HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL yang telah dira

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL
1. Sejarah
Hukum perjanjian Internasional merupakan bentuk kesepakatan dalam konferensi wina tahun
1969 dan lebih dikenal dengan nama “Viena Convention on the Law of Treaties” atau Konvensi
Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969. Konvensi Wina tentang perjanjian ini tidak hanya
sekedar merumuskan kembali atau mengkodifikasikan hukum kebiasaan internasional dalam
bidang perjanjian, melainkan juga merupakan pengembangan secara progresif hukum
internasional tentang perjanjian. Namun demikian Konvensi Wina ini masih tetap mengakui
eksistensi hukum kebiasaan internasional tentang perjanjian.
1. Definisi Perjanjian Internasional
2. Konvensi Wina 1969
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsabangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu
2. Oppenheimer-Lauterpact
Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antar Negara yang menimbulkan hak dan
kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan
3. Dr. B. Schwarzenberger
Perjanjian Internasional adalah subjek hokum internasional yang menimbulkan kewajibankewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral atau
multilateral. Adapun yang dimaksud subjek hukum yang dimaksud adalah lembaga-lembaga
internasional dan negagara-negara
4. Prof. Dr. Muchtar kusumaatmaja, SH. LLM
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk

menciptakan akibat-akibat tertentu
1. Klasifikasi Hukum Perjanjian Internasional
2. Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
3. a) Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya banyak, hal ini
dapat dimaklumi karena negara merupakan subyek hukum internasional yang paling
utama dan saling klasik.
4. b) Perjanjian antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya seperti negara
dengan organisasi internasional atau dengan vatikan.
5. c) Perjanjian antara subyek hukum internasional selain negara satu sama lain, misalnya
negara-negara yang tergabung dalam ACP (African, Carriban and Pacific) dengan
MEE.
6. Klasifikasi perjanjian dilihat dari para pihak yang membuatnya.
7. a) Perjanjian bilateral, suatu perjanjian yang diadakan oleh dua pihak (negara) saja dan
mengatur soal-soal khusus yang menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Misalnya
perjanjian mengenai batas negara.

8. b) Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan banyak pihak (negara) yang
pada umumnya merupakan perjanjian terbuka (open verdrag) dimana hal-hal yang
diaturnya pun lajimnya yang menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada
kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga menyangkut

kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini digolongkan pada
perjanjian “law making treaties” atau perjanjian yang membentuk hukum.
9. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya
10. a) Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak peserta dari perjanjian
disebut “High Contracting State (pihak peserta Agung)”. Dalam praktek pihak yang
mewakili negara dapat diwakilkan kepada MENLU, atau Duta Besar dan dapat juga
pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers).
11. b) Perjanjian antar Pemerintah (inter-Government form). Perjanjian ini juga sering
ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian
ini tetap disebut “contracting State” walaupun perjanjian itu dinamakan perjanjian
“inter-governmental”.
12. c) Perjanjian antar negara (inter-state form), pejabat yang mewakilinya dapat ditunjuk
MENLU, Duta Besar dan wakil berkuasa penuh (full Powers)
13. Perjanjian dilihat dari proses/tahap pembentukannya.
14. a) Perjanjian yang diadakan melalui tiga tahap pembentukannya, yaitu perundingan,
penandatangan dan ratifikasi dan biasanya diadakan untuk hal-hal yang dianggap
penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan legislatif (Dewan Perwakilan
Rakyat). Menurut Pak Mochtar perjanjian ini termasuk dalam istilah “perjanjian
internasional atau traktat”.
15. b) Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan

penandatangan, diadakan untuk hal-hal yang tidak begitu penting dan memerlukan
penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. Untuk
golongan ini dinamakan “persetujuan atau agreement”.
16. Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksananya.
17. a) Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya dianggap
selesai atau sudah tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh perjanjian tapal
batas.
18. b) Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah perjanjian yang
pelaksanaannya tidak sekaligus, melainkan dilanjutkan terus menerus selama jangka
waktu perjanjian itu. Contoh perjanjian perdagangan.
19. Klasifikasi dari segi struktur.
20. a) Law making treaties merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedahkaedah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota masyarakat
bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorikan sebagai sumber
langsung dari hukum internasional, yang terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak
turut serta dalam perjanjian, dengan kata lain tidak ikut dalam Konvensi Jenewa 1949
mengenai perlindungan korban perang.
21. b) Treaty contracts (perjanjian yang bersifat kontrak), Dengan treaty contracts
dimaksudkan perjanjian dalam hukum perdata hanya mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian-perjanjian. “Legal effect” dari treaty contract ini hanya
menyangkut pihak-pihak yang mengadakannya, dan tertutup bagi pihak ketiga. Oleh

karena itu “treaty contract” tidak melahirkan aturan-aturan hukum yang berlaku umum,
sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang Proses Pembentukan dan
berlakunya perjanjian Tidak ada keseragaman dalam prosedur pembentuka perjanjian
internasional, masing-masing negara mengatur sesuai dengan konstitusi dan hukum
kebiasaan yang berlaku di negaranya.

22. Bentuk-Bentuk Perjanjian Internasional
23. Treaty
Suatu persetujuan yang sifatnya lebih khidmat (more solemn Agreements) yang dapat
menimbulkan hak dan kewajiban bagi peserta perjanjian itu dan memuat ketentuan-ketentuan
umum yang mengikat secara keseluruhan( General Multilateral treaties)
Contoh : Perjanjian Perdamaian Aliansi,netralistis, dan arbitrase.
2. Convention ( Konvensi)
Ialah Suatu Perjanjian internasional yang membentuk Hukum ( law Making treaties) Dan
menjadi sumber perjanjian Internasional langsung
3. Declaration ( deklarasi)
Suatu Perjanjian yang menunjukan dan menyatakan hokum yang ada, baik dengan ataupun
modifikasi, atau membentuk hokum yang baru, atau mengesahkan/Menguatkan beberapa
prinsip Kebijaksanaan umum. Deklarasi dibagi 3 yaitu;
1. a) Deklarasi yang mengikat para penandatangannya. Misalnya deklarasi paris tahun

1856 dan deklarasi St. Petersburg 1868
2. b) Deklarasi pernytaan sepihak. Misalnya Deklarsi pernyataan perang/netralitas.
3. c) Deklarasi sebagai pernyataan suatu Negara kepada Negara lain dengan maksud
member penjelasan mengenai tindakan-tindakan atau maksud tertentu yang akan
dilakukan.
4. Charter (Piagam)
Suatu perjanjian yang lebih sesuai dengan arti konstitusi atau undang-undang.
Contoh Piagam PBB (Charter of The United Nations).
5. Protokol
Suatu perjanjian Internasional dan Lazimnya bersifat perjanjian tambahan dan tidak begitu
resmi dan penting seprti treaty.
6. Pact
Digunakan untuk menunjuk suatu persetujuan yang telah diakui
7. Agreement (persetujuan)
Persetujuan dalam perjanjian internasional
8. General Act
Suatu system untuk merinci tentang perencanaan dari pada perjanjian atau konvensi-konvensi
sebagai hasil dari perundingan yang dilakukan.
9. Statute
Suatu termonology yang merupakan anggaran dasar suatu organisasi internasional.dan

mempunyai fungsi pengawas internasional. Misalnya “Statutes of the International court of
Justice”
10. Convenant
Pengertian
“An International agreement concluded between States in written form and governed by
international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related
instruments and whatever its particular designation”
(perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu
subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisi ikatan-ikatan
yang mempunyai akibat-akibat hukum.

1. Tahap-Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional.
Menurut konvensi Wina tahun 1969, tahap-tahap dalam perjanjian internasional adalah sebagai
berikut :
1. Perundingan (Negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu.
Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih
dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam
melaksanakan negosiasi, suatu negara yang dapat diwakili oleh pejabat yang dapat
menunjukkan surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga dapat dilakukan oleh

kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri atau duta besar.
2. Penandatanganan (Signature)
Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (Menlu) atau kepala
pemerintahan.
Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap
sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan lain. Namun
demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negaranya.
3. Pengesahan (Retification)
Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh
badan yang berwenang di negaranya.
Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan
pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan ratifikasi. Ratifikasi perjanjian internasional dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja-raja absolut dan
pemerintahan otoriter.
2. Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang digunakan.
3. Ratifikasi campuran (DPR dan Pemerintah). Sistem ini paling banyak digunakan karena
peranan legislatif dan eksekutif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu
perjanjian.
4. Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian Internasional

5. Berlakunya Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini.
Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara
perunding.
1. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah
persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.

2. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu
berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali
bila perjanjian menentukan lain.
3. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan
persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal
berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang
timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya
teks perjanjian itu.
4. Berakhirnya Perjanjian Intenasional
Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional
mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.
1.
2.

3.
4.
5.

Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang
terdahulu.
6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu
sudah dipenuhi.
7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima
oleh pihak lain.

Arbitrase Internasional
arbitrase internasional adalah bentuk terkemuka penyelesaian sengketa internasional
antara bisnis dari kebangsaan yang berbeda, serta antara investor asing dan Amerika. Ini adalah
sebuah konsensual, netral, mengikat, pribadi dan dilaksanakan berarti penyelesaian
sengketa internasional, yang biasanya lebih cepat dan lebih murah dari proses pengadilan

negeri. Kadang-kadang disebut bentuk hibrida penyelesaian sengketa internasional, karena
memadukan unsur-unsur hukum perdata dan prosedur hukum umum, sementara mengizinkan
pihak kesempatan untuk merancang aturan-aturan prosedural di mana perselisihan mereka akan
diselesaikan.
Perusahaan sering termasuk perjanjian arbitrase internasional dalam kontrak komersial
dengan bisnis yang terletak di Negara lain, sehingga jika timbul sengketa mereka diwajibkan
untuk menengahi sebelum arbiter netral ketimbang untuk mengejar litigasi sebelum pengadilan
asing. Sebuah fenomena yang relatif baru, arbitrase investor-Negara kekhawatiran proses
arbitrase oleh investor asing terhadap Amerika atas dasar perjanjian investasi bilateral atau
multilateral, atau hukum domestik memberikan persetujuan untuk arbitrase.
Berkat Konvensi tentang Pengakuan dan Penegakan Arbitrase Asing Awards dari 1958,
penghargaan dari arbiter internasional dapat segera diberlakukan di tiga perempat dari negaranegara di dunia, menyediakan salah satu keuntungan utama dari arbitrase dibandingkan
litigasi domestik untuk menyelesaikan sengketa internasional.

Tujuan dari situs ini, dipelihara oleh independen terkemuka firma hukum arbitrase
Hukum Aceris, adalah menyediakan akses ke informasi arbitrase yang berguna dan sumber
hukum untuk membuat informasi tentang bentuk terkemuka penyelesaian sengketa
internasional lebih mudah tersedia.
IAA Network mesin pencari arbitrase langsung mencari 67 online terkemuka
terkemuka sumber arbitrase hukum secara simultan, memberikan jawaban atas hampir semua

pertanyaan tentang arbitrase. Banyak sumber informasi lainnya bebas arbitrase disediakan,
termasuk satu-satunya kalkulator biaya arbitrase untuk memperkirakan biaya penuh dan
durasi menyelesaikan ICC, LCIA, ICSID, ICDR dan arbitrase SIAC, perpustakaan online yang
unik dari buku terkemuka di arbitrase, database ribuan bahan hukum terkait arbitrase dalam
domain publik, alat untuk menemukan arbiter internasional, tips tentang penyusunan klausul
arbitrase, Model Permintaan Arbitrase dan model Jawaban, dan lebih. Sumber daya ini
sepenuhnya gratis dan mesin-diterjemahkan ke dalam 40 bahasa. Penjelasan tentang sumber
daya saat ini mungkin ditemukan di sini.
Itu terkemuka pengacara arbitrase independen dan butik arbitrase Jaringan IAA
menyediakan akses ke perwakilan hukum-kualitas tertinggi arbitrase dan pengacara yang juga
berfungsi sebagai arbiter. Mereka dapat dihubungi langsung dari website ini untuk menjawab
pertanyaan Anda tentang hukum arbitrase internasional dan prosedur tanpa biaya

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
PILIHAN HUKUM
Pilihan hukum adalah para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk melakukan pilihan, mereka dapat
memilih sendiri hukum mana yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Karena adanya kebebasan
dalam memilih pilihan hukum tetapi dalam memilih pilihan hukum memiliki beberapa batasan
(restrictions) yang dikembangkan dalam HPI untuk menetapkan validitasi suatu pilihan hukum, antara
lain:
1) Jika pilhan hukum dimaksudkan hanya untuk membentu atau menfsirkan persyaratan-persyaratan
dalam kontrak, kebebasan pasa pihak pada dasarnya tidak dibatasi.
2) Pilihan hukum tidak boleh melanggar public policy atau public order (ketertiban umum) dari sistemsistem hukum yang mempunyai kaitan yang nyata dan substansi terhadap kontrak.
Scoles dan hays berpendapat bahwa :

Commentators and courts generally agree that, at some point, a state other than that chosen by the
parties can assert its public policy and void the stipulation.
Dari pernyataan tersebut tersirat pengertian bahwa forum tidak dapat begitu saja membatalkan suatu
kalusula pilihan hukum hanya dengan alasan bahwa hukum yang dipilih para pihak berbeda dengan
lex fori. Kewenangan semacam itu baru terbit apabila perbedaan tersebut sudah menyentuh aspek
ketertiban umum dari forum atau dari sistem hukum lain yang mempunyai kaitan signifikan dengan
kontrak.
3) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan ke arah suatu sistem hukum yang berkaitan secara substansial
dengan kontak. Faktor-faktornya misalnya : tempat pembuatan kontrak, tempat pelaksanaan kontrak,
domisili atau kewarganegaraan para pihak, tempat pendirian atau pusat administrasi badan hukum.
4) Pilihan hukum tidak boleh dimaksud atau bagian tertentu dari kontrak mereka pada suatu sistem
hukum asing, sekedar untuk menghindarkan diri dari suatu kaidah hukum yang memaksa dari sistem
hukum yang seharusnya berlaku seandainya tidak ada pilihan hukum. Pilihan hukum seperti ini dapat
dianggap sebagai pilihan hukum yang tidak bona fide atau dianggap sebagai penyelundupan hukum.
5) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari kontrak
dan tidak untuk mengatur masalah validitas pembentukan perikatan/perjanjian.
6)

Pilihan hukum ke arah suatu sistem hukum tertentu harus dipahami sebagai suatu
sa h or

er eisu g , dala

arti pe iliha ke arah kaidah huku

intern dari sistem hukum yang

bersangkutan dan tidak mengarah kepada kaidah-kaidah HPI-nya.
7) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum pada saat kontrak ditutup (ada beberapa negara dan
konvensi internasional yang tidak memberlakukan larangan ini).
8) Larangan melakukan pilihan hukum ke arah sistem hukum yang sama sekali tidak memiliki kaitan nyata
dengan kontrak atau transaksi yang dibuat oleh para pihak (ada negara yang tidak memberlakukan
larangan ini)
9) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum ke arah sistem hukum nasional suatu negara tertentu atau
arah konvesi-konvensi internasional dan tidak ke arah kaidah-kaidah transnasional atau prinsip-prinsip
dalam perdagangan internasional1[1].
10) Pilihan hukum harus jelas diarahkan pada suatu sistem hukum nasional tertentu. Pilihan hukum yang
tidak bermakna tidak dapat diakui sebagai pilihan hukum yang sah.
A. Macam-macam pilihan hukum
Ada 4 macam pilihan hukum, yaitu :
a) Pilihan hukum secara tegas

Di dalam klausula-klausula kontrak-kontrak tertentu dapat kita saksikan adanya pilihan hukum secara
tegas ini. Dalam klausula-klausula dalam kontrak joint venture, management contract atau technical
assistant contract, dimana dinyatakan:
this ontra t ill e go erned y the la s of the Repu li of Indonesia
Contoh dalam kontrak-kontrak asuransi laut untuk perdagangan internasional, sering kali ditunjuk
kepada English Insurance Act 1906 dan syarat-syarat serta kebiasaan-kebiasaan dari polis-polis Inggris.
b) Pilihan hukum secara diam-diam
Pilihan hukum ini dapat disimpulkan maksud para pihak ini mengenai hukum yang mereka kehendaki,
dari sikap mereka dari isi dan bentuk perjanjian. Keberatan terhadap pilihan hukum secara diam-diam
ini adalah jika hakim hendak melihat adanya suatu pilihan yang sebenarnya tidak ada. Hakim hanya
menekankan kepada kemauan para pihak yang diduga dan yang dikedepankankan adalah kemauan
para pihak yang fiktip.2[2]
c) Pilihan hukum yang dianggap
Pilihan hukum yang secara dianggap ini hanya merupakan apakah dalam istilah hukum dianggap
preasu ptio iuris , suatu re hts er oede . Haki

ha a

e eri a telah terjadi suatu piliha

hukum berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka.
d) Pilihan hukum secara hypothetisch
Pilihan hukum secara hypothetisch ini dikenal di Jerman. Sebenarnya tidak ada suatu kemauan dari
para pihak untuk memilih sedikitpun. Hakimlah yang melakukan pilihan ini. Hakim bekerja dengan
suatu fictie. Seandainya para pihak telah memikir akan huku yang harus diperlakukan hukum manakah
yang telah dipilih oleh mereka secara sebaik-baiknya. Jadi sebenarnya ini adalah suatu pilihan buka
daripada para pihak melainkan hakim itu sendiri.
Dalam memilih pilhan hukum dapat memilih lebih dari 1 sistem hukum, dengan cara:
1) Pembagian yang dimufakati
Para pihak dapat mufakaati bahwa diadakan pembagian dari pada kontrak mereka dan hukum yang
harus diperlakukan untuk bagian-bagian tertentu.
2) Pilihan hukum alternatif
Para pihak dapat menentukan bahwa dua atau lebih sistem hukum secara alternatif berlaku untuk
perjanjiaan mereka. Misalnya menentukan bahwa hukum domisili dari pihak kesatu atau pihak lain
yang berlaku hingga tergugat dapat mempergunakan hukum tempat domisili. 3[3]
3) Pilihan hukum selektif

Para pihak dapat menentukan bah a suatu siste

huku

ko ple

jika a tara pedaga g I do esia da pedaga g Jepa g dite tuka

adalah a g erlaku. Misal a
huku

I do esia

a g erlaku.

Hukum Indonesia ini bersifat komplex bahkan multi komplex.
Pilihan hukum dapat dirubah setelah ditutupnya perjanjian, jika bila pilihan hukum itu berubah maka
seluruh perubahan inipun termasuk dalam pilihan. Karena hukum bukan sesuatu yang statis tetapi
selalu hidup dan berkemang adanya.4[4]
B. The proper law of contract
Konsep the proper law of contract ini sebenarnya bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa setiap
aspek dari sebuah kontrak dari sebuah kontrak pasti terbentuk berdasarkan sistem hukum walaupun
tidak tertutup kemungkinan bahwa aspek dari suatu kontrak diatur oleh sistem hukum yang berbeda.
Asas-asas tentang penentuan The proper law of contract
Titik taut sekunder menjadi indikator untuk menentuka the proper law of contract
a) Asas lex loci contractus
Berdasarka asas i i the proper of o tra t adalah huku

dari te pat pe

uata ko trak. Te pat

dimana dilaksanakannya tindakan terakhir yang dibutuhkan untuk terbentuknya kesepakatan.
b) Asas lex loci solutionis
Asas lex loci solutionis adalah huku dari te pat pelaksa aa perja jia . Asas i i e ga gap ah a
the proper la of o tra t adalah le lo i solutio is i i se e ar a erupaka

ariasi dari pe erapa

locus regid actum. Dalam perkembangannya ternyata asa lex loci sulotionis tidak selalu memberikan
jalan keluar yang memuaskan. Karena itu dalam praktek, tidak ditutup kemungkinan untuk
menundukan bagian-bagian kontrak pada sistem hukum yang berbeda, tetapi hal semacam itu
tampaknya akan menyulitkan pengadilan untuk menyelesaikan perkara.
c) Asas kebebasan para pihak
Asas ini sebenarnya merupakan perkembangan apresiasi terhadap asas utama dalam hukum
perjanjian, yaitu setiap orang pada dasarnya memiliki kebebasan untuki mengikatkan diri pada
perja jia .

MAKALAH
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
PERJANJIAN HUKUM INTERNASIONAL
ARBITRASE
PILIHAN HUKUM

Nama
Nim
Kelas
Dosen

: YOGI WELIAM PRATAMA
: 502016357
:F
: YULIAR KOMARIAH SH.MH

Fak/Jurusan : Hukum/Ilmu Hukum
Semester : 4 (empat)
Universitas Muhammadiyah Palembang
Tahun Ajaran 2018