BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Perbankan dan Perkreditan - Peranan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Terhadap Pendapatan Petani Padi di Lubuk Pakam (Studi Kasus : PT BRI (Persero) Tbk Lubuk Pakam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Perbankan dan Perkreditan

  Undang-undang Pokok Perbankan (UU No.14/1967) dan Undang-undang Bank Sentral (UU No. 13/1968) merupakan tonggak pembaharuan kehidupan perbankan dan perkreditan di Indonesia. Sistem perbankan di Indonesia sebagian terbesar terdiri dari bank-bank komersial. Jenis-jenis bank, dipandang dari segi fungsi/kegiatan maupun miliknya, menurut UU No. 14/1967 adalah sebagai berikut :

  a. Bank Umum adalah bank yang dalam pengumpulannya dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka panjang. Dari segi kepemilikan bank umum dapat dibedakan antara bank umum milik negara, bank umum koperasi, bank umum swasta dan bank umum asing.

  b. Bank Tabungan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam usahanya terutama memperbungakan dananya dalam bentuk kertas berharga. Bank-bank tabungan menurut pemilikannya dapat dibedakan antara bank tabungan swasta dan bank tabungan koperasi.

  c. Bank Pembangunan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang, dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan panjang dibidang pembangunan.

  Apabila bank semacam ini menerima simpanan giro, maka penggunaannya dilakukan menurut bimbingan Bank Indonesia. Berdasar kepemilikannya ada tiga macam yaitu bank pembangunan milik negara, bank pembangunan milik swasta dan pembangunan koperasi.

  Dengan adanya penyaluran kredit bank memperoleh bunga sebagai pendapatan bagi bank. Terdapat beberapa alasan bank melakukan penyaluran kredit. Menurut Dahlan Siamat (1995) alasan atau kondisi yang mendorong hal tersebut adalah :

  1. Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dan unit defisit.

  2. Penyaluran kredit memberikan spread yang pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan.

  3. Melihat posisinya dalam bidang pelaksanaan kebijaksanaan moneter, perbankan merupakan sektor usaha yang paling diatur oleh pemerintah sehingga bank-bank di beberapa negara kegiatannya dibatasi.

  4. Sumber dana utama bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara modal mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Lembaga-lembaga kredit yang beroperasi di daerah pedesaan menurut luas daerah operasinya dapat dibagi menjadi dua kelompok : a. Lembaga-lembaga kredit yang biasanya beroperasi terbatas hanya pada suatu desa tertentu saja. Termasuk dalam kelompok ini adalah BKD (Bank Kredit Desa, Lumbung Desa, dan Koperasi-Koperasi Serba Guna atau Koperasi- Koperasi Kredit (simpan-pinjam).

  b. Lembaga-lembaga kredit yang daerah kerjanya meliputi beberapa desa mungkin meliputi satu kecamatan, kawedanan atau kabupaten, misalnya BKK (Badan Kredit Kecamatan, Perjan Pegadaian, Bank Rakyat Indonesia (BRI) kantor cabang atau perwakilan, atau unit desa, atau lembaga kredit usaha per- orangan.

2.2 Teori Kredit

  Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang berarti “kepercayaan”. Oleh sebab itu kredit adalah kepercayaan, tanpa kepercayaan perjanjian ini tidak akan terjadi.Seseorang atau Badan Usaha yang memberikan kredit (kreditor) percaya bahwa si penerima kredit (debitor) suatu waktu dapat memenuhi janjinya, apa yang telah di janjikan itu dapat berupa barang, uang , atau jasa.

  Pengertian kredit menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998. Kredit adalah penyadiaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Kasmir, 2002)

  Menurut Teguh Pudjo Muljono (2001) Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada jangka waktu yang disepakati.

  Dari beberapa pendapat tersebut diatas jelaslah bahwa kredit dalam arti ekonomi merupakan penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Terlihat pula bahwa unsur kepercayaan dan unsur waktu merupakan unsur terpenting dalam suatu perkreditan. Adapun kesimpulan mengenai pengertian kredit yaitu : a.

  Penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan dengan itu b.

  Kewajiban pengembalian kredit c. Jangka waktu pengembalian d.

  Pembayaran bunga, imbalan atau bagi hasil, dan e. Perjanjian Kredit.

  Di dalam pemberian kredit, terdapat dua pihak yang berkepentingan langsung yaitu :

  • Pihak yang berlebihan dana, disebut dengan pemberi kredit (Kreditur), dan
  • Pihak yang membutuhkan dana, disebut dengan penerima kredit (Debitur)

  Pada sisi penyaluran dana (landing of fund), kredit merupakan pembiayaan yang potensial menghasilkan pendapatan dibanding dengan alternatif pendapatan lainnya. Sedangkan bagi penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya. Oleh sebab itu, maka sebelum kredit diberikan maka diperlukan analisis kredit terlebih dahulu.

  Jenis-jenis kredit dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria-kriteria yang dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Menurut Penggunaannya : a.

  Kredit Konsumtif adalah kredit yang digunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarganya, seperti kredit rumah atau kredit kendaraan yang digunakan sendiri, kredit ini tidak produktif.

  b.

  Kredit Modal Kerja adalah kredit yang akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur, kredit ini produktif.

  c.

  Kredit Investasi adalah kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif, tetapi baru akan menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama.

  2. Menurut Jangka Waktunya : a.

  Kredit Jangka Pendek yaitu kredit yang berjangka waktu maksimal satu tahun, pada umumnya kredit ini disalurkan bank ke sektor perdagangan, distribusi dan sektor lainnya.

  b.

  Kredit Jangka Menengah yaitu kredit yang berjangka waktu satu sampai tiga tahun, dimana pada umumnya kredit semacam ini disalurkan ke sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, dan sektor-sektor lainnya. c.

  Kredit Jangka Panjang yaitu kredit yang mempunyai waktu lebih dari tiga tahun dan umumnya kredit semacam ini disalurkan pada sektor-sektor investasi.

3. Menurut Collectibility :

  Yang dimaksud dengan collectibility credit adalah keadaan pembayaran pokok pinjaman dan bunga oleh nasabah terlihat pada tata usaha bank. Berdasarkan collectibilitynya, pinjaman dapat digolongkan atas 5 (lima) macam, yaitu : a.

  Lancar, yaitu pinjaman dan pembayaran pokok dan bunganya berjalan sesuai dengan pinjaman yang bersangkutan, termasuk perubahannya yang disetujui oleh bank.

  b.

  Kurang Lancar, yaitu pinjaman yang pembayaran pokoknya tidak dilakukan dengan perjanjian pinjaman yang bersangkutan misalnya :

  • Pinjaman yang telah jatuh tempo tidak diperpanjang akan tetap dan belum melampaui waktu tiga bulan.
  • Adanya tunggakan pembayaran pokok lewat waktu tiga bulan, dan tunggakan bunga lewat satu bulan dan berdasarkan penilaian bank, debitur dapat melunasi utangnya dan seluruh bunganya.
  • Khusus pinjaman akses yang jangka waktunya telah lewat dan belum diperpanjang akan tetapi belum melampaui tiga bulan dan
berdasarkan penilaian bank, debitur masih dapat melunasi utangnya dan seluruh bunga.

  c.

  Diragukan, adalah pinjaman yang telah jatuh tempo dan lewat tiga bulan dan berdasarkan penilaian bank, debitur tidak dapat membayar kembali seluruh hutang dan bunganya, hanya diharapkan pelunasan sekarang. Kurang 50% dari saldo debetnya pinjaman tanpa perjanjian kredit dan tanpa aksep yang berdasarkan penilaian bank diharapkan dapat diperoleh pelunasan sekurang-kurangnya 50% dari saldo debetnya.

  d.

  Macet, yaitu pinjaman yang tidak dapat dikategorikan dari tiga jenis tersebut diatas, dan menurut penilaian bank, hanya dapat diharapkan pelunasannya kurang dari 50% dari saldo debetnya.

  e.

  Kredit dalam pengawasan, yaitu sebelum pembelian kredit terlebih dahulu diadakan penilaian atau analisis kredit.

4. Menurut Sifatnya : a.

  Dengan perjanjian kredit, yaitu yang diberikan dengan perjanjian tertulis lebih dahulu yang antara lain penetapan besarnya plafon kredit, suku bunga, jangka, jaminan dan cara-cara pembayaran kembali dan sebagainya.

  b.

  Tanpa perjanjian kredit, yaitu kredit yang diberikan tanpa perjanjian tertulis terlebih dahulu, dan termasuk dalam golongan ini yaitu :

  • Overdraft karena penarikan, adalah penarikan pembebanan rekening koran nasabah yang melampaui saldo kredit sehingga mengakibatkan saldo debet pada rekening yang bersangkutan, sehingga untuk itu tidak ada fasilitas kredit berdasarkan perjanjian tertulis.
  • Overdraft karena pembebanan bunga, yaitu pembebanan bunga dan biaya-biaya lainnya yang terhutang, yang menyebabkan pelampauan plafon kredit sebagaimana tercantum dalam perjanjian tertulis.
  • Kredit yang diberikan yang hanya disertai aksep atau dengan jaminan surat berharga.

  Adapun unsur-unsur yang terkandung di dalam pemberian suatu kredit secara umum adalah sebagai berikut :

  1. Kepercayaan Merupakan suatu keyakinan pemberian kredit oleh bank bahwa kredit yang diberikan berupa uang, barang, atau jasa yang benar-benar akan kembali di masa akan datang. Sebelum dana dikucurkan sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan yang mendalam mengenai calon nasabah.

  2. Kesepakatan Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana si pemberi dan si penerima kredit menandatangani hak dan kewajiban masing-masing pihak.

3. Jangka Waktu

  Setiap kredit yang diberikan pasti ada jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup jangka waktu pengembalian yang disepakati.

  4. Resiko Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan oleh 2 hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah sengaja tidak membayar kredit padahal nasabah tersebut mempunyai kemampuan. Akibat yang kedua adalah nasabah sengaja tidak melunasi kreditnya. Hal ini bisa disebabkan misalnya dikarenakan bencana alam.

  5. Balas Jasa Tujuan dari bank mengeluarkan kredit atau pinjaman adalah disamping untuk membantu pendanaan nasabah yang paling utama adalah untuk memperoleh keuntungan.

  Tujuan pokok pemberian kredit oleh suatu bank harus diarahkan untuk kepentingan bank tersebut, yaitu :

  1. Turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

  2. Mencari keuntungan yang layak bagi bank, agar kelangsungan hidup bank tetap terjamin, mengingat pemberian kredit merupakan kegiatan bank dan penghasilan pokok bank.

  3. Meningkatkan aktivitas ekonomi atau kegiatan perusahaan agar dapat menjalankan pasarnya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

  Tujuan dasar kredit didasarkan untuk pencapaian tujuan tertentu yang tidak boleh merugikan tujuan lainnya bahkan harus saling menunjang atau dapat dicapai secara bersama-sama. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dan melalui suatu analisa dan penelitian yang cermat untuk mencegah terjadinya kerugian pada bank.

  Terdapat beberapa fungsi kredit dalam hubungannya dalam siklus perekonomian, perdagangan lalu lintas moneter. Menurut Muchadarsyah Sinungan (1993), fungsi kredit pada dasarnya memiliki garis besar yaitu: a. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari uang.

  b. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari barang.

  c. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

  d. Kredit adalah salah satu stabilitas ekonomi.

  e. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.

  f. Kredit adalah jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

  g. Kredit adalah alat dalam hubungan internasional.

  Pengambilan keputusan kredit wajib berpedoman pada kebijakan kredit yang telah ditetapkan. Kebijakan kredit merupakan pedoman di bidang kredit sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Terhitung tiga asas pokok sebagai dasar penyusunan kebijakan kredit yang terdiri dari : a.

  Asas likuiditas menghasilkan bank untuk mempertahankan kondisi likuiditas yang baik. Hal ini berarti bank perlu memnuhi cost assets meminimal yang berupa assets yang dapat dicairkan sewaktu-waktu serta menciptakan assets baru melalui hutang-hutang baru. Apabila kredit yang diberikan mengakibatkan likuiditas bank menjadi jelek, bank akan kehilangan kepercayaan masyarakat. b.

  Asas Solvabilitas penting bagi bank agar manajemen dana yang dimiliki dan ditanamkan dalam bentuk kredit maupun surat-surat berharga pada tingkat risiko yang minimal. Penghasilan dari kegiatan tersebut merupakan sumber uang untuk membayar hutang baik kepada nasabah.

  c.

  Asas Rentabilitas mempunyai pengertian, bank memperoleh keuntungan selama beroperasi. Pada hakekatnya keuntungan tersebut mempunyai selisih antara penghasilan bunga dari nasabah debitur dengan biaya dari nasabah pnabung. Jadi, bank harus memiliki debitur yang dapat diandalkan sebagai sumber penghasilan bunga.

  Sekalipun tidak mungkin terhindar dari semua resiko, namun agar berada dalam posisi keamanan yang relatif tinggi, maka perbankan dalam mengadakan operasi aktifnya perlu menyusun kebijaksanaan yang melahirkan strategi perkreditan yang berguna. Strategi perbankan merupakan ilmu dan seni dalam memanfaatkan rencana dalam perkreditan agar tujuan manajemen perbankan dapat tercapai.

  Tujuan utama strategi perkreditan bagi perbankan adalah pencapaian suatu posisi perkreditan yang bersaing dalam sistem perbankan. Ketika sedang merumuskan strategi perkreditannya, manajemen perbankan perlu mempertimbangkan dengan tepat dan berimbang 3 (tiga) prinsip strategi perkreditan. Ketiga prinsip strategi perkreditan tersebut meliputi : 1.

  Prinsip Likuiditas Prinsip likuiditas merupakan suatu keharusan untuk diperhatikan oleh setiap manajemen perbankan, dalam keadaan apapun baik dalam konjungtur

  (boom) naik maupun konjungtur turun (bust). Setiap manajemen perbankan harus dapat menjaga tingkat likuiditasnya setiap saat agar selalu siap mengeluarkan dana cairnya, bilamana kewajibannya telah tiba maka saatnya harus dilunasi. Jika prinsip likuiditasnya diabaikan, manajemen perbankan tersebut akan mengalami masalah kepercayaan yang memburuk atau nasabahnya yang mengakibatkan citranya dalam bisnis perbankan juga mengalami kemerosotan. Jika kemerosotan itu terjadi (meskipun mungkin hanya diderita salah satunya), maka penarikan dana besar-besaran yang disebabkan oleh penyerbuan bank (bank mask) sangat mungkin terjadi. Jika hal ini terjadi, kemampuan untuk mendapatkan laba pun akhirnya sirna. Oleh karena itu untuk menghadapi kesulitan likuiditas tersebut sangat dianjurkan agar : a. Bank mempunyai sejumlah aktiva cair sebanyak keperluan pemenuhan kewajibannya.

  b. Bank mempunyai aktiva lainnya yang sewaktu-waktu dapat diubah menjadi aktiva cair tanpa merumuskan nilai aktiva tersebut.

  c. Bank mempunyai kemampuan untuk menciptakan aktiva cair baru melalui berbagai bentuk utang yang resikonya minimum.

  Walaupun demikian likuiditas yang berlebihan dapat menyebabkan :

  a. Beban bunga akan bertambah,

  b. Kehilangan peluang untuk mendapatkan pendapatan di waktu yang akan datang.

  2. Prinsip Rentabilitas Kendatipun prinsip likuiditas sangat penting bagi manajemen perbankan, namun strategi perkreditan bank tersebut tidak boleh mengabaikan setiap peluang untuk mendapatkan hasil (returns) yang memadai tanpa harus bersaing dengan prinsip likuiditas tersebut. Karena itu, prinsip rentabilitas (profitability principle) mengajarkan bahwa setiap operasi bisnis perbankan harus senantiasa didukung oleh harapan untuk memperoleh laba yang pantas baik untuk mempertahankan kehadirannya dalam pasar uang dan pasar modal maupun untuk mengadakan ekspansi tanpa harus mengorbankan tingkat likuiditasnya.

  Salah satu kebijakan yang dapat mendukung strategi perkreditan tersebut adalah kebijakan dalam mendapatkan selisih (spread) antara bunga yang akan diterima dan bunga yang akan dibayar. Keberhasilannya dalam memperoleh selisih bunga itu akan menjadi kontribusi bagi keberhasilan dalam memelihara prinsip rentabilitas.

  3. Prinsip Solvabilitas Prinsip solvabilitas (solvency principle) mengajarkan bahwa manajemen bisnis perbankan harus memperhatikan kemampuan bank tersebut pada suatu saat tertentu membayar seluruh utang dan kewajibannya bilamana bank tersebut dilikuidasi. Pada saat itu seluruh aktiva bank akan dinilai atas dasar harga jualnya kecuali aktiva immaterial seperti good will dan aktiva lainnya. Solvabilitas sebuah bank tergantung pada nilai lebih aktiva terhadap kewajiban-kewajibannya. Sebuah bank disebut solvable jika pada waktu penilaian menunjukkan bahwa nilai jual seluruh aktiva pada saat likuidasi melebihi seluruh utang-utangnya.

  Ketiga prinsip perlu mendapat perhatian manajemen perbankan berkaitan dengan strategi untuk menjamin tercapainya tujuan strategi perkreditan tersebut. Tujuan strategi perkreditan adalah :

  a. Untuk menjadi ketentuan dasar yang memberikan arah kepada para manajer bisnis perbankan dalam melakukan fungsi manajerialnya.

  b. Untuk menjadi ketentuan pokok dalam menghadapi konjungtur- konjungtur ekonomi makro dan khusunya perkembangan moneter dan perbankan, baik nasional maupun global.

  c. Untuk menjamin keamanan aktiva bank dan setiap dana para deposan yang dipercayakan kepada bank itu.

  d. Untuk dipergunakan sebagai dasar penelitian dan umpan balik sehingga setiap deviasi dari setiap kebijaksanaan dan strategi perkreditan dapat diketahui secara dini. Dalam pelaksanaan pemberian kredit kepada nasabahnya, bank dihadapkan pada masalah yang cukup kompleks seperti kepada siapa kredit diberikan, apakah calon nasabah debitur mampu mengembalikan utang pokoknya dengan bunga serta kewajiban lainnnya, berapa jumlah (plafond, kredit maksimum) yang layak untuk diberikan, apakah kredit yang akan diberikan cukup aman atau resikonya kecil. Selain masalah-masalah umum yang harus dipecahkan oleh perbankan dalam pemberian kredit, maka perbankan juga dihadapkan masalah-masalah yang sifatnya sangat khusus yang menyangkut kegiatan usaha dan karakter dari calon debitur. Perkreditan mempunyai masalah yang bersifat .kasuistis. yang artinya masing-masing debitur mempunyai permasalahan yang sangat spesifik, oleh karena itu diperlukan adanya pendekatan dan penanganan satu nasabah dengan nasabah lainnya. Menurut Muljono (2000) dalam pemberian kredit, pihak bank minimal mengadakan analisa beberapa aspek dari calon debiturnya, yaitu : 1.

  Aspek Yuridis Dalam proses analisa suatu permohonan kredit, maka aspek yuridis

  (legal aspect) mempunyai kedudukan yang strategis dan merupakan aspek yang terpenting diantara aspek-aspek lainnya. Karena walaupun semua aspek yang ada cukup layak (feasiable) tetapi aspek yuridis tidak sah maka semua ikatan perjanjian kredit antara bank dengan debitur dapat gugur, dan pada akhirnya pihak bank akan mengalami kesulitan dalam kredit yang telah diberikan.

2. Aspek Pemasaran

  Pemasaran bagi setiap kegiatan usaha merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuannya dalam mendapatkan laba sesuai dengan yang direncanakan. Kemampuan untuk memproduksi suatu barang atau jasa tidak akan ada artinya jika tidak ada kemampuan untuk memasarkannya, jadi

  “costumer oriented” lebih menonjol dibandingkan dengan “production oriented”.

  3. Aspek Jaminan Jaminan kredit (collateral) merupakan aspek yang paling penting dalam analisa kredit, karena jaminan berfungsi untuk pengamanan apabila kredit yang diberikan mengalami kegagalan. Oleh karena para analis kredit harus mempunyai ketelitian dalam penilaian barang-barang yang dijaminkan kepada bank. Dalam penilaian ini ada dua sarana pokok yaitu nilai ekonomis dan nilai yuridis dari barang jaminan tersebut, dan biasanya suatu bank telah mempunyai aturan tersendiri tentang penilaian barang jaminan.

  4. Aspek Teknis Semua jenis usaha yang akan melaksanakan kegiatannya selalu dihadapkan pada suatu permasalahan yaitu kebutuhan akan serangkaian perangkat keras (hardware) yang beraneka ragam bentuk dan kegunaannya. Mengingat sangat bervariasinya perangkat keras yang dipakai untuk menunjang kegiatan usaha yang akan dilakukan calon debitur, sehingga dibutuhkan seseorang atau tim ahli untuk masing-masing bidang yang sering memerlukan keahlian dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan serta interdisplin profesi.

  5. Aspek Keuangan Analisa aspek keuangan dari calon debitur bertujuan untuk mengetahui struktur kebutuhan modal, posisi keuangan seperti berapa besarnya rentabilitas, solvabilitas, likuiditas dan prospek keuangan di waktu yang akan datang setelah calon debitur tersebut menerima kredit dari bank. Demikian juga analisa aspek keuangan digunakan untuk mengetahui estimasi cash flow serta rencana pelunasan kredit yang telah diterima. Untuk mengetahui berbagai informasi tentang keuangan maka analis kredit memerlukan berbagai data yang bersumber dari neraca dan laporan laba/rugi beberapa periode terakhir. Pengawasan kredit merupakan kunci utama keberhasilan penyaluran kredit. Hal ini dapat dilihat apabila terjadi kredit bermasalah maka dapat dipastikan itu akibat kelemahan dan kelalaian bank dalam melakukan pengawasan. (Irmayanto,2004). Kegiatan pengawasan kredit dapat dilakukan dalam bentuk : 1.

  Penggunaan administrasi kredit yang memadai (computer).

  2. Kewajiban nasabah menyampaikan laporan secara berkala, menyangkut produksi, penjualan, utang dan piutang, laporan neraca dan rugi/laba, laporan tenaga kerja.

  3. Kewajiban wira kredit mengunjungiproyek yang dibiayai.

  4. Konsultasi manajemen yang terprogram antara nasabah dengan bank.

  5. Sistem peringatan (warning system) pada administrasi bank yang menangani nasabah.

2.3 Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES)

  Surat keputusan Direksi BRI Nokep: S.62-DIR/ADK/09/2001 tanggal 18 September 2001 menjelaskan tentang pedoman pelaksanaan kredit bisnis mikro

  (PPK-BM). Kupedes adalah fasilitas kredit bersifat umum, individual, selektif dan berbunga wajar yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan UMKM yang layak. Dari pengertian diatas Kupedes adalah salah satu segmen bisnis yang ada di BRI yang merupakan suatu sistem perbankan yang dilaksanakan oleh BRI unit dalam menjalankan fungsinya sebagai financial intermediary untuk pembiayaan usaha mikro.

  Dalam Kupedes BRI, terdapat beberapa pengelompokan, pengelompokan dilakukan berdasarkan sektor dan segmen bisnis yang dijalankan oleh pengusaha kecil. Sektor dan segmen Kupedes digolongkan berdasarkan kegunaan atau berdasarkan kegunaan segmen dari kredit yang diberikan, yaitu Kupedes modal kerja / usaha (eksploitasi) dan Kupedes investasi. Kupedes juga terbagi menjadi sektor-sektor seperti : Kupedes eksploitasi agribisnis, Kupedes eksploitasi non agribisnis, Kupedes investasi agribisnis dan Kupedes investasi non agribisnis. Untuk Kupedes eksploitasi agribisnis terdapat beberapa sektor yaitu eksploitasi pertanian, eksploitasi perindustrian, eksploitasi perdagangan, dan eksploitasi jasa lainnya, dan untuk Kupedes investasi agribisnis antara lain : Kupedes investasi pertanian, investasi perindustrian, investasi perdagangan, dan investasi jasa lainnya. Agribisnis dalam hal ini merupakan usaha dari hulu sampai hilir yang dibiayai oleh Kupedes.

  Pada umumnya, sasaran pemberian Kupedes ditujukan kepada golongan masyarakat pengusaha dan golongan masyarakat berpenghasilan tetap yaitu :

  1. Pengusaha, yaitu semua pengusaha yang bergerak di berbagai sektor ekonomi yang ada di wilyah kerja BRI Unit, seperti sektor pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa lainnya yang usahanya benar-benar layak untuk diberikan Kupedes.

  2. Golongan Masyarakat Berpenghasilan Tetap

  a. Pegawai Negeri yang dimaksudkan dalam peraturan pemerintah (PP) No 6 tahun 1974 bab I pasal 1 adalah : 1) Pegawai Negeri Sipil 2) Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian 3) Pegawai Badan Usaha Milik Negara.

  4) Pegawai Perusahaan daerah

  b. Pensiunan dari golongan masyarakat berpenghasilan tetap tersebut pada butir (2.a) c. Pegawai tetap dari perusahaan swasta.

  Dalam jumlah terbatas, direksi BRI mengambil kebijakan agar Kupedes dapat pula diberikan kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap.

  Sebagai kredit skala mikro, prosedur Kupedes sangat mudah dan sederhana, namun dalam penyalurannya perlu pemahaman secara tepat dari pejabat kredit lini yang menyangkut kebijakan dan prinsip-prinsip dasar pemberian Kupedes yaitu : 1.

  Umum, yaitu dapat diberikan kepada siapa saja, dalam arti tidak dibatasi dalam sektor ekonomi tertentu, keanggotaan tertentu, kelompok masyarakat tertentu, sepanjang calon nasabah yang bersangkutan telah memenuhi segala ketentuan persyaratan yang telah ditetapkan.

2. Individual, yaitu pemberian Kupedes dilakukan dengan melalui pendekatan secara individual dan kasus perkasus, bukan berbentuk paket (massal).

  3. Selektif, yaitu Kupedes dilaksanakan secara selektif kepada nasabah yang usahanya dinilai layak dan putusan kredit harus sesuai dengan pertimbangan bank teknis.

4. Bisnis, yaitu keputusan akhir atas suatu permohonan Kupedes ditentukan oleh BRI Unit sesuai dengan pertimbangan bank teknis.

  Berdasarkan tujuan penggunaannya Kupedes dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut :

  1. Kupedes Modal Kerja Kupedes modal kerja diberikan kepada pengusaha dan golongan berpenghasilan tetap sebagai tambahan dana/pembiayaan untuk mencukupi kebutuhan modal kerja usahanya atau untuk membiayai keperluan konsumtif maupun non konsumtif (produktif).

  a. Sektor pertanian, yaitu untuk membiayai semua kegiatan pertanian dan kegiatan lainnya yang terkait dan menunjang pada hasil usaha bercocok tanam seperti pengecer pupuk/obat-obatan, pengusaha mikro yang mengumpulkan segala hasil pertanian, peikanan, peternakan, perkebunan, dan memasarkan kembali dengan atau tanpa proses lebih lanjut.

  b. Sektor perindustrian yaitu untuk pembiayaan pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi, pengolahan bahan setengah jadi atau menjadi barang jadi, pengolahan bahan setengah jadi menjadi barang jadi.

  c. Sektor perdagangan yaitu untuk pembiayaan, pembelian, penjualan dan pemasaran barang dagangan misalnya perdagangan sembako (Sembilan bahan pokok), material bangunan, batik atau kain dan sebaginya. Dalam hal ini tidak termasuk pembelian, penjualan dan pemasaran hasil langsung pertanian seperti yang dimaksudkan pada butir (a) di atas.

  d. Sektor jasa, yaitu untuk pembiayaan usaha bersifat pelayanan jasa kepada umum, misalnya usaha bengkel, salon, penjahit tansportasi dan lain-lain.

  e. Sektor Golongan Berpenghasilan Tetap (GBT) yaitu untuk pembiayaan konsumtif dan produktif yang pengembaliannya didasarkan pada pendapatan (gaji) nasabah.

  2. Kupedes Investasi Kupedes ini diberikan kepada pengusaha untuk pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana atau peralatan produksi. Sedangkan bagi golongan berpenghasilan tetap, kredit tersebut dapat dipergunakan untuk pembelian atau pembangunan rumah, pembelian kendaraan bermotor dan lain-lain yang bersifat produktif.

  Adapun sektor-sektor ekonomi yang dibiayai sebagai berikut :

  a. Sektor pertanian, yaitu untuk membiayai pembelian alat-alat pertanian seperti bajak, traktor, alat perontok padi, alat sortasi, mesin parut kelapa, pembuatan gudang, lantai jemur, pembelian bibit tanaman keras (tidak habis dalam satu kali panen seperti jeruk, karet, kelapa, teh kopi) atau untuk pembelian bibit ayam petelor, sapi perah, sapi kerja dan lain sebagainya.

  b. Sektor perindustrian yaitu untuk pembiayaan pengadaan alat-alat produksi seperti mesin-mesin, wadah tungku dan lain-lain, pembangunan atau perbaikan bangunan pabrik, tempat usaha, tempat jemuran dan sebagainya asal tujuannya tidak untuk mengolah hasil langsung pertanian. c. Sektor perdagangan yaitu untuk pembiayaan pembelian alat-alat berjualan, perbaikan, perluasan tempat berjualan atau pembangunan tempat berjualan/pembangunan/ perluasan/perbaikan gudang yang tidak bertujuan untuk memperdagangkan/menempatkan hasil-hasil langsung pertanian sebagai barang/ benda dominan.

  d. Sektor jasa, yaitu untuk pembiayaan pembelian alat-alat perbengkelan, mesin jahit, salon, pembelian kendaraan, pembangunan atau perbaikan bangunan bengkel atau salon.

  e. Sektor Golongan Berpenghasilan Tetap (GBT) yaitu dipergunakan untuk pembiayaan investasi yang pengembaliannya didasarkan dari pendapatan (gaji). Dilihat dari tujuan penggunaannya,maka jenis Kupedes investasi diberikan untuk tujuan yang bersifat non konsumtif yaitu barang-barang berwujud yang fisiknya dapat dilihat secara nyata seperti pembelian kendaraan bermotor guna memperlancar pekerjaan, pembangunan/ pembelian rumah tinggal, pembelian perabot rumah tangga, pembelian peralatan kerja, pembelian tanah.

  Ditinjau dari dua golongan sasaran Kupedes, maka untuk masing-masing golongan mempunyai persyaratan yang berbeda dan harus dipenuhi sebelum kredit diproses yaitu : Persyaratan untuk calon nasabah pengusaha baru/nasabah lama lancar :

  1) Penduduk yang berdomisili dalam wilayah kerja BRI Unit setempat yang dibuktikan dengan KTP atau surat keterangan penduduk yang dibuat kepala desa setempat. Khusus untuk calon nasabah kupedes tertentu dimungkinkan untuk dilayani BRI Unit diluar domisili nasabah yang bersangkutan setalah mendapat putusan ijin prinsip dari Kantor Cabang/Kantor Wilayah/Kantor Pusat.

  2) Mempunyai usaha yang layak dan mempunyai karakter yang baik untuk dibiayai dengan Kupedes.

  3) Bagi calon nasabah yang sudah mempunyai surat izin usaha dari instansi yang berwenang, cukup melampirkan copy surat izin usaha tersebut.

  4) Bagi calon nasabah yang belum mempunyai surat izin usaha, maka : a.

  Untuk permohonan Kupedes sampai dengan 2 juta cukup dengan foto copy KTP dengan menunjukkan pula KTP aslinya pada petugas BRI Unit pada saat pendaftaran.

  b.

  Untuk permohonan Kupedes diatas 2 juta cukup dengan membawa surat keterangan usaha dari Kepala Desa/Kelurahan 5) Tidak sedang menikmati kredit lainnya di Kantor Cabang BRI atau di BRI Unit lainnya.

  6) Dapat menyediakan agunan kebendaan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

  7) Wajib membuka rekening tabungan di BRI unit yang bersangkutan.

2.4 Teori Pendapatan

  Dalam ekonomi modern terdapat dua cabang utama teori, yaitu teori harga dan teori pendapatan. Teori pendapatan termasuk dalam ekonomi makro, yaitu teori yang mempelajari hal-hal besar seperti :

  • Perilaku jutaan rupiah pengeluaran konsumen
  • Investasi dunia usaha
  • Pembelian yang dilakukan pemerintah Menurut ilmu ekonomi klasik, Adam Smith dan David Ricardo, distribusi pendapatan digolongkan dalam tiga kelas sosial yang utama : pekerja, pemilik modal, dan pemilik tanah. Ketiganya menentukan 3 faktor produksi, yaitu tenaga kerja, modal, dan tanah. Penghasilan yang diterima setiap sektor dianggap sebagai pendapatan masing-masing keluarga terlatih terhadap pendapatan nasional. Teori mereka meramalkan bahwa begitu masyarakat makin maju, para tuan tanah akan relatif lebih baik keadaannya dan para kapitalis (pemilik modal) menjadi relatif buruk keadaannya (Sumitro, 1991).

  Menurut Pareto distribusi pendapatan berdasarkan besarnya (size

  distribution of income ), yaitu distribusi pendapatan diantara rumah tangga yang

  berbeda, tanpa mengacu pada sumber-sumber pendapatan atau kelas sosialnya dan keditak-merataan distribusi pendapatan cukup besar di semua negara.

  Pendapatan atau income masyarakat adalah hasil penjualan dari faktor- faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan sektor ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku dipasar produksi. Harga faktor produksi di pasar ditentukan oleh tarik-menarik antara penawaran dan permintaan.

  Dalam ilmu ekonomi untuk meningkatkan profit dari suatu aktivitas ekonomi dilakukan dengan dua cara, yaitu:

  1. Pendekatan memaksimalkan keuntungan atau profit maximization Yaitu suatu usaha yang dilakukan untuk memaksimumkan profit berkonsentrasi kepada penjualan yang lebih banyak untuk meningkatkan penjualan. Untuk meningkatkan volume penjualan dapat dilakukan dengan cara marketing mix, yaiktu kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran pengusaha yaitu produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi ( Kadariah, 1994).

2. Pendekatan meminimumkan biaya atau cost minimization

  Yaitu usaha kegiatan pelaku ekonomi yang mengkonsentrasikan kepada alokasi biaya yang telah dilakukan dapat diminimalkan. Upaya-upaya peminimuman biaya ini yang akan menciptakan alokasi biaya yang sebelumnya. Dengan demikian biaya alokasi turun dan mempunyai pengaruh terhadap profit atau laba, misalnya jumlah alokasi biaya pada suatu bidang kerja tertentu yang selama ini dikerjakan oleh banyak orang dapat dikerjakan oleh sedikit orang. Ini berarti ada penggunaan biaya untuk gaji atau upah karyawan. Dengan demikian total biaya berkurang dengan turunnya total biaya ini cateris paribus, profit secara otomatis meningkat.

  Kesejahteraan dilihat dari dua dimensi yaitu kesejahteraan objektif dan kesejahteraan subjektif. Kesejahteraan objektif diukur dari dua indikator yaitu indikator utama dilihat dari pendapatan berdasarkan garis kemiskinan yang telah ditetapkan. Kesejahteraan subjektif diukur berdasarkan kepuasan seseorang terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan anak, kesehatan keluarga dan pendapatan perkapita.

  Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang mana segala yang kita lakukan tidak dapat lepas dari bantuan orang lain. Dan setiap manusia ingin hidup dengan sejahtera. Kondisi Sejahtera yang dimaksud menunjuk pada kesejahteraan sosial, yaitu tercukupinya kebutuhan material dan non-material. Dalam masyarakat Indonesia, kondisi sejahtera itu diartikan hidup aman dan bahagia karena semua kebutuhan dasar dapat terpenuhi, seperti makanan yang cukup, gizi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, pendapatan yang layak, dan perlindungan. Dalam buku “3 orientasi kesejahteraan sosial”, definisi kesejahteraan sosial dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu; kesejahteraan sebagai sebuah kegiatan atau pelayanan, keadaan dan ilmu. Yang dimaksud dengan kesejahteraan sebagai sebuah keadaan adalah kesejahteraan yang melipti jasmaniah, rohaniah dan bukan merupakan perbaikan dan pemberantasan keburukan sosial tertentu saja.

  Kesejahteraan sosial menurut Friedlander dalam Suud (2006:8) “Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisasi dari pelayanan- pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dimaksudka untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan dan hubungan-hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada mereka untuk memperkembangkan seluruh kemampuan dan untuk meningkatkan kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan keluarga dan masyarakatnya” definisi tersebut merupakan definisi kesejahteraan sosial sebagai sebuah keadaan, yang mencerminkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang yang harus saling membantu agar menciptakan suasana yang harmonis dan sejahtera. Wickenden menjelaskan tentang kesejahteraan sosial sebagai sebuah pelayanan, bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu sistem peraturan, program-program, kebaikan-kebaikan, pelayanan- pelayanan yang memperkuat atau menjamin penyediaan pertolongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang diakui sebagai dasar bagi penduduk dan keteraturan sosial. Yang terakhir, arti kesejahteraan sosial sebagai sebuah ilmu. Menurut Soehartono, orang-orang-orang yang mempunyai berbagai macam kebutuhan akan pelayanan tersebut khususnya yang idak dapat memenuhi berdasarkan kriteria pasar, maka mereka manjadi sasaran atau perhatian kesejahteraan sosial.

2.5 Petani Padi

  Petani adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis monokultur maupun polikultur dengan komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan atau perkebunan.

  Mardikanto (1990), menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usaha tani. Pendidikan yang relatif tinggi menyebabkan petani berpikir secara lebih dinamis. Kompetensi tehnis yang dimiliki seorang petani sebagai Jurutani seperti:

1. Bercocok-tanam 2.

  Perlakuan benih/bibit 3. Pemupukan

4. Pengairan 5.

  Pengendalian hama dan penyakit 6. Panen 7. Pasca Panen

  Tanaman padi atau latinnya disebut dengan Oryza Sativa L.diduga berasal dari Asia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa dormansinya lama. Hingga sekarang ada 2 (dua) spesies padi yang dibudidayakan manusia secara missal yaitu: Oryza Sativa yang berasal dari Asia dan Oryza Glaberrima yang berasal dari Afrika Barat.

  Pada awal mulanya Oryza Sativa dianggap terdiri dari 2 (dua) subspesies, yaitu : indica dan japonica. Padi japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, lemmanya memiliki “ekor” atau”bulu”, bijinya cenderung membulat, dan nasinya lengket. Sedangkan padi Indica, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, lemmanya tidak ber-“bulu” atau hanya pendek saja, dan butir cenderung oval sampai lonjong. Walaupun kedua anggota subspesies ini dapat saling memubuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar “IR8”, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan japonica (kultivar “Deegeowoogen” dari Formosa) dengan Indica (kultivar “Peta” dari Indonesia). Selain kedua varietas ini, dikenal varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua tipe utama di atas.

  Varietas javanica hanya ditemukan di

  Kajian dengan bantuan tekniksekarang menunjukkan bahwa selain dua subspesies Oryza sativa yang utama, indica dan japonica, terdapat pula subspesies minor tetapi bersifat adaptif tempatan, seperti aus (padi gogo dari Bangladesh), royada (padi pasang-surut/rawa dari Bangladesh). Ashina (padi pasang-surut daritermasuk padi basmati yang terkenal).

  Pengelompokkan ini dilakukan menggunakan penanda RFLP dibantu dengan isozim. Kajian menggunakan penanda genetiik SSR terhadap genom inti sel dan dua lokus pada genom kloroplas menunjukkan bahwa pembedaan indica dan japonica adalah mantap, tetapi japonica ternyata terbagi menjadi tiga kelompok khas : temperate japonica (“japonica daerah sejuk” dari China, Korea, dan Jepang), tropical japonica (“japonica daerah tropika” dari Nusantara), dan

  aromatic. Subspesies aus merupakan kelompok yang terpisah.

  Berdasarkan bukti-bukti evolusi molecular diperkirakan kelompok besar

  indica dan japonica terpisah sejak 400.000 tahun yang lalu dari suatu populasi

  spesies moyang Oryza Rufipogon. padi terjadi di titik tempat yang berbeda terhadap dua kelompok yang sudah terpisah ini. Berdasarkan bukti arkeologi padi mulai dibudidayakan (didomestikasi) 10.000 hingga 5.000 tahun sebelum masehi.

  Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebahagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia sebab didalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi. Beras mengandung berbagai zat makanan antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu, dan vitamin.

  Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis ialah Indica, sedangkan

  Japonica banyak diusahakan di daerah sub tropika.

  Pengenalan varietas-varietas padi hasil pemuliaan tanaman pada tahun 1960-an yang dikenal sebagai varietas “revolusi hijau” dengan ciri-ciri tanaman yang agak pendek, tegak dan tidak peka terhadap perubahan-perubahan masa penyinaran matahari, telah mengakibatkan penggantian pembudidayaan varietas tradisional yang meluas, dengan varietas unggul yang lebih produktif dan lebih tahan terhadap serangan hama.

  Varietas-varietas padi baru terutama dikembangkan untuk pembudidayaan padi di daerah rendah, yang hanya meliputi sekitar 28% dari seluruh lahan persawahan di Asia tropis. Pada saat ini, baik Lembaga Penelitian Padi Internasional ( International Rice Research Institute disingkat IRRI) maupun program pengujian padi internasional berupaya mengembangkan varietas khusus yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti kekeringan, kebanjiran atau genangan air yang dalam, suhu tinggi maupun rendah dan keadaan–keadaan lahan yang banyak beragam, bersifat alkalin ataupun lahan yang banyak mangandung asam. Kecuali upaya pengembangan varietas padi yang lebih produktif, juga diupayakan pengembangan varietas-varietas yang tahan terhadap kebanyakan penyakit dan serangga-serangga hama.

2.6 Kerangka Konseptual

  Indonesia saat ini merupakan negara yang tergolong dalam negara sedang berkembang, yang mana salah satu karakteristik dari negara berkembang adalah masih banyaknya kegiatan usaha dari sektor pertanian. Namun, bukan berarti bahwa dari potensi dari sektor pertanian hanya mempunyai peranan yang kecil dalam menggerakkan perekonomian di suatu negara. Sebaliknya, apabila potensi tersebut terus dikembangkan dan di dukung dari segi finansial maupun non finansial yang memadai akan menjadikan potensi yang luar biasa. Tidak bisa dipungkiri bahwa dukungan dari segi finansial merupakan sebuah pendekatan yang efektif mengingat untuk menjadikan usaha dalam skala besar membutuhkan dana yang besar pula. Maka daripada itu, pemerintah juga harus mendukung atau paling tidak memberikan motivasi kepada masyarakat seperti adanya bantuan peminjaman modal yang dijalankan dari sektor perbankan.

  Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana, perbankan menyalurkan dananya berupa pinjaman atau kredit kepada masyarakat yang mana membutuhkan bantuan likuiditas dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Tidak terkecuali bagi mereka yang berkecimpung dalam usaha sektor agribisnis. Dana pinjaman yang diterima dapat dialokasikan dalam bentuk modal kerja maupun investasi dalam jangka panjang. Misalnya dalam pembelian alat-alat pertanian seperti pembelian traktor, alat perontok padi, pembelian bibit unggul, pupuk, pembasmi hama, dan lain-lain.

  Dalam penelitian ini salah satu bank yang menjalankan fungsi sebagai penyalur kredit adalah Bank BRI. BRI memiliki produk kredit yang disalurkan melalui Unit kerjanya yang dinamakan Kredit Umum Pedesaan atau yang lebih dikenal Kupedes. Kupedes diberikan untuk mengembangakan usaha keceil dan peranannya dalam meningkatkan pendapatan usaha mereka. Pengukuran pendapatan usaha dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan sebelum dan sesudah menerima kredit serta perbedaan produksinya. Perbedaan tingkat pendapatan antara sebelum dan sesudah mendapat kredit akan diukur signifikansinya dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda sehingga terlihat perbedaannya apakan dengan mendapat kredit menjadikan mereka semakin sejahtera atau tidak. Bagan kerangka konseptual dapat dituangkan dalam gambar berikut :

  Sebelum Kupedes Petani Pendapatan Produksi

  Sesudah Kupedes

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kebenarannya harus diuji secara empiris dalam penelitian. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang diperoleh adalah : 1.

  Realisasi kupedes dan produksi berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Lubuk Pakam.

  2. Ada perbedaan produksi yang signifikan antara sebelum dan sesudah realisasi kupedes serta perubahan terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Lubuk Pakam.