PENGARUH APLIKASI BEBERAPA BAHAN PEMBENAH TANAH DAN TANAMAN SELA TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA TANAH PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis) YANG DITANAMI TANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta)

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE APPLICATIONS OF SEVERAL SOIL AMANDEMENT AND INTERCROPPING PLANTS ON

SEVERAL SOIL CHEMICAL PROPERTIES IN THE RUBBER PLANTATION (Heave brasiliensis)

WHICH IS PLANTED CASSAVA (Manihot esculenta)

By

SAID NURDIANSYAH

The problems often faced in the rubber cultivation are white root fungi disease and low soil fertility especially in Ultisol Soils. The soil characteristics of the Ultisols are usually acid, low CEC, organic content and plant nutritions. The objective of this study was to determine the effect of soil amendements (compost, sulfur, and dolomite), Trichoderma sp., and antagonist plants on several soil chemical properties in the endemic white root fungi diseases. The experiment was conducted at Penumanganbaru Village, Sub District of Menggala, Disrict of Tulangbawang, Province of Lampung from October 2008 until May 2009. The experiment was arranged in Randomized Block Design and consisted of eight treatments and three replications. The treatmens were (1) control; (2) compost 20 t ha-1; (3) sulfur powder 0.56 t ha-1; (4) dolomite 0.56 t ha-1; (5)Thrichoderma sp. 1,250 l ha-1; (6) ginger plants 25,000 ha-1; (7) garut 25,000 ha-1; (8) sansevieria 25,000 ha-1. The analysis of the soil chemical properties was conducted in the Soil Science Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The data homogeneity was analyzed by Barllet Test and additivites with Tukey Test followed by analysis of variance (ANOVA). Means of the data were analyzed using Least Significant Different (LSD) on significant level of 5%. The result of the experiment showed that content of C-organic, N, P, K, CEC and soil reaction were not significantly different among treatments of soil amendements (compost, sulfur, and dolomite), Trichoderma sp. and antagonist plants (ginger plant, sansevieria, and garut).


(2)

ABSTRAK

PENGARUH APLIKASI BEBERAPA BAHAN PEMBENAH TANAH DAN TANAMAN SELA TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH

PADA TANAH PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis) YANG DITANAMI TANAMAN UBI KAYU

(Manihot esculenta)

Oleh

SAID NURDIANSYAH

Masalah yang sering dihadapi dalam budidaya karet adalah serangan jamur akar putih dan kesuburan tanah yang rendah terutama pada tanah Ultisol. Tanah Ultisol dicirikan oleh sifat kimia tanah yang rendah, seperti reaksi tanah masam, KTK rendah, kandungan bahan organik dan unsur hara tanah rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh berbagai bahan pembenah tanah, mikroorganisme, dan tanaman antagonis terhadap beberapa sifat kimia tanah pada tanah endemik penyakit jamur akar putih (JAP). Penelitian ini dilakukan di Desa Penumanganbaru, Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, dimulai pada bulan Oktober 2008 hingga Mei 2009. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah (1) kontrol; (2) kompos 20 t ha-1; (3) serbuk belerang 0,56 t ha-1; (4) kapur dolomit 0,56 t ha-1; (5) Trichoderma sp. 1.250 l ha-1; (6) lengkuas 25.000 tanaman ha-1; (7) garut 25.000 tanaman ha-1; (8) lidah mertua 25.000 tanaman ha-1. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Homogenitas ragam data diuji dengan uji Bartlett dan aditifitas data dengan uji Tukey dilanjutkan dengan analisis ragam (ANOVA). Untuk menguji nilai tengah dilakukan dengan uji BNT dengan taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap sifat kimia tanah, seperti C-organik tanah, N-total, P tersedia, K-dd, KTK dan pH tanah. Kata kunci: Ultisol, kompos, C-organik tanah, pH tanah, KTK tanah, N, P dan K.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kandungan unsur hara N, P, K, C-organik, KTK dan pH tanah tidak nyata pada perlakuan bahan organik kompos, kapur dolomit, Trichoderma sp., belerang dan aplikasi tanaman lengkuas, lidah mertua serta garut.

B. Saran

Disarankan perlu dilakukan penilitian jangka panjang seperti panambahan dosis kompos, kapur dolomit, belerang dan Trichoderma sp. untuk mengetahui pengaruh perlakuan tersebut terhadap sifat kimia tanah.


(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang telah lama diserang oleh penyakit jamur akar putih (white rot fungi) yang disebabkan oleh jamur Rigidiporus lignosus. Serangan jamur ini dapat menyebabkan kematian pada tanaman karet. Jamur ini menyerang akar tanaman karet sehingga akar menjadi lunak, berwarna coklat, dan membusuk (Setiawan dan Andoko, 2008). Untuk mengatasi masalah tersebut tanah dilokasi terserang perlu diberi perlakuan yang mampu mengendalikan penyakit jamur akar putih. Sebagai indikator keberhasilan pengendalian penyakit tersebut, dapat digunakan tanaman ubi kayu (Manihot esculenta) karena tanaman ini juga diserang oleh penyakit jamur akar putih (Prasetyo dkk., 2008).

Salah satu faktor yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman adalah sifat kimia tanah. Sifat kimia tanah seperti kapasitas tukar kation (KTK), kemasaman tanah dan lain-lain berhubungan erat dengan dinamika berbagai unsur hara di dalam tanah (Havlin et al., 1999 dalam Nursyamsi dan Suprihati, 2005). Tanah yang digunakan sebagai lahan penelitian ini merupakan tanah jenis Ultisol. Tanah ini mempunyai kandungan bahan organik, hara, KTK yang rendah, reaksi tanah masam dan memiliki potensi keracunan terhadap Al (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).


(5)

2

Usaha untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih yang endemik pada tanah Ultisol dan telah menyerang lahan perkebunan karet di Desa Penumanganbaru adalah dengan cara pemberian kompos, kapur dolomit, belerang, agensi antagonis Trichoderma sp. dan atau aplikasi tanaman antagonis seperti lengkuas (Alpinia galanga), garut (Marantha arundinacea) serta lidah mertua (Sansevieria trifasciata). Judawi dkk., (2006) menyatakan bahwa pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) tanaman karet lebih diutamakan secara biologi seperti penggunaan jamur Trichoderma sp. dan penanaman tanaman antagonis di sekitar tanaman karet, seperti lidah mertua, kunyit, dan lengkuas.

Selain dapat berpengaruh terhadap jamur akar putih, aplikasi berbagai bahan pembenah tanah, mikroorganisme, dan tanaman antagonis juga dapat berpengaruh terhadap sifat kimia tanah pada lahan penelitian ini. Menurut Styorini dkk., (2006) penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah, sebagai sumber hara makro dan mikro, dan meningkatkan KTK tanah. Sutedjo (2008) menyatakan bahwa pengapuran dengan kapur pertanian mampu meningkatkan pH tanah mendekati atau sesuai dengan pH yang dikehendaki. Sementara itu, belerang digunakan untuk meningkatkan kemasaman tanah dan menghambat perkembangan jamur akar putih (Judawi dkk., 2006). Menurut Ramada (2008), jamur Trichoderma sp. merupakan agensi biologis yang dapat memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Yuharmen dkk., (2002) menjelaskan bahwa lengkuas dikenal sebagai tanaman obat-obatan yang mengandung minyak atsiri yang bersifat sebagai antibakteri dan antijamur.


(6)

3

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai bahan pembenah tanah, mikroorganisme dan tanaman antagonis terhadap beberapa sifat kimia tanah pada tanah endemik penyakit jamur akar putih (JAP).

C. Kerangka Pemikiran

Usaha untuk memodifikasi sifat kimia tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman perlu dilakukan terutama pada lahan-lahan kritis seperti Ultisol. Menurut Notohadiprawiro (1986), ciri tanah Ultisol yang menjadi kendala utama bagi budidaya tanaman antara lain pH tanah rendah, liat beraktivitas rendah, daya jerap terhadap fosfat kuat, memiliki kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah, daya simpan air terbatas, derajat agresi rendah dan kemantapan agregat lemah yang menyebabkan tanah mudah tererosi. Untuk mengatasi kendala-kendala yang ada pada tanah Ultisol dapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan pemberian bahan organik (Presetyo dan Suriadikarta, 2006).

Pemberian bahan organik berpengaruh penting dalam meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah. Pemberian sumber organik seperti kompos, digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan kadar bahan organik tanah, menyediakan hara mikro, dan memperbaiki struktur tanah, serta dapat juga meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara dalam tanah (Bawolye dan Syam, 2006). Dalam jangka panjang, pemberian bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanah-tanah masam, meningkatkan KTK tanah, dan dapat bereaksi dengan ion logam membentuk senyawa kompleks (Setyorini dkk., 2006).


(7)

4

Menurut Atmojo (2003), penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan KTK tanah. Bahan organik merupakan sumber koloid organik tanah dalam bentuk humus. Humus seperti koloid liat juga bermuatan negatif yang berasal dari gugus karboksil ( ─ COOH) dan fenolik

( OH) (Hakim dkk., 1986). Penambahan bahan organik yang telah

mengalami dekomposisi lebih lanjut (matang) juga dapat meningkatkan pH tanah, karena bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya berupa kation-kation basa (Atmojo, 2003). Tan (1982) menyatakan terdapat korelasi positif antara % kejenuhan basa atau jumlah kation-kation basa yang dapat ditukar dan pH tanah, yang umumnya kejenuhan basa tinggi maka pH tanah tinggi.

Kompleks jerapan anion dari pupuk organik atau bahan organik tanah akan mengurangi kehilangan N karena pencucian (Sudiarto dan Gusmaini, 2004). Koloid humus yang berasal dari bahan organik memiliki muatan bersifat berubah-ubah tergantung nilai pH tanah. Pada pH rendah, ion hidrogen akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positif (─ COOH2+ dan OH2+) (Atmojo, 2003) sehingga dapat menarik anion seperti nitrat. Selain itu, dilaporkan bahwa penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap karakteristik muatan tanah masam (Ultisol) dibandingkan dengan pengapuran (Sufardi et al., 1999 dalam Atmojo, 2003). Sementara itu, peranan bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang melepaskan mineral-mineral hara tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S, serta hara mikro (Atmojo, 2003). Peran bahan organik yang tidak kalah penting adalah menekan penyakit tular


(8)

5

tanah melalui peningkatan peranan bahan organik terutama dengan

mengoptimumkan fungsi, ragam, populasi dan aktivitas mikroba tanah yang dapat mendorong terjadinya tanah supresif yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kesehatan tanah (Sudiarto dan Gusmaini, 2004).

Penambahan kompos dengan dosis 20 t ha-1 dan kapur meningkatkan persentase kandungan bahan organik tanah, selain itu berpengaruh nyata meningkatkan hasil tanaman (Junedi, 2008). Menurut Bertham (2002) penambahan kompos dengan dosis 15 sampai dengan 45 t ha-1disertai pupuk P pada tanaman kedelai mampu memperbaiki sifat kimia tanah yang ditunjukkan dengan meningkatknya komponen pertumbuhan seperti bobot kering akar, bobot kering bagian atas tanaman, jumlah polong total, bobot biji tanaman dan serapan P biji.

Sementara itu, tujuan pengapuran adalah menetralkan kemasaman tanah dan meningkatkan atau menurunkan ketersediaan unsur-unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (Malherbe, 1965 dalam Hakim dkk., 1986). Selain itu, pemberian belerang berfungsi untuk menurunkan pH tanah, karena pada kondisi tanah asam dapat menghambat perkembangan jamur akar putih (Judawi dkk., 2006). Jamur Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme fungsional yang dapat berperan sebagai biodekomposer dan berlaku sebagai biofungisida yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain, Rigidoporus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Scelerotium rolfsii, dll (Ramada, 2008).

Akar tanaman mempunyai fungsi mempercepat proses pelepasan unsur hara dari mineral tanah karena kemampuan akar mengeluarkan senyawa-senyawa yang melepaskan unsur dari mineral tanah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Bagian


(9)

6

akar tanaman memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar yang mati serta dari eksudasi akar. Bahan organik yang berada dipermukaan tanah dan bahan organik yang telah ada di dalam tanah selanjutnya akan mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi, kemudian melepaskan hara tersedia ke dalam tanah (Hairiah dkk., 2006).

D. Hipotesis

Dalam penelitian ini, hipo andungan unsur hara N, P, K, C-organik, KTK, dan pH tanah lebih tinggi pada tanah yang diberi bahan pembenah tanah kompos dibandingkan dengan pemberian kapur, Trichoderma sp., belerang dan aplikasi tanaman lengkuas (Alpinia galanga), lidah mertua (Sansevieria trifasciata) serta garut (Marantha arundinacea


(1)

A. Latar Belakang dan Masalah

Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang telah lama diserang oleh penyakit jamur akar putih (white rot fungi) yang disebabkan oleh jamur Rigidiporus lignosus. Serangan jamur ini dapat menyebabkan kematian pada tanaman karet. Jamur ini menyerang akar tanaman karet sehingga akar menjadi lunak, berwarna coklat, dan membusuk (Setiawan dan Andoko, 2008). Untuk mengatasi masalah tersebut tanah dilokasi terserang perlu diberi perlakuan yang mampu mengendalikan penyakit jamur akar putih. Sebagai indikator keberhasilan pengendalian penyakit tersebut, dapat digunakan tanaman ubi kayu (Manihot esculenta) karena tanaman ini juga diserang oleh penyakit jamur akar putih (Prasetyo dkk., 2008).

Salah satu faktor yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman adalah sifat kimia tanah. Sifat kimia tanah seperti kapasitas tukar kation (KTK), kemasaman tanah dan lain-lain berhubungan erat dengan dinamika berbagai unsur hara di dalam tanah (Havlin et al., 1999 dalam Nursyamsi dan Suprihati, 2005). Tanah yang digunakan sebagai lahan penelitian ini merupakan tanah jenis Ultisol. Tanah ini mempunyai kandungan bahan organik, hara, KTK yang rendah, reaksi tanah masam dan memiliki potensi keracunan terhadap Al (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).


(2)

Usaha untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih yang endemik pada tanah Ultisol dan telah menyerang lahan perkebunan karet di Desa Penumanganbaru adalah dengan cara pemberian kompos, kapur dolomit, belerang, agensi antagonis Trichoderma sp. dan atau aplikasi tanaman antagonis seperti lengkuas (Alpinia galanga), garut (Marantha arundinacea) serta lidah mertua (Sansevieria trifasciata). Judawi dkk., (2006) menyatakan bahwa pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) tanaman karet lebih diutamakan secara biologi seperti penggunaan jamur Trichoderma sp. dan penanaman tanaman antagonis di sekitar tanaman karet, seperti lidah mertua, kunyit, dan lengkuas.

Selain dapat berpengaruh terhadap jamur akar putih, aplikasi berbagai bahan pembenah tanah, mikroorganisme, dan tanaman antagonis juga dapat berpengaruh terhadap sifat kimia tanah pada lahan penelitian ini. Menurut Styorini dkk., (2006) penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah, sebagai sumber hara makro dan mikro, dan meningkatkan KTK tanah. Sutedjo (2008) menyatakan bahwa pengapuran dengan kapur pertanian mampu meningkatkan pH tanah mendekati atau sesuai dengan pH yang dikehendaki. Sementara itu, belerang digunakan untuk meningkatkan kemasaman tanah dan menghambat perkembangan jamur akar putih (Judawi dkk., 2006). Menurut Ramada (2008), jamur Trichoderma sp. merupakan agensi biologis yang dapat memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Yuharmen dkk., (2002) menjelaskan bahwa lengkuas dikenal sebagai tanaman obat-obatan yang mengandung minyak atsiri yang bersifat sebagai antibakteri dan antijamur.


(3)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai bahan pembenah tanah, mikroorganisme dan tanaman antagonis terhadap beberapa sifat kimia tanah pada tanah endemik penyakit jamur akar putih (JAP).

C. Kerangka Pemikiran

Usaha untuk memodifikasi sifat kimia tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman perlu dilakukan terutama pada lahan-lahan kritis seperti Ultisol. Menurut Notohadiprawiro (1986), ciri tanah Ultisol yang menjadi kendala utama bagi budidaya tanaman antara lain pH tanah rendah, liat beraktivitas rendah, daya jerap terhadap fosfat kuat, memiliki kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah, daya simpan air terbatas, derajat agresi rendah dan kemantapan agregat lemah yang menyebabkan tanah mudah tererosi. Untuk mengatasi kendala-kendala yang ada pada tanah Ultisol dapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan pemberian bahan organik (Presetyo dan Suriadikarta, 2006).

Pemberian bahan organik berpengaruh penting dalam meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah. Pemberian sumber organik seperti kompos, digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan kadar bahan organik tanah, menyediakan hara mikro, dan memperbaiki struktur tanah, serta dapat juga meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara dalam tanah (Bawolye dan Syam, 2006). Dalam jangka panjang, pemberian bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanah-tanah masam, meningkatkan KTK tanah, dan dapat bereaksi dengan ion logam membentuk senyawa kompleks (Setyorini dkk., 2006).


(4)

Menurut Atmojo (2003), penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan KTK tanah. Bahan organik merupakan sumber koloid organik tanah dalam bentuk humus. Humus seperti koloid liat juga bermuatan negatif yang berasal dari gugus karboksil ( ─ COOH) dan fenolik ( OH) (Hakim dkk., 1986). Penambahan bahan organik yang telah mengalami dekomposisi lebih lanjut (matang) juga dapat meningkatkan pH tanah, karena bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya berupa kation-kation basa (Atmojo, 2003). Tan (1982) menyatakan terdapat korelasi positif antara % kejenuhan basa atau jumlah kation-kation basa yang dapat ditukar dan pH tanah, yang umumnya kejenuhan basa tinggi maka pH tanah tinggi.

Kompleks jerapan anion dari pupuk organik atau bahan organik tanah akan mengurangi kehilangan N karena pencucian (Sudiarto dan Gusmaini, 2004). Koloid humus yang berasal dari bahan organik memiliki muatan bersifat berubah-ubah tergantung nilai pH tanah. Pada pH rendah, ion hidrogen akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positif (─ COOH2+ dan ─ OH2+) (Atmojo, 2003) sehingga dapat menarik anion

seperti nitrat. Selain itu, dilaporkan bahwa penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap karakteristik muatan tanah masam (Ultisol) dibandingkan dengan pengapuran (Sufardi et al., 1999 dalam Atmojo, 2003). Sementara itu, peranan bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang melepaskan mineral-mineral hara tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S, serta hara mikro (Atmojo, 2003). Peran bahan organik yang tidak kalah penting adalah menekan penyakit tular


(5)

tanah melalui peningkatan peranan bahan organik terutama dengan mengoptimumkan fungsi, ragam, populasi dan aktivitas mikroba tanah yang dapat mendorong terjadinya tanah supresif yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kesehatan tanah (Sudiarto dan Gusmaini, 2004).

Penambahan kompos dengan dosis 20 t ha-1 dan kapur meningkatkan persentase

kandungan bahan organik tanah, selain itu berpengaruh nyata meningkatkan hasil tanaman (Junedi, 2008). Menurut Bertham (2002) penambahan kompos dengan dosis 15 sampai dengan 45 t ha-1disertai pupuk P pada tanaman kedelai mampu

memperbaiki sifat kimia tanah yang ditunjukkan dengan meningkatknya komponen pertumbuhan seperti bobot kering akar, bobot kering bagian atas tanaman, jumlah polong total, bobot biji tanaman dan serapan P biji.

Sementara itu, tujuan pengapuran adalah menetralkan kemasaman tanah dan meningkatkan atau menurunkan ketersediaan unsur-unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (Malherbe, 1965 dalam Hakim dkk., 1986). Selain itu, pemberian belerang berfungsi untuk menurunkan pH tanah, karena pada kondisi tanah asam dapat menghambat perkembangan jamur akar putih (Judawi dkk., 2006). Jamur Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme fungsional yang dapat berperan sebagai biodekomposer dan berlaku sebagai biofungisida yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain, Rigidoporus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Scelerotium rolfsii, dll (Ramada, 2008).

Akar tanaman mempunyai fungsi mempercepat proses pelepasan unsur hara dari mineral tanah karena kemampuan akar mengeluarkan senyawa-senyawa yang melepaskan unsur dari mineral tanah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Bagian


(6)

akar tanaman memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar yang mati serta dari eksudasi akar. Bahan organik yang berada dipermukaan tanah dan bahan organik yang telah ada di dalam tanah selanjutnya akan mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi, kemudian melepaskan hara tersedia ke dalam tanah (Hairiah dkk., 2006).

D. Hipotesis

Dalam penelitian ini, hipo andungan unsur hara N, P, K, C-organik, KTK, dan pH tanah lebih tinggi pada tanah yang diberi bahan pembenah tanah kompos dibandingkan dengan pemberian kapur, Trichoderma sp., belerang dan aplikasi tanaman lengkuas (Alpinia galanga), lidah mertua (Sansevieria trifasciata) serta garut (Marantha arundinacea


Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk & Curt.) di Lapangan

0 34 64

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Uji Resistensi Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Laboratorium

0 30 53

Kemampuan Bakteri Kitinolitik Asal Rizosfer Tanaman Karet Dalam MengendalikanJamur Akar Putih Pada Bibit Karet

2 52 51

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57

IDENTIFIKASI BEBERAPA SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta) MONOKULTUR DAN KARET ALAM (Hevea brasiliensis) DI KALIBALANGAN, LAMPUNG UTARA

1 9 56

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA TANAH ULTISOLS DI PERTANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz)

0 6 51