BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi - Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Kota Medan Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi

  Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sasaran imunisasi adalah Bayi (di bawah satu tahun), Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15-39 tahun termasuk ibu hamil (Bumil) dan calon pengantin (catin) serta anak usia sekolah tingkat dasar. Program imunisasi sendiri diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B (Depkes RI, 2005).

  Vaksin adalah kuman hidup yang dilemahkan / kuman mati / zat yang bila dimasukkan ke tubuh menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit : Poliomyelitis (kelumpuhan), Campak (measles), Difteri (indrak), Pertusis (batuk rejan / batuk seratus hari), Tetanus, Tuberculosis (TBC), Hepatitis B dan untuk mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh wabah yang sering berjangkit (Imani, 2012).

  Imunisasi dasar lengkap adalah pemberian 5 (lima) vaksin imunisasi sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk bayi dibawah satu tahun, meliputi:

  1. Hepatitis-B untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan

  

menderita penyakit tersebut. Penyakit akut yang menyebabkan peradanagan hati,

muntah dan penyakit kuning.

  2. BCG untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit. Pemberian BCG meruopakan pemberian imunisai yang diberikan pada

bayi untuk mencegah penyakit TBC. Penyakit TBC yang disebabkan oleh infeksi

mycobacterium tuberculosis diketahui dapat menyebar ke seluruh tubuh lainnya

dan bias berdampak pada terhambatnya pertumbuhan anak.

  3. DPT-Hepatitis B meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Imunisasi DPT bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit seperti difetri, tetanus dan pertusis.

  4. Polio untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit. Polio dapat menyebabkan akibat yang fatal, pertumbuhan bayi dapat

terhambat bahkan menimbulkan cacat permanen pada bayi jika terserang virus

polio.

  5. Campak untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit, sehingga mencegah penularan campak. Campak antara lain ; demam

tinggi, batuk, pilek, ruam kulit.

  Selain itu, terkait program imunisasi Indonesia juga terikat dengan beberapa kesepakatan internasional mengenai imunisasi, antara lain :

  1. WHO Tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990 tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi, eliminasi tetanus neonatorum dan reduksi campak;

2. Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi

  Tetanus Maternal dan Neonatal pada tahun 2005 di negara berkembang; 3. Himbauan dari WHO; bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi > 8% pada tahun 1997 diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin; 4. WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable

  Syringe in Immunization Services ; 5.

  Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tanggal 25 Agustus 1990, yang berisi antara lain tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar;

  6. Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) tahun 1988 dan tahun 2000 yang diperkuat dengan hasil pertemuan The Eight Technical Consultative Group Vaccine

  

Preventable Disease in SEAR tahun 2001 untuk mencapai Eradikasi Polio pada tahun

  2004 untuk regional Asia Tenggara dan sertifikasi bebas polio oleh WHO tahun 2008; 7. The Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2003 yang meliputi tujuan empat

  : tentang pengurangan angka kematian anak, tujuan lima : tentang peningkatan kesehatan ibu, tujuan enam : tentang pemberantasan HIV/AIDS dan malaria;

  8. Resolusi WHA 56.20, 28 Mei 2003 tentang Reducing Global Measles Mortality, yang mendesak negara-negara anggota untuk melaksanakan The WHO-UNICEF Strategic

  Plan for Measles Mortality Reduction 2001-2005 di negara-negara dengan angka

  kematian campak tinggi sebagai bagian EPI; 9. Cape Town Measles Declaration, 17 Oktober 2003, yang menekankan pentingnya melaksanakan tujuan dari United Nation General Assembly Special Session (UNGASS) tahun 2002 dan World Health Assembly (WHA) tahun 2003 untuk menurunkan kematian akibat campak menjadi 50 % pada akhir tahun 2005 dibandingkan keadaan pada tahun 1999; dan mencapai target The United Millenium Development Goals untuk mereduksi kematian campak pada anak usia kurang dari 5 tahun menjadi 2/3 pada tahun 2015 serta mendukung The WHO/UNICEF Global Strategic Plan for Measles Mortality Reduction

  2001-2005;

  and Regional Elimination 10.

  Pertemuan The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication and Polio

  

Eradication and Vaccine Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003

  untuk menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3 80% di semua negara dan semua kabupaten, mengembangkan strategi untuk Safe Injections and Waste

  Disposal di semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam Program

  Imunisasi di semua negara; 11. WHO-UNICEF tahun 2003 tentang Joint Statement on Effective Vaccine Store

  Management Initiative (Depkes RI, 2005)

2.1.1 Sasaran Program Imunisasi

  Program imunisasi secara keseluruhan memiliki sasaran pencegahan jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu. Jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis meningokokus, Haemophilus influenzae tipe b, Kolera, Rabies, Japanese encephalitis, Tifus abdominalis, Rubbella, Varicella, Pneumoni pneumokokus, Yellow fever, Shigellosis, Parotitis epidemica. Jenis- jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi adalah Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Polio, Campak, Tetanus dan Hepatitis (Depkes RI, 2005).

  Berdasarkan usia yang diimunisasi, sasaran yang ingin dicapai meliputi; Imunisasi rutin (bayi dibawah satu tahun, wanita usia subur berusia 15 – 39 tahun, termasuk ibu hamil dan calon pengantin serta anak usia sekolah dasar). Imunisasi tambahan (bayi dan anak). Berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan, sasaran yang ingin dicapai meliputi; Imunisasi dasar (bayi), Imunisasi lanjutan (anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur).

2.1.2 Imunisasi Dasar

  Program imunisasi dasar merupakan langkah penting bagi terbentuknya anak yang sehat dan terlindungi dari serangan penyakit menular. Imunisasi dasar lengkap adalah pemberian lima vaksin imunisasi sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk bayi dibawah satu tahun, meliputi Hepatitis-B, BCG, DPT, Polio, Campak (Puspitasari, 2009). Selanjutnya terkait dengan cara dan waktu pemberian imunisasi dasar, Kementerian Kesehatan (2000) melalui Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia telah memberikan keterangan cara dan waktu pemberian imunisasi dasar sebagai berikut dalam tabel.

Tabel 2.1. Cara Pemberian Imunisasi Dasar Vaksin Dosis Cara Pemberian

  BCG 0,05 cc Intrakutan tepat di insersio muskulus deltoideus kanan DPT 0,5 cc Intramuskular Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut Campak 0,5 cc Subkutan, biasanya di lengan kiri atas Hepatitis B 0,5 cc Intramuskular pada paha bagian luar

  Sumber : Depkes RI, 2005

Tabel 2.2 Waktu yang Tepat untuk Pemberian Imunisasi Dasar Vaksin Pemberian Selang Waktu Pemberian Umur Pemberian

  Imunisasi

  BCG 1 kali 0-11 Bulan

  DPT 3 kali

  4 Minggu 2-11 Bulan Polio 4 kali

  4 Minggu 0-11 Bulan Campak 1 kali

  9-11 Bulan Hepatitis B 4 kali

  4 Minggu 0-11 Bulan

  Sumber : Depkes RI, 2005

  Menurut Puspitasari (2009), dengan pemberian imunisasi dasar diharapkan dapat dicegah beberapa penyakit menular, yaitu:

  a.

  Tuberkulosis Sampai saat ini di beberapa negara, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian.

  Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang masyarakat dengan kelas sosial ekonomi rendah karena umumnya masyarakat ini mengalami gangguan nutrisi sehingga daya tahan tubuh rendah dan tinggal di pemukiman yang padat dan tidak sehat sehingga mudah terjadi penularan penyakit. Apabila seorang anak terkena tuberkulosis, organ tubuh yang dapat terkena adalah paru-paru, kelenjar, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Cara penularan adalah melalui droplet atau percikan air ludah, sedangkan reservoar adalah manusia. Imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini adalah BCG. Ada kesulitan untuk menilai dampak imunisasi BCG terhadap angka kejadian tuberkulosis karena banyaknya faktor yang mempengaruhi, seperti pemukiman yang padat dan tidak sehat dan banyaknya sumber penularan di masyarakat yang tidak mendapat pengobatan dengan tepat.

  Walaupun demikian, dampak vaksinasi BCG paling tidak apabila terkena penyakit, akan lebih ringan sehingga menurunkan angka kematian atau kecacatan.

  b.

  Difteri Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Coryneabacterium dyptheriae tipe gravis, milis, dan intermedius, yang menular melalui percikan ludah yang tercemar. Anak yang terkena difteri akan menunjukkan gejala ringan sampai berat. Gejala ringan dapat berupa membran pada rongga hidung dan gejala berat apabila terjadi obstruksi jalan napas karena mengenai laring, saluran napas bagian atas, tonsil, dan kelenjar sekitar leher membengkak (bull neck).

  c.

  Pertusis Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Bordetella pertusis dengan penularan melalui droplet.

  Masyarakat awam mengenalnya dengan istilah batuk rejan atau batuk 100 hari. Bahaya dari pertusis adalah pneumonia yang dapat menimbulkan kematian. Gejala awal berupa batuk pilek, kemudian setelah hari ke-10 batuk bertambah berat dan seringkali disertai muntah. Untuk itu, imunisasi DPT adalah salah satu cara pencegahan yang dapat dilakukan karena kekebalan dari ibu tidak bersifat protektif.

  d.

  Poliomielitis

  Sesuai dengan namanya, penyebab infeksi ini adalah virus polio tipe satu, dua dan tiga, yang menyerang mielin atau serabut otot. Gejala awal tidak jelas, dapat timbul gejala demam ringan dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), kemudian timbul gejala paralisis yang bersifat flaksid yang mengenai sekelompok serabut otot sehingga timbul kelumpuhan.

  Kelumpuhan dapat terjadi pada anggota badan, saluran napas, dan otot menelan. Penularan penyakit ini adalah melalui droplet atau fekal, dan reservoarnya adalah manusia yang menderita polio. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dengan menggunakan vaksinasi polio, bahkan dapat eradikasi dengan cakupan polio 100 %. e.

  Campak

  Penyebab penyakit infeksi ini adalah virus morbili yang menular melalui droplet. Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan pada kulit yang mulai timbul pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivitis). Setelah 3-4 hari, kemerahan pada kulit mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. Imunisasi diberikan pada anak usia sembilan bulan dengan rasional kekebalan dari ibu terhadap penyakit campak berangsur akan hilang sampai usia sembilan bulan. Komplikasi yang harus dicegah adalah otitis media, konjungtivitis berat, enteritis, dan pneumonia, terlebih pada anak dengan status gizi buruk.

  f.

  Hepatitis B

  Penyakit ini disebabkan oleh virus Hepatitis tipe B yang menyerang kelompok resiko secara vertikal, yaitu bayi dan ibu pengidap, sedangkan secara horizontal tenaga medis dan paramedis, pecandu narkotika, pasien hemodialisis, pekerja laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupunktur. Gejala yang dapat muncul tidak khas, seperti anoreksia, mual, dan kadang-kadang ikterik. Sejak tahun 1992, vaksin Hepatitis B menjadi bagian dari program di Indonesia walaupun belum merata di semua provinsi dapat menjalankannya karena harga vaksin yang cukup mahal sehingga dilakukan secara bertahap.

  g.

  Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh racun kuman yang dihasilkan oleh

kuman Clostridium Tetani. Dibagi menjadi dua tetanus pada bayi (Tetanus

neonatorum) dan pada anak-anak. Adapun gejalanya adalah paling dini limap hari

  

setelah lahir bayi mendadak tidak dapat menetek karena mulut sulit dibuka diikuti

kaku seluruh tubuh dan kejang. Dan pada anak biasanya timbul melalui luka yang

tercemar Clostridium Tetani, mulut kaku dan sukar dibuka, punggung kaku dan

melengkung mulai dari bahu sampai pimggul, kejang seluruh tubuh terutama bila ada

rangsangan cahaya atau bunyi.

2.1.3 Kebijakan dan Strategi Program Imunisasi

  Menurut Depkes RI (2005), dalam melaksanakan program imunisasi Pemerintah Republik Indonesia mengambil kebijakan: 1.

  Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait.

  2. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.

  3. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu.

  4. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu.

  5. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis.

  Melaksanakan kebijakan tersebut Pemerintah Republik Indonesia menerapkan beberapa strategi, yakni:

  1. Memberikan akses (pelayanan) kepada swasta dan masyarakat.

  2. Membangun kemitraan dan jejaring kerja.

  3. Ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik.

  4. Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan.

  5. Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih.

  6. Pelaksanaan sesuai dengan standar.

  7. Memanfaat perkembangan metoda dan teknologi.

  8. Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.

2.1.4 Mekanisme Penyelenggaraan Program Imunisasi

  Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2005) Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005 telah ditetapkan pedoman penyelenggaran program imunisasi yang terdiri dari:

  1. Penyusunan Perencanaan Program Imunisasi Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan program imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisa situasi, alternatif pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara efisien untuk mencapai tujuan program. Termasuk di dalam perencanaan dirumuskan penentuan jumlah sasaran, penentuan target cakupan, cara pencapaian target, penentuan kebutuhan vaksin, penentuan kebutuhan peralatan cold chain.

  2. Pelaksanaan Pelayanan Program Imunisasi Proses pelaksanaan pelayanan program imunisasi meliputi persiapan petugas, persiapan masyarakat, pemberian pelayanan imunisasi, dan terakhir koordinasi pelaksanaan.

  Termasuk di dalam persiapan petugas adalah inventarisasi sasaran, persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin, dan persiapan ADS dan safety box.

  Selanjutnya untuk mensukseskan pelayanan imunisasi, persiapan dan penggerakkan masyarakat mutlak harus dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan kerjasama lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM dan petugas masyarakat/kader. Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan imunisasi tambahan semakin kecil. Program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara efektif dan efisien. Untuk itu pengelola program imunisasi harus dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baik. Ada dua macam fungsi koordinasi, yaitu vertikal dan horizontal. Koordinasi horizontal terdiri dari kerjasama lintas program dan kerjasama lintas sektoral.

  3. Pengelolaan Rantai Vaksin Pengelolaan rantai vaksin meliputi pengelolaan sensitivitas vaksin terhadap suhu, pengadaan, penyimpanan, pemakaian dan distribusi vaksin.

  4. Penanganan Limbah Penyuntikan dan penanganan limbah alat suntik dalam Program Imunisasi memenuhi harus memnuhi standar “safe injection practices and safe waste disposal management”.

  5. Standar Tenaga dan Pelatihan Teknis Pemenuhan standar yang memenuhi kualifikasi terkait dengan imunisasi dengan tugas pemberian penyuluhan dan pelaksanaan imunisasi.

  6. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi.

  7. Supervisi dan Bimbingan Teknis Tingginya cakupan saja tidak cukup untuk mencapai tujuan akhir program imunisasi yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian terhadap PD3I. Cakupan yang tinggi harus disertai dengan mutu program yang tinggi pula. Untuk meningkatkan mutu program pembinaan dari atas (supervisi) sangat diperlukan.

  8. Penelitian dan Pengembangan Dalam melaksanakan program imunisasi, kegiatan pengembangan yang didukung dengan penelitian dan pengembangan perlu diprogramkan. Kegiatan pengembangan ini dimaksudkan untuk menemukan, meneliti dan mencari pemecahan masalah yang timbul, sehingga kegiatan program dapat berjalan optimal dan berkembang sesuai dengan perkembangan epidemiologi, perkembangan ilmu dan teknologi

2.1.5 Kartu Menuju Sehat (KMS)

  Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah suatu kartu yang digunakan untuk

mencatat berat badan bayi dan anak balita, setiap kali ditimbang secara teratur pada

tiap-tiap bulan. Berat badan anak dicantumkan dalam KMS dalam bentuk titik (.),

disebut titik berat badan. Titik-titik tersebut dirangkai sehingga membentuk grafik

yang menunjukan pertumbuhan anak. Kegunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah

untuk mengontrol pertumbuhan berat badan anak, digunakan sebagai alat untuk

mengetahui keadaan kesehatan anak (Dura, 2012).

  Menurut Depkes RI (1996), Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang

membuat grafik pertumbuhan serta indicator perkembangan yang bermanfaat untuk

mencatat dan memantau tumbuh kembang balita setiap bulan dari sejak lahir sampai

  

berusia 5 tahun, sedangkan menurut Soekirman (2000), fungis KMS ditetapkan hanya

untuk memantau pertumbuhan bukan untuk penilaian status gizi. Artinya penting

untuk memantau apakah berat badan anak naik atau turun, tidak untuk menentukan

status gizinya kurang atau baik.

2.2. Dukungan Sosial

  Pierce dalam Kail dan Cavanaugh (2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman kerja dan orang –orang lainnya.

  Selanjutnya Sarafino (2008), mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh individu dari orang lain, dimana orang lain disini dapat diartikan sebagai individu perorangan atau kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan menjadi dukungan sosial atau tidak, tergantung pada sejauh mana individu merasakan hal tersebut sebagai dukungan sosial.

  Menurut Sarason (1991), dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Sarason berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu : 1.

  Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).

2. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).

  Dukungan sosial didefinisikan oleh Taylor (2009), sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi, dan adanya penilaian atau penghargaan. Sedangkan menurut Gottlieb dalam Smet (1999) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Sarason dalam Smet (1999) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.

2.2.1 Sumber Dukungan Sosial

  Menurut Rook dan Dooley dalam Kuntjoro (2002), ada dua sumber dukungan sosial, yaitu :

  1. Sumber Artifisial Sumber artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam.

  2. Sumber Natural

  Sumber natural adalah dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi seseorang dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat), teman dekat/relasi.

  Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial ini bersifat formal sedangkan dukungan sosial artifisial adalah dukungan yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan sosial natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial artifisial. Perbedaan itu terletak pada:

  1. Keberadaan sumber dukungan sosial keluarga natural bersifat apa adanya tanpa di buat- buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan

  2. Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan

3. Sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar lama 4.

  Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam 5. Sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari beban dan label psikologis.

2.2.2 Faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial

  Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial lainnya adalah kelas sosial ekonomi. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil.

  Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut :

  1. Kebutuhan Fisik Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.

  2. Kebutuhan Sosial Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.

  3. Kebutuhan Psikis Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

2.3 Landasan Teori

  Menurut Berns (2007) mengatakan bahwa struktur dasar yang petama yang menjadi mikrosistem dan memberikan hubungan yang signifikan dengan perkembangan manusia meliputi dukungan sosial dari keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, masyarakat dan media. Dalam penelitian ini dukungan yang digunakan yaitu dukungan yang bersumber dari anggota keluarga dan lingkungan luar (masyarakat), sehingga dapat mempengaruhi faktor- faktor tercapainya suatu kegiatan. Sedangkan menurut Sarafino (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

  1. Faktor dari Penerima Dukungan (Recipient) Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

  Sasaran dalam penerima dukungan : anak balita, anak usia sekolah, anak remaja, ibu hamil, ibu menyusui, keluarga dan masyarakat.

  2. Faktor dari Pemberi Dukungan (Providers) Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya. Sasaran dalam pemberi dukungan : keluarga, sekolah, teman sebaya, masyarakat dan media.

  Keluarga memberikan konteks penting bagi suatu keluarga ketika menghadapi sebuah perkembangan anak dan meskipun terdapat keadaan yang diluar harapan yang menjadi stressor persamaan yang luas mengenai keluarga, yang signifikan bagi keluarga tersebut akan pengalaman masing-masing orang mengenai melalui proses tertentu yang memungkinkan kehidupan keluarga adalah unik. Keluarga juga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam proses tumbuh kembang anak, karena anak belum dapat melakukan sesuatu dengan sendirinya, sehingga keluarga berperan terhadap tumbuh kembang anak. Keluarga yang harmonis akan memberikan dampak yang positif terhadap optimalnya perkembangan anak namun tentu saja tidak ada keluarga tanpa konflik, tanpa dinamika, tanpa masalah. Keluarga akan memberikan dukungan fisik, emosi, dan ekonomi.

  Sekolah mengajarkan anak membaca, menulis, berhitung, ilmu pengetahuan dan sebagainya guna mendukung perkembangan berbagai keterampilan dan perilaku dengan modal peran yang dapat memberikan motivasi bagi anak-anak yang lulus dalam belajar (Berns, 2007).

  Teman sebaya merupakan persepsi seseorang terhadap dukungan yang diberikan orang lain dalam jaringan sosial (misal keluarga dan teman) yang membantu meningkatkan kemampuan diri untuk bertahan dari pengaruh-pengaruh yang merugikan. Dukungan sosial meliputi dukungan emosional, informasi atau materi alat bantu yang diberikan.

  Masyarakat (lingkungan sekitar) adalah suatu proses yang melalui proses tersebut individu memperoleh pengetahuan, kemampuan (skills) dan terkait kepribadian yang memungkinkan untuk beradaptasi sebagai anggota kelompok dan masyarakat yang efektif. Konsep sosialisasi meliputi pengasuhan anak dan perkembangan sosial.

  Media yang meliptu televisi, film, video, buku, majalah, musik, dan komputer. Saat ini orang sudah cukup akrab dengan media massa, segala informasi tersedia dalam media massa. Sebagai makhluk sosial, manusia juga melakukan komunikasi satu dengan lainnya dan saling memberikan dukungan secara sosial yang dapat membangun motivasi. Salah satu cara adalah dengan memberi informasi yang berguna, melalui media massa, komunikasi interpersonal, dan dukungan sosial (Berns, 2007).

  Struktur mikrosistem dalam teori Berns (2007), dijelaskan dalam gambar 2.1, dimana anak-anak tidak dapat dengan sendirinya memanipulasi objek atau melakukan sesuatu apa yang baik untuk dirinya. Keadaan ini seharusnya didukung oleh peran yang ada disekitarnya yaitu keluarga, masyarakat, sekolah, media dan teman sebaya atau kelompok-kelompk dimana dia bisa bersama. Dasar teori ini menjadi pemikiran akan dilaksanakannya suatu penelitian ini, tetapi dalam penelitian ini hanya melihat dukungan dari keluarga yang diukur dari dimensi dukungan sosial.

  Menurut Orford (1992), dimensi dukungan sosial yang diberikan adalah 1. Dukungan Instrumental

  Dukungan instrumental adalah dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau dukungan material. Menurut Jacobson dalam Orford (1992) dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis. Wills dalam Orford (1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas-aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja, buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.

2. Dukungan Informasional

  Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu. Douse dalam Orford (1992) membagi dukungan ini ke dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah. Kedua adalah appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat mebantu individu dalam mengevaluasi performance pribadinya.

  Wills dalam Orford (1992) menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat, dan bimbingan.

  3. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Menurut Cohent dan Wils dalam Orford (1992), dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang bahwa dia dihargai dan diterima, dimana harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.

  4. Dukungan Emosi Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi, afeksi/ekspresi. Menurut Tolsdorf dan Wills dalam Orford (1992), tipe dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta, kasih, dan emosi. Leavy dalam Orford (1992) menyatakan dukungan sosial sebagai perilaku yang memberi perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dan dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman.

  5. Dukungan Integrasi Sosial Dukungan integrasi sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari kelompok.

  Menurut Cohen dan Wills dalam Orford (1992), dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam aktivitas, rekreasional di waktu senggang.

  Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif. Menurut Barren dan

  Ainlay dalam Orford (1992), dukungan ini dapat meliputi membuat lelucon, membicarakan minat, melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan.

  

Family

Peers School Peers

  

Child

Media Community

  Society

Gambar 2.1. Kerangka Teori

  Sumber : Berns, 2007

2.4 Kerangka Konsep

  Berdasarkan landasan teori Berns (2007) dan Orford (1992) maka dapat digambarkan secara skematis kerangka konsep penelitian. Menurut Berns (2007) ada lima faktor pemberi dukungan sosial yang tercakup di dalam mikrosistem yaitu keluarga, sekolah, teman sebaya, masyarakat dan media. Dalam kerangka konsep penelitian ini dukungan yang digunakan yaitu dukungan yang bersumber dari keluarga, dimensi dukungan yang digunakan yaitu dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan, dukungan emosi dan dukungan integrasi sosial. Sehingga dengan terbentuknya dukungan-dukungan tersebut dapat tercapainya kelengkapan pemberian imunisasi dasar pada anak.

  Dimensi dukungan sosial yang berasal dari keluarga dalam penelitian ini merupakan variable independen/bebas, yang diukur dengan menggunakan kuesioner tertutup yang dirancang sendiri, sedangkan kelengkapan pemberian imunisasi dasar merupakan variable dependen/terikat yang dilihat dari catatan imunisasi yang ada dalam Kartu Menuju Sehat (KMS).

  Dimensi Dukungan Sosial : Pemberi Dukungan

  Dukungan Intstrumental

  • Kelengkapan Dukungan Informasional -

  Keluarga Pemberian

  Dukungan Penghargaan

  • Imunisasi Dasar Dukungan Emosi -
  • Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

  Dukungan Integrasi Sosial

Dokumen yang terkait

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

20 173 124

Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

1 50 168

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Kota Medan Tahun 2013

2 64 89

Faktor-Faktor Internal Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita Usia 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Situ Gintung Ciputat tahun 2013

3 25 146

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ibu - Pengaruh karakteristik Dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang Memuliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten

0 0 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Imunisasi Tetanus Toksoid - Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Tindakan Imunisasi Tetanus Toksid pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 18