Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minu

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sumber air yang biasa dipakai sebagai air baku yang nantinya akan digunakan
untuk keperluan minum adalah air hujan, air tanah, air permukaan dan air laut. Di
antara sumber-sumber tersebut yang paling banyak digunakan adalah air tanah
dan air permukaan, sedangkan air laut jarang digunakan karena membutuhkan
teknologi tinggi dan biaya yang mahal untuk mengolahnya.
Dalam merancang suatu unit pengolahan air minum, ada beberapa kriteria yang
perlu diperhatikan. Hal ini bertujuan agar proses pengolahan dapat berlangsung
secara efisien.Secara umum ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan
dalam perencanaan sistem penyediaan air minum, yaitu (Al-Layla, 1978):
1.

Aspek kuantitas dan kontinuitas
Sistem penyediaan air minum yang direncanakan tersedia dalam jumlah yang
cukup untuk periode waktu perencanaan dan dapat digunakan setiap saat.

2.

Aspek kualitas

Air yang diolah harus memenuhi syarat kualitas yang telah ditetapkan, agar
masyarakat yang menggunakan air dapat mengkonsumsinya dengan aman
tanpa kekhawatiran akan terinfeksi suatu penyakit. Air yang bersih harus
memenuhi syarat berikut:
a.

Bebas dari unsur penyakit;

b.

Bebas dari warna, kekeruhan, suhu, tidak berasa dan tidak berbau;

c.

Bebas dari unsur-unsur yang akan mengganggu jaringan pipa, baik
jaringan transmisi maupun jaringan distribusi yang dapat menyebabkan
terjadinya korosi pada pipa dan juga dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran dari luar ke dalam pipa.

3.


Aspek teknis
Sistem penyediaan air minum harus dapat melayani dan menjangkau seluruh
daerah pelayanan dengan tekanan yang cukup.

4.

Aspek biaya
Sistem penyediaan air minum yang dibangun haruslah ekonomis baik dalam
pembangunan, pengoperasian maupun dalam pemeliharaan, sehingga harga air
hasil olahan relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat.

Dalam perencanaan sistem penyediaan air minum juga harus memperhatikan
beberapa konsep berikut (Al-Layla, 1978):
1. Tingkat pelayanan
Harus disesuaikan dengan kemampuan badan pengelola yang bersifat sosial
tanpa merugikan badan pengelola itu sendiri, tingkat kemampuan penduduk
untuk berlangganan dan juga banyaknya alternatif sumber air yang nantinya
berpengaruh pada biaya pengolahan.
2. Wilayah

Wilayah ini dibedakan atas dua bagian, yaitu wilayah administrasi dan wilayah
pelayanan.
3. Luas daerah pelayanan
Luas daerah pelayanan ini ditentukan dari analisa terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat, kependudukan, pengembangan wilayah dan tata kota.
4. Penentuan daerah pelayanan
Daerah pelayanan ini ditentukan dengan memperhatikan aspek kepadatan
penduduk, batas administrasi dan perencanaan kota.
5. Proyeksi penduduk
Data proyeksi penduduk merupakan faktor yang relevan untuk mengestimasi
kebutuhan air di masa yang akan datang dan juga dari proyeksi penduduk ini
dapat dilakukan analisa terhadap potensi ekonomi, potensi industri dan potensi
lainnya yang akan berkembang.
6. Aspek sosial ekonomi masyarakat
Analisis terhadap keinginan dan kemampuan masyarakat untuk menjadi
pelanggan sarana air minum yang akan direncanakan.
Sistem penyediaan air minum merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan
non-fisik dari prasarana dan sarana air minum. Pengembangan SPAM adalah
kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem
fisik (teknik) dan non-fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran

II-2

masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan
penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 18/prt/m/2000).
Fungsi utama sistem penyediaan air minum adalah dapat menyediakan air minum
dengan kualitas baik dan tekanan yang cukup dalam menyediakan air dengan
kuantitas yang cukup ke dalam bangunan atau rumah sesuai kebutuhan(Al-layla,
1978).
Ketersediaan air minum pada suatu daerah tergantung kepada bagaimana sistem
penyediaan air minum di daerah tersebut. Adapun sistem penyediaan air minum
jika dilihat dari bentuk dan tekniknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (AlLayla, 1978):
1.

Air Minum Komunitas/Perkotaan (Community Water Supply
System)
Sistem ini digunakan untuk pelayanan diperkotaan yang meliputi keperluan
domestik, perkotaan maupun industri.Sistem ini mempunyai kelengkapan
komponen yang menyeluruh dan kadang-kadang sangat kompleks, baik dilihat
dari sudut teknik maupun sifat pelayanannya.Sistem ini bisa mempergunakan

satu atau lebih sumber untuk melayani satu atau beberapa komunitas dan
dengan pelayanan yang berbeda-beda.

2.

Penyediaan Air Minum Individual (Individual Water Supply
System)
Sistem ini penggunaannya untuk individual dan untuk pelayanan yang terbatas.
Pada umumnya sistem ini sangat sederhana mulai dari sistem yang hanya
terdiri dari satu sumur atau satu sumber saja sebagai sistem, seperti sumursumur yang digunakan dalam satu rumah tangga, sampai pada sistem yang
dilihat dari komponennya lengkap, tetapi sistemnya kecil baik dalam bentuk
maupun kapasitasnya dan untuk pelayanan terbatas. Terbatas untuk suatu
lingkungan/kompleks perumahan tertentu ataupun suatu industri.

Penggunaan dan pemakaian air bersih di perkotaan adalah (Al-Layla, 1978):
1. Keperluan rumah tangga (Domestic use)

II-3

Penggunaan air bersih di rumah tangga adalah untuk minum, memasak, mandi,

mencuci, fasilitas sanitasi di rumah dan keperluan lainnya.

2.

Keperluan industri (Industrial use)
Di industri air bersih mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai bahan pokok seperti
yang digunakan pada industri makanan/minuman, dan berfungsi sebagai bahan
pembantu seperti untuk pencuci, pendingin, atau pengisi ketel uap.

3. Keperluan umum dan perkotaan (Public use)
Keperluan

umum

dan

perkotaan

seperti


untuk

menyiram

tanaman,

membersihkan jalan, penggelontoran saluran kota, pemadam kebakaran,
keperluan fasilitas umum, aktivitas komersil, pelabuhan, dan keperluan
rekreasi.
2.2 Sumber dan Bangunan Penangkap Air
Sumber air baku yang akan diolah ditentukan dengan penelitian yang teliti agar
sistem penyediaan air minum yang direncanakan memenuhi persyaratan yang
berlaku dan memenuhi kebutuhan konsumen serta tidak merusak kelestarian
sumber.
Sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku antara lain (Al-Layla,
1978):
1. Air tanah
Air tanah dapat berasal dari:
a. Air hujan yang meresap ke dalam tanah melalui pori atau retakan batu;
b. Air yang berasal dari sungai, danau, dan kolam yang meresap melalui tanah.

Air tanah berdasarkan kedalamannya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Air tanah dangkal
Merupakan air tanah yang terletak di atas lapisan kedap air dengan
kedalaman kecil dari 50 meter;
b. Air tanah dalam

II-4

Merupakan air tanah yang terletak di antara dua lapisan kedap air dan jauh
terletak di bawah permukaan tanah.
Contoh sumber air baku yang berasal dari air tanah adalah sumur. Secara
umum kualitas air tanah lebih baik jika dibandingkan dengan air permukaan.
Dari segi kuantitas, jumlah air tanah sangat tergantung dengan musim dan
banyaknya air yang meresap ke dalam tanah.
2. Air permukaan
Pada dasarnya air permukaan sangat mudah terkontaminasi jika dibandingkan
dengan air tanah. Kontaminan-kontaminan yang ada seperti, zat-zat organik
dan anorganik, gas-gas, mikroorganisme sangat bervariasi, sehingga perlu
diadakan pengolahan lebih lanjut.
Adapun beberapa jenis air permukaan seperti:

a. Sungai
Ketersediaan air sungai sifatnya sangat kontinu sehingga dapat disimpan
sewaktu banjir.
b. Danau
Pada dasarnya kualitas air danau lebih baik jika dibandingkan dengan air
sungai dan pengolahannya tidak terlalu banyak.
c. Fasilitas penyimpanan air (water storage)
Fasilitas penyimpanan air dapat menjadi jaminan dalam menjaga kestabilan
suplai air, terutama disaat musim kemarau. Jika air tanah atau air sungai
melimpah, maka tidak perlu digunakan water storage.
3. Air angkasa
Merupakan uap air yang terkondensasi kemudian jatuh ke bumi. Wujudnya
bisa berupa zat cair (air hujan) atau zat padat (salju/hujan es). Kuantitas air
hujan tidak terbatas, tapi tidak kontinu dan jika digunakan sebagai sumber air
baku untuk air minum dan dari segi kualitas kandungan mineralnya kurang,
sehingga jarang digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum dan
biasanya hanya digunakan untuk sistem individual.
4. Mata Air

II-5


Merupakan air tanah yang alirannya terhalang oleh lapisan kedap air (tanah
liat, tanah padat, batu atau cadas) sehingga mengalir ke permukaan tanah.
Beberapa jenis bangunan penangkap atau penyadap berdasarkan sumber airnya:
1. Air Hujan

: Bak penampung air hujan;

2. Air Permukaan : Intake;
3. Mata Air

: Brouncapeturing;

4. Air Tanah

: Sumur gali dan sumur bor.

Jenis bangunan penangkap atau penyadap tergantung pada: letak, keadaan,
fluktuasi dan debit alirannya.
1. Intake

Intake adalah bangunan penangkap air dari sumber air baku yang berasal dari
air permukaan (sungai atau danau). Fungsinya adalah untuk mengambil air
baku dari air permukaan dan dialirkan ke unit-unit pengolahan. Bangunan
intake menurut cara pengambilannya terbagi dua (Kawamura, 1991):
a. Intake gravitasi
Intake gravitasi adalah bangunan penangkap air dari sumber yang
menggunakan prinsip gravitasi.
b. Intake pemompaan
Intake pemompaan adalah bangunan penangkap air dari sumber yang
menggunakan bantuan pompa.
Selain itu berdasarkan sumber air permukaannya, bangunan intake juga dapat
dibagi atas (Kawamura, 1991):
a. Intake sungai
1)Kriteria pemilihan lokasi intake sungai:
a) Kualitas air;
b) Kemungkinan perubahan yang terjadi, contoh: beberapa tahun yang
lalu industri

di daerah By Pass masih jarang. Namun sekarang

kualitas air menurun akibat banyaknya industri;
c) Minimasi efek negatif;
d) Adanya

akses

yang

baik

guna

perawatan

dan

perbaikan

(maintenance);
II-6

e) Adanya tempat bagi kendaraan;
f) Adanya lahan guna penambahan fasilitas pada masa yang akan
datang;
g) Kuantitas air;
h) Efek terhadap kehidupan aquatik di sekitarnya;
i) Kondisi geologis.
2)Perletakan
Biasanya intake sungai diletakan di pinggir sungai. Sebaiknya lokasi
perletakan intake dipilih pada daerah belokan sungai guna menghindari
penumpukan sedimen.
3)Tipe konstruksi intake yang digunakan
Umumnya pada intake sungai digunakan tipe shore intake. Selain itu ada
juga yang menggunakan tower intake, siphone well intake, suspended
intake, dan floating intake.
b. Intake danau
1)Kriteria pemilihan lokasi intake danau:
a) Karakteristik aliran air;
b) Kualitas air;
c) Karakteristik pertumbuhan alga dan siklus pertumbuhan mikro
organisme;
d) Kondisi tepian air, arah angin, dan kecepatan aliran;
e) Kondisi area penyadapan air, termasuk adanya potensi pencemaran;
f) Kemungkina terjadinya sedimentasi pada reservoar;
g) Kegiatan rekreasi dan olah raga;
h) Kemungkinan terjadinya banjir.
2)Pertimbangan lain:
a) Penggunan danau secara bersama;
b) Kemungkinan penggunaan alat pencampur air artifisial untuk
melakukan destratifikasi air dan alat untuk menghancurkan es pada
intake yang terletak di daerah dingin.
3)Tipe konstruksi intake yang digunakan
II-7

Ada beberapa variasi dalam tipe konstruksi intake, diantaranya (Kawamura,
1991):
1) Tower intake
Tower intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau, baik yang
alamiah maupun buatan (beton). Tower intaketerletak pada bagian
pelimpahan atau dekat sisi bendungan. Pondasi menara (tower) terpisah dari
bendungan dan dibangun pada bagian hulu. Menara terdiri atas beberapa
inlet yang terletak pada ketinggian yang bervariasi untuk mengantisipasi
fluktuasi tinggi muka air. Dapat juga dibuat menara intake yang terpisah
dengan dan pada bagian upstream. Jika air di reservoar dapat mengalir
secara gravitasi ke pengolahan, maka tidak diperlukan pemompaan dari
menara.

Gambar 2.1 Tower Intake
Sumber: Kawamura, 1991

2) Shore intake
Shore intake memiliki variasi bentuk yang tergantung kepada situasi
lapangan, dan biasanya terletak di pinggiran sungai.

Gambar 2.2 Shore Intake
Sumber: Kawamura, 1991

II-8

Shore Intake terbagi atas 3 jenis, yakni siphon well intake, suspended intake
dan floating intake. Berikut uraian masing-masing jenis shore intake.
a) Siphon well intake
Ciri khas dari intake ini adalah memiliki saluran air masuk ke bangunan
intake berupa pipa, sehingga tekanan air yang berfluktuasi tidak memberi
pengaruh pada interior intake.

Gambar 2.3 Shiphone Well Intake
Sumber: Kawamura, 1991

b) Suspended intake
Memiliki karakteristik tersendiri yakni pipa hisap dibenamkan ke dalam
sumber air tanpa menggunakan bangunan pelindung dan langsung
tercampur dengan aliran sumber air.

Gambar 2.4 Suspended Intake
Sumber: Kawamura, 1991

c) Floating intake
Struktur intake yang ringkas diletakkan di atas sebuah pelampung yang
terapung dan bergerak naik turun mengikuti fluktuasi muka air.

II-9

Gambar 2.5 Floating Intake
Sumber: Kawamura, 1991

3) Crib intake
Struktur intake dibuat terbenam di dasar sungai dengan kedalaman besar
dari 3 meter dari permukaan air. Lokasi dipilih dengan resiko terkecil
terhadap kemungkinan hanyut oleh arus sungai.

Gambar 2.6 Crib Intake
Sumber: Kawamura, 1991

4) Direct intake
Direct intake (langsung) adalah intake yang sumber airnya berasal dari
sumber air yang dalam seperti sungai dan danau. Intake jenis ini
memerlukan tanggul untuk mencegah agar tanah tidak mengalami erosi dan
sedimentasi. Keuntungan dari intake jenis ini yaitu biaya konstruksi lebih
murah dari jenis intake yang lain.

II-10

Gambar 2.7 Direct Intake
Sumber: Kawamura, 1991

5) Sumur bor intake
Digunakan untuk bangunan penangkap dengan sumber air yang tidak terlalu
dalam dan memiliki lapisan aquifer tanah. Biasa digunakan untuk bangunan
penangkap air untuk air tanah.

Perencanaan intake harus mempertimbangkan (Al-Layla, 1978):
a. Intake harus merupakan bangunan yang kuat yang tahan arus deras;
b. Mempunyai berat sendiri yang cukup agar tidak hanyut;
c. Pada kanal navigasi (lalu lintas) ada tiang pancang sebagai pengaman;
d. Pondasi harus cukup kuat sehingga tidak tergali oleh aliran air;
e. Perlu saringan terhadap benda-benda dan ikan kecil;
f. Dapat memasukkan air yang cukup, sesuai kebutuhan;
g.

Posisi inlet sedemikian rupa sehingga selalu dapat menerima air dengan
kondisi musim apapun.

Gambar 2.8 Denah Bangunan Intake
Sumber: Kawamura, 1991

II-11

Elemen-elemen dari intake (Kawamura, 1991):
a. Saringan;
b. Pipa atau saluran air baku;
c. Katup pembuka dan penutup;
d. Sumur pengumpul;
e. Foot valve;
f. Pipa hisap dan pipa penguras.
2. Sumur
Untuk membangun sumur, ada beberapa faktor yang diperhatikan (Kawamura,
1991):
a. Kondisi permukaan tanah;
b. Jenis tanah;
c. Vegetasi pada permukaan;
d. Topografi wilayah;
e. Kondisi air permukaan;
f. Sumber-sumber pencemaran;
g. Regulasi.
Secara umum sumur dapat diklasifikasikan atas:
a. Sumur dangkal
Sarana air bersih menggunakan sumber air tanah dangkal dengan membuat
sumur bor. Biasanya kedalaman dasar sumur mencapai 12-15 meter. Untuk
mengangkat air dari sumur dangkal dapat digunakan pompa listrik jenis jetpump. Pompa tangan adalah alat untuk menaikkan air dari dalam tanah
(Darmasetiawan, 2004).
b. Sumur dalam
Sumur Air Tanah Dalam (SATD) adalah sarana penyediaan air bersih
berupa sumur dalam yang dibuat dengan membor tanah pada kedalaman
muka air minimal 7 meter dari permukaan tanah. Kedalaman dasar pada
umumnya lebih dari 30 meter sehingga diperoleh air sesuai dengan yang
diinginkan (Darmasetiawan, 2004).
Beberapa tipe konstruksi sumur antar lain:
II-12

a. Sumur gali
Merupakan tipe sumur yang paling tua. Secara tradisional, sumur gali
dibangun dengan menggali secara manual dengan perkakas tangan.
Umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan individu. Kedalaman
sumur gali biasanya berkisar antara 5 sampai 15 meter, tergantung dari
kedalam air tanah. Diameter berkisar antara 1 sampai 5 meter dan dapat juga
berfungsi sebagai bak pengumpul. Untuk memenuhi syarat kesehatan,
sumur

gali

perlu

dipasang

tutup

dan

dihindari

dari

masuknya

kontaminasidari luar (SNI 03-2916-1992).

Gambar 2.9 Sketsa Sumur Gali
Sumber: SNI 03-2916-1992

b. Drived well
Merupakan metode yang paling sederhana untuk mengambil air tanah
dangkal. Dalam konstruksinya driven well menggunakan alat putar yang
dilengkapi dengan kerekan dan tripod. Dari titik pemutaran dimasukan pipa
baja dengan diameter lebih 50 mm. Untuk mengangkat air dari tanah
dipasang pompa tangan atau pompa mekanik. Sebaiknya dilengkapi dengan
drainase yang baik disekitar sumur (Karen J. Dawson, 1991).

Gambar 2.10 Sketsa Driven Well
Sumber:Karen J. Dawson 1991

c. Bored well
II-13

Menggunakan gurdi tangan maupun gurdi mesin dalam konstruksinya.
Lapisan tanah yang yang akan dibor harus padat agar tidak terjadi
pengikisan saat konstruksi. Dinding sumur atau casing dipasang setelah
gurdi mencapai air tanah. Umumnya diameter boredwell berkisar antara 250
sampai 600 mm (Karen J. Dawson, 1991).

Gambar 2.11 Sketsa Bored Well
Sumber: Suriawiria, 1991

d. Drilled well
Biasanya dibangun untuk sumur dengan kedalaman dan kapasitas yang
tinggi. Menggunakan alat drill dengan dimeter sumur berkisar antara 150
mm hingga 1000 mm. Umumnya konstruksi dipengaruhi oleh kondisi
daerah tempat akan dibangunnya sumur.

Gambar 2.12 Sketsa Drilled Well
Sumber: Suriawiria, 1991

II-14

2.3 Unit Pengolahan Air Minum
2.3.1 Lokasi Instalasi Pengolahan Air Minum
Lokasi instalasi pengolahan air minum akan mempengaruhi sistem distribusi dari
penyediaan air minum. Lokasi yang baik adalah lokasi yang dapat memanfaatkan
ketinggian tempat sebagai energi untuk mengalirkan air. Penentuan lokasi
instalasi pengolahan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1.

Topografi wilayah perencanaan;

2.

Kondisi geologi;

3.

Kondisi sanitasi lingkungan;

4.

Aman dari bencana alam seperti banjir dan gempa bumi;

5.

Merupakan lokasi yang memiliki akses yang baik;

6.

Jarak antara daerah pelayanan dengan intake.

Daerah dengan kemiringan 2-3 % merupakan lokasi yang baik karena dapat
menyediakan head yang cukup untuk proses pengolahan sehingga tidak
diperlukan pemompaan.
2.3.2 Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
Pemilihan unit-unit pengolahan yang akan dipakai dalam instalasi pengolahan air
minum tidak hanya tergantung pada kualitas air baku yang akan diolah tetapi
harus dipertimbangkan pula dari segi teknis dan ekonomis.
1. Segi teknis
Beberapa pertimbangan dari segi teknis antara lain:
a. Efisiensi unit-unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang akan
diturunkan;
b. Fleksibilitas sistem pengolahan terhadap kualitas air yang berfluktuasi;
c. Kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang
panjang;
d. Kemudahan konstruksi.
2. Segi ekonomis
Beberapa pertimbangan dari segi ekonomis antara lain:
a. Biaya terhadap investasi awal, operasional dan pemeliharaan;
II-15

b. Luas lahan yang dibutuhkan;
c. Optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter kualitas
air yang hendak diturunkan.
Menurut Kawamura (1991), pengolahan air minum terbagi menjadi tiga jenis
yaitu:
1. Metode conventional complete
Metode ini merupakan pengolahan air minum yang melibatkan proses
koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.

Gambar 2.13 Flow Chart Metode Conventional Complete
Sumber: Kawamura, 1991

2. Direct filtration
Metode ini melibatkan proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi. Clarifier
digunakan setelah filtrasi dan supernatan disirkulasi menuju proses flokulasi.

Gambar 2.14 Flow Chart Metode Direct Filtration
Sumber: Kawamura, 1991

3. In-line filtration
II-16

Metode ini sama dengan Direct Filtration tetapi supernatan dari clarifier
disirkulasi ke bagian koagulasi.

Gambar 2.15 Flow Chart Metode In-line Filtration
Sumber: Kawamura, 1991

II-17

Modifikasi dari ketiga metode tersebut adalah High-level Complete dan Two
Stage Filtration. Penerapan metode pengolahan tergantung pada kualitas air baku
dan ini diberikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum
Parameter

Conventional
Complete

Turbiditas (NTU)
Warna (semu)
Coliform (#/mL)
Alga (ASU/ml)
Asbestos Fiber (#/mL)
Rasa dan bau (TON)