Teori Teori Sosiologi Pembangunan teori
Teori-Teori Sosiologi Pembangunan1
Ruang Lingkup Sosiologi Pembangunan
Kajian pembangunan mulai banyak dilakukan setelah Perang Dunia II yang didominasi oleh AhliAhli Ekonomi Ahli-Ahli Sosial (Antropologi, Politik) kemudian banyak terlibat dalam kajian
pembangunan Sebabnya, pembangunan tidak menyangkut masalah ekonomi atau materil saja. Terutama
Negara Dunia Ketiga banyak yang terbelakang dan tertinggal berarti “there is something wrong” dari
pembangunan tersebut. Sosiologi Pembangunan melihat pembangunan sebagai suatu kegiatan yang
berorientasikan nilai dan membebaskan manusia dari segala bentuk eksploitasi dan penindasan.
Selain itu, sosiologi pembangunan juga mempertimbangkan aspek rohaniah. Banyak bukti bahwa
agama dan kepercayaan berperan penting dalam pembangunan baik secara positif maupun negatif. Proses
pembangunan Negara DuniaI (Industri Kapitalis–US ,dkk), Negara Dunia II (US Rusia dkk), Negara
Dunia III (negara-negara berkembang) saling berhubungan dan saling mempengaruhi secara sosial,
ekonomi dan budaya. Pembangunan adalah satu bidang yang bersifat interdisipliner, maka masing-masing
ilmu mempunyai penekanan yang berbeda.
Proses pembangunan terjadi dalam semua
aspek kehidupan
masyarakat, baik yang berlangsung pada tingkat nasional maupun
wilayah/daerah. Karakteristik yang cukup penting dalam pembangunan
adalah
adanya
kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan,
dan
difersifikasi. Kemajuan misalnya, dapat diidentifikasi dari adanya
peningkatan dalam rasionalisasi kehidupan masyarakat, teknologi dan
efisiensi. Sedangkan pertumbuhan identik dengan kemajuan ekonomi yang
ditandai oleh peningkatan pendapatan masyarakat sebagai akibat dari
pertumbuhan produktifitas dan diikuti oleh diversifikasi kegiatan ekonomi,
baik vertikal maupun horizontal. Dengan demikian, pembangunan memiliki
tiga ciri dasar yaitu: pertumbuhan, diversifikasi/diferensiasi dan
perbaikan (progress) yang terjadi pada semua aspek dan tingkat kehidupan
masyarakat.
Proses
pembangunan
dapat
dibedakan
menurut
kecepatan (rate), arah (direction) dan level dimana proses tersebut
berlangsung. Hal ini terjadi karena variabel-variabel pembangunan berubah
dengan rates(kecepatan) yang berbeda di tempat yang berbeda. Sebuah
bangsa yang baru membangun mungkin hanya dapat memusatkan usahausaha pembangunannya kepada aspek-aspek primer seperti nation building,
penurunan angka kelahiran dan kematian, pendidikan dasar, dan
infrastruktur seperti jalan/jembatan dan komunikasi.
1 http://lindathesea.blogspot.co.id/2014/05/teori-teori-sosiologi-pembangunan.html diakses pada 31 Oktober
2016
Penggunaan indikator dan variabel pembangunan bisa berbeda untuk
setiap negara atau wilayah. Misalnya, di negara-negara yang masih miskin,
ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar pemenuhan
berbagai kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan
pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sementara itu, untuk
negara-negara/wilayah yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut,
indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan
tersier, seperti:
(1) Pertumbuhan ekonomi yang mendorong pemerataan, kesejahteraan dan
peningkatan kualitas hidup;
(2) Menguatkan ekonomi nasional/domestik yang dapat memperluas lapangan
kerja, sehingga daya beli masyarakat terus meningkat baik untuk barang
lokal maupun impor;
(3) Diversifikasi kegiatan/sektor ekonomi dengan penguatan sektor industri dan
jasa disertai dengan keseimbangan antara produksi barang ekspor dan
impor;
(4) Partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik dan proses pembuatan
keputusan;
(5) Tersedianya kesempatan untuk memperoleh pendidikan untuk semua
lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan;
(6) Stabilitas sosial, politik dan pemerintahan yang disertai dengan penguatan
hak-hak azasi manusia.
Dalam
perkembangan
selanjutnya, development dapat
dibedakan
menjadi economic
development dan social
development, seperti
yang
dikemukakan oleh Blakely (2000).Pembangunan ekonomi berkenaan dengan
investasi, peningkatan penyerapan angkatan kerja, dan peningkatan upah
buruh. Dalam pandangan pembangunan endogen, pembangunan ekonomi
dapat dipahami sebagai proses melalui mana pemerintah lokal bekerjasama
dengan kelompok-kelompok masyarakat dan swasta dalam mengelola
sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan
menstimulasi kegiatan ekonomi (Blakely 2000). Pembangunan sosial
berkenaan dengan pembangunan masyarakat secara menyeluruh, yang
mencakup ekonomi, politik, budaya, hukum, kelembagaan, kesehatan,
pendidikan dan dimensi-dimensi sosial lainnya. Di dalamnya mencakup juga
pemberdayaan sektor swasta dan masyarakat sipil, proses politik yang
partisipatif dan akuntabel, pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial,
termasuk pelayanan sosial yang memadai dan memuaskan.
TEORI PERTUMBUHAN DAN MODERNISASI
W.W. ROSTOW
W.W. Rostow adalah seorang ekonom Amerika Serikat, pikiran Rostow
pada dasarnya dikembangkan dalam konteks perang dingin serta
membendung pengaruh sossialisme. Pikiran pertama dituangkan dalam
makalah dengan secara jelas sebagai manifesto non-komunis yang
berjudul The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto.
Rostow membentangkan pandangan tentang modernisasi yang dianggapnya
sebagai cara membendung semangat sosialisme.
Pada dasarnya teori tentang pertumbuhan merupakan versi dan teori
modernisasi dan pembangunan, yaitu suatu teori yang meyakini bahwa
faktor manusia (bukan struktur dan sistem) menjadi fokus utama perhatian
mereka. Teori pertumbuhan adalah suatu bentuk teori modernisasi yang
menggunakan metafora pertumbuhan, yaitu tumbuh sebagai organisme. Dia
meliahat bahwa perubahan sosial yang dilihatnya disebut sebagai
pembangunan, sebagai proses evolusi perjalanan dari tradisional ke modern.
Pikiran teori pertumbuhan ini dijelaskan secara rinci oleh Rostow (1960) yang
sangat terkenal yaitu The five-stage scheme. Asumsinya adalah bahwa
semua masyarakat termasuk masyarakat Barat pernah mengalami
“Tradisional” dan akhirnya menjadi “Modern”. Sikap manusia tradisional
dianggap
sebagai
masalah.
Seperti
pandangan
Rostow
dan
pengikutnya,development akan berjalan Secara hampir otomatis melalui
akumulasi modal (tabungan dan investasi) dengan tekanan bantuan dan
hutang luar negeri. Dia memfokuskan pada perlunya elite wiraswasta yang
menjadi motor proses itu.
Dalam buku The Stage of Economic Growthmenjelaskan bagaimana
perubahan sosial dalam lima tahapan pembangunan ekonomi terjadi. Tahap
pertama adalah masyarakat tradisioanal, kemudian berkembang menjadi
prakondisi tinggal landas, lantas diikuti masyarakat tinggal landas, kemudian
masyarakat pematangan pertumbuhan, dan akhirnya mencapai masyarakat
modern yang dicta-citakan, yaitu masyarakat modern yang dicita-citakan
dapat tercapai.
TEORI MODERNISASI KLASIK
Sejarah lahirnya
Teori modernisasi lahir dalam bentuknya yang sekarang ini. Paling
tidak menurut tokoh-tokoh amreika serikat, sebagai produk sejarah tiga
peristiwa penting dunia setelah masa perang dunia II. pertama,munculnya
amerika serikat sebagai kekuatan (dominan) dunia. Sekalipun negara-negara
barat lainnya semakin melemah setelah perang dunia ke II, AS justru
menjadi “pemimpin” dunia sejak pelaksanaan marshall plan yang diperlukan
untuk membangun kembali eropa barat akibat perang dunia II. Pada tahun
1950-an secara praktis AS mengambil peran sebagai pengendali pencaturan
dunia.
Kedua, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet mampu
memperluas pengaruh politiknya tidak sampai dieropa timur, tetapi juga
sampai diasia, antara lain dicina dan korea. Ketiga, lahirnya negara-negara
merdeka baru diasia, afrika, dan amerika latin, yang sebelumnya merupakan
daerah jajahan negara-negara eropa. Negara-negra baru ini secara serempak
mencari model-model pembangunan yang hendak dignakan sebagai contoh
untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat
pencapaian kemerdekaan politiknya.
Warisan pemikiran
Sejak awal perumusan, aliran pemikiran modernisasi secara sadar
mencari sesuatu bentuk teori. Dalam usahanya menjelaskan persoalan
pembangunan negara-negara dunia ketiga, perspektif ini banyak menerima
warisan pemikiran dari teori evolusi dan teori fungsionalisme. Ini terjadi
karena pengaruh teori evolusi dan teori evolusi telah terbukti mampu
membantu menjelaskan proses masa peralihan dari masyarakat tradisional
kemasyarakat modern negara-negara eropa barat, selain juga mampu
menjelaskan arah yang perlu ditepuh negara dunia ketiga dalam proses
modernisasinya.
Teori evolusi
Teori evolusi lahir pada awal abad ke-19 sesaat sesudah revolusi
industri dan revolusi perancis yang merupakan dua revolusi yang tidak
sekedar menghancurkan tatanan lama, tetapi juga membentuk acuan dasar
baru. Revolusi industri menciptakan dasar-dasar ekspansi ekonomi. Dengan
dilandasi semangat penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, dirumuskan
tata cara baru produksi barang yang lebih efisie, yang pada akhirnya
berakibat pada peningkatan produktivitas dan perluasan pasar dunia.
Revolusi prancis meletakkan kaidah-kaidah pembangunan politik yang
berdasarkan keadilan, kebebasan,demokra dan demokrasi.
Teori fungsionalisme
Pemikiran talcott parsons, ketika pernah sebagai ahli biologi, banyak
berpengaruh dengan rumusan teori fungsionalisme. Baginya masyarakat
manusia tak ubahnya sepeti organ tubuh manusia dan oleh karena itu
masyarakat manusia dapat juga dipeajari seperti mempelajari tubuh
manusia. Pertama, seperti struktur tubuh manusia yang memiliki berbagai
bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Kedua, karena setiap
bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, maka demikian
pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam
masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan
masyarakat tersebut.
TEORI MODERNISASI MODERN
Berikut ini adalah perbandingan antara teori modernisasi klasik, teori
dependensi klasik dan teori modernisasi baru :
Persamaan /
Perbedaan
Teori Modernisasi Klasik
Teori Modernisasi Baru
Keprihatinan
Negara Dunia Ketiga
Sama
Tingkat
Analisa
Nasional
Sama
Variabel
Pokok
Faktor Internal : nilai-nilai Sama
budaya, pranata sosial
Konsep Pokok
Tradisional dan Modern
Implikasi
Kebijaksanaan
Modernisasi
manfaat positif
Tradisi
Sebagai
Pembangunan
Metode Kajian Abstrak
tipologi
Arah
Pembangunan
dan
Sama
memberikan Sama
penghalang Faktor Positif Pembangunan
konstruksi Studi Kasus dan Analisa
sejarah
Garis
lurus
dan Berarah
menggunakanUSA sebagai
banyak
model
dan
bermodel
Faktor Ekstern Tidak diperhatikan
Lebih diperhatikan
dan Konflik
Familiisme dan Kewiraswastaan
Berasal dari penelitian Wong. Dimulai dengan penyajian kritik terhadap
interpretasi para pakar teori modernisasi klasik tentang pemahaman dan
penafsiran pranata famili (keluarga) tradisional Cina. Wong hendak
menunjukkan bahwa pranata keluarga memiliki efek positif terhadap
Pembangunan ekonomi. Pemikirannya antara lain :
1. Adanya praktek Manajemen paternalistic di banyak badan usaha di Hongkong. Di industri yang
ditelitinya ditemukan praktek manajemen yang memiliki tata pengendalian dan pengawasan
manajemen yang ketat, sementara disisi lain praktek manajemen ini sama sekali tidak mengenal
2.
3.
1.
2.
3.
apa yang disebut pendelegasian wewenang dan kekuasaan. Praktek ini melihat bahwa pemberian
atau penganugerahan penghargaan material lebih didasarkan pada prinsip kebaikan hati dan
dalam batas-batas yang wajar Manajemen sering bertindak sebagai pelindung dan penjaga moral
dari para bawahannya.
Nepotisme mungkin juga memberikan andil terhadap keberhasilan berbagai badan usaha
Hongkong. Kebanyakan etnis Cina hanya akan meminta bantuan tenaga kerja keluarga pada saatsaat yang amat kritis, dan hubungan kekeluargaan pada umumnya hanya menjadi bagian kecil
dari keseluruhan personalia pada perusahaan yang menganut nepotisme. Namun di lain pihak
pada perusahaan kecil, anggota utama keluarga dan sanak-keluarga yang lain berfungsi sebagai
tenaga kerja murah dan cakap. Bahkan diharapkan untuk bekerja lebih keras tetapi dengan upah
yang lebih rendah, sehingga membantu Kuatnya posisi bersaing perusahaan keluarga ini. Jika
anggota keluarga telah memegang posisi manajerial, usahawan etnis Cina akan dengan sangat
teliti memberikan dan mencukupi segala kebutuhannya, dan melengkapinya dengan pendidikan
formal dan sekaligus magang. Oleh karena itu tenaga manajer keluarga amat jarang memiliki
standar mutu rendah.
Adanya mode pemilikan keluarga yang membantu keberhasilan usaha etnis Cina di Hongkong.
Bahwa prinsip garis keturunan patrilineal telah menghasilkan satu-satuan unit keluarga pekerja
yang damai, bijak, dan abadi yang pada gilirannya sangat membantu pengaturan sumber daya
ekonomi mereka. Kalau terjadi perselisihan keluarga bentuk akhir yang dipilih lebih cenderung
pada pembagian keuntungan disbanding perpecahan fisik hubungan keluarga. Perusahaan
keluarga etnis Cina memiliki kemampuan bersaing yang bisa siandalkan. Dapat ditemukan satu
kepercayaan antar anggota keluaga yang jauh lebih tinggi dibanding dengan yang ditemukan di
antara rekanan usaha mereka yang tidak kenal secara baik satu sama lain. Konsensus akan lebih
mudah dicapai, dan oleh karena itu kebutuhan untuk saling mempertanggung-jawabkan tindakan
masing-masing pihak akan sangat terkurangi. Factor tersebut mampu membuat perusahaan
keluarga ini lebih mudah melakukan adaptasi dalam menjalankan kegiatannya. Lebih mudah
untuk membuat keputusan secara cepat dalam situasi lingkungan yang cepat berubah, mampu
menutupi rahasia karena rendahnya kebutuhan dokumen tertulis.
Wong tidak memberlakukan pranata keluarga sebagai factor yang menghambat
Pembangunan ekonomi. Ia justru berpendapat sebaliknya, bahwa pranata keluarga tradisional
justru akan mampu membentuk etos ekonomi dinamis dengan apa yang disebut sebagai “etos
usaha keluarga”. Etos ini melihat keluarga sebagai unit dasar kompetisi ekonomi, yang akan
memberikan landasan untuk terjadinya proses inovasi dan kemantapan pengambilan resiko.
Menurut Wong ada 3 karakteristik pokok dari etos usaha keluarga. Yaitu:
Konsentrasi yang sangat tinggi dari proses pengambilan keputusan, tetapi disaat yang sama, juga
terjadi rendahnya derajat usaha memformalkan struktur organisasi
Otonomi dihargai sangat tinggi, dan bekerja secara mandiri lebih disukai.
Usaha keluarga jarang berjangka panjang, dan selalu secara ajeg berada dalam posisi tidak stabil.
Teori Ketergantungan dan Inti Pemikirannya
1.
2.
3.
1)
2)
Yang dimaksud ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan
ekonomi negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari
kehidupan ekonomi negara-negara lain, negara-negara tersebut hanya
berperan sebagai penerima akibat saja (Titonio Dos Santos, 1970).
Hubungan saling ketergantungan antara dua sistem ekonomi atau lebih
terjadi bila ekoomi beberapa negara (yang dominan) bisa berekpansi dan
bisa berdisi sendiri, sedangkan ekonomi di negara lainnya ( yang
bergantung) mengalami perubahan hanya sebagai akibat dari ekspansi
tersebut, baik yang positif maupun negatif. Selanjutnya Santos Membedakan
tiga bentuk ketergantungan, yaitu:
Ketergantungan Kolonial. Disini terjadi dalam bentuk penguasaan penjajah (Negara pusat)
terhadap negara pinggiran. Kegiatan ekonomi utama negara pinggiran adalah perdagangan
eksport dari hasil bumi yang dibutuhkan negara penjajah. Para penjajah memonopoli tanah,
pertambangan, tenaga kerja. Hubungan penjajah dengan penduduk lokal bersifat eksploitatif.
Ketergantungan Finansial. Disini negara pinggiran secara politis merdeka, tetatpi dalam
kenyataannya negara pinggiran ini masih dikuasai oleh kekuatankekutan finansial dari negara
pusat. Seperti pada ketergantungan kolonial, negara pinggiran masih mengeksport bahan mentah
bagi kebutuhan industri negara pusat. Negara pusat menanamkan modalnya pada pengusaha
lokal di negara pinggiran untuk menghasilkan bahan baku tersebut. Dengan demikian
pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi, dalam bentuk kekuasaan finansial.
Ketergantungan tehnologi-industiral. Ini adalah bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi
dinegara-negara pinggiran tidak lagi mengeksport bahan mentah untuk keperluan industri digara
pusat. Perusahaan-perusahaan multinasional dari negara pusat mulai menammkan modalnya
untuk kegiatan industri di negara pinggiran yang produknya ditujuakan kedalam pasar
negaranegara pinggiran.
Meskipun industri ini ada di negara pinggiran, tetapi tehnologinya
berasal dari perusahaan multi nasional. Seringkali barang-barang modal
berupa mesin industri yang ada tidak dijual sebagai komoditi, melainkan
disewakan melalui perjanjian paten. Dengan demikian pengusahaan dari
surplus industri dilakukan memalui monopoli tehnologi. Selanjutnya, Santos
(1970) menguraikan bahwa ketergantungan industri dalam arti tehnik
mempunyai pengertian bahwa:
Perkembangan industri di negara pinggiran tergantung pada sektor perdagangan ekspor barangbarang hasil pertanian dan pertambangan. Devisa hasil penjualan barang-barang ekspor oleh
negara pinggiran digunakan untuk membeli barang-barang industri yang dibutuhkan.
Perkembangan industri di negara pinggiran sangat dipengaruhi oleh balance of payment. Artinya
bahwa akibat keuangan luar negeri yang berpengaruh terhadap devisit pembayaran pada
gilirannya berpengaruh pula terhadap perkembangan industri di negara pinggiran.
3) Perkembangan industri sangat dipengaruhi oleh monopoli teknologi oleh perusahaan besar/asing
seperti hakpaten dan royalti yang membawa konsekuensi pengurasan kemakmuran melalui
investasi industri yang ditunjukkan pada permintaan pasar lokal.
Teori ketergantungan ini muncul dengan asumsi bahwa tidak ada
daerah atau negara yang otonom di dunia ini, semua turut serta dalam
ekonomi dunia baik secara langsung maupun tidak langsung seperti yang
dikemukakan oleh golongan non-marxis atau dalam sistem kapitalis yang
dikemukakan oleh golongan marxis. Dos Santos juga beranggapan bahwa
negara pinggiran juga bisa berkembang, meskipun perkembangan itu
merupakan
perkembangan
perkembangan
yang
teragantung
(perkembangan ikutan). Impuls dan dinamika perkembangan ini tidak datang
dari negara pinggiran yang bersankutan tetapi datang dari negara pusatnya.
Keterbelakangan yang terjadi di negara pinggiran disebabkan karena
ekonomi negara-negara ini kurang dapat menyatu dengan kapitalisme. Jika
ekonomi negara pusat berkembang atau maju, bisa terjadi bahwa ekonomi
negara berkembang ikut maju. Tetapi bila negara pusat mengalami kesulitan
ekonomi sudah dipastikan bahwa negaranegara pinggiran akan mengalami
kesulitan. Hal itu terjadi karena ekonomi negara-negara pinggiran sangat
tergantung pada ekonomi negara-negara pusat. Jika terjadi sebaliknya,
negara-negara pinggiran yang mengalami kesulitan ekonomi tidak akan
berpengaruh terhadap keadaan ekonomi negara-negara pusat, karena
ekonomi negara-negara pusat tidak tergantung dari ekonomi negara-negara
pinggiran.
Akibat Dari Ketergantungan
Menurut penganut dari paham liberal, hubungan antar negara-negara
pusat dengan negara-negara pinggiran adalah dikatakan sebagai hubungan
saling ketergantungan, dimana kedua belah pihak ada dalam posisi saling
menguntungkan. Negara pusat membutuhkan bahan baku untuk industrinya,
sedangkan negara-negara pinggiran membutuhkan baranbarang industri
untuk pembangunaanya. Tetapi yang dilupakan menurut pandangan kaum
liberal ini adalah bahwa derajad keuntungan antara negara pusat dan negara
pinggiran berbeda.negara-negara pinggiran jelas lebih tergantung pada
negara-negara pusat. Hubungan yang terjadi antara negara pusat dengan
negara pinggiran dapat disejajarkan dengan hubungan majikan dan buruh.
Tetapi apakah dapat dikatakan keduanya saling tergantung dengan derajat
yang sama?
Kaum Marxis klasik beranggapan bahwa negara-negara pinggiran yang
pra-kapitalis merupakan negara yang tidak dinamis dan negara-negara
pinggiran itu setelah disentuh oleh kapitalis maju, akan bangun dan
berkembang mengikuti jejak negara negara kapitalis maju. Namun dlam
kenyataannya, negara-negara pinggiran yang pra-kapitalis mempunyai
dinamika sendiri, yang bila tidak disentuh oleh negara kapitalis maju, justru
akan berkembang secara mandiri. Justru karena sentuhan oleh negara
kapitalis maju itu, perkembangan negara pinggiran menjadi terhambat.
Dengan demikian keterbelakangan yang terjadi di negara-negara pinggiran
disebabkan oleh adnya ekspansi negara-negara kapitalis, jadi disebabkan
oleh faktor eksternal.
Menurut Frank (1969), keterbelakangan di negara-negara pinggiran
bukan karena masyarakat itu kekurangan modal melainkan akibat dari
proses ekonomi, politik dan sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari
sistem kapitalis. Ketrebelakangan di negaranegara pinggiran adalah akibat
langsung dari terjadinya pembangunan di negara-negara pusat. Hal itu
terdaji karena dari proses sosial, ekonomi, dan politik tersebut menimbulkan
suatu struktur internasional dari negara-negara yang tidak sama kuatnya
yang mengakibatkan proses akumulasi yang cepat pada kawasan tertentu
(negara-negara pusat) dan memaksa suatu siklus keterbelakangan pada
kawasan yang lain (negara-negara pinggiran).
Teori Ketergantungan pada dasarnya setuju dengan kekurangan modal
dan ketiadaan keahlian sebagai penyebab ketergantungan. Tetapi faktor
penyebabnya bukan dicari pada nilai-nilai tradisional bangsa itu, melinkan
pada proses imperialisme dan neo-imperialisme yang menyedot surplus
modal yang terjadi di negara-negara pinggiran ke negara pusat (Budiman,
1995). Perkembangan yang wajar dari negara-negara pinggiran yang
mestinya akan menuju pada pembanguan yang mandiri, terganggua akibat
masuknya kekuatan ekonomi dan politik dari negara-negara pusat. Oleh
karena itu, penanaman modal dan keahlian yang disuntikkan begitu saja ke
negara-negara pinggiran tidak akan banyak menolong sebelum struktur
ekonomi dan politik yang dibuat untuk memberikan keuntungan pada modal
asing ini diubah secara radikal.
Perkembangan yang wajar dari negara-negara pinggiran, yang
mestinya akan menuju pada pembangunan mandiri, telah terganggu akibat
masuknya kekuatan ekonomi dan politik negara-negara pusat. Suntikan
modal dan teknologi oleh negara pusat kepada negara-negara pinggiran
tidak akan menolong sebelum struktur ekonomi dan struktur politik dibuat
untuk memberi keuntungan yang seimbang.
Prebicsh mengatakan bahwa penurunan nilai tukar dari komoditi
pertanian terhadap omoditi barang barang industri mengakibatkan neraca
perdagangan negara-negara pinggiran yang merupakan produsen hasil
pertanian mengalami defisit yang cukup besar. Gejala ini disebabkan
permintaan untuk barang-barang pertanian tidak elastis. Di sini berlaku
Hukum Engels yang menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat
menyebabkan presentase konsumsi makanan terhadap pendapatan justru
menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan konsumsi
makanan, tetapi justru meningkatkan konsumsi barangbarang industri.
Akibatnya anggaran nepara pertanian (pinggiran) yang digunakan untuk
mengimpor barang-barang industri dari negara pusat akan semakin
meningkat, sedangkan pendapatan dari hassil eksponya relatif tetap. Inilah
yang mennimbulkan defisit pada neraca
perdagangan.
Lain halnya dengan barang industri, Kenaikan dalam pendapatan akan
mengakibatkan juga kenaikan pada konsumsi barang-barang industri. Karena
itu, kenaikan pendapatan di negara-negara industri tidak akan menaikkan
secara berarti impor barang-barang pertanian di
negara-negara pinggiran. Tetapi, kenaikan pendapatan di negara-negara
pinggiran akan menaikkan secara berarti barang-barang industri dari negaranegara pusat. Hal ini akan memperbesar jumlah akspor barang-barang
industri dari negara pusat ke negara pinggiran.
Sementara negara-negara pusat semakin kaya dengan pendapatan
yang semakin meningkat yang diperoleh dari hasil ekspornya, di sisi lain
negara-negara pinggiran membutuhkan uang yang semakin banyak untuk
mengimpor barang-barang industri, sementara pendapatan dari hail ekspor
barang-barang pertanian relatif tidak berubah.
Semuanya itu mengakibatkan terjadinya defisit dalam neraca
perdagangan
internasional
dari
negara-negara
pinggiran,
yang
mengakibatkan kemiskinan bagi negara-negara pinggiran. Adanya monopili
teknologi dari negara pusat menbuat negara pinggiran harus membayar
sewa bila ingin meminjam teknologi tersebut. Akibatnya, proses
industrialisasi di negaranegara pinggiran menjadi semakin tinggi ongkosnya,
karena harus membayar bermacammacam uang sewa. Ini artinya surplus
yang diciptakan negara pinggiran, pada akhirnya banyak disedot kembali ke
negara pusat ( Khor Kok, 1989). Karena itu, tidak mengherankan bila data
dari Perdagangan Amerika Serikat menunjukkan bahwa antara tahun 1946
sampai 1967, modal yang baru masuk ke negara-negara Amerika Latin
berjumlah US$ 4.415 juta, yang diinvestasikan kembali ke Amerika Serikat
berjumlah US$ 4.424 juta. Sedangkan keuntungan yang dibawa kembali ke
Amerika Serikat berjumlah US$ 14.775 juta.
a.
b.
c.
a)
b)
c)
d)
Dengan demikkian, jumlah keseluruhan keuntungan dari modal
Amerika Serikat yang berjumlah US$ 5.415 juta adalah US$ 18.983 juta (Dos
Santos, 1970), (Todaro, 1987) . Dos Santos juga mengatakan bahwa larinya
keuntungan modal ke luar negeri ini, mengakibatkan mengeringnya modal di
dalam negeri. Hal itu memberi dampak tidak mampunya mendirikan industri
nasional sendiri, sehingga industrialisasi yang dijalankan masih tetap
tergantung dari bantuan asing. Ketimpangan keuntungan akibat
ketergantungan ini juga dapat dilihat dari perbandingan rata-rata
pendapatan orang Amerika Serikat dengan India yang pada tahun 1930-an
hanya 15:1 menjadi 35:1 pada tahun 1950-an. Akibat ketergantungan
industri dalam arti teknik (technological industrial dependence), menurut
Dos Santos akan membawa perubahan terhadap struktur negara pinggiran
yaitu berupa:
Konflik keruangan timbul, yaitu akibat kebutuhan untuk mempertahankan lahan pertanian di
satu sisi dan di sisi lain adalah kebutuhan untuk mengembangkan pusat-pusat industri.
Industri dan teknologi lebih responsif terhadap kepentingkan perusahaan asing/multinasional
dari pada kebutuhan nasional dalam negeri.
Timbulnya ketimpangan sosial dan ekonomi akibat terkonsentrasinya pendapatan dan teknologi.
Di negara-negara pinggiran, sektor ekonomi yang paling dinamis biasanya
dikuasai oleh
modal asing. Karena itu, keuntungan dari sektor ini diserap kembali ke
negara-negara industri maju. Dari data yang ada menunjukkan bahwa modal
yang masuk ke negara pinggiran lebih sedikit dari pada modal yang
meninggalkan negara tersebut. Chase-Dunn (1975) selanjutnya menguraikan
bagaimana mekanisme investasi asing dan ketergantungan pada utang
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang negatif yaitu:
Akibat investasi asing, sumber-sumber alam di negara-negara pinggiran menjadi habis, sehingga
negara-negara pinggiran kehilangan sumer bagi pembangunan. Laba dari investari asing
diangkut ke luar negeri.
Produksi yang berorientasi ke luar negeri dan masuknya perusahaan-perusahaan multinasional
mengubah struktur ekonomi negara-negara pinggiran. Struktur ekonomi baru ini akan
menghasilkan dinamika ekonomi yang mengakibatkan keterbelakangan, karena lebih melayani
modal asing dan borjuis lokal yang bekerja sama dengan pemilik modal asing tersebut. Selain
itu, keadaan ini pula menyebabkan industri kecil di negara pinggiran kalah bersaing dengan
industri multinasional yang disokong oleh investasi asing.
Hubungan antara elite di negara pusat dan negara pinggiran mencegah terjadinya pembangunan
nasional.
Terjadi ketimpangan pendapatan akibat dari kelompok elite di daerah pinggiran memperoleh
bagian yang lebih banyak dari pendapatan nasional karena kekuatannya didukaung oleh keuatan-
kekuatan yang ada di negara pusat. Tetapi, investasi modal asing juga bisa berakibat positif bagi
pertumbuhan ekonomi negaranegara pinggiran:
Modal asing langsung memproduksi barang dan menimbulkan permintaan bagi barang-barang
lain yang diperrlukan bagi produksi tersebut. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Utang luar negeri yang didapat dapat digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana yang
dibutuhkan untuk pembangunan nasional.
Terjadi transfer teknologi, perbaikan kebiasaan kerja, modernisasi organisasi pembangunan, dan
sebagainya yang berguna bagi pembangunan.
Dari uraian tersebut, jelas terlihat bahwa ketergantungan negara-negara pinggiran
terhadap negara pusat sangat tidak menguntungkan bagi negara pinggiran.
Hal itu karena
ketergantungan yang tercipta akan membuat keterbelakangan negaranegara pinggiran.
TEORI SISTEM EKONOMI DUNIA
Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran
ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu
atau kombinasi dari strategi pembangunan, yaitu strategi menangkap dan
memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan dan strategi
berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju
negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran
melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi modern. Kemampuan
bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.
Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan
sebuah pelengkap dari konsep sentral dan pinggiran yang disampaikan oleh
teori dependensi. Alasan sederhana yang disampaikannya adalah, banyak
negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut sehingga
Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga
kutub yaitu sentral, semi pinggiran dan pinggiran.
Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis
dunia saat ini memerlukan kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya
sebuah perangkat politik dalam mengatasi disintegrasi sistem dunia dan
sarana pengembangan modal untuk industri dari negara sentral. Disintegrasi
sistem dunia sangat mungkin terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara
pinggiran dengan kemajuan yang dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran
akan timbulnya gejala disintegrasi ini dikarenakan jumlah negara miskin
yang sangat banyak harus berhadapan dengan sedikit negara maju. Solusi
yang ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah antara keduanya
atau dengan kata lain adanya usaha mengurangi disparitas antara negara
maju dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju akan mengalami
kejenuhan investasi sehingga diperlukan perluasan atau ekspansi pada
negara lain. Upaya perluasan investasi ini membutuhkan lokasi baru pada
negara miskin. Negara ini kemudian dikenal dengan istilah negara semi
pinggiran.
Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis
berskala nasional digantikan oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih
jauh Wallerstein menyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan
kebijakan yang merusak tata sistem ekonomi dunia. Alasan yang
disampaikan olehnya, antara lain :
1. Impian tentang keadilan ekonomi dan politik merupakan suatu keniscayaan bagi banyak negara.
2. Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara menyebabkan perubahan radikal dan global
terhadap sistem ekonomi dunia.
3. Strategi pertahanan surplus ekonomi yang dilakukan oleh produsen berbeda dengan perjuangan
kelas yang berskala nasional.
Pengaruh Teori Sistem Dunia
Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan
keberhasilan pembangunan ekonomi pada negara pinggiran dan semi
pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima
modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi
kapitalis dunia. Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk ke
dalam pasar kepitalis dunia adalah China, khususnya ketika periode
pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam Suwarsono dan So,
1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan
bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis
yang mendunia. kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara
produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah
merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyakbanyaknya,
bersama-sama
juga
mengembangkan
individualisme,
komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya
merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan
memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan
masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar
individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan
kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
Bergesen &Schoenberg: Gelombang Panjang Kolonialisme
Bergesen dan Schoenberg melihat permasalahan kolonialisme tidak
hanya dari satu sudut pandang saja. Apakah itu negara sentral atau negara
pinggiran, namun bergesen dan Schoenberg melihat permasalahan ini dari 2
sudut pandang secara bersamaan. Dengan cara seperti ini maka dapat
terlihat bahwa kolonialisme yang merupakan hasil dari sitem dunia kapitalis
menjadi jembatan structural antara negara sentral dan negara
pinggiran.dalam hal ini Bergesen dan Schoenberg ingin memperlihatkan
kolonialisme sebagai bentuk dinamika kolektif yang khas dari system
ekonomi kapitalis dunia, dan bukan sekedar dalam tingkat nasional yang
tidak tinggi dan abstrak.
Pengukuran kegiatan kolonialisme
Untuk dapat melihat kolonialisme di tingkat global seperti yang elah di
jelaskan diatas maka, perlu suatu alat ukur. Bergesen dan Schoenberg
menerapkan suatu ukuran yang konstan yang dapat melihat gejala-gejala
kolonialisme, yaitu dengan “ukuran kehadiran pemerintah colonial” dengan
begini mereka dapat melihat jumlah koloni yang ada,jumlah koloni yang
merdeka dan jumlah bersih kumulativ koloni yang masih ada setiap tahunya
pada rentang waktu tahun 1415 sampai 1969.
Model teoritis
Tiga faktor yang dilihat oleh bergesen dan Schoenberg adalah (1) Distribusi
kekuasaan diantara negara-negara sentral. (2) stabilitas negara sentral. (3)
jawaban sistemik yang terwujud dalam bentuk kolonialisme dan
merkantilisme.
Gelombang panjang kolonialisme
Disini bergesendan Schoenberg memperlihatkan perjalanan kolonialisme
yang dibagi atas 5 fase
1.
1500-1815, tidak stabilnya negara sentral dan runtuhnya feodalisme.
Muncul negara-negara dengan system negara itu sendiri, dikarenakan tidak
adanya satu negara itupun yang memegang kendali kekuasan yang
memberikan jaminan kestabilan politik jangka panjang. Hal ini dapat
menimbulkan konflik dan perang yang berkepanjangan.
1815-1870, pada tahun ini keadaan negara sentral lebih stabil, perang
dan konflik berakhir. Hal ini disebabkan oleh Inggris muncul kembali sebagai
pemeegang hegemoni atas negara-negara sentral lainya dengan begitu
kerjasama antara negara sentral mulai membaik. Dengan membaiknya
kestabilan negara-negara sentral maka dominasi politik rill kepada negara
pinggiran sedikit melemah.
2.
1870-1945, pada periode ini masa kejayaan inggris terhadap negaranegara sentral mulai berkurang. Turunya hegemoni inggris atas negara
sentral membuat munculnya negara adikuasa baru yaitu Jerman dan
Amerika. Dengan begitu munculah persaingan internasional yang membawa
akibat timbulnya friksi, krisis dan konflik terang-terangan. Dengan
3.
ketidakstabilan pada negara-negara sentral maka menimbulkan akibat bagi
negara-negara pinggiran. Dari sini muncul gelombang kedua ekspansi
kolonialisme yang terpusat di Afrika, India dan Asia. Dan sejak saat ini
bentuk hubungan ekonomi pinggiran dan sentral lebih diatur secara politis
dengan kebijakan merkantilisme.
1945-1973, pada fase ini negara-negara sentral memiliki kembali atas
kestabilanya, yang kekuasaan ituakan di pegang oleh negara adikuasa
amerika serikat. Dengan begitu maka terjadi dekolonisasi pada ketiga negara
yang telah disebutkan pada tahapan ketiga,dan hal ini juga memunculkan
kembali perdagangan bebas.
4.
1973, pada fase ini bergesen dan Schoenberg, melihat bahwa
kemungkinan besar akan terjadi kembali gelombang kolonialisme walaupun
negara pinggiran dan semi pinggiran tidak merasakan kolonialisme secara
formal. Menurut mereka hal ini ditandai oleh (1)berkuranganya kekuasaan
Amerika sebagai negara adi kuasa, menurut bergesen dan Schoenberg hal
ini dapat menimbulkan suasana ketidakstabilan kembali di antara negaranegara sentral. (2)terlihat jelas tanda-tanda munculnya kembali pengaturan
politik untuk urusanperdagangan internasional. Yang kita dapat liha dengan
munculnya kebijakan proteksi dan pembatasan import. (3)negara sentral
secara terang-terangan secara politik mengendalikan negara-negara
pinggiran melalui perdagangan senjata.diperjelas dengan posisi gerakan
nonblok negara-negara pinggiran. Yang saat ini sudah semakin terpecahpecah.
5.
TEORI ALTERNATIF
Teori alternatif adalah teori yang tergolong dalam teori kritik (critical
theory) dengan meminjam pengertian dan analisis yang dikembangkan oleh
Stephen Leonard (1990) tentang critical theory yang dituangkan dalam
bukunya Critical Theory in Political Practice . Dalam bukunya ia memberikan
kritik terhadap institusi dan praktisi politik yang ada di masyarakat yang
tidak adil. Berbagai teori yang dimaksudkan dalam teori alternatif ini meliputi
berbagai paradigma yaitu:
1. Gerakan feminisme beserta semua aliran mereka
2. Teori alternatif yang merujuk pada teologi pembebasan
3. Yang dikategorikan sebagai teori alternatif adalah berbagai pendekatan yang menggunakan atau
mendapat pengarug dari pendekatan postmodernisme.
Sejarah
Gerakan feminis dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad
ke-20, suara wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan
berarti. Hukum feminis yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan
sejarah feminis merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari. Di
akhir abad 20, gerakan feminis banyak dipandang sebagai sempalan
gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak memberikan kritik
terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan
ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum dalam
membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan
hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang
menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan
tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan
objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis
dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi
tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Sifat patriaki dalam masyarakat
dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan
subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah
tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan
dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.
Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum
terhadap bertahannya hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang
kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata
diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi
lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upaya
manusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan
gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan
ketidaksetaraan.
Teori feminisme
Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan
perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak
dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan.
Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori
kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh
hak-hak
perempuan.
Sekarang
ini
kepustakaan
internasional
mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang
didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.2
2
Ruang Lingkup Sosiologi Pembangunan
Kajian pembangunan mulai banyak dilakukan setelah Perang Dunia II yang didominasi oleh AhliAhli Ekonomi Ahli-Ahli Sosial (Antropologi, Politik) kemudian banyak terlibat dalam kajian
pembangunan Sebabnya, pembangunan tidak menyangkut masalah ekonomi atau materil saja. Terutama
Negara Dunia Ketiga banyak yang terbelakang dan tertinggal berarti “there is something wrong” dari
pembangunan tersebut. Sosiologi Pembangunan melihat pembangunan sebagai suatu kegiatan yang
berorientasikan nilai dan membebaskan manusia dari segala bentuk eksploitasi dan penindasan.
Selain itu, sosiologi pembangunan juga mempertimbangkan aspek rohaniah. Banyak bukti bahwa
agama dan kepercayaan berperan penting dalam pembangunan baik secara positif maupun negatif. Proses
pembangunan Negara DuniaI (Industri Kapitalis–US ,dkk), Negara Dunia II (US Rusia dkk), Negara
Dunia III (negara-negara berkembang) saling berhubungan dan saling mempengaruhi secara sosial,
ekonomi dan budaya. Pembangunan adalah satu bidang yang bersifat interdisipliner, maka masing-masing
ilmu mempunyai penekanan yang berbeda.
Proses pembangunan terjadi dalam semua
aspek kehidupan
masyarakat, baik yang berlangsung pada tingkat nasional maupun
wilayah/daerah. Karakteristik yang cukup penting dalam pembangunan
adalah
adanya
kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan,
dan
difersifikasi. Kemajuan misalnya, dapat diidentifikasi dari adanya
peningkatan dalam rasionalisasi kehidupan masyarakat, teknologi dan
efisiensi. Sedangkan pertumbuhan identik dengan kemajuan ekonomi yang
ditandai oleh peningkatan pendapatan masyarakat sebagai akibat dari
pertumbuhan produktifitas dan diikuti oleh diversifikasi kegiatan ekonomi,
baik vertikal maupun horizontal. Dengan demikian, pembangunan memiliki
tiga ciri dasar yaitu: pertumbuhan, diversifikasi/diferensiasi dan
perbaikan (progress) yang terjadi pada semua aspek dan tingkat kehidupan
masyarakat.
Proses
pembangunan
dapat
dibedakan
menurut
kecepatan (rate), arah (direction) dan level dimana proses tersebut
berlangsung. Hal ini terjadi karena variabel-variabel pembangunan berubah
dengan rates(kecepatan) yang berbeda di tempat yang berbeda. Sebuah
bangsa yang baru membangun mungkin hanya dapat memusatkan usahausaha pembangunannya kepada aspek-aspek primer seperti nation building,
penurunan angka kelahiran dan kematian, pendidikan dasar, dan
infrastruktur seperti jalan/jembatan dan komunikasi.
1 http://lindathesea.blogspot.co.id/2014/05/teori-teori-sosiologi-pembangunan.html diakses pada 31 Oktober
2016
Penggunaan indikator dan variabel pembangunan bisa berbeda untuk
setiap negara atau wilayah. Misalnya, di negara-negara yang masih miskin,
ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar pemenuhan
berbagai kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan
pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sementara itu, untuk
negara-negara/wilayah yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut,
indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan
tersier, seperti:
(1) Pertumbuhan ekonomi yang mendorong pemerataan, kesejahteraan dan
peningkatan kualitas hidup;
(2) Menguatkan ekonomi nasional/domestik yang dapat memperluas lapangan
kerja, sehingga daya beli masyarakat terus meningkat baik untuk barang
lokal maupun impor;
(3) Diversifikasi kegiatan/sektor ekonomi dengan penguatan sektor industri dan
jasa disertai dengan keseimbangan antara produksi barang ekspor dan
impor;
(4) Partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik dan proses pembuatan
keputusan;
(5) Tersedianya kesempatan untuk memperoleh pendidikan untuk semua
lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan;
(6) Stabilitas sosial, politik dan pemerintahan yang disertai dengan penguatan
hak-hak azasi manusia.
Dalam
perkembangan
selanjutnya, development dapat
dibedakan
menjadi economic
development dan social
development, seperti
yang
dikemukakan oleh Blakely (2000).Pembangunan ekonomi berkenaan dengan
investasi, peningkatan penyerapan angkatan kerja, dan peningkatan upah
buruh. Dalam pandangan pembangunan endogen, pembangunan ekonomi
dapat dipahami sebagai proses melalui mana pemerintah lokal bekerjasama
dengan kelompok-kelompok masyarakat dan swasta dalam mengelola
sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan
menstimulasi kegiatan ekonomi (Blakely 2000). Pembangunan sosial
berkenaan dengan pembangunan masyarakat secara menyeluruh, yang
mencakup ekonomi, politik, budaya, hukum, kelembagaan, kesehatan,
pendidikan dan dimensi-dimensi sosial lainnya. Di dalamnya mencakup juga
pemberdayaan sektor swasta dan masyarakat sipil, proses politik yang
partisipatif dan akuntabel, pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial,
termasuk pelayanan sosial yang memadai dan memuaskan.
TEORI PERTUMBUHAN DAN MODERNISASI
W.W. ROSTOW
W.W. Rostow adalah seorang ekonom Amerika Serikat, pikiran Rostow
pada dasarnya dikembangkan dalam konteks perang dingin serta
membendung pengaruh sossialisme. Pikiran pertama dituangkan dalam
makalah dengan secara jelas sebagai manifesto non-komunis yang
berjudul The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto.
Rostow membentangkan pandangan tentang modernisasi yang dianggapnya
sebagai cara membendung semangat sosialisme.
Pada dasarnya teori tentang pertumbuhan merupakan versi dan teori
modernisasi dan pembangunan, yaitu suatu teori yang meyakini bahwa
faktor manusia (bukan struktur dan sistem) menjadi fokus utama perhatian
mereka. Teori pertumbuhan adalah suatu bentuk teori modernisasi yang
menggunakan metafora pertumbuhan, yaitu tumbuh sebagai organisme. Dia
meliahat bahwa perubahan sosial yang dilihatnya disebut sebagai
pembangunan, sebagai proses evolusi perjalanan dari tradisional ke modern.
Pikiran teori pertumbuhan ini dijelaskan secara rinci oleh Rostow (1960) yang
sangat terkenal yaitu The five-stage scheme. Asumsinya adalah bahwa
semua masyarakat termasuk masyarakat Barat pernah mengalami
“Tradisional” dan akhirnya menjadi “Modern”. Sikap manusia tradisional
dianggap
sebagai
masalah.
Seperti
pandangan
Rostow
dan
pengikutnya,development akan berjalan Secara hampir otomatis melalui
akumulasi modal (tabungan dan investasi) dengan tekanan bantuan dan
hutang luar negeri. Dia memfokuskan pada perlunya elite wiraswasta yang
menjadi motor proses itu.
Dalam buku The Stage of Economic Growthmenjelaskan bagaimana
perubahan sosial dalam lima tahapan pembangunan ekonomi terjadi. Tahap
pertama adalah masyarakat tradisioanal, kemudian berkembang menjadi
prakondisi tinggal landas, lantas diikuti masyarakat tinggal landas, kemudian
masyarakat pematangan pertumbuhan, dan akhirnya mencapai masyarakat
modern yang dicta-citakan, yaitu masyarakat modern yang dicita-citakan
dapat tercapai.
TEORI MODERNISASI KLASIK
Sejarah lahirnya
Teori modernisasi lahir dalam bentuknya yang sekarang ini. Paling
tidak menurut tokoh-tokoh amreika serikat, sebagai produk sejarah tiga
peristiwa penting dunia setelah masa perang dunia II. pertama,munculnya
amerika serikat sebagai kekuatan (dominan) dunia. Sekalipun negara-negara
barat lainnya semakin melemah setelah perang dunia ke II, AS justru
menjadi “pemimpin” dunia sejak pelaksanaan marshall plan yang diperlukan
untuk membangun kembali eropa barat akibat perang dunia II. Pada tahun
1950-an secara praktis AS mengambil peran sebagai pengendali pencaturan
dunia.
Kedua, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet mampu
memperluas pengaruh politiknya tidak sampai dieropa timur, tetapi juga
sampai diasia, antara lain dicina dan korea. Ketiga, lahirnya negara-negara
merdeka baru diasia, afrika, dan amerika latin, yang sebelumnya merupakan
daerah jajahan negara-negara eropa. Negara-negra baru ini secara serempak
mencari model-model pembangunan yang hendak dignakan sebagai contoh
untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat
pencapaian kemerdekaan politiknya.
Warisan pemikiran
Sejak awal perumusan, aliran pemikiran modernisasi secara sadar
mencari sesuatu bentuk teori. Dalam usahanya menjelaskan persoalan
pembangunan negara-negara dunia ketiga, perspektif ini banyak menerima
warisan pemikiran dari teori evolusi dan teori fungsionalisme. Ini terjadi
karena pengaruh teori evolusi dan teori evolusi telah terbukti mampu
membantu menjelaskan proses masa peralihan dari masyarakat tradisional
kemasyarakat modern negara-negara eropa barat, selain juga mampu
menjelaskan arah yang perlu ditepuh negara dunia ketiga dalam proses
modernisasinya.
Teori evolusi
Teori evolusi lahir pada awal abad ke-19 sesaat sesudah revolusi
industri dan revolusi perancis yang merupakan dua revolusi yang tidak
sekedar menghancurkan tatanan lama, tetapi juga membentuk acuan dasar
baru. Revolusi industri menciptakan dasar-dasar ekspansi ekonomi. Dengan
dilandasi semangat penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, dirumuskan
tata cara baru produksi barang yang lebih efisie, yang pada akhirnya
berakibat pada peningkatan produktivitas dan perluasan pasar dunia.
Revolusi prancis meletakkan kaidah-kaidah pembangunan politik yang
berdasarkan keadilan, kebebasan,demokra dan demokrasi.
Teori fungsionalisme
Pemikiran talcott parsons, ketika pernah sebagai ahli biologi, banyak
berpengaruh dengan rumusan teori fungsionalisme. Baginya masyarakat
manusia tak ubahnya sepeti organ tubuh manusia dan oleh karena itu
masyarakat manusia dapat juga dipeajari seperti mempelajari tubuh
manusia. Pertama, seperti struktur tubuh manusia yang memiliki berbagai
bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Kedua, karena setiap
bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, maka demikian
pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam
masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan
masyarakat tersebut.
TEORI MODERNISASI MODERN
Berikut ini adalah perbandingan antara teori modernisasi klasik, teori
dependensi klasik dan teori modernisasi baru :
Persamaan /
Perbedaan
Teori Modernisasi Klasik
Teori Modernisasi Baru
Keprihatinan
Negara Dunia Ketiga
Sama
Tingkat
Analisa
Nasional
Sama
Variabel
Pokok
Faktor Internal : nilai-nilai Sama
budaya, pranata sosial
Konsep Pokok
Tradisional dan Modern
Implikasi
Kebijaksanaan
Modernisasi
manfaat positif
Tradisi
Sebagai
Pembangunan
Metode Kajian Abstrak
tipologi
Arah
Pembangunan
dan
Sama
memberikan Sama
penghalang Faktor Positif Pembangunan
konstruksi Studi Kasus dan Analisa
sejarah
Garis
lurus
dan Berarah
menggunakanUSA sebagai
banyak
model
dan
bermodel
Faktor Ekstern Tidak diperhatikan
Lebih diperhatikan
dan Konflik
Familiisme dan Kewiraswastaan
Berasal dari penelitian Wong. Dimulai dengan penyajian kritik terhadap
interpretasi para pakar teori modernisasi klasik tentang pemahaman dan
penafsiran pranata famili (keluarga) tradisional Cina. Wong hendak
menunjukkan bahwa pranata keluarga memiliki efek positif terhadap
Pembangunan ekonomi. Pemikirannya antara lain :
1. Adanya praktek Manajemen paternalistic di banyak badan usaha di Hongkong. Di industri yang
ditelitinya ditemukan praktek manajemen yang memiliki tata pengendalian dan pengawasan
manajemen yang ketat, sementara disisi lain praktek manajemen ini sama sekali tidak mengenal
2.
3.
1.
2.
3.
apa yang disebut pendelegasian wewenang dan kekuasaan. Praktek ini melihat bahwa pemberian
atau penganugerahan penghargaan material lebih didasarkan pada prinsip kebaikan hati dan
dalam batas-batas yang wajar Manajemen sering bertindak sebagai pelindung dan penjaga moral
dari para bawahannya.
Nepotisme mungkin juga memberikan andil terhadap keberhasilan berbagai badan usaha
Hongkong. Kebanyakan etnis Cina hanya akan meminta bantuan tenaga kerja keluarga pada saatsaat yang amat kritis, dan hubungan kekeluargaan pada umumnya hanya menjadi bagian kecil
dari keseluruhan personalia pada perusahaan yang menganut nepotisme. Namun di lain pihak
pada perusahaan kecil, anggota utama keluarga dan sanak-keluarga yang lain berfungsi sebagai
tenaga kerja murah dan cakap. Bahkan diharapkan untuk bekerja lebih keras tetapi dengan upah
yang lebih rendah, sehingga membantu Kuatnya posisi bersaing perusahaan keluarga ini. Jika
anggota keluarga telah memegang posisi manajerial, usahawan etnis Cina akan dengan sangat
teliti memberikan dan mencukupi segala kebutuhannya, dan melengkapinya dengan pendidikan
formal dan sekaligus magang. Oleh karena itu tenaga manajer keluarga amat jarang memiliki
standar mutu rendah.
Adanya mode pemilikan keluarga yang membantu keberhasilan usaha etnis Cina di Hongkong.
Bahwa prinsip garis keturunan patrilineal telah menghasilkan satu-satuan unit keluarga pekerja
yang damai, bijak, dan abadi yang pada gilirannya sangat membantu pengaturan sumber daya
ekonomi mereka. Kalau terjadi perselisihan keluarga bentuk akhir yang dipilih lebih cenderung
pada pembagian keuntungan disbanding perpecahan fisik hubungan keluarga. Perusahaan
keluarga etnis Cina memiliki kemampuan bersaing yang bisa siandalkan. Dapat ditemukan satu
kepercayaan antar anggota keluaga yang jauh lebih tinggi dibanding dengan yang ditemukan di
antara rekanan usaha mereka yang tidak kenal secara baik satu sama lain. Konsensus akan lebih
mudah dicapai, dan oleh karena itu kebutuhan untuk saling mempertanggung-jawabkan tindakan
masing-masing pihak akan sangat terkurangi. Factor tersebut mampu membuat perusahaan
keluarga ini lebih mudah melakukan adaptasi dalam menjalankan kegiatannya. Lebih mudah
untuk membuat keputusan secara cepat dalam situasi lingkungan yang cepat berubah, mampu
menutupi rahasia karena rendahnya kebutuhan dokumen tertulis.
Wong tidak memberlakukan pranata keluarga sebagai factor yang menghambat
Pembangunan ekonomi. Ia justru berpendapat sebaliknya, bahwa pranata keluarga tradisional
justru akan mampu membentuk etos ekonomi dinamis dengan apa yang disebut sebagai “etos
usaha keluarga”. Etos ini melihat keluarga sebagai unit dasar kompetisi ekonomi, yang akan
memberikan landasan untuk terjadinya proses inovasi dan kemantapan pengambilan resiko.
Menurut Wong ada 3 karakteristik pokok dari etos usaha keluarga. Yaitu:
Konsentrasi yang sangat tinggi dari proses pengambilan keputusan, tetapi disaat yang sama, juga
terjadi rendahnya derajat usaha memformalkan struktur organisasi
Otonomi dihargai sangat tinggi, dan bekerja secara mandiri lebih disukai.
Usaha keluarga jarang berjangka panjang, dan selalu secara ajeg berada dalam posisi tidak stabil.
Teori Ketergantungan dan Inti Pemikirannya
1.
2.
3.
1)
2)
Yang dimaksud ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan
ekonomi negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari
kehidupan ekonomi negara-negara lain, negara-negara tersebut hanya
berperan sebagai penerima akibat saja (Titonio Dos Santos, 1970).
Hubungan saling ketergantungan antara dua sistem ekonomi atau lebih
terjadi bila ekoomi beberapa negara (yang dominan) bisa berekpansi dan
bisa berdisi sendiri, sedangkan ekonomi di negara lainnya ( yang
bergantung) mengalami perubahan hanya sebagai akibat dari ekspansi
tersebut, baik yang positif maupun negatif. Selanjutnya Santos Membedakan
tiga bentuk ketergantungan, yaitu:
Ketergantungan Kolonial. Disini terjadi dalam bentuk penguasaan penjajah (Negara pusat)
terhadap negara pinggiran. Kegiatan ekonomi utama negara pinggiran adalah perdagangan
eksport dari hasil bumi yang dibutuhkan negara penjajah. Para penjajah memonopoli tanah,
pertambangan, tenaga kerja. Hubungan penjajah dengan penduduk lokal bersifat eksploitatif.
Ketergantungan Finansial. Disini negara pinggiran secara politis merdeka, tetatpi dalam
kenyataannya negara pinggiran ini masih dikuasai oleh kekuatankekutan finansial dari negara
pusat. Seperti pada ketergantungan kolonial, negara pinggiran masih mengeksport bahan mentah
bagi kebutuhan industri negara pusat. Negara pusat menanamkan modalnya pada pengusaha
lokal di negara pinggiran untuk menghasilkan bahan baku tersebut. Dengan demikian
pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi, dalam bentuk kekuasaan finansial.
Ketergantungan tehnologi-industiral. Ini adalah bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi
dinegara-negara pinggiran tidak lagi mengeksport bahan mentah untuk keperluan industri digara
pusat. Perusahaan-perusahaan multinasional dari negara pusat mulai menammkan modalnya
untuk kegiatan industri di negara pinggiran yang produknya ditujuakan kedalam pasar
negaranegara pinggiran.
Meskipun industri ini ada di negara pinggiran, tetapi tehnologinya
berasal dari perusahaan multi nasional. Seringkali barang-barang modal
berupa mesin industri yang ada tidak dijual sebagai komoditi, melainkan
disewakan melalui perjanjian paten. Dengan demikian pengusahaan dari
surplus industri dilakukan memalui monopoli tehnologi. Selanjutnya, Santos
(1970) menguraikan bahwa ketergantungan industri dalam arti tehnik
mempunyai pengertian bahwa:
Perkembangan industri di negara pinggiran tergantung pada sektor perdagangan ekspor barangbarang hasil pertanian dan pertambangan. Devisa hasil penjualan barang-barang ekspor oleh
negara pinggiran digunakan untuk membeli barang-barang industri yang dibutuhkan.
Perkembangan industri di negara pinggiran sangat dipengaruhi oleh balance of payment. Artinya
bahwa akibat keuangan luar negeri yang berpengaruh terhadap devisit pembayaran pada
gilirannya berpengaruh pula terhadap perkembangan industri di negara pinggiran.
3) Perkembangan industri sangat dipengaruhi oleh monopoli teknologi oleh perusahaan besar/asing
seperti hakpaten dan royalti yang membawa konsekuensi pengurasan kemakmuran melalui
investasi industri yang ditunjukkan pada permintaan pasar lokal.
Teori ketergantungan ini muncul dengan asumsi bahwa tidak ada
daerah atau negara yang otonom di dunia ini, semua turut serta dalam
ekonomi dunia baik secara langsung maupun tidak langsung seperti yang
dikemukakan oleh golongan non-marxis atau dalam sistem kapitalis yang
dikemukakan oleh golongan marxis. Dos Santos juga beranggapan bahwa
negara pinggiran juga bisa berkembang, meskipun perkembangan itu
merupakan
perkembangan
perkembangan
yang
teragantung
(perkembangan ikutan). Impuls dan dinamika perkembangan ini tidak datang
dari negara pinggiran yang bersankutan tetapi datang dari negara pusatnya.
Keterbelakangan yang terjadi di negara pinggiran disebabkan karena
ekonomi negara-negara ini kurang dapat menyatu dengan kapitalisme. Jika
ekonomi negara pusat berkembang atau maju, bisa terjadi bahwa ekonomi
negara berkembang ikut maju. Tetapi bila negara pusat mengalami kesulitan
ekonomi sudah dipastikan bahwa negaranegara pinggiran akan mengalami
kesulitan. Hal itu terjadi karena ekonomi negara-negara pinggiran sangat
tergantung pada ekonomi negara-negara pusat. Jika terjadi sebaliknya,
negara-negara pinggiran yang mengalami kesulitan ekonomi tidak akan
berpengaruh terhadap keadaan ekonomi negara-negara pusat, karena
ekonomi negara-negara pusat tidak tergantung dari ekonomi negara-negara
pinggiran.
Akibat Dari Ketergantungan
Menurut penganut dari paham liberal, hubungan antar negara-negara
pusat dengan negara-negara pinggiran adalah dikatakan sebagai hubungan
saling ketergantungan, dimana kedua belah pihak ada dalam posisi saling
menguntungkan. Negara pusat membutuhkan bahan baku untuk industrinya,
sedangkan negara-negara pinggiran membutuhkan baranbarang industri
untuk pembangunaanya. Tetapi yang dilupakan menurut pandangan kaum
liberal ini adalah bahwa derajad keuntungan antara negara pusat dan negara
pinggiran berbeda.negara-negara pinggiran jelas lebih tergantung pada
negara-negara pusat. Hubungan yang terjadi antara negara pusat dengan
negara pinggiran dapat disejajarkan dengan hubungan majikan dan buruh.
Tetapi apakah dapat dikatakan keduanya saling tergantung dengan derajat
yang sama?
Kaum Marxis klasik beranggapan bahwa negara-negara pinggiran yang
pra-kapitalis merupakan negara yang tidak dinamis dan negara-negara
pinggiran itu setelah disentuh oleh kapitalis maju, akan bangun dan
berkembang mengikuti jejak negara negara kapitalis maju. Namun dlam
kenyataannya, negara-negara pinggiran yang pra-kapitalis mempunyai
dinamika sendiri, yang bila tidak disentuh oleh negara kapitalis maju, justru
akan berkembang secara mandiri. Justru karena sentuhan oleh negara
kapitalis maju itu, perkembangan negara pinggiran menjadi terhambat.
Dengan demikian keterbelakangan yang terjadi di negara-negara pinggiran
disebabkan oleh adnya ekspansi negara-negara kapitalis, jadi disebabkan
oleh faktor eksternal.
Menurut Frank (1969), keterbelakangan di negara-negara pinggiran
bukan karena masyarakat itu kekurangan modal melainkan akibat dari
proses ekonomi, politik dan sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari
sistem kapitalis. Ketrebelakangan di negaranegara pinggiran adalah akibat
langsung dari terjadinya pembangunan di negara-negara pusat. Hal itu
terdaji karena dari proses sosial, ekonomi, dan politik tersebut menimbulkan
suatu struktur internasional dari negara-negara yang tidak sama kuatnya
yang mengakibatkan proses akumulasi yang cepat pada kawasan tertentu
(negara-negara pusat) dan memaksa suatu siklus keterbelakangan pada
kawasan yang lain (negara-negara pinggiran).
Teori Ketergantungan pada dasarnya setuju dengan kekurangan modal
dan ketiadaan keahlian sebagai penyebab ketergantungan. Tetapi faktor
penyebabnya bukan dicari pada nilai-nilai tradisional bangsa itu, melinkan
pada proses imperialisme dan neo-imperialisme yang menyedot surplus
modal yang terjadi di negara-negara pinggiran ke negara pusat (Budiman,
1995). Perkembangan yang wajar dari negara-negara pinggiran yang
mestinya akan menuju pada pembanguan yang mandiri, terganggua akibat
masuknya kekuatan ekonomi dan politik dari negara-negara pusat. Oleh
karena itu, penanaman modal dan keahlian yang disuntikkan begitu saja ke
negara-negara pinggiran tidak akan banyak menolong sebelum struktur
ekonomi dan politik yang dibuat untuk memberikan keuntungan pada modal
asing ini diubah secara radikal.
Perkembangan yang wajar dari negara-negara pinggiran, yang
mestinya akan menuju pada pembangunan mandiri, telah terganggu akibat
masuknya kekuatan ekonomi dan politik negara-negara pusat. Suntikan
modal dan teknologi oleh negara pusat kepada negara-negara pinggiran
tidak akan menolong sebelum struktur ekonomi dan struktur politik dibuat
untuk memberi keuntungan yang seimbang.
Prebicsh mengatakan bahwa penurunan nilai tukar dari komoditi
pertanian terhadap omoditi barang barang industri mengakibatkan neraca
perdagangan negara-negara pinggiran yang merupakan produsen hasil
pertanian mengalami defisit yang cukup besar. Gejala ini disebabkan
permintaan untuk barang-barang pertanian tidak elastis. Di sini berlaku
Hukum Engels yang menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat
menyebabkan presentase konsumsi makanan terhadap pendapatan justru
menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan konsumsi
makanan, tetapi justru meningkatkan konsumsi barangbarang industri.
Akibatnya anggaran nepara pertanian (pinggiran) yang digunakan untuk
mengimpor barang-barang industri dari negara pusat akan semakin
meningkat, sedangkan pendapatan dari hassil eksponya relatif tetap. Inilah
yang mennimbulkan defisit pada neraca
perdagangan.
Lain halnya dengan barang industri, Kenaikan dalam pendapatan akan
mengakibatkan juga kenaikan pada konsumsi barang-barang industri. Karena
itu, kenaikan pendapatan di negara-negara industri tidak akan menaikkan
secara berarti impor barang-barang pertanian di
negara-negara pinggiran. Tetapi, kenaikan pendapatan di negara-negara
pinggiran akan menaikkan secara berarti barang-barang industri dari negaranegara pusat. Hal ini akan memperbesar jumlah akspor barang-barang
industri dari negara pusat ke negara pinggiran.
Sementara negara-negara pusat semakin kaya dengan pendapatan
yang semakin meningkat yang diperoleh dari hasil ekspornya, di sisi lain
negara-negara pinggiran membutuhkan uang yang semakin banyak untuk
mengimpor barang-barang industri, sementara pendapatan dari hail ekspor
barang-barang pertanian relatif tidak berubah.
Semuanya itu mengakibatkan terjadinya defisit dalam neraca
perdagangan
internasional
dari
negara-negara
pinggiran,
yang
mengakibatkan kemiskinan bagi negara-negara pinggiran. Adanya monopili
teknologi dari negara pusat menbuat negara pinggiran harus membayar
sewa bila ingin meminjam teknologi tersebut. Akibatnya, proses
industrialisasi di negaranegara pinggiran menjadi semakin tinggi ongkosnya,
karena harus membayar bermacammacam uang sewa. Ini artinya surplus
yang diciptakan negara pinggiran, pada akhirnya banyak disedot kembali ke
negara pusat ( Khor Kok, 1989). Karena itu, tidak mengherankan bila data
dari Perdagangan Amerika Serikat menunjukkan bahwa antara tahun 1946
sampai 1967, modal yang baru masuk ke negara-negara Amerika Latin
berjumlah US$ 4.415 juta, yang diinvestasikan kembali ke Amerika Serikat
berjumlah US$ 4.424 juta. Sedangkan keuntungan yang dibawa kembali ke
Amerika Serikat berjumlah US$ 14.775 juta.
a.
b.
c.
a)
b)
c)
d)
Dengan demikkian, jumlah keseluruhan keuntungan dari modal
Amerika Serikat yang berjumlah US$ 5.415 juta adalah US$ 18.983 juta (Dos
Santos, 1970), (Todaro, 1987) . Dos Santos juga mengatakan bahwa larinya
keuntungan modal ke luar negeri ini, mengakibatkan mengeringnya modal di
dalam negeri. Hal itu memberi dampak tidak mampunya mendirikan industri
nasional sendiri, sehingga industrialisasi yang dijalankan masih tetap
tergantung dari bantuan asing. Ketimpangan keuntungan akibat
ketergantungan ini juga dapat dilihat dari perbandingan rata-rata
pendapatan orang Amerika Serikat dengan India yang pada tahun 1930-an
hanya 15:1 menjadi 35:1 pada tahun 1950-an. Akibat ketergantungan
industri dalam arti teknik (technological industrial dependence), menurut
Dos Santos akan membawa perubahan terhadap struktur negara pinggiran
yaitu berupa:
Konflik keruangan timbul, yaitu akibat kebutuhan untuk mempertahankan lahan pertanian di
satu sisi dan di sisi lain adalah kebutuhan untuk mengembangkan pusat-pusat industri.
Industri dan teknologi lebih responsif terhadap kepentingkan perusahaan asing/multinasional
dari pada kebutuhan nasional dalam negeri.
Timbulnya ketimpangan sosial dan ekonomi akibat terkonsentrasinya pendapatan dan teknologi.
Di negara-negara pinggiran, sektor ekonomi yang paling dinamis biasanya
dikuasai oleh
modal asing. Karena itu, keuntungan dari sektor ini diserap kembali ke
negara-negara industri maju. Dari data yang ada menunjukkan bahwa modal
yang masuk ke negara pinggiran lebih sedikit dari pada modal yang
meninggalkan negara tersebut. Chase-Dunn (1975) selanjutnya menguraikan
bagaimana mekanisme investasi asing dan ketergantungan pada utang
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang negatif yaitu:
Akibat investasi asing, sumber-sumber alam di negara-negara pinggiran menjadi habis, sehingga
negara-negara pinggiran kehilangan sumer bagi pembangunan. Laba dari investari asing
diangkut ke luar negeri.
Produksi yang berorientasi ke luar negeri dan masuknya perusahaan-perusahaan multinasional
mengubah struktur ekonomi negara-negara pinggiran. Struktur ekonomi baru ini akan
menghasilkan dinamika ekonomi yang mengakibatkan keterbelakangan, karena lebih melayani
modal asing dan borjuis lokal yang bekerja sama dengan pemilik modal asing tersebut. Selain
itu, keadaan ini pula menyebabkan industri kecil di negara pinggiran kalah bersaing dengan
industri multinasional yang disokong oleh investasi asing.
Hubungan antara elite di negara pusat dan negara pinggiran mencegah terjadinya pembangunan
nasional.
Terjadi ketimpangan pendapatan akibat dari kelompok elite di daerah pinggiran memperoleh
bagian yang lebih banyak dari pendapatan nasional karena kekuatannya didukaung oleh keuatan-
kekuatan yang ada di negara pusat. Tetapi, investasi modal asing juga bisa berakibat positif bagi
pertumbuhan ekonomi negaranegara pinggiran:
Modal asing langsung memproduksi barang dan menimbulkan permintaan bagi barang-barang
lain yang diperrlukan bagi produksi tersebut. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Utang luar negeri yang didapat dapat digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana yang
dibutuhkan untuk pembangunan nasional.
Terjadi transfer teknologi, perbaikan kebiasaan kerja, modernisasi organisasi pembangunan, dan
sebagainya yang berguna bagi pembangunan.
Dari uraian tersebut, jelas terlihat bahwa ketergantungan negara-negara pinggiran
terhadap negara pusat sangat tidak menguntungkan bagi negara pinggiran.
Hal itu karena
ketergantungan yang tercipta akan membuat keterbelakangan negaranegara pinggiran.
TEORI SISTEM EKONOMI DUNIA
Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran
ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu
atau kombinasi dari strategi pembangunan, yaitu strategi menangkap dan
memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan dan strategi
berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju
negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran
melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi modern. Kemampuan
bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.
Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan
sebuah pelengkap dari konsep sentral dan pinggiran yang disampaikan oleh
teori dependensi. Alasan sederhana yang disampaikannya adalah, banyak
negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut sehingga
Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga
kutub yaitu sentral, semi pinggiran dan pinggiran.
Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis
dunia saat ini memerlukan kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya
sebuah perangkat politik dalam mengatasi disintegrasi sistem dunia dan
sarana pengembangan modal untuk industri dari negara sentral. Disintegrasi
sistem dunia sangat mungkin terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara
pinggiran dengan kemajuan yang dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran
akan timbulnya gejala disintegrasi ini dikarenakan jumlah negara miskin
yang sangat banyak harus berhadapan dengan sedikit negara maju. Solusi
yang ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah antara keduanya
atau dengan kata lain adanya usaha mengurangi disparitas antara negara
maju dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju akan mengalami
kejenuhan investasi sehingga diperlukan perluasan atau ekspansi pada
negara lain. Upaya perluasan investasi ini membutuhkan lokasi baru pada
negara miskin. Negara ini kemudian dikenal dengan istilah negara semi
pinggiran.
Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis
berskala nasional digantikan oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih
jauh Wallerstein menyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan
kebijakan yang merusak tata sistem ekonomi dunia. Alasan yang
disampaikan olehnya, antara lain :
1. Impian tentang keadilan ekonomi dan politik merupakan suatu keniscayaan bagi banyak negara.
2. Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara menyebabkan perubahan radikal dan global
terhadap sistem ekonomi dunia.
3. Strategi pertahanan surplus ekonomi yang dilakukan oleh produsen berbeda dengan perjuangan
kelas yang berskala nasional.
Pengaruh Teori Sistem Dunia
Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan
keberhasilan pembangunan ekonomi pada negara pinggiran dan semi
pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima
modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi
kapitalis dunia. Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk ke
dalam pasar kepitalis dunia adalah China, khususnya ketika periode
pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam Suwarsono dan So,
1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan
bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis
yang mendunia. kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara
produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah
merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyakbanyaknya,
bersama-sama
juga
mengembangkan
individualisme,
komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya
merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan
memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan
masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar
individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan
kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
Bergesen &Schoenberg: Gelombang Panjang Kolonialisme
Bergesen dan Schoenberg melihat permasalahan kolonialisme tidak
hanya dari satu sudut pandang saja. Apakah itu negara sentral atau negara
pinggiran, namun bergesen dan Schoenberg melihat permasalahan ini dari 2
sudut pandang secara bersamaan. Dengan cara seperti ini maka dapat
terlihat bahwa kolonialisme yang merupakan hasil dari sitem dunia kapitalis
menjadi jembatan structural antara negara sentral dan negara
pinggiran.dalam hal ini Bergesen dan Schoenberg ingin memperlihatkan
kolonialisme sebagai bentuk dinamika kolektif yang khas dari system
ekonomi kapitalis dunia, dan bukan sekedar dalam tingkat nasional yang
tidak tinggi dan abstrak.
Pengukuran kegiatan kolonialisme
Untuk dapat melihat kolonialisme di tingkat global seperti yang elah di
jelaskan diatas maka, perlu suatu alat ukur. Bergesen dan Schoenberg
menerapkan suatu ukuran yang konstan yang dapat melihat gejala-gejala
kolonialisme, yaitu dengan “ukuran kehadiran pemerintah colonial” dengan
begini mereka dapat melihat jumlah koloni yang ada,jumlah koloni yang
merdeka dan jumlah bersih kumulativ koloni yang masih ada setiap tahunya
pada rentang waktu tahun 1415 sampai 1969.
Model teoritis
Tiga faktor yang dilihat oleh bergesen dan Schoenberg adalah (1) Distribusi
kekuasaan diantara negara-negara sentral. (2) stabilitas negara sentral. (3)
jawaban sistemik yang terwujud dalam bentuk kolonialisme dan
merkantilisme.
Gelombang panjang kolonialisme
Disini bergesendan Schoenberg memperlihatkan perjalanan kolonialisme
yang dibagi atas 5 fase
1.
1500-1815, tidak stabilnya negara sentral dan runtuhnya feodalisme.
Muncul negara-negara dengan system negara itu sendiri, dikarenakan tidak
adanya satu negara itupun yang memegang kendali kekuasan yang
memberikan jaminan kestabilan politik jangka panjang. Hal ini dapat
menimbulkan konflik dan perang yang berkepanjangan.
1815-1870, pada tahun ini keadaan negara sentral lebih stabil, perang
dan konflik berakhir. Hal ini disebabkan oleh Inggris muncul kembali sebagai
pemeegang hegemoni atas negara-negara sentral lainya dengan begitu
kerjasama antara negara sentral mulai membaik. Dengan membaiknya
kestabilan negara-negara sentral maka dominasi politik rill kepada negara
pinggiran sedikit melemah.
2.
1870-1945, pada periode ini masa kejayaan inggris terhadap negaranegara sentral mulai berkurang. Turunya hegemoni inggris atas negara
sentral membuat munculnya negara adikuasa baru yaitu Jerman dan
Amerika. Dengan begitu munculah persaingan internasional yang membawa
akibat timbulnya friksi, krisis dan konflik terang-terangan. Dengan
3.
ketidakstabilan pada negara-negara sentral maka menimbulkan akibat bagi
negara-negara pinggiran. Dari sini muncul gelombang kedua ekspansi
kolonialisme yang terpusat di Afrika, India dan Asia. Dan sejak saat ini
bentuk hubungan ekonomi pinggiran dan sentral lebih diatur secara politis
dengan kebijakan merkantilisme.
1945-1973, pada fase ini negara-negara sentral memiliki kembali atas
kestabilanya, yang kekuasaan ituakan di pegang oleh negara adikuasa
amerika serikat. Dengan begitu maka terjadi dekolonisasi pada ketiga negara
yang telah disebutkan pada tahapan ketiga,dan hal ini juga memunculkan
kembali perdagangan bebas.
4.
1973, pada fase ini bergesen dan Schoenberg, melihat bahwa
kemungkinan besar akan terjadi kembali gelombang kolonialisme walaupun
negara pinggiran dan semi pinggiran tidak merasakan kolonialisme secara
formal. Menurut mereka hal ini ditandai oleh (1)berkuranganya kekuasaan
Amerika sebagai negara adi kuasa, menurut bergesen dan Schoenberg hal
ini dapat menimbulkan suasana ketidakstabilan kembali di antara negaranegara sentral. (2)terlihat jelas tanda-tanda munculnya kembali pengaturan
politik untuk urusanperdagangan internasional. Yang kita dapat liha dengan
munculnya kebijakan proteksi dan pembatasan import. (3)negara sentral
secara terang-terangan secara politik mengendalikan negara-negara
pinggiran melalui perdagangan senjata.diperjelas dengan posisi gerakan
nonblok negara-negara pinggiran. Yang saat ini sudah semakin terpecahpecah.
5.
TEORI ALTERNATIF
Teori alternatif adalah teori yang tergolong dalam teori kritik (critical
theory) dengan meminjam pengertian dan analisis yang dikembangkan oleh
Stephen Leonard (1990) tentang critical theory yang dituangkan dalam
bukunya Critical Theory in Political Practice . Dalam bukunya ia memberikan
kritik terhadap institusi dan praktisi politik yang ada di masyarakat yang
tidak adil. Berbagai teori yang dimaksudkan dalam teori alternatif ini meliputi
berbagai paradigma yaitu:
1. Gerakan feminisme beserta semua aliran mereka
2. Teori alternatif yang merujuk pada teologi pembebasan
3. Yang dikategorikan sebagai teori alternatif adalah berbagai pendekatan yang menggunakan atau
mendapat pengarug dari pendekatan postmodernisme.
Sejarah
Gerakan feminis dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad
ke-20, suara wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan
berarti. Hukum feminis yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan
sejarah feminis merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari. Di
akhir abad 20, gerakan feminis banyak dipandang sebagai sempalan
gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak memberikan kritik
terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan
ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum dalam
membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan
hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang
menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan
tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan
objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis
dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi
tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Sifat patriaki dalam masyarakat
dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan
subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah
tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan
dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.
Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum
terhadap bertahannya hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang
kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata
diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi
lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upaya
manusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan
gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan
ketidaksetaraan.
Teori feminisme
Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan
perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak
dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan.
Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori
kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh
hak-hak
perempuan.
Sekarang
ini
kepustakaan
internasional
mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang
didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.2
2