Pengembangan sapi potong di pulau pulau

Pengembangan sapi potong di pulau-pulau kecil

Pengembangan sapi potong di pulau-pulau kecil
Indonesia memiliki ribuan pulau-pulau kecil yang sampai saat ini penduduknya
dilaporkan masih tertinggal dibandingkan dengan penduduk pulau-pulau besar. Sementara itu
negara tetangga dengan berani telah mengklaim pulau-pulau kecil milik Indonesia sebagai
miliknya. Hal ini diperparah oleh penduduk pulau-pulau kecil yang sangat senang untuk
menyeberang ke wilayah negara-negara lain untuk mencari penghidupan karena kemudahan
sarana dan prasarana serta kemudahan akomodasi lainnya. Disamping itu banyak penduduk
pulau-pulau kecil ini yang juga adalah para nelayan yang melanggar batas wilayah Negara lain.
Hal ini terjadi karena mereka melakukannya dengan sengaja atau karena ketidaktahuan mereka
tentang batas-batas internasional.
Singapura telah berhasil memperluas negaranya menjadi 150% dari luas aslinya. Kita
semua tahu bahwa perluasan ini dapat berjalan dengan sukses karena sumbangan pasir dari
pulau-pulau kecil milik Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena kita memang belum menaruh
perhatian secara pas untuk pengawasan/pembangunan di pulau-pulau kecil tersebut. Dengan
demikian janganlah kita terkejut apabila lambat laun negara kita makin sempit dan Negara
Singapura makin meluas. Hal ini disebabkan penentuan batas wilayah laut kita ditentukan dari
pulau terluar. Yang lebih hebat lagi, diareal perluasan tersebut dibangun apartemen mewah dan
pembelinya adalah orang Indonesia. Bahkan untuk memperluas Zona Eekonomi Eksklusif nya,
Malaysia mengklaim satu pulau karang di Spratly menjadi miliknya. Malaysia menimbun pulau

karang tersebut dengan tanah yang dibawanya dari daratan, kemudian untuk lebih meyakinkan
lagi akan kepemilikkannya Malaysia membangun hotel di pulau tersebut.
Dengan demikian perlu motivasi yang kuat dari pemerintah daerah terutama yang
berdekatan dengan Singapura maupun Malaysia agar dapat membangun daerah kepulauannya
agar kesejahteraan penduduknya lebih terjamin. Namun bukan dengan jalan pintas dengan
menjual pasir ke Negara tetangga yang mengakibatkan berkurangnya jumlah pulau-pulau di
Indonesia. Hal ini sangat penting untuk menjaga wilayah NKRI dari sisi geo-ekonomi maupun
geo-politik.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Republik Indonesia memiliki sekitar 17.504
pulau yang terdiri dari pulau-pulau besar (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) dan
dilengkapi dengan belasan ribu pulau-pulau kecil. Pemanfaatan pulau-pulau kecil harus
dilaksanakan secara terpadu. Beberapa pulau kecil yang berdekatan dapat digunakan sebagai
kawasan terpadu, terhubung satu sama lain melalui transportasi darat melalui jembatan
penghubung, melalui udara dan melalui laut. Hal ini dapat dilihat seperti yang dilakukan pada
pengembangan wilayah pulau Batam.
Masing-masing pulau-pulau kecil yang berdekatan memiliki peranan sendiri yang saling
mendukung. Misalnya, pulau A sebagai pusat pariwisata, B pulau sebagai penyangga listrik dan
air bersih, pulau C sebagai pulau bandara, pulau D sebagai pulau penyangga sumber pakan untuk
ternak, pulau E sebagai pulau pusat pengembangan ternak yang mengirimkan ternak berumur
setahun ke pulau F dan dari F ke pulau besar. Dengan sistem yang terintegrasi, sekelompok

1
Ismeth Inounu, Puslitbang Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Bogor, Kav E. 59 Bogor 16151

Pengembangan sapi potong di pulau-pulau kecil
pulau-pulau kecil tersebut dapat berperan sebaik yang diperankan oleh pulau besar. Tentu saja,
untuk membangun sebuah kepulauan kecil terpadu diperlukan sebuah program holistik
berbasiskan corporate mindset yang didukung oleh semua kementerian secara langsung ataupun
tidak langsung. Dengan demikian waktu, tenaga dan biaya dapat digunakan secara efisien dengan
target yang besar. Saat ini program kearah sana telah ada, hanya saja keterpaduannya perlu lebih
ditingkatkan.
Pembangunan pulau-pulau kecil dapat dibagi ke beberapa kelompok utama, seperti
kluster untuk tanaman pangan, hortikultura, atau ternak, tergantung pada kesesuaian zona agroekologi nya. Untuk pengembangan peternakan di pulau-pulau kecil diperlukan beberapa
dukungan seperti: ketersediaan sumber daya alam (air tawar, ketersediaan sumber
pangan/pakan), bebas dari penyakit menular, ketersediaan sumber daya manusia, ketersediaan
akses pasar, dan dukungan transportasi darat, laut maupun transportasi udara. Pulau-pulau kecil
yang terpilih, di samping dapat menjamin kelangsungan hidup ternak, juga harus dapat menjamin
keamanan dalam hal penyebaran penyakit pada saat terjadi wabah penyakit.
Keberadaan pulau-pulau kecil dan terluar ini dapat pula dimanfaatkan sebagai perintang
alami dari peluang terjadinya penyebaran berbagai macam penyakit hewan menular strategis.
Indonesia tidak perlu takut untuk mengimpor ternak dari negara yang masih belum bebas secara

keseluruhan dari penyakit menular. Pulau-pulau kecil dapat dimanfaatkan sebagai zona proteksi.
Ternak yang dinyatakan bebas penyakit dari pulau zona proteksi ini dapat dikeluarkan ke pulau
besar lain yang membutuhkan dan bila telah berlebih dapat pula menjadi sumber ternak untuk
tujuan ekspor ke negara tetangga. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) mengisyaratkan
pada Article 5.6.2c disebutkan bahwa kejadian penyakit/infeksi pada hewan yang diimpor, di
dalam lokasi karantina tidak akan mempengaruhi status kesehatan hewan dari suatu negara atau
zona. Hal ini pula yang dilakukan Australia yang saat ini menjadi Negara eksportir ternak sapi
terbesar ke Indonesia.
Pada zaman kolonial Belanda, sekitar 200 tahun yang lalu telah dilakukan pengembangan
sapi Ongole di pulau Sumba yang di impor dari India. Saat ini ternak dari pulau tersebut telah
menyebar terutama di pulau Jawa dan dikenal sebagai sapi putih atau sapi peranakan Ongole
(PO). Sedangkan di P. Bulan telah dilakukan pengembangan ternak babi yang sebagian besar
untuk tujuan ekspor ke Singapura maupun ke Jepang. Dengan memperhatikan dua kasus
tersebut gagasan untuk meningkatkan populasi dan pengembangan sapi potong dengan
memanfaatkan pulau-pulau kecil bukanlah hal yang tidak mungkin, namun telah terlupakan
karena para investor lebih memilih jalan pintas dengan mengimpor daging, jerohan maupun
ternak afkir sebagai sumber daging yang pasti lebih murah harganya.
Aspek manajemen kesehatan ternak dan kegiatan surveilans merupakan salah satu
pendukung dalam pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit. Untuk kegiatan ini
tentu dibutuhkan komitmen untuk menerapkan metodologi baku, didukung oleh personel yang

berkualitas, infrastruktur yang memadai dan dana yang cukup. Pengawasan dan pemantauan
kesehatan ternak yang diterapkan untuk pulau-pulau kecil akan memiliki keunggulan komparatif
yang spesifik, yaitu status sebuah pulau kecil sebagai penghalang alami terhadap penyebaran
penyakit atau sebagai sebuah pulau karantina untuk menyaring sapi impor. Hal ini sangat
2
Ismeth Inounu, Puslitbang Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Bogor, Kav E. 59 Bogor 16151

Pengembangan sapi potong di pulau-pulau kecil
berbeda dari pulau besar dengan penduduk yang padat dan juga telah dipadati oleh berbagai jenis
ternak. Dengan demikian pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
strategis di pulau-pulau kecil dapat dilakukan lebih sempurna.
Pulau-pulau kecil yang memenuhi persyaratan ini cukup banyak, seperti di: (a) propinsi
Riau daratan dan Riau Kepulauan, di wilayah ini terdapat 1.300 pulau, (b) Natuna selatan, ( c)
pulau-pulau di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, di seluruh pantai barat pulau Sumatera.
Daerah ini memungkinkan untuk pengembangan ternak sapi karena relatif mudah transportasi
dan dekat dengan pasar lokal ke Sumatera dan juga untuk ekspor, seperti ke Singapura atau ke
Malaysia. Di bagian timur Indonesia ada pulau-pulau kecil yang potensial meskipun pada
umumnya banyak juga yang hanya berupa pulau karang/batu, pulau-pulau kecil yang relatif
subur masih ditemukan dan masih memungkinkan untuk pengembangan peternakan lokal seperti
di P. Aru, dan produksinya dapat dijual ke Kepulauan Maluku maupun ke Papua.

Ilmu pengetahuan dan teknologi bidang peternakan dan kesehatan hewan saat ini telah
sangat maju, yang tentunya dapat digunakan untuk pengembangan pulau-pulau kecil sebagai
zona perlindungan atau zona karantina usaha ternak sapi. Tentu saja pemanfaatan pulau-pulau
kecil ini sangat membutuhkan dukungan politik dari pemerintah pusat, daerah dan legislatif
terutama untuk pembangunan infrastruktur dan dukungan kepastian hukum dan peraturan
kemudahan pada perencanaan tata ruang, akses atas kebijakan lahan dan perizinan, kebijakan
dalam penyediaan modal serta dukungan pengendalian impor daging agar harga sapi dapat dijaga
tetap setabil sehingga pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan peternak yang terlibat
dalam kegiatan ini.
Berikut ini beberapa kegiatan yang perlu dilakukan untuk pengembangan sapi potong di
pulau-pulau kecil:
Kegiatan pertama adalah penentuan lokasi pengembangan sapi potong di pulau-pulau
kecil. Pemilihan pulau-pulau kecil cukup berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan oleh
masing-masing pemerintah daerah serta pemanfaatan teknologi pemetaan yang telah dibangun
oleh Badan Informasi Geopasial (BIG). Peta yang telah dibuat oleh BIG telah dibuat secara
tematik seperti Peta Kawasan Pesisir Indonesia. Berdasarkan informasi-informasi tersebut
kemudian perlu dilakukan studi lapangan untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan yang harus
disediakan untuk membangun peternakan sapi. Selain itu juga dilakukan untuk surveilans guna
memastikan daerah tersebut bukan daerah endemik penyakit menular, sehingga daerah tersebut
dapat menjamin kesehatan ternak yang akan dikembangkan.

Kegiatan kedua adalah pengembangan tanaman hijauan pakan ternak yang dapat
langsung digunakan untuk pakan ternak atau tanaman pangan/perkebunan seperti jagung, tebu
atau tanaman lainnya tergantung pada kesesuaian lahan. Tanaman-tanaman pangan/perkebunan
yang dipilih adalah tanaman yang limbahnya dapat digunakan untuk pakan ternak.
Kegiatan ketiga adalah pembangunan infrastruktur untuk mendukung pengembangan
peternakan seperti kandang dan perlengkapannya (air dan sumber listrik) serta laboratorium
kesehatan hewan. Selain itu lokasi ini juga dilengkapi dengan sebuah sekolah lapang yang
dibutuhkan untuk melatih petani agar terlatih dalam melakukan agribisnis peternakan.
3
Ismeth Inounu, Puslitbang Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Bogor, Kav E. 59 Bogor 16151

Pengembangan sapi potong di pulau-pulau kecil
Kegiatan keempat adalah utamanya yaitu pengembangan sapi bibit (kegiatan inti) yang
tentunya akan sangat tergantung pada kapasitas tampung pulau tersebut. Untuk itu perlu dicari
pulau-pulau yang paling sedikit dapat menampung sekitar lima ribu sapi betina. Untuk kegiatan
awal sekitar seribu ekor sapi betina dan sekitar 40 ekor sapi jantan dibutuhkan untuk kegiatan
pembibitan. Pada kegiatan ini perlu dilakukan pengamatan produktivitas sapi pada kondisi pakan
yang cukup, hal ini untuk memastikan ternak-ternak ini dapat berkembang-biak dengan baik
sehingga dapat dipenuhi kegiatan pengembangan selanjutnya untuk petani-petani sekitar atau di
pulau-pulau pengembangan yang lain (kegiatan plasma). Dalam kegiatan ini sangat penting

untuk dilakukan pengamatan sosio-ekonomi untuk memastikan petani dapat meningkatkan
kesejahteraan dari usaha ternaknya.
Pada tahap selanjutnya adalah proses fine tuning dari program yang telah dijalankan,
umpan balik dari petani pengembang akan sangat baik untuk perbaikan program ini.
Multiplikasi dari program ini dapat dilaksanakan secara parallel sambil melihat proses umpan
balik dari petani terdahulu. Mana kala sudah terlihat baik, maka program ini dapat dilakukan di
pulau-pulau lainnya sehingga semua pulau-pulau kita akan termanfaatkan dan menghasilkan
sesuatu yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

B

C

A

D

F

Pulau Besar


E

Gambar 1. Peranan pulau-pulau kecil untuk mendukung kebutuhan pakan
Disiapkan oleh:
Ismeth Inounu
Profesor Riset Bidang Genetika dan Pemuliaan Ternak
Kementerian Pertanian, Litbang Pertanian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59 Bogor 16151

4
Ismeth Inounu, Puslitbang Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Bogor, Kav E. 59 Bogor 16151