Mengintip Syiah Sebagai Potensi Konflik
Mengintip Syi'ah Sebagai Potensi Konflik (Perspektif Historis dan
Sosial Budaya)
Oleh: Ahmad Taufiq
a. Gambaran Umum Syi’ah
Pada dasarnya, Syi’ah murni lahir karena masalah politik, yaitu tentang siapa
pengganti pemimpin umat muslim pasca wafat Nabi Muhammad saw. Dan Syi’ah adalah
mereka yang bersikukuh berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib lah pengganti Nabi.
Puncak kristalisasi kelompok Syi’ah terjadi pada peristiwa tahkim (arbitrase)
37H/657M, antara delegasi Ali yang saat itu sebagai khalifah dengan delegasi
Muawiyah sebagai oposisi. Arbitrase ini dimenangkan oleh Muawiyah sehingga
kekuasaan diambil-alih oleh Muawiyah. Kelompok pendukung Ali, sesudah arbitrase
malah pecah menjadi dua. Pertama mereka yang keluar dari barisan Ali, kemudian
disebut Khawarij. Dan yang kedua adalah mereka yang tetap setia pada Ali. Yang kedua
inilah kemudian populer dengan sebutan Syi’ah.
Setidaknya ada dua faktor yang berpotensi pada konflik horizontal Syi’ah vis a vis
Sunni.Pertama, sejarah. Memori kolektif golongan Syi’ah adalah selama ini mereka
dizalimi oleh golongan Islam lain. Sekedar menyebutkan dua contoh paling fenomenal
yaitu naiknya Abu Bakar sebagai pengganti Nabi dianggap sebagai perampasan hak Ali.
Dan kedua, pembantaian Imam Husain bin Ali dan para Ahlul Bait di lembah Karbala
oleh Khalifah Yazid bin Muawiyah.
Kedua, doktrin atau ajaran. Doktrin yang ada di Syi’ah, menjadi sangat berbeda
dengan Sunni akibat adanya justifikasi dari ulama-ulamanya. Ulama Syi’ah, dalam
sepanjang sejarahnya, tentu mencari justifikasi atas apa yang diyakini oleh
golongannya. Sehingga ajaran Syi’ah menjadi sangat lain dengan Sunni meskipun dalam
hal ushuliyyah (aqidah) relatif tidak berbeda.
b. Syi’ah di Indonesia
Syi’ah masuk Indonesia lewat kaum Alawiyin (ahlul bait) dari Hadramaut, Yaman.
Oleh karenanya, wajar jika penganut Syi’ah mayoritas orang Arab Alawiyin.
Mayoritas muslim di Indonesia adalah Sunni bermadzhab Syafi’i. Sedangkan
antara ajaran Syi’ah dan Sunni ada jarak yang begitu jauh dan sulit dijembatani. Hal itu
terjadi karena ada ajaran-ajaran Syi’ah yang memang bertentangan dengan Sunni.
Namun, selama ini MUI belum memfatwakan sesat pada aliran Syi’ah meskipun ada
sebagaian muslim yang menganggap Syi’ah itu aliran sesat.
Tahun 1980an, muncul komunitas Syi’ah non-Arab yang kini diorganisir oleh
IJABI (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia) yang kini dikepalai oleh Prof. Djalaluddin
Rachmat, berpusat di Bandung. Selain itu muncul pula komunitas Syi’ah lulusan Qom,
Iran yang memang lebih berorientasi fiqih dan mengklaim sebagai representasi dari
Syi’ah yang sesungguhnya.
Sementara ini, respon dari kalangan Sunni di Indoneisia setidaknya ada empat
golongan. 1) Mereka yang menerima secara penuh golongan Syi’ah, seperti di kalangan
kampus yang ada di Bandung dan Yogyakarta. 2) Mereka yang hanya menerima Syi’ah
sebagai keyakinan individual dan menolak penyebaran ajarannya di tengah komunitas
Sunni, seperti di Banjarmasin dan Martapura, Kalsel. 3) Mereka yang menentangnya
secara terbuka, seperti yang terjadi di Bangil Pasuruan dan Pekalongan. 4) Mereka yang
acuh tak acuh terhadap aliran ini.
Dari sudut pandang ketertiban umum, selama ini belum terdeteksi adanya
ancaman riil berbentuk teror dari Syi’ah. Yang ada malah reaksi dari sebagian golongan
Sunni yang menentang keras Syi’ah di Indonesia. Seperti kasus penyerangan dan
pembakaran Ponpes Al-Hadi, Batang, tahun 2000; demonstrasi anti-Syi’ah di Bangil,
Pasuruan tahun 2007; dan penyerangan terhadap golongan Syi’ah di NTB tahun 2008.
Doktrin imamah dalam Syi’ah tentu membuat golongan ini mempunyai ambisi
politik yang kuat. Tetapi, karena di Indonesia Syi’ah masih sangat minim anggota, tentu
tak terlalu berpengaruh dalam kancah perpolitikan. Lagi pula, Syi’ah yang ada di
Indonesia lebih moderat dan selalu mewacanakan taqribul-l-madzahib, atau pendekatan
antar madzhab. Tujuannya agar mereka tidak dianggap sesat oleh kelompok mayoritas
Sunni di sini.
Selain resisten terhadap golongan Sunni, antar Syi’ah pun ada persaingan. Yaitu
komunitas Syi’ah ahlul bait dan Syi’ah non ahlul bait. Ditambah satu lagi, alumni Qom,
Iran, yang membentuk golongan Syi’ah tersendiri.
Penelitian dalam buku ini membuktikan, bahwa klaim dari beberapa Organisasi
Syi’ah bahwa anggotanya sekitar 3,5 juta sampai 5 juta cenderung bombastis. Faktanya,
berdasarkan riset, hanya sekitar 300.000 orang.
c. Poin Ajaran Syi’ah yang perlu diperhatikan
Imamah, satu dari sekian perbedaan doktrin yang paling prinsipil dengan Sunni.
Imamah artinya kepemimpinan, yang merupakan poros dari segala aspek
kehidupan anggota.
Taqiyah, ajaran yang mewajibkan pengikutnya untuk menyembunyikan
keyakinannya di tengah komunitas lain. Demi menyelamatkan diri.
Nashiby, doktrin tentang musuh-musuh Ali dan ahlul bait. Mereka yang
mengangkat Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman, adalah Nashiby. Oleh
karenanya, mereka musuh. Dalam hal ini, Sunni sangat bertentangan dengan
Syi’ah karena Sunni mengakui ketiga Khalifah tersebut.
Tabel Perbedaan Mendasar antara Sunni dengan Syi’ah
No
1
Item
Rukun Iman
Sunni
Syi’ah
1. Allah
1. Tauhid
2. Malaikat
3. Kitab
4. Rasul
2. Nubuwwah
3. Imamah
4. Keadilan
5. Hari Akhir
2
Rukun Islam
3
Sahadat
4
Tiga khalifah sebelum Ali
5
Taqiyah (menyembunyikan
keyakinan, pura-pura)
6
Nikah Mut'ah
7
Kota Suci
6. Takdir
1. Sahadat
2. Sholat
3. Zakat
4. Puasa
5. Haji
5. Al-ma'ad (hari
kebangkitan)
1. Sholat
2. Zakat
3. Puasa
4. Haji
5. Al-Wilayah (otoritas
pemimpin)
Dua item. Keesaan
Allah dan kenabian
Muhammad.
Tiga item. Keesaan Allah,
kenabian Muhammad dan
ke-imaman Ali
Diakui
Tidak diakui (diposisikan
sebagai musuh ahlul bait,
keturunan Nabi)
Prinsip yang wajib
dilakukan
Diposisikan sebagai
siasat melakukan
kebohongan
Haram
Makkah, Madinah,
Yerussalem
Halal
Makkah, Madinah,
Yerussalem dan Karbala
(tempat dibantainya
imam Husain dan ahlul
bait oleh penguasa Bani
Umayyah, Yazid bin
Muawiyah
Sosial Budaya)
Oleh: Ahmad Taufiq
a. Gambaran Umum Syi’ah
Pada dasarnya, Syi’ah murni lahir karena masalah politik, yaitu tentang siapa
pengganti pemimpin umat muslim pasca wafat Nabi Muhammad saw. Dan Syi’ah adalah
mereka yang bersikukuh berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib lah pengganti Nabi.
Puncak kristalisasi kelompok Syi’ah terjadi pada peristiwa tahkim (arbitrase)
37H/657M, antara delegasi Ali yang saat itu sebagai khalifah dengan delegasi
Muawiyah sebagai oposisi. Arbitrase ini dimenangkan oleh Muawiyah sehingga
kekuasaan diambil-alih oleh Muawiyah. Kelompok pendukung Ali, sesudah arbitrase
malah pecah menjadi dua. Pertama mereka yang keluar dari barisan Ali, kemudian
disebut Khawarij. Dan yang kedua adalah mereka yang tetap setia pada Ali. Yang kedua
inilah kemudian populer dengan sebutan Syi’ah.
Setidaknya ada dua faktor yang berpotensi pada konflik horizontal Syi’ah vis a vis
Sunni.Pertama, sejarah. Memori kolektif golongan Syi’ah adalah selama ini mereka
dizalimi oleh golongan Islam lain. Sekedar menyebutkan dua contoh paling fenomenal
yaitu naiknya Abu Bakar sebagai pengganti Nabi dianggap sebagai perampasan hak Ali.
Dan kedua, pembantaian Imam Husain bin Ali dan para Ahlul Bait di lembah Karbala
oleh Khalifah Yazid bin Muawiyah.
Kedua, doktrin atau ajaran. Doktrin yang ada di Syi’ah, menjadi sangat berbeda
dengan Sunni akibat adanya justifikasi dari ulama-ulamanya. Ulama Syi’ah, dalam
sepanjang sejarahnya, tentu mencari justifikasi atas apa yang diyakini oleh
golongannya. Sehingga ajaran Syi’ah menjadi sangat lain dengan Sunni meskipun dalam
hal ushuliyyah (aqidah) relatif tidak berbeda.
b. Syi’ah di Indonesia
Syi’ah masuk Indonesia lewat kaum Alawiyin (ahlul bait) dari Hadramaut, Yaman.
Oleh karenanya, wajar jika penganut Syi’ah mayoritas orang Arab Alawiyin.
Mayoritas muslim di Indonesia adalah Sunni bermadzhab Syafi’i. Sedangkan
antara ajaran Syi’ah dan Sunni ada jarak yang begitu jauh dan sulit dijembatani. Hal itu
terjadi karena ada ajaran-ajaran Syi’ah yang memang bertentangan dengan Sunni.
Namun, selama ini MUI belum memfatwakan sesat pada aliran Syi’ah meskipun ada
sebagaian muslim yang menganggap Syi’ah itu aliran sesat.
Tahun 1980an, muncul komunitas Syi’ah non-Arab yang kini diorganisir oleh
IJABI (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia) yang kini dikepalai oleh Prof. Djalaluddin
Rachmat, berpusat di Bandung. Selain itu muncul pula komunitas Syi’ah lulusan Qom,
Iran yang memang lebih berorientasi fiqih dan mengklaim sebagai representasi dari
Syi’ah yang sesungguhnya.
Sementara ini, respon dari kalangan Sunni di Indoneisia setidaknya ada empat
golongan. 1) Mereka yang menerima secara penuh golongan Syi’ah, seperti di kalangan
kampus yang ada di Bandung dan Yogyakarta. 2) Mereka yang hanya menerima Syi’ah
sebagai keyakinan individual dan menolak penyebaran ajarannya di tengah komunitas
Sunni, seperti di Banjarmasin dan Martapura, Kalsel. 3) Mereka yang menentangnya
secara terbuka, seperti yang terjadi di Bangil Pasuruan dan Pekalongan. 4) Mereka yang
acuh tak acuh terhadap aliran ini.
Dari sudut pandang ketertiban umum, selama ini belum terdeteksi adanya
ancaman riil berbentuk teror dari Syi’ah. Yang ada malah reaksi dari sebagian golongan
Sunni yang menentang keras Syi’ah di Indonesia. Seperti kasus penyerangan dan
pembakaran Ponpes Al-Hadi, Batang, tahun 2000; demonstrasi anti-Syi’ah di Bangil,
Pasuruan tahun 2007; dan penyerangan terhadap golongan Syi’ah di NTB tahun 2008.
Doktrin imamah dalam Syi’ah tentu membuat golongan ini mempunyai ambisi
politik yang kuat. Tetapi, karena di Indonesia Syi’ah masih sangat minim anggota, tentu
tak terlalu berpengaruh dalam kancah perpolitikan. Lagi pula, Syi’ah yang ada di
Indonesia lebih moderat dan selalu mewacanakan taqribul-l-madzahib, atau pendekatan
antar madzhab. Tujuannya agar mereka tidak dianggap sesat oleh kelompok mayoritas
Sunni di sini.
Selain resisten terhadap golongan Sunni, antar Syi’ah pun ada persaingan. Yaitu
komunitas Syi’ah ahlul bait dan Syi’ah non ahlul bait. Ditambah satu lagi, alumni Qom,
Iran, yang membentuk golongan Syi’ah tersendiri.
Penelitian dalam buku ini membuktikan, bahwa klaim dari beberapa Organisasi
Syi’ah bahwa anggotanya sekitar 3,5 juta sampai 5 juta cenderung bombastis. Faktanya,
berdasarkan riset, hanya sekitar 300.000 orang.
c. Poin Ajaran Syi’ah yang perlu diperhatikan
Imamah, satu dari sekian perbedaan doktrin yang paling prinsipil dengan Sunni.
Imamah artinya kepemimpinan, yang merupakan poros dari segala aspek
kehidupan anggota.
Taqiyah, ajaran yang mewajibkan pengikutnya untuk menyembunyikan
keyakinannya di tengah komunitas lain. Demi menyelamatkan diri.
Nashiby, doktrin tentang musuh-musuh Ali dan ahlul bait. Mereka yang
mengangkat Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman, adalah Nashiby. Oleh
karenanya, mereka musuh. Dalam hal ini, Sunni sangat bertentangan dengan
Syi’ah karena Sunni mengakui ketiga Khalifah tersebut.
Tabel Perbedaan Mendasar antara Sunni dengan Syi’ah
No
1
Item
Rukun Iman
Sunni
Syi’ah
1. Allah
1. Tauhid
2. Malaikat
3. Kitab
4. Rasul
2. Nubuwwah
3. Imamah
4. Keadilan
5. Hari Akhir
2
Rukun Islam
3
Sahadat
4
Tiga khalifah sebelum Ali
5
Taqiyah (menyembunyikan
keyakinan, pura-pura)
6
Nikah Mut'ah
7
Kota Suci
6. Takdir
1. Sahadat
2. Sholat
3. Zakat
4. Puasa
5. Haji
5. Al-ma'ad (hari
kebangkitan)
1. Sholat
2. Zakat
3. Puasa
4. Haji
5. Al-Wilayah (otoritas
pemimpin)
Dua item. Keesaan
Allah dan kenabian
Muhammad.
Tiga item. Keesaan Allah,
kenabian Muhammad dan
ke-imaman Ali
Diakui
Tidak diakui (diposisikan
sebagai musuh ahlul bait,
keturunan Nabi)
Prinsip yang wajib
dilakukan
Diposisikan sebagai
siasat melakukan
kebohongan
Haram
Makkah, Madinah,
Yerussalem
Halal
Makkah, Madinah,
Yerussalem dan Karbala
(tempat dibantainya
imam Husain dan ahlul
bait oleh penguasa Bani
Umayyah, Yazid bin
Muawiyah