIK TANAMAN GANDUM (Triticum turgidum) DENGAN
TANAMAN RYE (Secale cereale) UNTUK MENDAPATKAN TANAMAN GANDUM TAHAN
KARAT DAUN DAN CARA MEMANIPULASI BERBAGAI HAMBATAN PERSILANGAN

AGROTEKNOLOGI - E
KELOMPOK 1

HEDI PARAMITA

150510100157

AHMAD ZEIN

150510110011

VALENTINA NAIBAHO

150510100105


AHMAD DANNY H

150510110131

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
APRIL, 2013

PENDAHULUAN

Gandum (Triticum spp.) termasuk dalam suku padi-padian (famili Poaceae atau
Graminae) merupakan tanaman pangan penting didunia, dan termasuk ke dalam urutan pangan
penting di dunia setelah jagung, yaitu gandum kaya akan sumber karbohidrat dan protein. Di
Indonesia komoditas ini sebagai bahan subtitusi pangan pokok, yaitu bahan baku tepung terigu
untuk berbagai produk olahan (kue, roti, pasta, biskuit) sedangkan di luar negeri bahkan dunia
khususnya daerah Eropa, tanaman gandum merupakan pangan utama terutama dalam pembuatan
bahan baku olahan sereal.
Gandum budidaya memiliki banyak spesies yaitu terdiri dari Triticum turgidum, Triticum
aestivum, T. monococcum, T. durum, T. specta, T. diccocum, T. aethiopicum, T. araraticum, T.

boeoticum, T. carthlicum, T. compactum, T. dicoccoides, T. dicoccon, T. durum. Dengan kriteria
gandum yang berbeda yaitu hard wheat mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, bijinya
keras, dan berdaya serap air tinggi dan digunakan untuk pembuatan roti, soft wheat yaitu, bijinya
lunak, berdaya serap air rendah dan berkadar protein rendah, dan digunakan untuk biskuit dan
roti dan durum wheat jenis gandum yang khusus, bagian dalam (endosperma) yang berwarna
kuning, memiliki biji yang lebih keras, jenis ini digunakan untuk membuat pasta. Sedangkan
untuk gandum liar (kekerabatan dekat gandum) yang memiliki sifat ketahan penyakit dan
cekaman lingkungan dengan kekurangannya pada hasil kualitas yaitu Triticum urartu, dengan
rumput Aegilops searsii (syn: Aegilops speltoides), Selain genus Triticum, serealia yang
dikategorikan sebagai gandum (kerabat dekat gandum) adalah barley (Hordeum vulgare,
Hordeum distichum dan Hordeum tetrastichum), oat (Avena sativa) dan rye (Secale cereale).
Kebutuhan tepung terigu di Indonesia meningkat setiap tahun sejalan dengan
perkembangan ekonomi dan jumlah penduduk. Indonesia merupakan negara yang
mengkonsumsi tepung terigu cukup besar di dunia berkisar antara 3-4 juta ton dan setiap tahun
meningkat. Masalah yang dihadapi di Indonesia adalah produktivitas gandum yang rendah, yaitu
salah satunya selain kekeringan adalah masalah hama dan penyakit.
Salah satu penyakit terkenal pada gandum yang menurunkan hasil produksi karena yaitu
karat daun oleh cendawan (Puccinia graminis). Karat dikenal menjadi sangat merusak pada
tanaman biji-bijian seperti gandum, oat dan barley dengan menyebabkan kekurangan produksi
yang mengakibatkan kelaparan dan merusak perekonomian seluruh negara. (Deptan, 2012)

Untuk itu kami merancang design persilangan interspesifik antara T. Aestivum yang
banyak digunakan untuk penggunaan roti dengan biji yang rasanya banyak disukai masyakarat
dan paling banyak ditanam secara luas, berdaya serap air dan protein tinggi, dengan tanaman rye
(Secale cereal) yang memiliki batang kuat serta memiliki gen ketahanan terhadap cendawan
karat daun serta berumur genjah. Agar di dapatkan hasil untuk meningkatkan produktivitas yaitu
mendapatkan tanaman gandum resisten terhadap serangan karat daun dengan kualitas dan
produktivitas tinggi.

TUJUAN PEMULIAAN
 Meningkatkan keragaman genetic (variabilitas genetik)
 Memperoleh gandum dengan kualitas baik dan mempunyai sifat ketahanan terhadap
penyakit oleh cendawan karat daun
 Menemukan varietas baru yang lebih baik dari tetua
PEMILIHAN TETUA UNTUK PERSILANGAN
Penentuan tetua sedapat mungkin menggunaan nama riil varietas sesuai dengan tujuan
persilangan interspesifik yang ingin dituju.
 Tanaman gandum durum (Triticum turgidum) tetraploid (4n = 28) merupakan bahan baku
pembuatan roti, diketahui peka terhadap penyakit cendawan karat daun, dan bijinya
menghasilkan roti yang enak rasanya



Tanaman rye/ rogge (Secale sereal) diploid (2n = 14) memiliki gen ketahanan terhadap
penyakit karat, mempunyai ciri batang kuat, umur genjah, hasil tinggi, tahan terhadap
serangan cendawan karat daun, yang memiliki kemampuan menekan gulma melalui potensi
alelopatinya dapat digunakan untuk mengendalikan gulma (Liebman dan Dyck, 1993).

MORFOLOGI BUNGA
Gandum (Triticum turgidum)

Tanaman gandum tergolong tanaman menyerbuk sendiri secara alami sebab letak bunga
jantan dan bunga betina tidak terpisah tetap dalam satu tempat. Setiap floret atau bunga terdapat
organ reproduktif yang terdiri dari 3 anther dan 1 stigma. Karena tanaman gandum menyerbuk
sendiri sehingga penyerbukannya juga dilakukan dengan bantuan angin atau biasa disebut
dengan Anemogami.

Tanaman Rye (Secale cereale)

Morfologi bunganya sama dengan gandum (Triticum turgidum) bedanya memiliki satu
spikelet tidak memiliki beberapa bunga atau floret hanya satu.
FAKTOR

LINGKUNGAN
YANG
MEMPENGARUHI
KEBERHASILAN
PERSILANGAN
 Waktu pelaksanaan.
Waktu melakukan polinasi adalah pagi hari (kira-kira 08.00-09.00 wib) dimana bunga
betina belum mekar sempurna tetapi bunga jantan sudah menunjukkan kematangan serbuk sari.


Kondisi bunga jantan dan bunga betina, waktu anthesis dan reseptivitas putik

Yaitu matang atau tidaknya/ siap atau tidaknya dilakukan persilangan. Untuk bunga
jantan dikatakan matang bila bunganya sudah mekar sempurna, dan warna serbuk sarinya kuning
agak jingga sedangkan untuk bunga betina, bunga yang belum mekar atau masih kuncup. Karena
apabila bunga tersebut sudah mekar dapat dikatakan sudah melakukan polinasi sendiri.


Waktu Tanaman Berbunga


Dalam persilangan harus diperhatikan: (1) penyesuaian waktu berbunga. Waktu tanam
tetua jantan dan betina harus diperhatikan supaya saat anthesis dan reseptif. waktunya
bersamaan, (2) waktu emaskulasi dan penyerbukan. Pada tetua betina waktu emaskulasi harus
diperhatikan, seperti pada bunga kacang tanah' padi hams pagi hari, bila melalui waktu tersebut
polen telah jatuh ke stigma. Juga waktu penyerbukan harus tepat ketika stigma reseptif. Jika
antara waktu antesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga betina tidak bersamaan, maka perlu
dilakukan singkronisasi. Caranya dengan membedakan waktu penanaman antara kedua tetua,
sehingga nantinya kedua tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Untuk tujuan
sinkronisasi ini diperlukan informasi tentang umur tanaman berbunga.


Cuaca.

Cuaca Saat Penyerbukan Cuaca sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan
persilangan buatan. Kondisi panas dengan suhu tinggi dan kelembaban udara terlalu rendah
menyebabkan bunga rontok. Demikian pula jika ada angin kencang dan hujan yang terlalu lebat.
Cuaca lebih ditekankan pada saat hari cerah karena bila persilangan dilakukan pada saat
mendung atau menandakan akan hujan, kemungkinan besar persilangan tersebut tidak akan
berhasil melainkan busuk.



Suhu dan Kelembaban

Menurut Darjanto dan Satifah (1990) suhu yang cocok untuk perkecambahan polen
sekitar 15 - 35oC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25oC. Pada suhu sekitar 40 - 50o C
polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi penguapan sehingga polen akan
mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, misalnya di bawah 10o C polen tidak akan
berkecambah, karena pada suhu ini polen dehidrasi dan akan mengerut.
Kelembaban yang terlalu rendah atau kurang air juga dapat menyebabkan gagalnya
persilangan karena bunga yang gugur atau anther yang tidak segar sehingga tidak berkecambah.


Ketelitian peletakan serbuk di atas putik.

Dalam meletakkan serbuk sari di atas kepala putuk haruslah sesuai dan tepat.
Kebanyakan terjadi keidakberhasilan persilangan karena para pemulia tidak tepat dalam
meletakkan serbuk sari dari bunga jantan.
HAMBATAN PERSILANGAN INTERSPESIFIK
Kendala yang ada dalam persilangan gandum, yaitu adanya inkompabilitas.
Inkompabilitas disebabkan oleh perbedaan jumlah dan jenis genom pada persilangan

interspesifik. Pada dasarnya kendala yang menyebabkan sulitnya persilangan interspesifik terjadi
pada pra dan pasca fetilisasi ( Khush dan Brar, 1988 )
Keberhasilan fertilisasi pada perkawinan interspesifik tidak diikuti oleh perkembangan
embrio dan endosperm yang tidak normal, antara lain : (a) interaksi yang tidak baik antara
generasi dna spesies berhubungan dengan pembelahan sel dan diferensiasi, (b) interaksi dalam
sel sigotik antara sitoplasma dan gen inti, (c) Hubungan genetic antara embrio, endosperm dan
jaringan maternal tidak favorable, (d) Sejumlah ovul yang difertilisasi tidak mencukupi untuk
mencegah aborsi bunga dan buah.

Persilangan antar spesies ini memiliki hambatan dan peluang yang sama-sama besar.
Keberhasilan persilangan antar spesies jauh lebih rendah daripada keberhasilan persilangan antar
tanaman dalam satu spesies. Beberapa hambatan persilangan antar spesies, diantaranya:
1. Jauhnya jarak hubungan kekerabatan antar spesies. Semakin jauh hubungan kekerabatan
antar spesies, maka peluang kegagalan untuk mendapatkan tanaman F1 (keturunan
pertama) semakin besar. Kegagalan ini disebabkan oleh ketidakmampuan bersatunya
genetic atau plasma sel pada pembentukan zigot.
2. Hambatan lain dapat juga disebabkan oleh ketidaksesuaian antara perkembangan embrio
dan endosperma.
3. Interaksi antara genotip hasil persilangan dengan plasma sel yang berasal dari salah satu
tetua berpeluang menghasilkan keturunan tidak normal tumbuhnya atau sama sekali

gagal.
4. Rendahnya biji yang dihasilkan, hibrida yang lemah, hibrida mandul, dan kurangnya
rekombinasi kromosom.
CARA MENGATASI HAMBATAN PERSILANGAN INTERSPESIFIK


Penyelamatan Embrio (Embryo Rescue)

Kultur embrio merupakan salah satu metode bioteknologi yang dapat digunakan untuk
membantu mengatasi adanya kegagalan dalam persilangan kerabat jauh. Embrio diisolasi
kemudian dikulturkan pada medium buatan aseptic sehingga akan dapat diperoleh tanaman
hibrida yang diharapkan. Embrio rescue dilakukan untuk mengatasi dormansi benih dan sterilitas
benih. Dengan menyilangkan tanaman, pemulia berusaha untuk menggabungkan karakter terbaik
dari 2 tanaman yang berbeda. Melalui seleksi, pemulia mencoba untuk menyeleksi anakan yang
memiliki kombinasi kualitas yang optimal dari kedua tanaman induk. Proses ini tentu saja sangat
tergantung pada produksi benih viable. Jika benih viabel tidak terbentuk, tidak akan ada
keturunan yang akan diseleksi. Tidak ada anakan tidak berarti fertilisasi tidak terjadi setelah
polinasi. Kemungkinan terjadi keguguran embryo pada fase dini perkembangan biji, akibat
penyebab yang tidak diketahui. Dengan teknik kultur jaringan, embryo yang belum matang ini
dapat diselamatkan.

Teknik penyelamatan embrio (embryo rescue) memungkinkan benih yang belum matang
atau embrio diselamatkan untuk membentuk tanaman baru. Ini biasanya dilakukan untuk benih –
benih yang memiliki masa dormansi yang panjang. Belakangan ini juga berkembang teknik
penyelamatan bakal biji yang telah terserbuki tapi tidak pernah menghasilkan benih viable.
Penyelamatan embryo banyak dilakukan untuk memperoleh hibrida interspesifik dan
intergenerik.
Kultur Haploid (anther)
Kultur anther/mikrospora, yaitu mengkulturkan butiran tepung sari (dengan 1 set
kromosom; haploid) diinduksi untuk membagi dan menggandakan jumlah kromosomnya
sehingga tanaman menjadi memiliki 2 set kromosom yang sama. Semua langkah produksi
tanaman double haploid ini dapat dicapai dalam 1 – 2 generasi. Karenanya, jika teknik kultur
mikrospora dilakukan pada tanaman hibrida F1, akan menghasilkan tanaman homozygote dalam


1 generasi, sehingga mengurangi waktu yang diperlukan dalam membuat varietas yang uniform
(true bred).


Modifikasi tingkat ploidi.


Bila persilangan dua spesies yang berbeda tingkat ploidinya, maka memodifikasi tingkat
ploidi pada spesies yang berbeda tingkat plodinya, maka memodifikasi tingkat ploidi pada
spesies yang akan disilangkan dengan spesies lainnya akan berhasil membentuk zigot. Tingkat
ploidi dapat dimodifikasi dengan mengandakan kromosom dengan kolkisin atau melakukan
persilangan antar tanaman dari spesies yang sama yang tingkat ploidinya berbeda.


Fusi Protoplast

Fusi protoplas adalah salah satu metode persilangan atau hibridisasi spesies dengan
memanfaatkan rekayasa genetika konvensional. Teknik fusi protoplas dapat digunakan untuk
mencampur sifat genetik dari spesies yang sama ataupun dari spesies yang berbeda. Selain itu,
teknik ini menguntungkan untuk diterapkan dalam persilangan tanaman steril ataupun tanaman
dengan siklus hidup yang panjang. Ketika dua protoplas bersatu, dapat terjadi pemisahan atau
penggabungan dua inti sel (nukleus) sehingga menghasilkan tanaman dengan sifat baru hasil
pencampuran kedua tetua.


Persilangan berbalasan

Digunakan apabila persilangan spesies memiliki jumlah kromosom yang berbeda, yaitu
dengan cara memilih tetua betina yang mempunyai jumlah kromosom lebih banyak tetapi untuk
beberapa kasus menggunan spesies dengan jumlah kromosom lebih sedikit sebagai tetua betina.
TEKNIK PERSILANGAN
Pada garis besarnya persilangan mencakup kegiatan (1) persiapan, (2) kastrasi, (3)
emaskulasi, (4) Isolasi, (5) pengumpulan serbuk sari, (6) penyerbukan dan (7) pelabelan.
1) Persiapan
Teknik hibridisasi buatan, pertama dilakukan dengan pemilihan tetua. Pemilihan tetua
tergantung pada karakter apa yang dibutuhkan oleh pemuli tanaman. Pemilihan karakter
kualitatif jauh lebih mudah dibandingkan dengan karakter kuantitatif, karena perbedaan
fenotip belum tentu disebabkan oleh genotip yang berbeda (Nasir, 2001).
2) Kastrasi
Kastrasi adalah kegiatan membersihkan bagian tanaman yang ada di sekitar bunga yang
akan diemaskulasi dari kotoran, serangga, kuncup-kuncup bunga yang tidak dipakai serta
organ tanaman lain yang mengganggu kegiatan persilangan. Membuang mahkota dan
kelopak juga termasuk kegiatan kastrasi. Kastrasi umumnya menggunakan gunting, pisau
atau pinset. Kastrasi adalah pengambilan kotak sari ( bunga jantan ) dengan sengaja agar
tidak terjadi persilangan sendiri. Kastrasi dilakukan pada saat bunga jantan mulai muncul
tetapi belum pecah. Kotak sari yang belum pecah biasanya telah menyembul di dua sisi
bungah betina dan berwarna putih, sedangkan kotak sari yang sudah pecah berwarna

krem coklat kehitaman. Munculnya bungah jantan pada tandan bunga berkisar antara 612 hari. Kastrasi dilakukan setiap hari sesuai dengan kemunculan bungah jantan tersebut.
3) Emaskulasi
Emaskulasi adalah kegiatan membuang alat kelamin jantan (stamen) pada tetua betina,
sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri. Emaskulasi terutama
dilakukan pada tanaman berumah satu yang hermaprodit dan fertil. Cara emaskulasi
tergantung pada morfologi bunganya.
4) Isolasi
Isolasi dilakukan agar bunga yang telah diemaskulasi tidak terserbuki oleh serbuk sari
asing. Dengan demikian baik bunga jantan maupun betina harus dikerudungi dengan
kantung. Kantung bisa terbuat dari kertas tahan air, kain, plastik, selotipe dan lainlain.Ukuran kantung disesuaikan dengan ukuran bunga tanaman yang bersangkutan.
Kantong tersebut harus memenuhi syarat-syarat berikut :1. Kuat dan tahan hujan lebat
dan panas terik matahari; 2. Tidak mengganggu pernafasan bunga yang dibungkus; 3.
Bila terkena air hujan dapat lekas kering, airnya dapat lekas menguap; 4.Bahan yang dipakai
untuk kantong tidak enak rasanya, agar tidak dimakan oleh serangga atau binatang-binatang
lainnya; 5. Kantongnya cukup besar, sehingga bila ada hujan turun, bunganya tidak akan
menempel pada kantong. Kantong tersebut dapat berbentuk silinder, yang diperkuat
dengan kerangka dari kawat atau bambu. Bila bunga yang dibungkus itu kecil, bunga
cukup ditutup dengan sebuah tudung plastik berukuran kecil.
5) Pengumpulan serbuk sari
Pengumpulan serbuk sari dari pohon tetua jantan dapat dimulai beberapa jam sebelum
kuncup-kuncup bunga itu mekar. Bila letak pohon tetua betina jauh dari pohon tetua
jantan, maka pengangkutan kuncup-kuncup bunga dari tetua jantan ke tetua betina akan
memakan waktu yang lama. Agar kuncup bunga itu tidak lekas layu dan tahan lama
dalam keadaan segar, hendaknya kuncup bunga itu dipetik dan diangkut pada pagi hari
sebelum matahari terbit atau pada sore hari setelah matahari terbenam.
6) Penyerbukan
Penyerbukan buatan dilakukan antara tanaman yang berbeda genetiknya. Pelaksanaannya terdiri
dari pengumpulan polen (serbuk sari) yang viabel atau anter dari tanaman tetua jantan
yang sehat, kemudian menyerbukannya ke stigma tetua betina yang telah
dilakukan emaskulasi. Cara melakukan penyerbukan :
 Menggunakan kuas, pinset, tusuk gigi yang steril, yaitu dengan mencelupkan alatalattersebut ke alkohol pekat, biarkan kering kemudian celupkan ke polen dan oleskan
kestigma.
 Mengguncangkan bunga jantan di atas bunga betina, sehingga polen jantan jatuh ke
stigma bunga tetua betina yang telah diemaskulasi. Cara ini biasanya digunakan
untuk persilangan padi dan jagung.
7) Pelabelan

Ukuran dan bentuk label berbeda-beda. Pada dasarnya label terbuat dari kertas keras
tahan air, atau plastik. Pada label antara lain tertulis informasi tentang: (1) Nomor yang
berhubungan dengan lapangan, (2) Waktu emaskulasi, (3) waktu penyerbukan, (4) Nama
tetua jantan dan betina, (5) Kode pemulia/penyilang
TAHAPAN TEKNIK UNTUK MENGATASI HAMBATAN PERSILANGAN YANG
DIGUNAKAN
Melihat embrio yang lemah digunakan teknik embryo culture dan embryo rescue pada dasarnya
melibatkan 3 tahapan, yaitu:
1). Sterilisasi eksplan
Embrio pada prinsipnya berada dalam keadaan steril. Hal ini disebabkan karena embrio
berada di dalam buah (di dalam biji) terlindung oleh jaringan-jaringan buah dan biji yang berada
di luar embrio, antara lain oleh kulit buah, daging buah dan kulit biji. Keadaan ini menyebabkan
sterilisasi embrio tidak perlu dilakukan.
Sterilisasi permukaan perlu dilakukan pada buah ataupun biji untuk mensterilkan
permukaan buah/biji sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat sumber kontaminan.
Karena embrio berada di dalam, sterilisasi dapat dilakukan dengan pembakaran buah/biji atau
dengan sterilan kimia seperti sodium hypochlorite dengan konsentrasi cukup tinggi (>2 %).
2). Isolasi dan penanaman embrio
Seringkali masalah timbul saat isolasi embrio terutama untuk embrio berukuran kecil
sehingga isolasinya harus dilakukan di bawah mikroskop. Untuk embrio berukuran besar, isolasi
embrio tidak menjadi masalah. Isolasi harus dilakukan secara hati-hati agar embrio tidak rusak
dan kehilangan salah satu atau lebih bagian-bagiannya (radicula, plumula, hypocotil, coleoptyl,
dll). Selain itu harus tetap dijaga juga agar isolasi dilakukan dalam kondisi tetap aseptis. Embrio
yang telah diisolasi selanjutnya ditanam pada media yang telah dipersiapkan.
Media untuk pengecambahan embrio cukup sederhana. Kebutuhan nutrisi di dalam media
untuk pengecambahan embrio juga lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk tujuan
teknik kultur yang lain. Pada prinsipnya media diperlukan untuk menggantikan peranan
endosperm dalam mendukung perkecambahan embrio dan perkembangan bibit muda mengingat
embrio yang ditanam umumnya telah memiliki radicula dan plumula. Media yang umum
digunakan untuk pengecambahan embrio adalah media Knudson dan Vacin & Went (Media MS)
dalam ½ konsentrasi garam-garamnya. Dalam pengecambahan embrio dewasa umumnya vitamin
tidak ditambahkan dalam media, namun sumber karbon tetap diperlukan meskipun dalam
konsentrasi yang lebih rendah (umumnya 20 g/l). Akan tetapi, dalam pengecambahan embrio
muda diperlukan media yang lebih kompleks. Perkembangan embrio muda perlu didukung pada
awalnya sehingga radicula dan plumula dapat berkembang sempurna sebelum embrio ini
berkecambah. Untuk itu, nutrisi yang lebih lengkap beserta vitamin seperti nicotinic acid, biotin,

vitamin C, vitamin B perlu ditambahkan pada media kultur embrio muda ini. Hormon tanaman
umumnya tidak ditambahkan dalam media kultur embrio karena penambahan hormon tanaman
kemungkinan dapat merangsang terbentuknya kalus pada embrio. Kalus umumnya tidak
diinginan pada kultur embrio mengingat tujuan kulturnya adalah untuk merangsang
perkecambahan embrio. Pada beberapa kasus, terutama untuk embrio muda atau embrio yang
mengalami dormansi, penambahan giberellin dalam media kultur dapat dilakukan. Untuk
pengecambahan embrio umumnya digunakan media padat sehingga agar pada konsentrasi 0,8
sampai 1,6 % ditambahkan ke dalam media.
3). Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan setelah embrio berkecambah dan diperoleh plantlet yang siap
untuk dipindahkan ke lapangan. Teknik aklimatisasi untuk plantlet hasil regenerasi kultur embrio
pada prinsipnya sama dengan aklimatisasi plantlet hasil regenerasi dari teknik kultur jaringan
lainnya.
BAGAN PERSILANGAN INTERSPESIFIK TANAMAN GANDUM

Usaha untuk mentransfer sifat/gen ketahanan tersebut dilakukan melalui hibridisasi
interspesifik. Dalam pelaksanaanya, upaya persilangan sangat sulit. Keberhasilan dibatasi oleh
rendahnya biji yang dihasilkan, hibrida yang lemah, hibrida mandul, dan kurangnya rekombinasi
kromosom (Sitch et al, 1989) Rendahnya biji yang dihasilkan merupakan masalah yang biasa
ditemukan pada persilangan antar spesies, akibat genom tetua yang berbeda. Dicirikan dengan
rendahnya biji yang terbentuk, < 10%. (Sitch et al, 1989)
Persilangan antarspesies umumnya menghasilkan tanaman F1 yang fertil parsial hingga
steril penuh/ murni, karena genom berasal dari tetua yang berbeda, sehingga ketika pembelahan
sel meiosis terjadi pembentukan multivalen (Poespodarsono 1988). Akibatnya gamet yang
terbentuk memiliki kromosom yang khimera (terdiri dari dua jenis sel yang berbeda genetik
dari spesies yang sama atau berbeda ) (Hansen dan Andersen 1998). Tanaman F1 fertil dari
persilangan dengan genom yang berbeda dapat diperoleh bila terbentuk amphidiploid atau
allotetraploid. Tanaman ampidiploid dapat diperoleh dengan menggandakan genom tanaman F1
dan genom tetua yang akan disilangkan.
Penggandaan kromosom buatan umumnya dilakukan dengan menambahkan senyawa
kolkisin. Senyawa ini akan menghambat pembentukan dan aktivitas benang-benang gelendong
pada saat mitosis, di mana pada tahap metafase kromosom tidak bergerak ke arah dua kutubnya
tetapi tetap berada di daerah ekuator bahkan dapat kembali mengganda (Strickberger 1985).
Senyawa kolkisin dapat digunakan baik pada kultur in vivo maupun in vitro. Efisiensi yang
dicapai kedua cara ini relatif sama, namun kultur in vitro lebih efektif karena perlakuannya dapat
dikenakan pada tingkat sel (Husni et al. 1995).Penyelamatan embrio dengan kultur embrio dan
penggandaan kromosom embrio F1 hasil persilangan diharapkan dapat menghasilkan tanaman
allotetraploid yang normal dan fertil.

KESIMPULAN
Untuk mengatasi permintaan gandum yang semakin meningkat, tegak lurus dengan
jumlah penduduk yang berkembang secara eksponensial, perlunya diciptakan varietas unggul
tahan penyakit, terutama penyakit karat daun yang merupakan penyakit yang sangat merusak dan
berpengaruh lebih dalam menurunkan produktivitas gandum secara signifikan.
Maka dari itu kami merancang design pemuliaan persilangan interspesifik antara
Gandum budidaya Triticum turgidum dengan tanaman rye Secale sereale yang merupakan
kerabat dekat dari spesies gandum. Sehingga diharapkan mendapatkan spesies baru yang
produktivitas baik dan sudah meluas, dengan memiliki sifat tahan penyakit karat daun akibat
Puccinia graminis sehingga tidak menurunkan hasil produksi.
Persilangan interspesifik memiliki hambatan yaitu yang sering terjadi adalah embrio yang
lemah, serta rendahnya biji yang disebabkan oleh genom yang berbeda dari kedua tetua.
Persilangan antar spesies umumnya menghasilkan tanaman F1 yang steril, sehingga untuk
mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan keberhasilan yaitu dengan
Penyelamatan embrio, dan penggandaan kromosom dengan kolkisin sehingga menghasilkan biji
yang normal dan fertile.

DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Hermianti. Nani. 2004. Diktat Dasar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas
Padjadajran. Bandung.
Husni, A., D. Sukmadjaja, dan I. Mariska. 1995. Variasi somaklonal tanaman panili dengan
mutagen kimia colchicines secara in vitro. hlm. 8-16. Prosiding Evaluasi dan Hasil
Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri,
Bogor.
Kalloo, G. And J.B. Chowdhuryy. 1992. Distant hybridization of crop plants. Springer-Verlag
Kosmiatin. M dan I. Mariska. 2005. Kultur Embrio dan Penggandaan Kromosom Hasil
Persilangan Kacang Hijau dan Kacang Hitam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor: Jurnal Bioteknologi Pertanian
24 , Vol. 10, No. 1, 2005, pp. 24-34
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bi101054.pdf (Diakses tanggal 24 Marer
2013)
Mustikasari, Iman. 2000. Produksi Zuriat F1 Interspesifik Padi Liar Oryza officinalis, O.
punctata, dan O. malamphuzaensis Dengan Padi Budidaya (Oryza sativa L). Bogor:
[Skripsi] Fakultas Pertanian. IPB
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19911/A00imu.pdf (Diakses
tanggal 24 Maret 2013)
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut
Pertanian Bogor-Lembaga Sumberdaya Informasi, Institut Pertanian Bogor.
Setyowati, Mamik., Ida Hanarida, Sutoro. 2009. Pengelompokan Plasma Nutfah Gandum
(Triticum aestivum) Berdasarkan Karakter Kuantitatif Tanaman. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian.http://indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/pdf/buletin_pn_15_1_2009_5%20
Mamik-Terigu-edit.pdf (Diakses tanggal 23 Maret 2013 )
Sitch, L. A., A.D. Amante-Bordeos, R. D. Dalmacio and H. Leung. 1989. Oryza minuta, a source
of blast and bacterial blight resistance for rice improvement. In A. Mujeeb-Kazi, and L. A
Sitch (eds.). Review of advances in plant biotechnology, 1985-1988. 2nd Intl. Symp.
Genet. Manipulataion Crops. CIMMYT Mexico DF, Mexico : 315-321
Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture: Techniques and Experiments. Academic press, London.
Soetarso, 1991. Ilmu Pemuliaan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian, Univ.
Gadjah Mada, Yogyakarta. 164 h.
Strickberger. 1985. Genetics. 3rd Ed. Macmillan Publishing Company, New York, Collier
Macmillan Publishers, London. 842 pp.
Sudarka, Wayan. 2009. Pemuliaan Kelainan Genetik Dan Sitogenik Pada Tanaman. Fakultas
Pertanian. Universitas Udayana. http://www.fp.unud.ac.id/ind/wpcontent/uploads/mk_ps_agroekoteknologi/pemuliaan_tanaman/Pemuliaan_Kelainan_Gen
etik_dan_Sitogenetik.pdf (Diakses tanggal 24 Maret 2013)

Dokumen yang terkait

PENGARUH KOMPOSISI KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN TIGA HIBRID TANAMAN ANGGREK Dendrobium sp.

10 148 1

KAJIAN APLIKASI PUPUK KASCING PADA TIGA JENIS TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN PERBANDINGAN MEDIA YANG BERBEDA

3 58 19

PENGARUH TINGKAT SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN ASAM JAWA (Tamarindus indica, Linn.)

2 32 14

FENOLOGI KEDELAI BERDASARKAN KRITERIA FEHR-CAVINESS PADA DELAPAN PERSILANGAN SERTA EMPAT TETUA KEDELAI (Glycine max. L. Merrill)

0 46 16

INSTRUMEN UKUR KADAR KEBUTUHAN PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG MENGGUNAKAN METODE FUZZY LOGIC

13 68 149

INTEGRASI APLIKASI METARHIZIUM ANISOPLIAE DAN NEMATODA PATOGEN SERANGGA SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI HAMA URET LEPIDIOTA STIGMA YANG MENYERANG TANAMAN TEBU

5 78 10

KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN IKAN WADER (Rasbora jacobsoni) SECARA ENZIMATIS DENGAN ENZIM PROTEASE DARI TANAMAN BIDURI (Calotropis gigantea)

5 51 48

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN PADI TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) PADA LAHAN KELMPOK TANI KARYA SUBUR DI DESA PESAWARAN INDAH KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

3 52 58

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANONITROFOS DAN KOMBINASINYA DENGAN PUPUK KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merr) PADA MUSIM TANAM KETIGA

2 27 50

PENGARUH APLIKASI BEBERAPA BAHAN PEMBENAH TANAH DAN TANAMAN SELA TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA TANAH PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis) YANG DITANAMI TANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta)

1 18 9