BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial - Harmonisasi Masyarakat Multi Etnis (Etnis Btak Toba, Mandailing, Jawa dan Sunda)” (Studi Deskriptif Masyarakat di Desa Teluk Panji II, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Sosial

  Menurut Soejono Soekanto, interaksi Sosial merupakan bentuk proses sosial karena interaksi sosial merupakan utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, kelompok dengan kelompok, maupun perorangan dengan kelompok.(Soekanto, 2007:55)

  Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang berkaitan dengan orang perorangan, kelompok perkelompok, maupun perorangan terhadap perkelompok ataupun sebaliknya. (Elly dan Usman, 2011:63)

  Dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi jika dua orang atau lebih saling berinteraksi dan berkomunikasi, hubungan tersebut terjadi secara timbal balik. Interaksi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi secara langsung dapat terjadi jika dua orang atau lebih bertemu dan saling bertegur sapa, sedangkan interaksi secara tidak langsung seperti ada perasaan, bau keringat, suara berjalan dan sebagainya.

  Interaksi sosial dapat bersifat assosiatif dan dissosiatif, interaksi yang bersifat assosiatif dapat menciptakan suatu hubungan yang harmonis didalam masyarakat, sedangkan interaksi yang bersifat dissosiatif dapat mengakibatkan terjadinya konflik. Di dalam masyarakat yang terdiri dari beragam etnis tidak memungkinkan akan terjadinya konflik. Namun hal tersebut dapat diatasi jika masyarakat memiliki kesadaran pentingnya menciptakan suatu hubungan harmonis demi tercapainya masyarakat yang berintegrasi Dalam penelitian yang dilakukan oleh Leis Yigi Balom (2013)yang berjudul “Peranan Interaksi Anggota Keluarga Dalam Upaya Mempertahankan

  Harmonisasi Kehidupan Keluarga Di Dea Kumuluk Kecamatan Kiom Kabupaten Lanny Jaya” diketahui bahwa di dalam kehidupan bermasyarakat manusia telah diberikan predikat sebagai makhluk sosial, karena dengan predikatnya itu manusia dituntuk untuk melakukan hubungan atau interaksi sosial antara sesama anggota keluarga, anggota masyarakat, dan juga antar kelompok dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.Interaksi sosial itu merupakan salah aspek dalam kehidupan keluarga/kelompok yang wajib dilaksanakan oleh setiap individu, karena mereka menyadari bahwa kehadirannya dalam sebuah keluarga/kelompok terdapat individu lainnya.

  Sehubungan dengan hal itu manusia menyadari betapa pentingnya kehadiran orang lain di sekitarnya, di mana mereka saling berbuat, mengakui, mengenal, dan saling berinteraksi dalam upaya menciptakan suasana kehidupan yang harmonis dan saling menguntungkan satu dengan yang lainnya. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat yang didalamnya terdiri dari beragam etnis, interaksi memiliki peran yang sangat penting dalam mempertahankan keharmonisan bermasyarakat, namun hal itu tentu tidaklah semudah dengan apa yang kita pikirkan, akan tetapi perlu adanya kemampuan untuk mengendalikan faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan, misalnya faktor situasi sosial, faktor nilai sosial-budaya, faktor tujuan masing-masing angggota keluarga, dan faktor kedudukan. Hal seperti ini sejalan dengan kondisi kehidupan masyarakat yang berada di Desa Teluk Panji II Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhan batu Selatan.

  2.1.1 Bentuk-bentuk Interaksi Saling Menguntungkan Adapun bentuk-bentuk interaksi Saling Menguntungkan yaitu: 1. Kerjasama (cooperation)

  Kerjasama adalah suatu usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama timbul apabila seseorang menyadari memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, serta menyadari bahwa hal tersebut bermanfaat bagi dirinya atau orang lain. Kerja sama timbul karena orientasi individu terhadap kelompoknya (in group) dan orientasi individu terhadap kelompok lainnya (out group).

  Bentuk kerja sama yang terjadi didalam masyarakat Teluk Panji II seperti gotong royong, bakti sosial, bahu-mebahu memperbaiki jalan, membersihkan parit serta ketika pemilihan kepala desa semua etnis yang ada Desa Teluk Panji II beramai-ramai menyumbangkan suara nya untuk mensukseskan pemilihan tersebut. Hal seperti ini merupakan bentuk kebiasaan kerjasama yang menguntungkan di Desa Teluk Panji II yang sampai saat ini kondisinya masih berjalan lancar walaupun sedang diterpa oleh perkembangan globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan.

  Didalam masyarakat multietnis, kerjasama merupakan faktor yang mendorong masyarakat untuk saling membantu, menimbulkan rasa saling memiliki yang pada akhirnya akan menciptakan hubungan harmonis didalam masyarakat multietnis. Kerjasama yang baik dapat tercipta jika masyarakat yang berbeda etnis berada dalam suatu lingkungan yang sama dan sudah menjalin hubungan dan interaksi yang baik. Interaksi yang baik tersebutlah yang akan menciptakan hubungan yang harmonis.

  2. Toleransi Kemampuan masyarakat Teluk Panji II tidak diragukan lagi dalam bertoleransi. Hal ini terlihatdari cara mereka bersikap, bersifat dan berperilaku membiarkan atau membolehkan, sabar, memiliki daya tahan yang tinggi baik psikis maupun fisik terhadap berbagai tekanan. Mereka jugadapat menerima perbedaan, baik itu perbedaan pendapat, sikap, sifat dan perilaku orang lain, serta lapang dada atau pemaaf terhadap kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan oleh orang lain terhadap standar nilai-nilai yang dia anut untuk menjaga kedamaian, keamanan dan hubungan yangbaik dengan orang lain, karena hal itu dilakukan dalam konteks keberadaan orang lain, maka kemampuan untuk bertoleransi terhadap orang lain dikatakan sebagai toleransi sosial, karena sikap dan perilaku tersebut sering dilakukan berkali-kali ketika berinteraksi sosial dengan orang lain, akhirnya menjadi sifat orang tersebut.

  3. Akomodasi (accomodation) Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto, (1987:63) akomodasi adalah suatu pengertian yang dipergunakan untuk menggambarkan suatu proses yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaption) yang dipergunakan oleh ahli- ahli biologi untuk menunjukkan pada suatu proses di sekitarnya.

  Menurut Firth dalam Taneko (1990:125) menyatakan bahwa perselisihan yang penyelesaiannya diserahkan kepada salah seoarang anggota suku yang lebih tua, atau kepada seorang teman atau teman sesuku yang disegani, telah menjadi kebiasaan bagi rakyat Nyakusa. Bentuk penyelesaian dengan model seperti ini dapat pula ditemui pada masyarakat Teluk Panji IIdan bahkan telah melembaga, dan bagi masyarakat Teluk Panji II terdapat suatu pola penyelesaian perselisihan melalui suatu lembaga, yang dimaksud disini adalah lembaga musyawarah.

4. Akulturasi (acculturation)

  Akulturasimerupakan suatu proses dimana masyarakat Desa teluk Panji II yang ber Etnis Jawa ketika pesta pernikahan menggunakan adat upah-upah yang merupakan adat dari Mandailing, begitu juga dengan Etnis Mandailing yang menggunakan hiburan Jarkep ketika mengadakan suatu acara yang mana kita ketahui bahwa Jarkep itu kebudayaan Etnis Jawa. Bukan hanya Etnis Jawa dan Mandailing saja yang menggunakan hal ini tapi rata-rata etnis yang ada di Desa Teluk Panji II seperti Etnis Batak Toba dan Etnis Sunda sudah menggunakan hal ini juga. Walaupun begitu masyarakat Teluk Panji II tidak melupakan budaya yang mereka miliki masing-masing.

  2.1.2 Bentuk-bentuk Interaksi yang Merugikan a.

   Persaingan (competition)

  Persaingan adalah suatu perjuangan (struggle) dari pihak-pihak untuk mencapai suatu tujuan tertentu.Suatu ciri dari persaingan adalah perjuangan menyingkirkan pihak lawan itu dilakukan secara damai atau secara fair Play, artinya selalu menjunjung tinggi batas-batas yang diharuskan.Persaingan dapat terjadi dalam segala bidang kehidupan, misalnya bidang ekonomi, bidang kekuasaan, bidang percintaan, dan sebagainya.Persaingan dalam mana meliputi beberapa pihak yang melakukan persaingan, pihak-pihak yang berkompetisi (bersaing) disebut saingan (rivalry) Taneko (1990:121).

  b.

  Kontravensi (contravention) Kontravensi berasal dari kata Latin, conta dan venire, yang berarti menghalangi atau menantang. Dalam kontravensi dikandung usaha untuk merintangi pihak lain mencapai tujuan. Yang diutamakan dalam kontravensi adalah menggagalkan tercapainya tujuan pihak lain. Hal ini didasari oleh rasa tidak senang karena keberhasilan pihak lain yang dirasakan merugikan, walaupun demikian tidak terdapat maksud untuk menghancurkan pihak lain. Narwoko dan Suyanto (2010:70).

  c.

  Pertentangan atau Konflik (conflict) Konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Narwoko dan Suyanto (2010:68).Konflik terjadi karena adanya perbedaan pendapat, perasaan individu, kebudayaan, kepentingan, baik kepentingan individu maupun kelompok, dan terjadi perubahan-perubahan sosial yang cepat yang menimbulkan disorganisasi sosial. Perbedaan-perbedaan ini akan memuncak menjadi pertentangan karena keinginan-keinginan individu tidak dapat diakomodasikan.

2.2 Multikulturalisme

  Sejarah multikulturalisme adalah sejarah masyarakat majemuk.Amerika, Kanada, Australia adalah dari sekian negara yang sangat serius mengembangkan konsep dan teori-teori mulikulturalisme dan juga pendidikan multikultur. Ini dikarenakan mereka adalah masyarakat imigran dan tidak bisa menutup peluang bagi imigran lain untuk masuk dan bergabung di dalamnya. Akan tetapi, negara- negara tersebut merupakan contoh negara yang berhasil mengembangkan masyarakat multikultur dan mereka dapat membangun identitas kebangsaannya, dengan atau tanpa menghilangkan identitas kultur mereka sebelumnya, atau kultur nenek moyangnya.

  Dalam sejarahnya,multikulturalisme diawali dengan teori melting pot yang sering diwacanakan oleh J Hector seorang imigran asal Normandia. Dalam teorinya Hector menekankan penyatuan budaya dan melelehkan budaya asal, sehingga seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun diakui bahwa monokultur mereka itu lebih diwarnai oleh kulturWhite Anglo Saxon Protestant (WASP) sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa.

  Kemudian, ketika komposisi etnik Amerika semakin beragam dan budaya mereka semakin majemuk, maka teori melting pot kemudian dikritik dan muncul teori baru yang populer dengan namasalad bowl sebagai sebuah teori alternatif dipopulerkan oleh Horace Kallen. Berbeda dengan melting pot yang melelehkan budaya asal dalam membangun budaya baru yang dibangun dalam keragaman, Teori salad bowl atau teori gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, tapi sebaliknya kultur-kultur lain di luar WASP diakomodir dengan baik dan masing- masing memberikan kontribusi untuk membangun budaya Amerika, sebagai sebuah budaya nasional. Pada akhirnya, interaksi kultural antar berbagai etnik tetap masing-masing memerlukan ruang gerak yang leluasa, sehingga dikembangkan teori Cultural Pluralism, yang membagi ruang pergerakan budaya menjadi dua, yakni ruang publik untuk seluruh etnik mengartikulasikan budaya politik dan mengekspresikan partisipasi sosial politik mereka. Dalam konteks ini, mereka homogen dalam sebuah tatanan budaya Amerika.Akan tetapi, mereka juga memiliki ruang privat, yang di dalamnya mereka mengekspresikan budaya etnisitasnya secara leluasa.

  Dengan berbagai teori di atas, bangsa Amerika berupaya memperkuat bangsanya, membangun kesatuan dan persatuan, mengembangkan kebanggaan sebagai orang Amerika. Namun pada dekade 1960-an masih ada sebagian masyarakat yang merasa hak-hak sipilnya belum terpenuhi. Kelompok Amerika hitam, atau imigran Amerika latin atau etnik minoritas lainnya merasa belum terlindungi hak-hak sipilnya.

  Masyarakat Teluk Panji II mengembangkan multiculturalism, yang menekankan penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak minoritas, baik dilihat dari segi etnik, agama, ras atau warna kulit. Multikulturalisme pada akhirnya di jadikan sebuah konsep akhir untuk membangun kekuatan harmonisasi yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik, agama, ras, budaya dan bahasa, dengan menghargai dan menghormati hak-hak sipil antaretnis, termasuk hak-hak kelompok minoritas. Sikap apresiatif yang ada di Teluk Panji II tersebut akandapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membangun sebuah keharmonisasian.

2.3 Masyarakat Majemuk Indonesia

  Furnivall dalam Arief, Brahmana, dan Pardamean, (2003:81) melihat masyarakat majemuk terpecah-pecah ke dalam kelompok-kelompok orang yang terisolasi, dan perpecahan kehendak sosial tercermin di dalam perpecahan permintaan sosial.Di dalam agama dan musik, dalam soal kebaikan dan keindahan, tidak ada standar bersama untuk seluruh seksi-seksi dalam komunitas, dan standarnya menurun ke dalam suatu tingkat tertentu ketika persetujuan bersama dicapai. Peradaban merupakan proses belajar bersama dalam kehidupan sosial bersama, tetapi dalam masyarakat majemuk, manusia mengalami penurunan peradaban. Furnivall melihat bahwa ciri dasar pokok masyarakat majemuk adalah: 1.

  Adanya keanekaragaman dewan/kelompok sosial yang membuat masyarakat sulit membentuk kesatuan hidup bersama secara sosial dan politik.

  2. Tidak ditemukan adanya kehendak bersama (common will) atau menurut istilah teknis Furnivall “permintaan sosial yang sama” (common social demand). Menurut Furnivall dalam Nasikun, (2000:29) masyarakat majemuk adalah masyarakat yang hidup berdampingan satu sama lain, namun tidak terikat/tergabung dalam satu kesatuan unit politik. Hal ini sajalan dengan kondisi yang terjadi di Desa telukPanji II dimana masyarakaytnya hidup bersama bahu membahu tetapi mereka tidak terikat dalam kesatuan unit politik. Sedangkan menurut Nasikun, (2000:28) beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk, yaitu: Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan- perbedaan yang cukup tajam seperti di Desa Teluk Pani II masyarakatnya memliki perbedaan bahasa, adat, karakter namun perbedaan-perbedaan yang mereka miliki tidak menjadi penghalang mereka untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya bahkan mereka hidup harmonis dan saling bertoleran. Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai ciri masyarakat yang bersifat majemuk tetapi dengan kemajemukan itu Desa Teluk Panji II merupakan desa yang unik yang tidak di miliki semua desa lain.

  Nasikun, (2000:35) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya kemajemukan masyarakat Indonesia, yaitu antara lain:

  1. Keadaan/geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih3000 pulau yang terletak di suatu daerah skuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari Utara ke Selatan. Faktor ini merupakan yang sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya pluralitas suku bangsa.

2. Kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan

  Samudera Pasifik, kenyataan yang demikian sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia, melalui pengaruh kebudayaan bangsa lain yang menyentuh masyarakat Indonesia.

  3. Iklim yang berbeda dan struktur tanah yang tidak sama diantara berbagai daerah di Kepulauan Nusantara ini, merupakan faktor yang menciptakan pluralitas regional Indonesia. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang menciptakan lingkungan ekologis yang berbeda di Indonesia, yakni daerah pertanian sawah (wet rice cultivation). Perbedaan lingkungan ekologis menjadi sebab bagi terjadinya kontras antara Jawa dan luar Jawa di dalam lingkungan kependudukan, ekonomi dan sosial budaya.

  Kemajemukan suatu masyarakat dapat kita lihat secara horizontal maupun secara vertikal muncul dalam bentuk perbedaan suku, agama, kedaerahan, perbedaan tingkat pendidikan dan perbedaan latar belakang agama. Hal seperti ini terdapat di beberapa wilayah Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Labuhanbatu Selatan tepat nya di Desa Teluk Panji II. Menurut Liddle dalam Arief, Brahmana, dan Pardamean, (2003:117) integrasi nasional mencakup dua dimensi, yaitu: 1.

  Dimensi Horizontal, yaitu berupa masalah oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama. Dimensi ini sering pula disebut sebagai masalah yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh ikatan primordial, yang ada dan hidup dalam sebuah masyarakat yang bisa membahayakan kelangsungan proses integrasi nasional bilamana ia sampai menjelma menjadi perasaan loyalitas yang lebih tinggi terhadap kelompok-kelompok sub-nasional semacam itu dari pada kepada kesatuan bangsa itu sendiri.

2. Dimensi Vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah (gap) antara golongan elit.

  Namun peneliti tidak menemukan hal-hal yang bersifat (gap) dilingkungan masyarakat Teluk Panji II. Namun pada kenyataannya masyarakat Teluk Panji II tidak ada membeda-bedakan golongan orang elit dengan masyarakat biasa. Mereka duduk bersama, bekerjasama, hidup harmonis dan berdampingan. Kemajemukan masyarakat Teluk Panji IImerupakan adanya kesadaran para anggota kelompok bahwa mereka itu mempunyai hak yang sama untuk tinggal menetap di wilayah yang sama, kemajemukan masyarakat di Indonesia khususnya di Desa Transmigrasi Teluk Panji II, berwujud pada perbedaan tempat tinggal, suku, agama, adat istiadat. Perbedaan latar belakang kehidupan pada suatu masyarakat dapat menyebabkan konflik atau sebaliknya integrasi. Tetapi peneliti tidak menemukan konflik di Desa tersebut bahkan sebaliknya peneliti menemukan harmonisasi sosial multi etnis yang bersifat kekeluargaan.

2.4 Nilai dan Norma Sosial

  2.4.1 Nilai Sosial Menurut Narwoko dan Suyanto (2010: 55) nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan.Suatu tindakan dianggap sah, artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan. Ketika nilai yang berlaku di Teluk Panji II menyatakan bahwa kesholehan beribadah merupakan sesuatu yang harus dijunjung tinggi, maka bila ada orang yang malas beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan. Sebaliknya, bila ada orang yang dengan ikhlas rela menyumbangkan sebagian hartanya untuk kepentingan ibadah atau rajin amal dan semacamnya, maka ia akan dinilai sebagai orang yang pantas dihormati dan diteladani.

  2.4.2 Norma Sosial Harjono berpendapat dalam Taneko (1990:129) bahwa koperasi antara manusia membutuhkan syarat ketertiban (keteraturan). Hal ini disebabkan karena:

  1. Bahwa manusia individual atau kelompok berusaha sekerasnya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan dapat jaminan keamanan dan jika mungkin mencapai suatu tingkat kemakmuran yang diinginkan.

  2. Bahwa untuk mendapatkan kondisi yang esensial bagi kelangsungan hidup dan keamanan diperlukan adanya ketertiban sosial dalam derajat yang tinggi.

  3. Bahwa untuk mencapai derajat ketertiban sosial yang tinggi diperlukan adanya suatu pengaturan sosial kultural serta mekanisme yang dapat dipergunakan bagi pelaksanaan pengaturan itu. Taneko (1990:129) mengatakan apabila berbicara dalam konteks norma- norma, hal ini berarti membicarakan salah satu dari unsur struktur sosial.Dengan demikian, uraian di atas telah melukiskan suatu korelasi antara interaksi sosial dengan struktur sosial yang dinamakan norma-norma.Taneko (1990:129) juga menyatakan bahwa norma-norma itu dapat dipandang sebagai suatu standard atau skala yang terdiri dari berbagai kategori perilaku yang berisikan suatu keharusan, larangan maupun kebolehan.

Dokumen yang terkait

Harmonisasi Masyarakat Multi Etnis (Etnis Btak Toba, Mandailing, Jawa dan Sunda)” (Studi Deskriptif Masyarakat di Desa Teluk Panji II, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara)

9 107 137

Pengaruh Program Kredit Usaha Rakyat PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Teluk Panji Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Teluk Panji Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1 42 224

Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Dengan Masyarakat Lokal Studi Tentang Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Dan Etnis Karo Di Desa Lama Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang

26 200 137

Keyboard Sebagai Hiburan Masyarakat (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Masyarakat Pada Acara Sosial Kemasyarakatan Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai).

7 109 178

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Grebeg Sudiro sebagai Media Komunikasi Harmonisasi Sosial oleh Masyarakat Jawa dan Keturunan Tionghoa di Kampung Sudiroprajan, Solo, Jawa Tengah

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Konfigurasi Modal Sosial Etnis Jawa dalam Mendukung Keberhasilan Pembangunan Desa (Studi Deskriptif Desa Sena, Kacamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang Sumatra Utara)

0 0 11

Konfigurasi Modal Sosial Etnis Jawa dalam Mendukung Keberhasilan Pembangunan Desa (Studi Deskriptif Desa Sena, Kacamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang Sumatra Utara)

0 0 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Pertanian - Batobo Konsi Pada Masyarakat Petani

0 0 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Pemanfaatan Modal Sosial dan Kekuasan Dalam Strategi Pemenangan Kepala Desa (Studi Deskriptif : di Desa Bahapal Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun)

0 2 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan - Pengetahuan Masyarakat Desa Perumnas Simalingkar Tentang Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Desa Perumnas Simalingkar, Kecamantan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

0 2 29