TUGAS MAKALAH SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGA

TUGAS MAKALAH
SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
“PENERAPAN PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION) PADA
INDUSTRI NATA DE COCO DI KOTA PADANG (IPTEKS)”
OLEH :
KELOMPOK 2
ANGGOTA:
1. MUHAMMAD FAHYUDI
2. DONI MARTIN
3. SYAHRIAL ALI WARDI
4. IFANI DWI RIZKI
5. AROIYA ALAWIYAH
6. ROHIMA RIRIN
7. ELSA FITRIANI
8. ADEK ALFIANDRI
9. WILLSHON SAPUTRA
10. ANNISA MAULIDYA

(0810942006)
(0910942008)
(1010942005)

(1110942009)
(1110942013)
(1110942026)
(1110942030)
(1110942041)
(1110942048)
(1210942003)

DOSEN :
TAUFIQ IHSAN, MT

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.


Latar Belakang

Industri nata de coco merupakan salah satu industri pangan yang mengolah air
kelapa untuk dijadikan nata baik yang siap dikonsumsi maupun yang dijual
kembali dalam bentuk mentah untuk digunakan oleh industri lain. Di Kota
Padang, usaha industri kecil yang bergerak dibidang pengolahan bahan baku air
kelapa menjadi minuman segar nata de coco telah berkembang dalam beberapa
tahun belakangan ini. Akan tetapi, kegiatan produksi dari industri nata de coco
banyak menghasilkan limbah yang jika dibuang akan membahayakan bagi
lingkungan. Limbah ini bisa mengakibatkan terjadinya pencemaran air,
pencemaran udara, pencemaran lahan pertanian dan sebagainya.
Limbah yang dihasilkan dari industri nata dapat ditangani dengan menerapkan
konsep produksi bersih, sehingga mengurangi biaya penanganan limbah,
mengurangi kerusakan lingkungan dan dapat mendatangkan keuntungan bagi
industri nata de coco. Upaya penerapan produksi bersih ini dapat dilakukan dalam
seluruh kegiatan perusahaan. Oleh karena itu, industri nata de coco sebagai salah
satu industri kecil minuman ringan yang banyak terdapat di kota Padang perlu
melakukan upaya untuk menerapkan konsep produksi bersih yang sebaik-baiknya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan penerapan produksi bersih pada industri minuman ringan

nata de coco adalah: memperkenalkan konsep produksi bersih pada industri kecil
minuman ringan nata de coco, memberikan opsi produksi bersih yang mungkin
dilaksanakan oleh industri nata de coco,mengurangi limbah yang dihasilkan dari
produksi nata de coco dan meningkatkan pendapatan pengusaha industri kecil nata
de coco dengan kegiatan pengolahan limbah yang dilakukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nata de Coco
Gambaran Umum Nata de Coco
Nata de coco berasal dari Filipina. Hal ini bisa dipahami karena Filipina
merupakan salah satu negara penghasil kelapa yang cukup besar di dunia. Filipina
termasuk negara yang paling banyak mendapatkan devisanya dari produk kelapa
(Warisno, 2004).
Nata de coco merupakan suatu pertumbuhan yang menyerupai gel yang terapung
pada permukaan medium yang mengandung gula dan asam ayng dihasilkan
mikroorganisme Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan makanan rendah
kalori yang cocok untuk penderita diabetes (Astawan, 1991). Nata de coco adalah
selulosa bakterial yang mengandung air kurang lebih 98% dengan tekstur yang

agak kenyal (Theodula, 1976).
Berdasarkan hasil penelitian dari Balai Mikrobiologi Puslitbang Biologi LIPI
Bogor menyebutkan bahwa nata de coco mengandung nilai nutrisi seperti pada
Tabel 1.

Bahan Baku
Air kelapa yang dipakai berasal dari kelapa yang sudah tua. Air kelapa yang akan
dijadikan nata de coco jangan dicampur dengan benda lain. Jika bercampur
dengan air, kualitas nata de coco yang dihasilkan akan rendah. Jika bercampur
dengan garam, tidak akan terbentuk nata de coco karena bakteri Acetobacter
xylinum tidak bisa tumbuh dalam media yang asin. Air kelapa bisa diperoleh dari
pabrik-pabrik kopra, pasar tradisional dan tempat-tempat pemarutan kelapa
(Warisno, 2004). Setiap satu litet akan menghasilkan 1 kg nata de coco.
Bahan Penolong

Bahan penolong pada pembuatan nata de coco adalah:
1.
2.
3.
4.


Gula pasir
Pupuk ZA atau Diamonium phosphat
Asam cuka
Bibit nata de coco ( LIPI, 2000)

Peralatan Produksi
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi nata de coco adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Panci stainless steel
Baki plastik

Sendok sayur besar
Saringan
Kertas roti/kertas koran
Kain kasa
Karet gelang
Kompor
Ember

10. Jerigen (LIPI, 2000)
2.2 Konsep Produksi Bersih
Produksi bersih (cleaner production) merupakan suatu upaya mencegah dan
mengurangi munculnya dampak lingkungan dari suatu sistem pengolahan akibat
adanya penggunaan bahan-bahan berbahaya, kesalahan pada proses pengolahan,
serta lemahnya pengendalian proses dan produk. Dampak yang dimaksud adalah
terjadinya pencemaran lingkungan serta efisiensi penggunaan bahan baku dan
energi.
Menurut UNEP (2003), produksi bersih merupakan strategi pengelolaan
lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus
menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meminimalkan terjadinyan
resiko terhadap manusia dan lingkungan. Menurut Pudjiastuti (1999), produksi

bersih diterapkan pada unsur-unsur sebagai berikut:
1. Proses produksi
Pada bagian proses produksi, produksi bersih mencakup peningkatan efisiensi
dan efektivitas dalam pemakaian bahan baku, energi dan sumber daya lainnya
serta mengganti atau mengurangi penggunaan bahan berbahaya dan beracun
sehingga mengurangi jumlah dan toksisitas limbah dan emisi yang dikeluarkan;

2. Produk
Pada bagian produk, produksi bersih menfokuskan pada upaya pengurangan
dampak keseluruhan daur hidup produk, mulai dari bahan baku sampai
pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan;
3. Jasa
Untuk jasa, produksi bersih menitikberatkan pada upaya penggunaan proses 3R
(Reduce, Reuse dan Recycle) pada seluruh kegiatannya, mulai dari penggunaan
bahan baku sampai dengan ke pembuangan akhir.
Menurut USAID (1997), manfaat yang bisa diperoleh dari pelaksanaan produks
bersih adalah:
1. Pengurangan biaya operasi, pengolahan dan pembuangan limbah;
2. Peningkatan mutu produk;
3. Penghematan bahan baku;

4. Peningkatan keselamatan kerja;
5. Perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup;
6. Penilaian konsumen yang positif;
7. Pengurangan biaya penanganan limbah.
Produksi bersih diperlukan sebagai cara untuk mengharmonisasikan upaya
perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan
ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara dan
memperkuatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, mendukung prinsip
environmental equality, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi
lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang
limbah dan memperkuat daya saing produk dipasar internasional (Pudjiastuti,
1999).
Menurut Forlink (2003), beberapa kendala dalam penerapan produksi bersih
adalah:
1. Kendala ekonomi
Kendala ekonomi timbul bila kalangan usaha tidak merasa akan mendapatkan
keuntungan dalam penerapan produksi bersih.
Contoh hambatan:

a. Biaya tambahan peralatan;

b. Besarnya

modal/investasi

dibanding

kontrol

pencemaran

secara

konvensional sekaligus penerapan produksi bersih.
2. Kendala teknologi
a. Kurangnya penyebaran informasi tentang konsep produksi bersih;
b. Penerapan sistem baru ada kemungkinan tidak sesuai dengan yang
diharapkan atau malah menyebabkan gangguan;
c. Tidak memungkinkan tambahan peralatan, terbatasnya ruang kerja produksi.
3. Kendala sumberdaya manusia
a. Kurangnya dukungan dari pihak manajemen puncak;

b. Keenggan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi;
c. Lemahnya komunikasi intern tentang proses produksi yang baik;
d. Pelaksanaan manajemen organisasi perusahaan yang kurang fleksibel;
e. Birokrasi yang sulit terutama dalam pengumpulan data primer;
f. Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi.

BAB III
METODE PENELITIAN
Permasalahan yang terdapat pada industri nata de coco dapat diatasi dengan
melakukan produksi bersih pada kegiatan industri. Pada kegiatan penerapan ipteks
ini terlebih dahulu dilakukan survey industri nata de coco yang terdapat di Kota

Padang, tujuannya untuk mengidentifikasi limbah yang terdapat pada industri
tersebut dan meminta kesediaan industri untuk dilibatkan dalam kegiatan
penerapan ipteks tersebut. Pada saat survey juga diberikan pengarahan secara
langsung tentang pentingnya kegiatan penerapan ipteks yang akan dilakukan.
Berdasarkan hasil survey awal, kemudian industri diundang untuk mengikuti
penyuluhan yang terkait dengan konsep produksi bersih dan penerapannya pada
industri nata de coco. Setelah pemberian penyuluhan, dilakukan demonstrasi
langsung untuk penanganan limbah yang dihasilkan, yaitu demonstrasi pembuatan

pupuk dari sisa kotoran hasil penyaringan, perebusan, pembersihan kulit serta sisa
potongan nata; demonstrasi pembuatan bak penyaringan untuk limbah cair
industri nata de coco dan demonstrasi pembuatan jelly drink nata dari sisa
potongan nata.
Tahapan yang dilakukan berikutnya terkait dengan kegiatan penerapan ipteks
adalah melakukan evaluasi terhadap pemahaman konsep produksi bersih oleh
pelaku industri dan dengan melihat dilakukannya penanganan limbah untuk
digunakan kembali atau diolah lebih lanjut sehingga dapat mengurangi limbah
dari proses produksi nata de coco. Selain itu, evaluasi dilakukan juga dengan
melihat upaya pemanfaatan limbah untuk menghasilkan pendapatan tambahan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil survei dari 22 industri nata de coco yang terdaftar di Dinas
Kesehatan Kota Padang, banyak industri yang sudah tutup karena beberapa hal,
yaitu pemilik usaha yang sudah meninggal dunia, kesulitan dalam hal pemasaran

produk dan perusahaan mengalami kerugian. Selain itu, ada satu industri yang
baru berdiri yang ditemukan pada saat survey. Nama-nama industri nata de coco
yang masih aktif di Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil survey ke industri nata de coco, tiga industri (Bugar, Amor,
Freshindo Langgeng Perkasa) membuat lembaran nata dan langsung melakukan
pengemasan. Pengemasan yang dilakukan ada yang menggunakan cup, namun ada
juga yang menggunakan plasitik biasa. Selain menjual nata de coco yang siap
dikonsumsi, ketiga industri ini juga menjual lembaran nata. Sedangkan satu
industri lagi (Adillah) membeli bahan baku dari Bugar untuk kemudian mereka
olah dan kemas menjadi nata yang siap dikonsumsi. Berdasarkan hasil survey,
beberapa limbah yang ditemukan pada industri nata de coco di Kota Padang
adalah :
1. Kotoran hasil penyaringan air kelapa
2. Limbah cair
3. Sisa lapisan kulit nata
4. Nata yang tidak terpakai
5. Sisa potongan nata
6. Sisa plastik pengemasan
Opsi Produksi Bersih
Opsi produksi bersih untuk penanganan limbah yang dapat dilakukan oleh industri
nata de coco di Kota Padang, yaitu pembuatan pupuk, pembuatan jelly drink dan
penyaringan limbah cair. Adapun teknik pelaksanaan untuk setiap opsi produksi
bersih
adalah :
1. Pembuatan pupuk

a. Semua kotoran hasil penyaringan air kelapa, lapisan kulit nata, sisa
potongan dan nata yang tidak bisa terpakai (hasil panen yang gagal)
dikumpulkan dalam baskom
b. Setiap 100 kg limbah berupa kotoran hasil penyaringan air kelapa, sisa
potongan dan nata yang tidak bisa terpakai dicampur dengan 10 kg kapur
tohor. Fungsi kapur tohor adalah untuk menetralkan pH bahan pupuk.
c. Setelah tercampur rata, biarkan selama ± 3 jam, pupuk tersebut sudah siap
digunakan.
2. Pembuatan jelly drink nata, adapun tahapannya adalah :
a. Mencuci sisa potongan nata minimum tiga kali, bisa juga diikuti dengan
pengepresan untuk menghilangkan bau
b. Merebus sisa potongan nata dalam air mendidih lebih kurang 20 menit.
Tujuannya agar sisa potongan nata tersebut menjadi kenyal. Sesudah
direbus, air rebusan dibuang.
c. Untuk membuat jelly drink nata, sebanyak 250 gram sisa potongan nata
ditambahkan dengan 100 ml air, kemudian diblender sampai halus.
d. Hasil sisa potongan nata yang sudah diblender, dituangkan ke dalam panci,
tambahkan gula dan esense sucukupnya, jika ingin memberikan pengawet,
tambahkan benzoate, kemudian rebus kembali hingga mendidih. Setelah itu
bisa diangkat dan dikemas. Pengemasan bisa menggunakan cup ukuran 240
ml atau 120 ml.
3. Penyaringan limbah cair
Alat penyaring dibuat untuk menyaring limbah cair industri nata de coco baik
berupa air sisa rendaman nata, air pencucian lapisan kulit nata maupun limba
cair yang lainnya.
Bentuk alat penyaring yang dibuat merupakan kombinasi saringan arang dan
saringan pasir lambat yang diberi aerator. Adapun skema alat penyaringan
dapat dilihat pada Gambar 1.

Bagian dari alat saringan adalah :
1) Bak penampung air hasil saringan (bisa menggunakan baskom);
2) Bak Saringan (Alat penyaring), urutan bahan pengisinya adalah : batu bata,
kerikil, arang kelapa, batu zeolite, ijuk, pasir, ijuk ;
3) Bak rendaman nata;
4) Meja tempat saringan 2 buah.
Sedangkan teknik pemakaian saringan adalah :
1. Masukkan tawas ke dalam drum air limbah nata de coco
2. Hidupkan aerator 1 jam sebelum penyaringan
3. Tuangkan air limbah ke dalam saringan
4. Tampung air saringan
5. Ulangi kegiatan 2 – 4 kalau hasil penyaringan masih kurang mememuaskan.
Peluang-peluang untuk menerapkan Good Housekeeping di industri nata de coco
ini, yaitu :
1. Menghindari tumpahan air kelapa pada saat penyaringan, yaitu dengan tidak
menggunakan gayung dalam memindahkan air kelapa dari wadah awal ke
wadah penyaringan, tapi menggunakan selang atau aliran kran sehingga
tumpahan air kelapa dapat dihindari.
2. Menghindari terjadinya tumpahan bahan-bahan pembuat nata de coco dan
pembuat starter pada saat memasukkannya ke dalam wadah perebusan atau
pada saat memasukkan ke dalam wadah fermentasi.

3. Menghemat aliran energi dengan cara mematikan aliran listrik sealer pada saat
tidak digunakan, tapi tetap mempertimbangkan waktu pemanasan sealer
tersebut (15 menit).
4. Menghindari terjadinya tumpahan air rendaman nata de coco.
5. Membersihkan

semua

peralatan

langsung

pada

saat

telah

selesai

menggunakannya, tanpa menunda-nunda, agar sisa bahan atau kotoran yang
ada pada alat dapat segera dihilangkan sehingga umur pakai peralatan menjadi
lama.
6. Mengatur setting peralatan sesuai standar agar setiap tenaga kerja dapat
mengoperasikan peralatan dengan baik.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Konsep produksi bersih sangat perlu untuk diperkenalkan kepada industri nata
de coco untuk mengatasi masalah limbah.
2. Limbah industri nata de coco yang ditemukan di Kota Padang berupa kotoran
hasil penyaringan air kelapa, limbah cair, lapisan kulit nata de coco, nata yang
tidak terpakai (hasil panen yang gagal), sisa potongan nata de coco dan sisa
plastik pengemasan.
3. Opsi produksi bersih yang dapat dilakukan untuk penanganan limbah tersebut,
yaitu pembuatan pupuk, pembuatan jelly drink dan pembuatan bak penyaringan
limbah cair.
4. Pelaksanaan opsi produksi bersih ini selain dapat mengatasi masalah limbah
juga diharapkan dapat meningkatan pendapatan industry karena adanya produk
lain yang dapat dihasilkan.
5.2 Saran
Berdasarkan kegiatan penerapan ipteks yang telah dilakukan, beberapa hal yang
disarankan adalah :
1.

Perlu dilakukan pengujian ph terutama untuk pupuk dan air yang telah

disaring;
2. perlu dilakukan analisa lebih lanjut tentang opsi yang ditawarkan baik dari
aspek teknis, ekonomis, pemasaran maupun lingkungan;
3. perlu dukungan semua pihak agar industri dapat melaksanakan opsi produksi
bersih, karena dalam pelaksanaannya dibutuhkan kesadaran, waktu, tenaga
kerja dan pembiayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Forlink. 2000. Paket Info Produksi Bersih. http://www.forlink.dml.or.id/pinfob/
11.htm.
Hakimi, Rini. 2006. Penerapan Produksi Bersih (Cleaner Production) pada
Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin Vol 3, No 2, Desember 2006.
Pudjiastuti, L. 1999. Produksi Bersih. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Theodula K.A.M.S. 1976. The Productin of Nata from Coconut Water. Philipines.
United Nations Environment Programme (UNEP). 2000. Cleaner Production
Assessment
in
Dairy
Processing.
UNEP
Publications.
http://www.agrifood.forum.net/publications/guide/index.html.
United States Agency for International Development (USAID). 1997. Panduan
Pengintegrasian Produksi Bersih ke dalam Penyusunan Program Kegiatan
Pembangunan Depperindag. Jakarta. Di dalam Suartama, P. W. Adi. 2000.
Mempelajari Penerapan Produksi Bersih dan Penanganan Limbah di PT. Great
Giant Pineaple Company, Lampung Tengah. Laporan Praktek Lapang. Fateta IPB.
Bogor.
Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
LIPI. Pedoman Pembuatan Nata de Coco dari Limbah Air Kelapa. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Puslitbang Bioteknologi. Bogor, 1999.