Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

(1)

DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAR JATI

KEC. LUBUK PAKAM KAB. DELI SERDANG TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh:

MEILIN NOVITA SIAHAAN 121021086

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

(3)

ABSTRAK

Dukungan suami dalam pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki sosial budaya patrilineal, yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan termasuk dalam pengambilan keputusan untuk pemberian imunisasi pada bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang memiliki bayi sebanyak 50 orang. Data karakteristik, dukungan instrumental suami, dukungan informasional suami, dukungan emosional suami dan kelengkapan imunisasi suami diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secaradeskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan Instrumental suami terhadap penyediaan materi dan pelayanan imunisasi bayi berada pada kategori kurang yaitu sebesar 52,0%, Sebagian besar dukungan Informasional suami terhadap pemberian informasi dan pengetahuan imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 86.0%, Sebagian besar tindakan suami terhadap dukungan Emosional suami dalam mendukung imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 64.0%. Sebagian besar terhadap Kelengkapan imunisasi bayi berada pada kategori sedang 68.0%.

Dan disarankan kepada Kepala Puskesmas Pagar Jati agar mengaktifkan petugas imunisasi dan kader untuk melakukan kunjungan rumah bayi yang tidak imunisasi dan langsung memberikan penyuluhan kepada suami mengenai imunisasi.


(4)

ABSTRACT

The Husbands’ support in giving babies immunization is the one of important element in immunization range improvement. It is affected by a considerable part of Indonesian who have patrilineal culture. It is an action of putting the men position that higher than women position and it is concluded in taking decisions to give babies immunization. The aim of this study is to find out the reason how far the support of husbands towards the completeness of baby immunization in Clinic area of Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

This study conducts the descriptive study by using Simple random sampling. The sample of this study is husbands who has baby with total 50 persons. Characteristics data, Husbands instrumental support, husbands informational support, husbands emotional support and immunization completeness of husbands are taken by applying questionnaire sheet. After collecting the data, it is analyzed in descriptive way and displayed in frequency distribution table.

The result of this study shows that most of husband instrumental support in providing the material and baby immunization services is indicated on low category, i.e 52%, most of husbands informational support in giving information and babies immunization knowledges is indicated on middle category, i.e 86.0%, then, most of husbands emotional support in supporting baby immunization is on middle category, i.e 64%. The biggest category is pointed on baby immunization completeness that indicates on 68%.

The Head of Clinic of Pagar Jati is suggested to improve the immunization employee of clinic to visit the babies’ home who did not get immunization and giving illumination to the parents especially for husbands in knowing the immunizations.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Meilin Novita Siahaan

Tempat Lahir : Lubuk Pakam, Pagar Jati

Tanggal Lahir : 13-05-1988

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : L. Siahaan

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : U.Siagian

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD HKPB Pagar Jati,Lubuk Pakam

Tahun 2000 – 2003 : SMP HKBP jl.Imam Bonjol, Lubuk Pakam

Tahun 2003 – 2006 : SMA RK.Serdang Murni, Lubuk Pakam

Tahun 2006 – 2009 : DIII Keperawatan Santa Elisabeth Medan

Tahun 2012 – 2015 : S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

Riwayat Pekerjaan


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan cinta kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “DUKUNGAN SOSIAL SUAMI TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAR JATI, KECAMATAN LUBUK PAKAM, KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015”. Sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Dengan ini segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. Heru Santosa MS. Ph. D selaku Dosen Pembimbing Akademik. 3. Bapak Drs. Tukiman, MKM. Selaku Kepala Departemen Pendidikan dan

Ilmu Perilaku.

4. Ibu Dra. Syarifah, MS dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

5. Bapak Drs. Tukiman, MKM dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan. 7. Ibu dr. Karo Malem selaku Kepala Puskesmas Pagar Jati yang telah

mengizinkan penulis melakukan penelitian di Puskesmas Pagar Jati, Lubuk Pakam.

8. Pegawai dan Petugas yang memegang program imunisasi di Puskesmas Pagar Jati, Lubuk Pakam yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan selama melakukan penelitian.

9. Teristimewa kepada orang tua saya Ayahanda Lukman Siahaan dan Ibunda Udur Siagian. Kakak tersayang Murniati Nova Yunita Siahaan, Am.Keb, Abangku Herman irwanto Siahaan, adik-adikku (Hengki Loling Siahaan, Hilton Irfan Siahaan, Hipron Oki Siahaan) untuk Doa, perhatian, kasih sayang dan dukungannya yang tak tergantikan yang diberikan kepada penulis. 10. Terkhusus Abang Indra Buana Sinaga yang telah banyak memberikan

motivasi, dukungan, nasehat, Doa, perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

11. Teman yang telah bersama sejak awal penyusunan skripsi di FKM USU Patima Sijabat, Dominica Malau, Nia Maha, Petronella Gurning, Friska Siregar, Chrysti Lise Sianturi terima kasih banyak atas bantuan, dukungan, waktu serta masukan yang diberikan selama ini.


(8)

12. Para teman seperjuangan Peminatan PKIP atas dukungan selama studi dan menyelesaikan skripsi ini.

13. Buat adik-adik aku Rijal Parulian Saragih, Widya Astuti Tanjung, Rani Azhari Koto, Herna Monalisa Hura, Friska Yanti, Dian Qumairoh Panjaitan yang selalu berjuang untuk menyelesaikan studi PBL selama 3 bulan diBukit Lawang.

14. Buat adik-adik aku Gabriela Paula Hasian Malau dan Agustya, yang selalu bersama dalam menyelesaikan program studi LKP selama 1 bulan.

15. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan doanya.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu, bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1.Dukungan Sosial ... 10

2.1.1. Pengertian perilaku Kesehatan ... 10

2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial ... 11

2.1.3. Klasifikasi dukungan sosial ... 12

2.1.4. Cakupan dukungan sosial ... 13

2.1.5. Sumber- sumber dukungan sosial ... 13

2.1.6. Komponen- komponen dalam dukungan sosial ... 17

2.1.7. Bentuk dukungan sosial ... 19

2.1.8. Dampak dukungan sosial ... 19


(10)

2.1.10.Kategori dukungan sosial ... 21

2.2.Suami ... 22

2.2.1. Defenisi Suami ... 22

2.2.2. Peran Suami ... 22

2.3.Imunisasi ... 23

2.3.1. Pengertian Imunisasi ... 23

2.3.2. Tujuan Imunisasi ... 23

2.3.3. Manfaat Imunisasi ... 24

2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar bayi ... 24

2.3.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi ... 28

2.3.6. Dukungan Suami dalam Pemberian Imunisasi Pada Bayi ... 34

2.4. Perilaku ... 35

2.4.1. Pengetahuan ... 35

2.4.2 Sikap ... 38

2.4.3 Tindakan ... 40

2.5Konsep Gender ... 40

2.6Keluarga ... 42

2.6.1 Tugas Keluarga dibidang Kesehatan ... 43

2.6.2 Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga ... 44

2.6.3 Dukungan Keluarga ... 45

2.7Landasan Teori ... 46

2.8Kerangka konsep ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1.Jenis Penelitian ... 49

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 49

3.2.2. Waktu Penelitian ... 50

3.3.Populasi dan Sampel ... 50

3.3.1. Populasi ... 50

3.3.2. Sampel ... 50

3.4.Metode Pengumpulan Data... 51

3.4.1. Data Primer ... 51

3.4.2. Data Sekunder ... 51

3.5.Definisi Operasional ... 52

3.6.Aspek Pengukuran dan Instrumen Penelitian ... 53

3.6.1. Aspek Pengukuran ... 53

3.6.2. Instrumen Penelitian ... 56


(11)

3.7.1. Metode Pengolahan Data ... 56

3.7.2. Analisa Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58

4.1.1 Gambaran Geografis dan Demografis ... 58

4.2Analisa Univariat Karakteristik Responden ... 59

4.2.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 59

4.3Dukungan Instrumental Suami ... 60

4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan) ... 60

4.3.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan) ... 62

4.4Dukungan Informasional Suami ... 63

4.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasional Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 63

4.4.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Informasional Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 65

4.5Dukungan Emosional Suami ... 65

4.5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan)... 65

4.5.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan)... 66

4.6Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 67

4.6.1 Distribusi Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 67

4.6.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Kelengkapan Imunisasi Bayi ... 68

BAB V PEMBAHASAN ... 68

5.1. Karakteristik Suami ... 69

5.1.1 Umur ... 69

5.1.2 Pendidikan ... 70

5.1.3 Pekerjaan ... 71

5.1.4 Penghasilan ... 72

5.1.5 Karakteristik Responden tentang dukungan instrumental Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan) ... 73 5.1.6 Karakteristik Responden tentang dukungan informasional


(12)

Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan) ... 74

5.1.7 Karakteristik Responden tentang dukungan emosional Suami (Rasa Empati dan diperhatikan) ... 76

5.1.8 Karakteristik Kelengkapan Imunisasi ... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1. Kesimpilan ... 81

6.2. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.2.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Respoden...59 Tabel 4.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumental

Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan)...60

Tabel 4.3.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Instrumental

Suami (Penyediaan Materi dan Pelayanan)...62

Tabel 4.4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasional Suami (Pemberian Informasi dan Pengetahuan)...63

Tabel 4.4.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Informasional

Suami (Pemberian informasi dan pengetahuan)...64

Tabel 4.5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional

Suami (Rasa Empati dan Diperhatikan)...65

Tabel 4.5.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Dukungan Emosional

Suami (rasa empati dan diPerhatika)...66

Tabel 4.6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi

bayi ... 67 Tabel 4.6.2 Distribusi Berdasarkan Kategori Kelengkapan Imunisasi...


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Output hasil

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam


(15)

ABSTRAK

Dukungan suami dalam pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki sosial budaya patrilineal, yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan termasuk dalam pengambilan keputusan untuk pemberian imunisasi pada bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang memiliki bayi sebanyak 50 orang. Data karakteristik, dukungan instrumental suami, dukungan informasional suami, dukungan emosional suami dan kelengkapan imunisasi suami diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secaradeskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan Instrumental suami terhadap penyediaan materi dan pelayanan imunisasi bayi berada pada kategori kurang yaitu sebesar 52,0%, Sebagian besar dukungan Informasional suami terhadap pemberian informasi dan pengetahuan imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 86.0%, Sebagian besar tindakan suami terhadap dukungan Emosional suami dalam mendukung imunisasi bayi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 64.0%. Sebagian besar terhadap Kelengkapan imunisasi bayi berada pada kategori sedang 68.0%.

Dan disarankan kepada Kepala Puskesmas Pagar Jati agar mengaktifkan petugas imunisasi dan kader untuk melakukan kunjungan rumah bayi yang tidak imunisasi dan langsung memberikan penyuluhan kepada suami mengenai imunisasi.


(16)

ABSTRACT

The Husbands’ support in giving babies immunization is the one of important element in immunization range improvement. It is affected by a considerable part of Indonesian who have patrilineal culture. It is an action of putting the men position that higher than women position and it is concluded in taking decisions to give babies immunization. The aim of this study is to find out the reason how far the support of husbands towards the completeness of baby immunization in Clinic area of Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

This study conducts the descriptive study by using Simple random sampling. The sample of this study is husbands who has baby with total 50 persons. Characteristics data, Husbands instrumental support, husbands informational support, husbands emotional support and immunization completeness of husbands are taken by applying questionnaire sheet. After collecting the data, it is analyzed in descriptive way and displayed in frequency distribution table.

The result of this study shows that most of husband instrumental support in providing the material and baby immunization services is indicated on low category, i.e 52%, most of husbands informational support in giving information and babies immunization knowledges is indicated on middle category, i.e 86.0%, then, most of husbands emotional support in supporting baby immunization is on middle category, i.e 64%. The biggest category is pointed on baby immunization completeness that indicates on 68%.

The Head of Clinic of Pagar Jati is suggested to improve the immunization employee of clinic to visit the babies’ home who did not get immunization and giving illumination to the parents especially for husbands in knowing the immunizations.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat. (Anonim, 2012, Rencana Pembangunan Kesehatan Tahun 2012-2014, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.).

Universal Child Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan target UCI tahun 2014 adalah 100% / desa (DepKes, 2009). Indonesia pernah berhasil mencapai UCI namun berdasarkan data WHO pada Weekly Epidemiological Record (No.46, 2011, 86, 509-520, 11 November 2011), Indonesia masih menempati peringkat ke-4 di dunia setelah India, Nigeria, dan Republik Demokrasi Kongo untuk undervaccination children dalam cakupan


(18)

imunisasi DPT3. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara prioritas yang diidentifikasi oleh WHO dan UNICEF untuk melaksanakan akselerasi dalam pencapaian target 100% UCI Desa / Kelurahan. Diperkirakan 1,5 juta balita di Indonesia belum terjangkau program imunisasi dasar maupun pemberian vaksin lainnya. (World Health Organization, WHO 2013 ).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi, 80% diakibatkan oleh Pneumonia. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) kelompok penasehat utama WHO untuk vaksinasi dan imunisasi didunia dalam pertemuan di Swiss, Pneumokokus merupakan penyebab utama morbititas dan mortalitas didunia dan vaksinasi merupakan upaya terbaik untuk mencegah penyakit Pneumokokus. (Lisnawati, 2011).

Persentase imunisasi menurut jenisnya yang tertinggi sampai terendah adalah untuk BCG (77,9%), Campak (74,4%), Polio4 (66,7%), dan terendah DPT-HB3 (61,9%). Bila dilihat masing-masing imunisasi menurut provinsi, Banten menempati urutan ke 15 dengan hasil BCG (76,3%), Polio (64,5%), DPT-HB (57,7%), Campak (69,3%). Adapun cakupan imunisasi dasar lengkap yang sudah di dapatkan anak umur 0-12 bulan sebesar 53,8%, yang tidak lengkap sebesar 33,5% dan yang tidak imunisasi sebesar 12,7%. Sedangkan jika dilihat dari segi pendidikan orang tua tamat SD (48,8%), tamat SMP (57,0%), SMA (61,1%), Perguruan Tinggi (67,7%). Apabila dilihat dari segi pekerjaan, yang tidak bekerja (57,7%), Pegawai (67,7%), Wiraswasta (57,4%), Petani/Nelayan/Buruh (47,2%). Ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan


(19)

status ekonomi maka semakin tinggi pula status imunisasi dasar balita (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi adalah Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Target UCI pada Renstra tahun 2013 adalah sebesar 95%. Pada tahun 2013 terdapat 9 provinsi yang memiliki persentase desa UCI melebihi target 95%.

Dari 9 provinsi hanya tiga provinsi memiliki capaian tertinggi sebesar 100%, yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jambi. Kemudian diikuti oleh Lampung sebesar 99,27%. Sedangkan Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar 13,05%, diikuti oleh Papua Barat sebesar 41,21%, dan Sulawesi Tenggara sebesar 56,50%. Informasi terkait capaian desa UCI pada tahun 2011 -2013. Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya. ( Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013).

Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut Drop Out Rate DPT/HB1-Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih penurunan cakupan imunisasi campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1.


(20)

Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2013 sebesar 3,3%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,6%. DO Rate DPT/HB1-Campak menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2007sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Angka droup out cakupan imunisasi DPT/HB1 – Campak pada bayi diIndonesia tahun 2007-2013 DO rate DPT/HB1- campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Batas maksimal tersebut telah berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2013 terdapat 19 provinsi dengan DO rate ≤ 5%. Data dan informasi lebih rinci mengenai drop out rate cakupan imunisasi pada tahun 2013 DPT/HB1-campak tahun 2013. ( Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Cakupan Imunisasi Campak pada Bayi diIndonesia tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi diJawa Barat sekitar 64,5%, yang paling rendah diPapua Barat sekitar 12,2%, sedangkan diSumatera Utara sekitar 41,9%. Dari Persentase Imunisasi dasar lengkap diIndonesia tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi diBali sekitar 62,3%, DKI Jakarta sekitar 61,2%, Bangka Belitung sekitar 60,0%, yang paling rendah diPapua sekitar 20,3%, Papua Barat sekitar 18,3%, Maluku Utara sekitar 17,7%, sedangkan diSumatera Utara sekitar 36,5%. (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2014).

Cakupan Imunisasi Campak diProvinsi Sumatera Utara tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi diPakpak Bharat sekitar 78,4%, Samosir sekitar 59,3%, yang paling rendah diNias Utara sekitar 19,6%, Gunung sitoli sekitar 9,4%, sedangkan Deli Serdang sekitar 43,3%. Dari persentase Imunisasi


(21)

dasar lengkap diSumatera Utara tahun 2014 yang menduduki tingkat yang paling tinggi Samosir sekitar 57,3%, Medan sekitar 49,6%, Tebing Tinggi sekitar 46,3%, yang paling rendah diPadang Sidempuan sekitar 17,5%, Nias Barat sekitar 17,4%, Nias Utara sekitar 8,7%, sedangkan Deli Serdang sekitar 34,2%. (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2014).

Hasil penelitian Simangunsong (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar tingkatan tindakan Responden dalam membawa bayi Imunisasi Puskesmas Kolang, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada tingkat kategori tidak membawa yaitu sebanyak 44 orang (100,00%) dan membawa 0 (0.00%). Alasan Responden tidak membawa bayi karena sibuk kerja sebanyak 30 orang (68,18%), dan Responden karena malu sebanyak 5 orang (11,36%).

Hasil penelitian Lobert (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan suami tentang pembeian Imunisasi pada bayi diwilayah kerja Puskesmas Aekraja Kabupaten Tapanuli Utara terdapat dari 67 Responden kategori buruk yaitu sebanyak 60 orang (89,5%) dan kategori sedang 3 orang (4,5%)

Dari data diatas banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar pada bayi yaitu kurangnya dukungan keluarga terutama suami, kondisi bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan suami/ibu, pekerjaan suami/ibu, pendidikan formal suami/ibu, tingkat penghasilan keluarga, penyuluhan imunisasi, jarak ke tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan vaksin, efek samping imunisasi dan, sikap petugas kesehatan. (Elly, 2011; Widiyanti, 2009; Kurniawati, 2012).


(22)

Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis. Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat menyebabkan batuk hingga delapan minggu. Semua anak perlu mendapatkan imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalahtungkai tiba-tiba lumpuh dan sulit untuk bergerak. Dari 200 anak yang terinfeksi polio, maka satu orang akan menjadi cacat sepanjang hidupnya. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Perilaku suami dalam mendorong pemberian imunisasi pada bayi merupakan salah satu faktor dalam pencapaian cakupan imunisasi. Hal ini


(23)

dalam hal pengambilan keputusan di rumah tangga adalah pihak suami. Sehingga anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat membuat para suami merasa khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin yang diberikan pada bayi. Adanya kepercayaan tersebut membuat para suami kurang memberikan dorongan kepada istri untuk mengimunisasi bayi mereka. (Simangunsong, sarbarita 2011. Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi diwilayah kerja Puskesmas Kolang Kecamatan Kolang Kabupaten.Tapanuli Tengah Tahun 2011).

Pada umumnya suami tidak menyadari manfaat pemberian imunisasi pada

bayi terhadap kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan suami, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin baik wawasan tentang kesehatan. Selain tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap juga dapat mempengaruhi perilaku suami yang tercermin pada tindakan suami dalam mendorong pemberian imunisasi pada bayi. Oleh karena pentingnya pemberian imunisasi dasar lengkap, maka suami dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, yang dapat menimbulkan perubahan persepsi dan terbentuknya sikap yang konsisten. Dengan pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik dalam mendorong pemberian imunisasi, sehingga dapat menurunkan angka kematian pada anak. (Simangunsong, sarbarita 2011. Perilaku suami dalam dukungan pemberian Imunisasi pada Bayi diwilayah kerja Puskesmas Kolang Kecamatan Kolang Kabupaten.Tapanuli Tengah Tahun 2011).


(24)

Berdasarkan Data Puskesmas Pagar Jati Jumlah Bayi yang Imunisasi sekitar 102 jiwa, BCG (58,0%), DPT1 (34,03%), DPT3 (42,12%), Polio (33,06%), Campak (46,05%), HB3 (48,14%), dari penelitian awal yang ikut berpartisipasi dalam kunjungan imunisasi sekitar 20 orang (32%) suami yang mendampingi istrinya untuk membawa bayi imunisasi dan sekitar 82 orang (68%) tidak pernah mendampingi istri untuk membawa bayi imunisasi. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang dukungan sosial suami dalam kelengkapan terhadap pemberian imunisasi pada bayi diPuskesmas Pagar Jati Tahun 2015.

Alasan saya melakukan Penelitian diPuskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Petugas Kesehatan Imunisasi mengatakan ditahun 2014 ada 1 bayi yang terdapat kasus gizi buruk dan dibulan April tahun 2015 ada 1 bayi yang hampir menuju kasus gizi buruk, kurangnya dukungan dari pihak suami untuk membawa bayi diimunisasi, kurangnya kunjungan imunisasi diPuskesmas Pagar Jati serta belum pernah ada melakukan penelitian dilokasi tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.


(25)

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Karakteristik suami (umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan).

2. Untuk mengetahui dukungan instrumental (penyediaan materi dan pelayanan).

3. Untuk mengetahui dukungan informasional (pemberian informasi dan pengetahuan).

4. Untuk mengetahui dukungan emotional (rasa empati dan rasa diperhatikan). 5. Untuk mengetahui kelengkapan imunisasi dasar bayi.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti merupakan salah satu aplikasi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang dipelajari selama masa perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang dukungan sosial suami terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.


(26)

3. Sebagai informasi bagi para suami di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan.Lubuk Pakam Kabupaten.Deli Serdang Tahun 2015.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dukungan Sosial

2.1.1. Pengertian Dukungan Sosial

Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2010) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (2011) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 2012) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2011) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 2012) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.


(28)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai. 2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Menurut stanley (2012), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, dan pangan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial. 2. Kebutuhan sosial

Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.

3. Kebutuhan psikis

Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial


(29)

dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

2.1.3. Klasifikasi dukungan sosial

Menurut Sheridan dan Radmacher (2009), Sarafino (2011) serta Taylor (2012); membagi dukungan sosial kedalam 3 bentuk, yaitu

1. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol.

2. Dukungan informasional (informational support)

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

3. Dukungan emosional (emotional support)

Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi, adanya suasana kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih


(30)

baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

2.1.4. Cakupan dukungan sosial

Menurut Saranson (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), dukungan sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu ;

1. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia

Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas). 2. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima

Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).

2.1.5. Sumber- sumber dukungan sosial

Menurut Rook dan Dootey (2009) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), ada 2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.

1. Dukungan sosial artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

2. Dukungan sosial natural

Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang- orang yang berada di sekitarnya,


(31)

misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non- formal.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut ;

1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat- buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.

2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.

3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.

4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang- barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.

5. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis . Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas :

1. Dukungan sosial utama bersumber dari keluarga

Mereka adalah orang- orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkan persaan memiliki antara sesama


(32)

anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikan rasa aman bagi anggota- anggotanya.

Menurut Argyle (dalam Veiel & Baumann,2012), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek buffering (penangkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang- orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.

2. Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman.

Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel & Baumann,1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama adalah membantu meterial atau instrumental. Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang.

Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat, depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang


(33)

tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial. 3. Dukungan sosial dari masyarakat, misalkan yang peduli terhadap korban kekerasan.

Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.

Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada kaitannya dengan pengaruh- pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai sumber- sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan individu yang terisolasi.


(34)

2.1.6. Komponen- komponen dalam dukungan sosial

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya menurut Weiss Cutrona dkk (994;371) yang dikutip oleh Kuntjoro (2012), mengemukakan adanya 6 komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale” ,dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah ;

1. Kerekatan emosional (Emotional Attachment)

Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.

2. Integrasi sosial (social integrasion)

Merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan tempat saling berbagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan dimilki dalam kelompok.


(35)

3. Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)

Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga. Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi atau perusahaan atau organisasi dimana seseorang bekerja.

4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable alliance)

Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umunya berasal dari keluarga.

5. Bimbingan (Guidance)

Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang dapat memungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.

6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk


(36)

memperoleh kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak- anaknya) dan pasangan hidup.

7. Aspek hubungan sosial pada pasien

Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang hubungannya jauh dengan keluarga. (Stanley, 2012).

2.1.7. Bentuk dukungan sosial

Menurut Kaplan and Saddock (2008), adapun bentuk dukungan sosial adalah sebagai berikut ;

1. Tindakan atau perbuatan

Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan masyarakat.

2. Aktivitas religius atau fisik

Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada Tuhan .

3. Interaksi atau bertukar pendapat

Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang- orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang di sekitarnya. 2.1.8. Dampak dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang- orang tertentu dalam kehidupannya. Diharapkan dengan


(37)

adanya dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita, 2012).

Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu dapat dilihat bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman (2010) mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya kecemasan.

Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya. Pada derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.

Sheridan and Radmacher (2012), Rutter, dkk. (2010), Sarafino (2010) serta Taylor (2012); mengemukakan 2 model untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial dapat mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan, yaitu; 1. Model efek langsung

Model ini melibatkan jaringan sosial yang besar dan memiliki efek positif pada kesejahteraan. Model ini berfokus pada hubungan dan jaringan sosial dasar.


(38)

Model ini juga dideskripsikan sebagai instruktur dari dukungan sosial yang meliputi faktor status perkawinan, keanggotaan dalam suatu kelompok, peran sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.

2. Model buffering

Model ini berfokus pada aspek dari dukungan sosial yang berperilaku sebagai buffer dalam mempertahankan diri dari efek negatif dari kecemasan. Model ini mengacu pada sumber daya interpersonal yang akan melindungi individu dari efek negatif kecemasan dengan memberikan kebutuhan khusus yang disebabkan oleh kejadian yang mengakibatkan kecemasan. Model ini bekerja dengan mengerahkan kembali hal- hal yang menimbulkan kecemasan atau mengatur keadaan emosional yang disebabkan oleh hal- hal tersebut. Model ini berfokus pada fungsi dukungan sosial yang melibatkan kualitas hubungan sosial yang ada.

2.1.9. Dimensi dukungan sosial

Menurut Jacobson (2010), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya ; 1. Emotional support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan

diperhatikan.

2. Cognitive support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.

3. Material support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah.

2.1.10. Kategori dukungan sosial

Menurut Nursalam (2009), dukungan sosial keluarga dikategorikan menjadi ;


(39)

1. Dukungan sosial kurang dengan skor < 7 2. Dukungan sosial cukup dengan skor 8 – 13 3. Dukungan sosial kurang dengan skor 14 – 20 2.2. Suami

2.2.1. Defenisi Suami

Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga. ( chaniago, 2009. http://tutorialkuliah.com).

2.2.2. Peran Suami

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008).

Peran juga merupakan suatu kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri, suami, anak, guru, hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis, 2006).Jadi yang dimaksud dengan peran suami adalah perangkat tingkah yang dimiliki oleh seorang lelaki yang telah menikah, baik dalam fungsinya di keluarga maupun di masyarakat.


(40)

2.3. Imunisasi

2.3.1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan. (Wahab, 2002).

Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3 (tiga) dosis vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11 bulan) (Depkes RI, 2013).

2.3.2. Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar. Tujuan dari imunisasi adalah memberikan suatu antigen untuk merangsang sistem imunoglobik tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit (Musa dalam Wardhana, 2001).

Menurut Depkes RI (2013), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan


(41)

program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita atau anak-anak pra sekolah.

2.3.3. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh : 1) Anak, mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian; 2) Keluarga, menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang dikeluarkan bila anak sakit.Hal ini akan mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman; dan 3) Negara, memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa (Wahab, 2009). 2.3.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan imunisasi dasar bayi

Definsi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap (Poerwadarminta, 2007). Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau segala sesuatu yang tersedia dengan lengkap untuk membuat zat anti untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).

Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar adalah :

a. Pendidikan

Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Bahwa penggunaan posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan


(42)

dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2012). Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya

.

b. Pendapatan atau Penghasilan

Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2009), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi (Syamsul, 2010).

c. Pengalaman

Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti kesukaran, kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang akan menghindari hal-hal yang sulit dan mengusahakan atau mengandung resiko berat. Jika kegiatan imunisasi tetap berjalan dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu giliran yang lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat mempengaruhi ibu untuk mengimunisasikan bayinya (Suparyanto, 2011).


(43)

d. Pekerjaan

Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna dalam mempelajari motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Suami yang mempunyai pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan dari pada mengantarkan bayinya untuk di imunisas (Suparyanto, 2011).

e. Dukungan keluarga

Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi. Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).

f. Motif

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan (Suparyanto, 2011).


(44)

g. Fasilitas Posyandu

Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan fungsi (Suparyanto, 2011).

h. Lingkungan

Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan rumah dan masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2009).

i. Tenaga kesehatan

Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Sehingga diharapkan ibu mau mengimunisasikan bayinya dengan memberikan atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto, 2011).

j. Ketersediaan vaksin

adanya ketersediaan vaksin yang cukup karena masalah vaksin sangat menjadi hambatan bagi petugas puskesmas dalam mencapai imunisasi UCI di wilayah kerjanya, vaksin salah satu indikator yang paling penting untuk melakukan kegiatan imunisasi bayi, apabila vaksin tidak tersedia maka program pencapaian imunisasi lengkap tidak akan tercapai.


(45)

2.3.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B (Depkes RI, 2013).

1. Tuberkulosis Berat

Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang berbentuk batang disebut Mycobakterium Tuberculosis dan dikenal juga dengan Basil Tahan Asam. Penyakit TBC berat pada anak adalah Tuberculosis Miller (penyakit paru berat) yang menyebar ke seluruh tubuh dan Meningitis Tuberculosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian pada anak. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili Mycobacterium dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi. Masih terdapat Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes RI, 2013).

Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan. Tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada bayi adalah demam, berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar getah bening, dan hepatosplenomegali. Gejala spesifik tuberkulosis pada anak biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang, misalnya


(46)

Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.

WHO melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia angka kejadian tuberkulosis pada anak belum diketahui pasti karena sulit mendiagnosa, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang di lingkungannya, terutama anak-anak. Penularan dari orang dewasa yang menderita TB ini biasanya melelaui inhalasi butir sputum penderita yang mengandung kuman tuberkulosis, ketika penderita dewasa batuk, bersin dan berbicara (Depkes, RI, 2013).

Menurut Kartasasmita (2006) diagnosa TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin (Mantoux Test) serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Uji tuberkulin (Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Pemeriksaan klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung dan pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru. Salah satu pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin). Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang hidup, namun telah dilemahkan. BCG dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan spondilitis.


(47)

2. Difteri

Adalah penyakit akut saluran napas bagian atas yang sangat mudah menular. Penularannya melalui droplet (ludah) yang melayang-layang di udara dalam sebuah ruangan dengan penderita atau melalui kontak memegang benda yang terkontaminasi oleh kuman diphteria dan melalui kontak dari orang ke orang. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman ini tahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang mengering. Manusia adalah natural host dari bakteri C. diphteriae. Penyakit ini ditandai dengan adanya pertumbuhan membran (pseudomembran) berwarna putih keabu-abuan, yang berlokasi utamanya di nasofaring atau daerah tenggorokan, selain itu dapat juga di trachea, hidung dan tonsil (Depkes RI, 2013).

Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang tidak terlalu tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala tidak mampu makan) dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi (Stridor). Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin diberikan secara bersama dengan vaksin pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalen yaitu DPT (difteri,pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).

3. Pertusis

Penyakit yang dikenal sebagai penyakit batuk rejan, menyerang bronkhus yakni saluran napas bagian atas. Cara penularan melalui airborne (jalan udara). Penyakit ini dapat menyerang semua umur, namun terbanyak berumur 1-5 tahun. Penyebab pertusis adalah sejenis kuman yang disebut Bordetella pertussis. Gejala awal berupa batuk-batuk ringan pada siang hari. Makin hari makin berat disertai


(48)

batuk paroksismal selama dua hingga enam minggu. Batuk tersebut dikenal sebagai whooing cough, yaitu batuk terus tak berhenti-henti yang diakhiri dengan tarikan napas panjang berbunyi suara melengking khas. Gejala lain adalah anak menjadi gelisah, muka merah karena menahan batuk, pilek, serak, anoreksia (tidak mau makan), dan gejala lain yang mirip influenza. Pencegahan penyakit ini dengan melakukan imuniasi DPT (diteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013). 4. Tetanus

Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia kemanusia secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan Clostridium tetani. Binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbour (persinggahan sementara). Gejala umum penyakit tetannus pada awalnya dapat dikatakan tidak khas bahkan gejala ini terselimuti oleh rasa sakit yang berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam waktu 48 jam penyakit ini dapat menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan membuka mulut, tengkuk terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus, yaitu suatu keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi (Depkes RI, 2013).

Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu :

a. Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak mengalami rhisus sardonikus.

b. Tipe generalized, yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah dan otot seluruh badan.


(49)

c. Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya timbul kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf pusat.

Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka. Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT (Depkes RI, 2013).

5. Polio

Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent infection) terutama anak-anak (Depkes RI, 2013).

Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus lebih mudah dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari


(50)

sekret tenggorokan. Di daerah denan sanitasi lingkungan yang baik penularan lebih sering terjadi melalui sekret faring daripada melalui rute orofecal. Cara pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV menimbulkan kekebalan terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50% penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi dari ancaman poliomielitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke empat akan meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV. Disamping itu, virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio (Depkes RI, 2013). 6. Campak

Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular lewat udara melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seseorang penderita. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk ke dalam genus Morbilivirus dan keluarga Paramyxoviridae. Masa ikubasi berkisar antara 10 hingga 12 hari, kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam, gejala conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian atas. Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia (radang paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot kaki) (Depkes RI, 2013). Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga stadium, yaitu (Depkes RI, 2013):


(51)

a. Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk, fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjunctivis dan coryza. Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu khas sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa mulut. b. Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di

mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin berkurang.

c. Stadium konvalesen Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi campak yang menggunakan vaksin yang mengandung virus campak yang dilemahkan.

7. Hepatitis B

Penyakit hepatitis adalah penyakit peradangan atau infeksi liver pada manusia, yang disebabkan oleh virus. Sedangkan hepatitis B adalah penyakit liver (hati) kronik hingga akut, umumnya kronik-subklinik dan sembuh sendiri (self limited). Penularan penyakit ini dapat melalui ibu ke bayi dalam kandungan (verticaltransmission), jarum suntik yang tidak steril dan hubungan seksual. Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa mendeteksi HBsAg dalam darah, dan pernah dijumpai baru terdeteksi 6-9 bulan kemudian (Depkes RI, 2013). 2.3.6. Dukungan Suami dalam Pemberian Imunisasi Pada Bayi

Peranan suami sangat besar bagi ibu dalam mendukung perilaku atau tindakan ibu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Suami sebagai orang terdekat di lingkungan keluarga dan sekaligus pemegang kekuasaan dalam


(52)

keluarga yang sangat menentukan dalam pemilihan tempat pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2013). Green (2010) menyebutkan bahwa dukungan keluarga khususnya suami merupakan salah satu elemen penguat (reinforcing) dalam penentuan perilaku seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal ini terlihat dari penelitian Soewandijono (2010) yang meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi campak, terbukti bahwa salah satu faktor yang mempunyai hubungan bermakna dalam pencapaian cakupan imunisasi campak adalah tingkat peran serta keluarga terutama suami. 2.4. Perilaku

Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2012), membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari: pengetahuan, sikap dan tindakan/praktek.

2.4.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui


(53)

pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour).Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (2010) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2012) :

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana


(54)

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Notoatmodjo, 2012): 1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


(55)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat diliat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.4.2. Sikap

Berkowitz tahun 2010 pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap (Azwar, 2000), namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok pemikiran, yaitu:

1). Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (2011), Rensis Likert (2011), Charles Osgood (2011), mengatakan bahwa “sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau


(56)

memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable) terhadap objek sikap tertentu”.

2). Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (2011), Bogardus (2010), LaPiere (2010), Mead (2012) dan Girdon Allport (2012), mengatakan bahwa sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons”.

3). Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa sikap merupakan konstalasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif”. Termasuk dalam kelompok ini Secord dan Backman (2010) mengatakan bahwa “sikap adalah sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (efeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.”

Sikap terjadi karena adanya rangsangan sebagai objek sikap yang harus diberi respon, baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap positif dan sikap negatif terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui, mendukung, memihak (favorable) atau tidak menyetujui, tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) suatu objek sikap. Bila seseorang mempunyai sikap mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut.


(57)

Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap, berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan. (Fishbein, 2010).

2.4.3. Tindakan

Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya. (Notoatmodjo, 2012).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup: (Notoatmodjo, 2012).

a. Tindakan sehubungan dengan penyakit

b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan c. Tindakan kesehatan lingkungan

2.5. Konsep Gender

Konsep gender berbeda dengan konsep seks (jenis kelamin), seks merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, laki-laki dan perempuan. Konsep gender, adalah konsep yang mengacu pada suatu sifat yang melekat pada kaum


(58)

laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial kultural (Fakih, 1996). Dikatakan sebagai konstruksi sosial kultural karena sifat-sifat itu dari waktu ke waktu maupun dari tempat ke tempat bisa berlawanan, dalam arti berbeda atau dipertukarkan.

Menurut Susanti (2010), konstruksi sosial perihal gender dapat dilihat sebagai hal yang wajar, sebab budaya pada setiap komunitas mempunyai ekspresi yang khas. Namun demikian, perbedaan gender bisa menjadi masalah jika perbedaan itu mengakibatkan ketimpangan perlakuan dalam masyarakat serta ketidakadilan dalam hak dan kesempatan baik bagi laki-laki dan terutama perempuan. Oleh karena itu, banyak perempuan mengalami ketimpangan serta ketidakadilan gender dari pada laki-laki. Konstruksi demikian sering terjadi di dalam berbagai kebudayaan masyarakat sebagaimana tercermin pada adanya konsep feminisme dan maskulinitas.

Ketimpangan kekuasaan dan akses antara laki-laki dan perempuan ini sejak dahulu kala diperkuat oleh nilai-nilai atau budaya Patriarki. Perempuan selalu dilekatkan pada citra feminitas, yang diartikan selalu pada sifat pasrah mendahulukan kepentingan orang lain, mempertahankan ketergantungan pada laki-laki serta dituntut untuk mengedepankan peran domestiknya saja sebagai bagian dari kodrat. Sementara laki-laki lekat sebagai sosok prima, maskulinitas, yang mengcitrakan keberanian, tegas dalam bertindak, sosok yang harus dipatuhi, dilayani, sehingga secara sosial laki-laki diposisikan lebih tinggi dari pada perempuan. Ketimpangan gender berlangsung hampir di semua kehidupan, publik maupun privat. (Fakih, 2012).


(59)

2.6. Keluarga

Pengertian keluarga adalah yang terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah dan ikatan adopsi yang hidup bersama dalam satu rumah tangga, anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain, mempunyai peran sosial dan menggunakan kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 2011). Pengertian keluarga yang lain adalah dua orang atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi dalam perannya masing-masing, menciptakan serta membedakan kebudayaan. (Effendy, 2012).

Ada juga yang mengemukakan pengertian sebuah keluarga sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama karena hubungan darah, perkawinan, adopsi atau perjanjian bersama. Sebagai sebuah sistem keluarga mempunyai pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu yang merupakan bagian dari sistem dan menentukan apakah seorang individu akan berhasil dalam menjalani kehidupannya. Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat dan bersifat mandiri dimana masalah seseorang individu mempengaruhi anggota keluarga dan seluruh keluarga. (Effendy, 2012).

Peran keluarga sangat penting untuk setiap aspek perawatan anggota keluarga, terutama pada kuratif (pengobatan). Apabila ada anggota keluarga yang sakit, keluarga juga yang akan memperhatikan individu tersebut secara total, menilai, dan memberikan perawatan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu


(60)

keadaan sehat sampai tingkat optimum, mengingat prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesejahteraan anggota keluarga.

2.6.1. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi: (Effendy, 2012)

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.

Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan untuk memutuskan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.


(1)

Pernah

26 52.0 52.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Rasa empati suami kepada Istri yang tidak membawa bayi imunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

Memarahi istri serta membawa bayi

keklinik dokter untuk diimunisasi

4 8.0 8.0 8.0

Membawa kembali kebulan

berikutnya

46 92.0 92.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Rasa empati suami kepada Istri lupa jadwal imunisasi bayi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

Tidak mau tahu serta tidak peduli

karena sudah kewajiban istri

38 76.0 76.0 76.0

Menempelkan jadwal kedinding

serta selalu mengingatkan istri

sehari sebelum jadwal imunisasi

12 24.0 24.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Kategori Responden Berdasarkan Dukungan Emosional Suami

(Rasa empati dan diperhatikan)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Baik

10 20.0 20.0 20.0

Sedang

32 64.0 64.0 84.0

Kurang

8 16.0 16.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


(2)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

Tidak pernah memeriksa Kartu

Menuju Sehat setelah bayi

selesai diimunisasi

26 52.0 52.0 52.0

Pernah memeriksa Kartu

Menuju Sehat setelah bayi

selesai diimunisasi

24 48.0 48.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Imunisasi yang sudah diberikan pada bayi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

DPT, POLIO, BCG

8 16.0 16.0 16.0

Campak

42 84.0 84.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Bayi diimunisasi campak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

Belum pernah diimunisasi

campak

12 24.0 24.0 24.0

Sudah diimunisasi campak

38 76.0 76.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Usia bayi tidak diimunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

Penyakit kelumpuhan dan cacat

28 56.0 56.0 56.0

Penyakit menular seperti TBC

22 44.0 44.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Penyakit yang timbul jika bayi tidak imunisasi POLIO

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Penyakit menular

12 24.0 24.0 24.0

Penyakit kelumpuhan dan cacat

38 76.0 76.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Kategori Responden Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Baik

16 32.0 32.0 32.0

Sedang

34 68.0 68.0 100.0


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Kota Medan Tahun 2013

2 64 89

Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

2 77 121

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bendo Kabupaten Magetan.

0 1 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR BAYI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bendo Kabupaten Magetan.

0 5 12

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 1 14

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 2

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 10

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 1 39

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 4

Dukungan Sosial Suami Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 19