Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Perilaku Ibu Pasca Pemberian Imunisasi Polio Pada Bayi Di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai, Kab. Langkat Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Markum (2002 dalam Widayati, 2009 1) Fakta dunia saat ini

  khususnya di negara sedang berkembang setiap 14,5 juta anak balita meninggal karena berbagai penyakit yang dapat dicegah, kurang gizi, dehidrasi karena muntaber dan setiap tahunnya 3,5 juta anak balita meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

  Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) 34 per 1.000 Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Balita (AKBA) 44 per 1.000 Kelahiran Hidup. Target pencapaian sasaran di tahun 2015 yaitu Angka Kematian Bayi (AKB) 23 per 1.000 Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Balita (AKBA) 32 per 1.000 Kelahiran Hidup. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan sumber dayanya harus dilakukan secara terpadu guna mencapai hasil yang optimal. Pada tahun 2014 bangsa Indonesia diharapkan mencapai tingkat kesehatan tertentu yang ditandai penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai secara adil dan bermutu, merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal.

  Berdasarkan data subdit Imunisasi Ditjen PPM dan PLP Depkes tahun 2004 cakupan imunisasi di Indonesia adalah cakupan perantigen yaitu untuk 4 dosis polio mencapai target 85%.

  Menurut Achmadi (2006 dalam Widayati, 2009 ¶ 2), Dalam 20 tahun lalu, polio telah melumpuhkan sekitar seribu anak setiap harinya dihampir tiap negara di dunia, namun pada tahun 1988 gerakan anti polio dunia dicanangkan. Wabah besar Pertama di Amerika serikat terjadi pada tahun 1916, ketika lebih dari 27.000 orang terkena penyakit ini dan sekitar 6000 orang meninggal dan sebagian besar adalah anak. Hingga memasuki tahun 2004, hanya ditemukan 1.266 kasus polio di seluruh dunia, sebagian besar ditemukan di negara endemik polio, yakni Yaman, Nigeria, India, Pakistan, Mesir, Afghanistan, yang ada di dunia, sekitar 25% berada di Indonesia dan menempati peringkat tiga di dunia.

  Expended Programe Imunnization (EPI) atau program pengembangan

  Imunisasi (PPI) didunia dimulai pada tahun 1974. Sejak itu penyakit poliomyelitis yang dilaporkan dari setiap Negara semakin menurun. Pada siding WHA ke 41 tahun 1988, diputuskan melakukan eradikasi polio global yang selesai tahun 2000 lewat Global Polio Eradication Initative (Indonesia dikenal dengan ERAPO) (Hadinegoro, 2011 hal 267).

  Jumlah kasus polio di Indonesia sampai dengan tanggal 21 maret 2006 ditemukan pada 305 anak yang tersebar 10 provinsi di Indonesia, yaitu Jawa barat (59 kasus), Banten (160 kasus), Jawa tengah (20 kasus), Lampung (26 kaus), Jakarta (4 kaus), Sumatera Utara (10 kasus), Riau (3 kaus), Jawa Timur (10 kasus), Sumatera selatan (5 kasus) dan Nangroe Aceh Darussalam (5 kasus).

  Menurut Dinkes Sumatera Utara (2009) Pencapaian program imunisasi di Sumatera Utara sudah cukup tinggi bila dilihat dari cakupan imunisasi dimana 306.221 bayi yang menjadi sasaran, diketahui bahwa yang mendapat imunisasi

  Polio dapat menyebabkan gejala yang ringan atau penyakit yang sangat parah. Penyakit ini dapat menyerang sistem pencernaan dan sistem saraf. Polio menyebabkan demam, muntah – muntah dan kekakuan otot dan dapat menyerang saraf – saraf mengakibatkan kelumpuhan permanen. Penyakit ini dapat melumpuhkan otot pernapasan dan otot yang mendukung proses penelanan, menyebabkan kematian. Di antara dua sampai lima persen penderita polio akan meninggal akibat penyakit ini dan sekitar 50% pasien yang masih bertahan hidup menderita kelumpuhan seumur hidup. Polio dapat ditularkan jika tinja penderita mencemari makanan, air atau tangan (Proverawati dan Andhini, 2010 hal. 56).

  Poliomielitis adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus polio. Terdapat sekitar 95% dari semua infeksi polio. Menurut estimasi rasio penyakit yang tanpa gejala terhadap penyakit paralatik bervariasi dari 50:1 sampai 1000:1 (rata- rata 200:1). Pasien yang terkena infeksi tanpa gejala mengeluarkan virus bersama tinja dan dapat menularkan virus ke orang lain. Sekitar 4% - 8% dari infeksi polio tanpa gejala klinis. Terjadi pada 1% - 2% dari infeksi polio yang didahului oleh gejala prodromal penyakit ringan yang berlangsung beberapa hari.

  Terjadi dengan gejala kelayuhan kurang dari 2% semua infeksi polio. Gejala kelayuhan umumnya mulai 2 – 3 hari (Hadinegoro, 2011 hal. 267).

  Menurut Zulkifli (2007 dalam jurnal ¶ 4) Kelumpuhan terjadi dalam seminggu dari permulaan sakit. Kelumpuhan ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel-sel motor neuron di Medula spinalis tulang belakang) yang disebabkan karena invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menirnbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang cenderung mengenai tungkai (78,6 persen), sedangkan 47,4 persen akan mengenai lengan. Kelumpuhan ini akan berjalan bertahap dan memakan waktu 2 hari s/d 2 bulan).

  Menurut Nelson (2006 dalam Widayati 2009, ¶ 5), Penting bagi orang tua untuk mengetahui mengapa, kapan, dimana, dan berapa kali anak harus diimunisasi. Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi. Jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak akurat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber yang akurat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahan. Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberi pencegahan penyakit pada anak tersebut tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain, oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi bagi anak Indonesia.

  Menurut Ranuh (2006 dalam Widayati, 2009 ¶ 6) Pengetahuan ibu tentang imunisasi mempengaruhi terhadap pelaksanaan imunisasi, bila pengetahuan ibu tentang imunisasi kurang, tidak merasa butuh atau sekedar ikut-ikutan tentunya pemberian imunisasi pada anaknya tidak sesuai dengan jadwal baik waktu maupun jaraknya, apabila pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi baik diharapkan pemberian imunisasi biasanya sesuai jadwal, sehingga program imunisasi memenuhi kuantitas dan kualitas kesehatan bayi, akhirnya berdampak pada peningkatan status kesehatan dan sumber daya masyarakat di masa depan.

  Menurut Wahyuhono (2002, dalam Widayati 2009 ¶ 8), Selain itu, perilaku pasca pemberian imunisasi juga mempengaruhi keberhasilan imunisasi, dimana dapat melemahkan vaksin polio yang diteteskan ke mulut bayi, sehingga imunisasi polio tidak efektif. ASI yang keluar pada saat bayi umur 0 – 3 bulan banyak mengandung kadar zat antipoliomelitik yang dapat menetralisir virus vaksin polio di dalam usus anak sehingga menghambat pembentukan zat antibodinya.

  Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Selesai, terhadap 10 ibu yang datang untuk mengimunisasikan bayinya, terdapat 6 ibu yang langsung memberikan ASI kepada bayinya sesaat setelah bayi diberi imunisasi polio.

  Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Perilaku Pasca Imunisasi Polio Pada Bayi Di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai, Kab. Langkat Tahun 2014.

  B. Rumusan Masalah

  Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Apakah Ada Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Perilaku Pasca Pemberian Imunisasi Polio Pada Bayi Di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai, Kab. Langkat Tahun 2014?”

  C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

  Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Perilaku Pasca Pemberian Imunisasi Polio Pada Bayi Di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai, Kab. Langkat Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi polio di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai.

  b. Untuk mengetahui perilaku Ibu, apakah ibu langsung memberikan ASI atau tidak segera setelah bayi diberi imunisasi di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai.

  c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku ibu pasca imunisasi polio di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis

  Diharapkan hasil penelitian ini menjadi sumber informasi serta bahan masukan bagi dunia kesehatan mengenai Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio Dengan Perilaku Pasca Pemberian Imunisasi Polio Pada Bayi Di Desa Mancang Wilayah Kerja Puskesmas Selesai, Kab. Langkat Tahun 2014.

  2. Manfaat Apikatif

  a. Bagi Peneliti

  Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diterima di bangku perkuliahan.

  b. Bagi Responden

  Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Polio.

  c. Bagi Institusi Pendidikan

  Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi khasanah bacaan kepustakaan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

  d. Bagi Peneliti Selanjutnya

  Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan atau sumber data untuk peneliti selanjutnya yang berminat membahas masalah yang berkaitan Imunisasi Polio.