Chapter II Studi Potensi Irigasi Sei Kepayang Kabupaten Asahan

7

BAB II
DASAR TEORI

2.1

PERHITUNGAN HIDROLOGI

2.1.1

Umum
Persediaan air hujan dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan

sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam peralihan uap
lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang disebut daur
hidrologi.
Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi
dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan
laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh
sebagai hujan atau salju (presipitasi) ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke

permukaan bumi sebagian Iangsung menguap ke udara dan sebagian mencapai
permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian
akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke
permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah
berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi. Air ini akan
mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah. kemudian mengalir ke daerah-daerah yang
rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhimya ke laut. Dalam perjalanannya ke laut
sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam

7

8

tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran interflow). Tetapi
sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar
sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerahdaerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).

2.1.2


Penentuan Curah Hujan Rata-Rata DAS
Semua air yang bergerak di dalam bagian daur hidrologi secara langsung

maupun tidak langsung berasal dari hujan (presipitasi). Udara yang diserap oleh air
membawa air yang diuapkan dan bergerak hingga air tersebut mendingin sampai di
bawah titik embun dan mempresipitasikan uap air sebagai hujan maupun bentuk
presipitasi yang lain.
Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik
tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS-DAS di sebelahnya oleh suatu
pembagi, atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta topografi.
Daerah aliran disebut juga sebagai cathment area atau drainage basin. Data
hujan dari beberapa stasiun hujan digunakan dalam analisa data hujan untuk mencari
curah hujan rata-rata daerah aliran.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan
air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah
hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah
dan dinyatakan dalam mm.

8


9

Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran,
yaitu :

1. Arithmatic Mean Method
Ini merupakan cara yang paling sederhana dan diperoleh dengan menghitung
rata-rata arithmatic dan semua total penakar hujan di suatu kawasan.
Cara ini sesuai pada daerah yang datar dan mempunyai banyak penakar hujan
yang didistribusikan secara merata pada lokasi-lokasi yang mewakili. Cara
Arithmatic Mean dapat dirumuskan sebagai berikut :
R = 1/n ( R1 + R2 + R3 + ... + Rn ) …...……………………………………...…(2.1)
Dimana :
R

= Curah hujan rata-rata (mm)

Rn

= Tinggi hujan tiap stasiun n (mm)


n

= Banyaknya stasiun penakar hujan

2. Thiessen Method
Cara ini dengan memperhitungkan luas daerah yang diwakili oleh stasiun
yang bersangkutan (luas daerah pengaruh). Untuk digunakan sebagai faktor dalam
menghitung hujan rata-rata.
Menurut Thiessen luas daerah pengaruh dari setiap stasiun dengan
menggunakan cara :

9

10

1. Menghubungkan stasiun-stasiun dengan suatu garis sehingga membentuk
poligon-poligon segitiga.
2. Menarik sumbu-sumbu dan poligon-poligon segitiga.
3. Perpotongan sumbu-sumbu ini akan membentuk luasan daerah pengaruh dari

tiap-tiap stasiun.
Luas daerah pengaruh masing-masing stasiun dibagi dengan luas daerah aliran
disebut sebagai Koefisien Thiessen masing-masing stasiun (weighting factor).
Hujan rata-rata di daerah aliran dirumuskan sebagai berikut :
R = A1 . R1 + A2 . R2 + A3 . R3 + .. + An . Rn
A

A

A

A

= W1.R1 + W2.R2 + W3.R3 + ... + Wn.R………………………………(2.2)
Dimana:
A

= Luas daerah aliran (km2)

An


= Luas daerah pengaruh stasiun n (km2)

Wn = Faktor pembobot daerah pengaruh stasiun n
Rn

= Tinggi hujan pada stasiun n (mm)
Metode Thiessen sesuai untuk daerah dengan jarak penakar hujan yang tidak

merata.

3. Isohyet Method
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai
tinggi hujan yang sama.

10

11

Cara ini adalah cara yang paling teliti, tetapi cukup sulit pembuatannya. Pada

umumnya digunakan untuk hujan tahunan, karena terlalu banyak variasinya,
sehingga isohyet akan berubah-ubah.
Hujan rata-rata di daerah aliran dirumuskan sebagai berikut :
R = A1,2 . R1,2 + A2,3 . R2,3 + ... + An,n+1 . Rn,n+1……………………………(2.3)
A

A

A

Dimana :
An,n+1 = Luas antara isohyet In, dan isohyct In+1,
Rn,n+1 = Tinggi hujan rata-rata antara isohyet In, dan Isohyet In+1

2.1.3

Perhitungan Curah Hujan Effektif (Reff)
Besarnya curah hujan yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan air, sehingga dapat memperkecil debit yang diperlukan dari pintu

pengambilan. Mengingat bahwa jumlah curah hujan yang turun tersebut tidak
semuanya dapat dipergunakan untuk tanaman dalam melangsungkan kehidupannya,
maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan effektif yang merupakan
besarnya angka kebutuhan air yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Curah hujan effektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R-80 yang
merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan
kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata lain bahwa
besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan
hanya 20%.

11

12

Ada berbagai cara untuk mencari curah hujan effektif ini yang telah
dikembangkan oleh berbagai ahli, diantaranya ialah:

1. Cara Empiris
Harza Engineering Comp. Int. menghitung besarnya curah hujan effektif
berdasarkan R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years. Bila

dinyatakan dengan rumus adalah sebagai berikut :
R80=(n/5)+ 1…….……………………………..…………………………………(2.4)
Dimana :
Reff = R80 = Curah hujan efektif 80 % (mm/hari)
n/5 + I = Rangking curah hujan effektif dihitung dan curah hujan

terkecil

n = Jumlah data

2. Cara Statistik
Dengan menghitung probabilitas curah hujan effektif yang 80% disamai atau
dilampaui. Metode yang dapat dipakai antara lain adalah dengan metode Gumbel,
Hazen, dan Log Pearson tipe III.
Dalam tugas akhir ini perhitungan curah hujan effektif menggunakan cara
empiris yang digunakan oleh Harza Engineering Comp.Int. Pemilihan cara ini
disebabkan data yang tersedia dapat dimasukkan ke dalam perhitungan rumus
tersebut dan tidak ada batasan-batasan khusus terhadap data yang ada.
Wiramihardja Sadeli, Hidrologi Pertanian, hal 51, Himpunan Mahasiswa ITB


12

13

2.2

PERHITUNGAN KLIMATOLOGI

2.2.1

Umum
Karakteristik hidrologi suatu daerah sebagian besar ditentukan oleh keadaan

geologi dan geografinya, iklim mempunyai peranan penting dalam penentuan
karakteristik tersebut. Yang termasuk dalam data meteorologi antara lain :
Temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan lama penyinaran
matahari.
1.

Temperatur

Suhu atau temperatur udara adalah salah satu variabel yang mempengaruhi

besarnya hujan. evaporasi dan transpirasi. Yang biasa disebut suhu udara atau
temperatur adalah suhu yang diukur dengan termometer yang diletakkan pada
sangkar meteorologi. Data temperatur udara dinyatakan dalam derajat celsius (°C’).
derajat Fahrenheit (°F) atau derajat absolut yang merupakan data temperatur rata-rata
harian.
2.

Kelembaban, (Humidity)
Udara sangat mudah menyerap air dalam bentuk uap air, hal ini tergantung

dari temperatur udara dan airnya. Temperatur udara makin besar maka makin banyak
yang dapat mengisi udara dan hal ini akan berlangsung terus menerus sampai terjadi
suatu keseimbangan dimana udara jenuh air, dan penyerapan air tidak banyak.
Adanya air yang terkandung dalam udara inilah yang disebut sebagai kelembaban
udara.

13

14

Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara dan hasil
pengukuran dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara yang mutlak jarang
dijumpai. yang ada adalah kelembaban udara nisbi atau relatif yang merupakan
perbandingan antara tekanan uap air dan tekanan uap jenuh.
3.

Angin
Yang disebut arah angin adalah arah dari mana angin bertiup. Untuk

penentuan arah angin ini digunakan lingkaran arah angin dan pencatat angin.
Angin sebagai udara yang bergerak merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam proses-proses hidrometeorologi. Angin cukup berpengaruh dalam
proses penguapan dan dalam memproduksi hujan. Kecepatan angin diukur dengan
anemometer dimana kecepatan anginnya dinyatakan dalam km/jam, mil/jam, m/dt
atau knots.
4.

Penyinaran Matahari (Suns Shine)
Jumlah jam selama matahari bersinar disebut jam penyinaran matahari.

Jumlah jam penyinaran yang terjadi dalam sehari adalah tetap yang tergantung pada
musim dan jarak lintang ke kutub.
Lama penyinaran relatif suns shine adalah perbandingan antara jumlah jam
dengan jam penyinaran yang mungkin terjadi dalam satu hari. Makin besar harga
perbandingan ini, makin baik keadaan cuaca. Lama penyinaran matahari dapat diukur
dengan menggunakan alat yang disebut scbagai Camphell Stokes Recorder atau Suns
Shine Recorder. Dalam pengukuran data lama penyinaran matahari biasanya
dinyatakan dalam persen (%).

14

15

2.2.2

Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan

permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan). Transpirasi adalah proses
dimana tanaman menghisap air dari dalam tanah dan menguapkannya ke udara
sebagai uap. Peristiwa yang terjadi secara bersama-sama antara transpirasi dan
evaporasi disebut evapotranspirasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu
udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang
saling berhubungan satu sama lain.
Besamya evaporasi yang terjadi pada tanaman dihitung berdasarkan metode
Penmann yang telah dimodifikasi. Dalam hal ini dipakai cara FAO yang dalam
perumusannya adalah sebagai berikut:
Eto = c. [W. Rn + (1-W). f (u). (ea-ed)]

........................................................(2.5)

dimana :
Eto

= Evapotranspirasi acuan (mm/hari)

c

= Faktor koreksi terhadap perbedaan cuaca antara siang dan malam

W

= Faktor koreksi temperatur terhadap radiasi

f(u)

= Faktor pengaruh kecepatan angin (km/hari)

Rn

= Radiasi netto (mm/hari)

ea

= Tekanan uap jenuh (mbar)

ed

= Tekanan uap nyata (mbar)

15

16

(ea – ed) = Perbedaan antara tekanan uap jenuh pada temperatur rata-rata udara
dengan tekanan rata-rata air di udara yang sebenarnya
ed

= RH x ea = Tekanan uap nyata (mbar), dimana

RH

= Kelembaban relatif (%)

f(u)

= 0,27(1 +u/100) = Fungsi kecepatan angin, dimana

u

= Kecepatan angin (km/jam)

1 -w

= Faktor pembobot, dimana w Faktor pemberat

Rs

= (0,25 + 0,5 . n/N). Ra = Radiasi gelombang pendek, dimana

Ra

= Radiasi Extra Teresterial(mm/hari)

n/N

= Rasio Lama penyinaran

N

= Lama penyinaran rnaksimum

Rns

= Rs . (1-α) = Radiasi netto gelombang pendek, dimana α = 0,25

f(T’)

= σ . T4
= Fungsi Temperatur

f(ed)

= 0,33- 0,044 . (ed)0,5 = Fungsi tekanan uap nyata

f(n/N)

= 0,1 + 0,9 . n/N = Fungsi rasio lama penyinaran

Rnl

= f(T’) . f(ed) . f(n/N) =

Rn

= Rns – Rnl = Radiasi netto

Radiasi netto gelombang panjang

Rumus Penmann didasarkan atas anggapan bahwa suhu udara dan permukaan
air rata-rata adalah sama.

16

17

2.3

Analisa Debit Andalan
Debit andalan (dependable discharge) adalah besarnya debit yang tersedia

sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam studi ini,
penentuan debit andalan menggunakan metode tahun dasar perencanaan (basic year)
dimana debit yang diandalkan adalah debit yang pernah terjadi pada tahun yang lalu.
Tahapan yang digunakan untuk menentukan besarnya debit andalan adalah sebagai
berikut:
1. Data debit tahunan rata-rata diurutkan dari besar ke kecil
2. Dari data debit tahunan yang telah diurutkan tersebut, dicari probabilitas
untuk tiap-tiap debit
3. Dari hasil perhitungan no. 2, kemudian dicari besarnya debit andalan yang
dibutuhkan. Debit andalan dihitung berdasarkan data debit yang telah tercatat
dengan periode yang memadai.

2.3.1

Debit Andalan Metode DR. F.J. Mock
Dengan metode Water Balance dari DR.F.J Mock dapat diperoleh suatu

estimasi empiris untuk mendapatkan debit andalan. Metode ini didasarkan pada
parameter data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik DAS setempat. Untuk
mendapatkan debit bulanan, pada pertimbangan hidrologi daerah irigasi digunakan
metode Dr. F.J. Mock dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Hitung Evapotranspirasi Potensial
2. Hitung Limitted Evapotranspirasi

17

18

3. Hitung Water Balance
4. Hitung Aliran Dasar dan Limpasan Langsung

a. Data Curah Hujan
Data curah hujan digunakan adalah curah hujan efektif bulanan yang berada
dalam DPS. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili
kondisi hujan di daerah tersebut.

b. Evapotranspirasi Terbatas (Et)
Evapotranspirasi

terbatas

adalah

evapotranspirasi

aktual

dengan

mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekwensi curah
hujan. Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data :
1. Curah hujan tengah bulanan (P)
2. Jumlah hari hujan tengah bulanan (n)
3. Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d), dihitung dengan asumsi bahwa
tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap
sebesar 4 mm.
Exposed surface (m%), ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan, atau dengan
asumsi.
m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0 % pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk
lahan sekunder.

18

19

m = 10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi
m = 20 % - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah
Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut :
ET = Ep - E
E = Ep*(m/20)*(18-n)
dimana :
E

= Beda antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas (mm)

ET = evapotranspirasi terbatas (mm)
Ep = evapotranspirasi potensial (mm)
m

= singkapan lahan (Exposed surface (%))

n

= jumlah hari hujan dalam sebulan

c. Faktor Karakteristik Hidrologi
 Faktor bukaan lahan
m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat
m = 10 – 40 % untuk lahan tererosi
m = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang
merupakan daerah terbuka berbatu dapat diasumsikan untuk faktor m diambil 20 % 40 %.
 Luas Daerah Pengaliran
Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin
besar pula ketersediaan debitnya.

19

20

 Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)
Soil moisture capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah
permukaan (surface soil) per m2. Besarnya Soil Moisture Capacity untuk perhitungan
ketersediaan air ini diperkirakan berdasarkan kondisi posositas lapisan tanah
permukaan dari DPS. Semakin besar porositas tanah, akan semakin besar pula Soil
Moisture Capacity yang ada. Dalam perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm
sampai dengan 250 mm.
Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah
adalah :
SMC(n)

= SMC(n-1) + IS(n)

Ws

= As - IS

dimana:
SMC

= Kelembaban tanah (diambil 50mm/205mm)

SMC(n)

= Kelembaban tanah bulan ke n

SMC(n-1)

= Kelembaban tanah bulan ke n - 1

IS

= Tampungan awal (initial storage) ….. mm

As

= Air hujan yang mencapai permukaan tanah

d. Keseimbangan air di permukaan tanah
Keseimbangan air permukaan tanah di permukaan tanah dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :
- Air hujan

20

21

- Kandungan air tanah (soil storage)
- Kapasitas kelembaban tanah (soil Moisture Capasity)
 Air Hujan (As)
Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:
As = P - Et
dimana :
As = air hujan mencpai permukaan tanah
P

= Curah hujan bulanan

Et = Evapotranspirasi
 Kandungan air tanah
Besar kandungan tanah tergantung dari harga As, bila harga As negatif, maka
kepasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila As positif maka kelembaban
tanah akan bertambah.

e. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off & ground water storage)
Nilai run off dan ground water tergantung dari kesimbangan air dan kondisi
tanahnya. Data-data yang diperlukan untuk menentukan besarnya aliran air tanah
adalah sebagai berikut :
 Koefisien Infiltrasi
Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan
kemiringan DPS. Lahan DPS yang porous memiliki koefisien infiltrasi yang besar.

21

22

Sedangkan lahan yang terjal memiliki koefisien infiltrasi yang kecil, karena air akan
sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0-1.
 Faktor Reresi Aliran Tanah (k)
Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke-n
dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah
dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air dengan
metode MOCK, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba (trial), sehingga
dapat dihasilkan aliran seperti yang diharapkan.
 Initial Storage (IS)
Initial Storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air
pada awal perhitungan.
 Penyimpangan Air Tanah (Ground Water Storage)
Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat
dan waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal
(initial storage) terlebih dahulu.
Persamaan yang dipergunakan dalam perhitungan penyimpanan air tanah
adalah sebagai berikut :
Vn = k * V(n-1) + 0.5 (1 + k) ln
Vn = Vn - V(n-1)
dimana :
Vn = Volume air tanah bulan ke n
K

= qt/qo = faktor resesi aliran tanah

22

23

qt

= aliran air tanah pada waktu bulan ke t

qo = aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke 0)
vn-1 = volume air tanah bulan ke (n-1)
vn = Perubahan volume aliran air tanah

f. Aliran Sungai
 Aliran Dasar = infiltrasi - Perubahan aliran air dalam tanah
 Aliran permukaan = volume air lebih - infiltrasi
 Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
 Debit andalan = Aliran sungai * Luas DAS
1 bulan dalam detik
Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran lansung (direct run
off), aliran dalam tanah (interflow), dan aliran tanah (base flow).
Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah :
Interflow

= infiltrasi - volume air tanah

Direct run off

= water surflus - infiltrasi

Base flow

= aliran yang selalu ada sepanjang tahun

Run off

= interflow + direct run off + base flow

Dalam perhitungan debit andalan Sungai Nantalu, digunakan data curah hujan
wilayah tengah bulanan dari stasiun Sei Kepayang, Perhitungan debit andalan Sei
Kepayang dapat dilihat pada tabel

23

24

Tabel 2.1 Pengaruh Suhu Udara pada Panjang Gelombang Radiasi f(T)
Suhu udara
0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

21

22

24

26

28

30

32

34

36

(◦C)
f(T) = c Ta 4

11,0 11,4 11,7 12,0 12,4 12,7 13,1 13,5 13,8 14,2 14,6 14,8 15,0 15,4 15,9 16,3 16,7 17,2 17,7 18,1

Sumber : Laporan Nota Perencanaan Jaringan Utama dan Tertier CV. Biro Permcanaan Sketsa (1995)

Tabel 2.2 Tekanan Uap Jenuh (ea), (mbar)
Suhu udara
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18
19

(◦C)
f(T) = c Ta 4

6,1

6,6

7,1

7,6

8,1

8,7

9,3

20

21

22

23

24

25

26

10,0 10,7 11,5 12,3 13,1 14,0 15,0 16,1 17,0 18,2 19,4 20,6 22,0

Suhu udara
27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

39

(◦C)
f(T) = c Ta 4

38

23,4 24,9 26,4 28,1 29,8 31,7 33,6 35,7 37,8 40,1 42,4 44,9 47,6 50,3 53,2 56,2 59,4 62,8 66,3 69,9

Sumber : Laporan Nota Perencanaan Jaringan Utama dan Tertier CV. Biro Permcanaan Sketsa (1995)

24

25

Tabel 2.3 Sudut Tekanan Uap Jenuh (D), (mbar)

Ta

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

13 0,973 0,979 0,985 0,992 0,998 1,004 1,010 1,017 1,023 1,029
14 1,035 1,042 1,048 1,054 1,060 1,067 1,073 1,079 2,085 1,092
15 1,098 1,104 1,110 1,117 1,124 1,130 1,136 1,143 1,149 1,156
16 1,162 1,169 1,175 1,182 1,188 1,195 1,202 1,028 1,215 1,221
17 1,228 1,235 1,242 1,249 1,256 1,236 1,270 1,277 1,284 1,291
18 1,298 1,305 1,313 1,320 1,327 1,335 1,342 1,349 1,356 1,364
19 1,371 1,379 1,386 1,394 1,402 1,410 1,417 1,425 1,433 1,440
20 1,448 1,456 1,464 1,472 1,480 1,488 1,496 1,504 1,512 1,520
21 1,528 1,536 1,545 1,553 1,562 1,570 1,578 1,587 1,595 1,604
22 1,612 1,621 1,629 1,638 1,647 1,656 1,664 1,673 1,682 1,690
23 1,699 1,708 1,717 1,726 1,735 1,745 1,754 1,769 1,772 1,781
24 1,790 1,800 1,809 1,819 1,828 1,838 1,848 1,857 1,867 1,876
25 1,886 1,896 1,906 1,916 1,926 1,936 1,946 1,956 1,966 1,976
26 1,986 1,997 2,007 2,018 2,028 2,039 2,049 2,060 2,070 2,081
27 2,092 2,102 2,113 2,123 2,134 2,144 2,155 2,165 2,176 2,186
28 2,197 2,207 2,218 2,228 2,239 2,249 2,260 2,270 2,281 2,291
29 2,302 2,312 2,323 2,333 2,344 2,354 2,365 2,375 2,386 2,396
30 2,397 2,417 2,428 2,438 2,449 2,495 2,470 2,480 2,491 2,501

Sumber : Direktorat Irigasi, Pedoman dan Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi,
Volume IV, 1980, Jakarta

25

26

2.4

Kebutuhan Air Irigasi dan Tanaman

Berapa banyak air yang dikonsumsi oleh tanaman adalah merupakan faktor
penting didalam perencanaan irigasi, karena besaran tersebut adalah merupakan dasar
untuk menghitung besarnya air irigasi yang diperlukan pada suatu daerah irigasi
yang ingin dibangun dan atau dikembangkan. Untuk menghitung atau memperkirakan
berapa banyak air yang dikonsumsi oleh tanaman diperlukan analisis yang cermat
dan teliti terhadap data-data pendukung yang tersedia yakni seperti data : iklim,
lingkungan lokasi daerah irigasi, jenis tanaman dan pola tanam, jenis tanah, data
curah hujan dan data-data meteorologi lainnya.

Data iklim utama yang diperlukan untuk menghitung atau memperkirakan
besarnya air yang dikonsumsi oleh tanaman antara lain ialah data : temperatur udara,
kadar lengas, penyinaran matahari dan awan, kecepatan angin, dan tekanan uap air.
Data iklim ini akan dipergunakan unuk memperkirakan besarnya penguapan dari
permukaan tanahdan tanaman (evaporation and transpiration). Kemudian terkait
dengan jenis daunnya. Karakter fisiologis tanaman dan umur tanaman mempengaruhi
besarnya transpirasi dari tanaman tersebut.

Besaran keebutuhan air irigasi untuk suatu daerah irigasi selanjutnya
dipergunakan untuk merancang finalalisasi proyek irigasi tersebut, yaitu dengan
mengaitkannya dengan ketersediaan sumber air yang ada atau tersedia.

26

27

Didalam hidrology, penguapan dari permukaan bumu ke atmosfir secara umum
disebut dengan evaporasi (evaporation). Didalam ilmu irigasi, penguapan tersebut
diuraikan lebih khusus (spesific) yakni dengan menguraikannya menjadi evaporasi
(evaporation) dan transpirasi (transpiration). Gabungan antara evaporasi dan
transpirasi ini disebut evapotranspirasi dan dalam konteks irigasi evapotranspirasi
tersebut disebut konsumsi aair oleh tanaman (consumption use).

Sumber air irigasi ialah badan air yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan
air irigasi sepanjang tahun pada sebuah daerah irigasi yang antara lain ialah berupa
sungai, danau, mata air dan air tanah. ketersedian dan limitasi air pada masingmasing jenis sumber air tersebut perlu diketahui untuk dijadikan sebagai dasar
merencakan luas daerah irigasi, pola tanam dan tata kelola air irgasi pada daerah
irigasi tersebut.

Daerah irigasi ialah suatu kesatuan (luasan) hamparan lahan pertanian yang
difasilitasi oleh sarana dan prasarana irigasi dan dikelola oleh sebuah manajemen
operasi dan pemeliharaan. Pada tahap perencanaan, daerah irigasi tersebut
didefenisikan berdasarkan beberapa faktor penting yakni meliputi: kondisi topografi
lahan, kondisi geology (tanah), potensi sumber air irigasi, ketersediaan petani, dan
kelayakan secara finansial dan ekonomi. (Makmur Ginting, 2014)

27

28

2.4.1. Kebutuhan air pada masa Penyiapan Lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumya menentukan kebutuhan air
irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk meyelesaikan pekerjaan penyiapan
lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan

Faktor- faktor yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah:

1. Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap
tanah
2. Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk
menanam padi sawah atau padi ladang kedua.

Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat
ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah disawah. Untuk perhitungan
kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan
oleh Van de Goor dan Zijstra (1968). Metode tersebut didasrkan pada laju air konstan
dalam ltr/dtk selama periode penyiapan lahan yang menghasilkan rumus sebagai
berikut:
LP = M. ek / (ek – 1)

28

29

Dimana :
IR

= Kebutuhan air total (mm/hari)

M

= Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan (M = EO + P);EO = 1,1 * Eto

P

= Perkolasi

K

= M. T/S

T

= Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S

= Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm yakni
200 + 50 = 250 mm
� � ��

LP = (� � − 1)
Dimana : e = 2,718281828

2,72

Adapun kebutuhan air total untuk penyiapan lahan sawah dihitung dengan
prosedur sebagai berikut :
-

Menghitung kebutuhan air total (LP)

-

Menghitung curah hujan efektif (Re)

-

Menghitung kebutuhan air selama penyiapan lahan dengan rumus :
(��−��)

DR = (0,65 � 8,64)
29

30

Dimana : 0,65 adalah perkalian harga efisiensi saluran tersier, sekunder dan primer
dan 8,64 adalah konstanta untuk mengubah satuan dari mm/hari ke liter/detik/hektar.
Secara lebih detail diuraikan per langkah untuk mempermudah:
1. Menghitung curah cujan efektif (Re)
2. Menghitung evapotranspirasi potensial dengan metoda penman modifikasi
yang sudah diterangkan diatas
3. Mencari data perkolasi (P), jangka waktu penyiapan lahan (T), dan kebutuhan
penjenuhan (S)
4. Menghitung kebutuhan air total Eo = 1,1 x Eto
5. Menghitung M = Eo + P


6. Menghitung K = M * �
7. LP =

� � ��

(� � − 1)

8. Menghitung kebutuhan bersih air disawah untuk padi (Ir)
Ir

= LP – Re

9. Menghitung kebutuhan air irigasi untuk padi
IR

= Ir/0,65

10. Menghitung kebutuhan air untuk irigasi (DR)
DR

= IR/8,64 (ltr/dtk/ha)

30

31

2.4.2

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang ddiperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman
dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan
konstribusi air tanah. kebutuhan air disawah dinyatakan dalam mm/hari atau ltr/dt/ha.
Kebutuhan air disawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor seperti : penyiapan
lahan, pengguna konsutif, perkolasi dan rembesan, pergantian lapisan air dan curah
hujan efektif. Kebutuhan air disawah untuk pertumbuhan padi dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Ir = Etc + P – Re + WLR
Dimana :
Ir

= kebutuhan air bersih disawah (mm/hari)

Etc

= evapotranspirasi aktual atau penggunaan konsumtif tanaman selama masa
pertumbuhan (mm/hari)

P

= Perkolasi termasuk seepage(mm/hari)

Re

= Curah hujan efektif (mm/hari)

WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari)

2.4.3 Kebutuhan Untuk Tanaman Selain Padi
Tanaman

selain

padi

yang

dibudidayakan

oleh

petani

pada

umumnya berupa palawija. Yang dimaksudkan dengan palawija adalah
berbagai jenis tanaman yang dapat ditanam di sawah pada musim kemarau
31

32

ataupun pada saat kekurangan air. Lazimya tanaman palawija ditanam di lahan
tegalan.
Dipandang dari jumlah air yang dibutuhkan, palawija dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu.
a) palawija yang butuh banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela.
b) palawija yang butuh sedikit air, misalnya cabai, jagung, tembakau dan
kedelai.
c) palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, misalnya ketimun dan
lembayung.
Maksud analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija terutama untuk
mengetahui luas lahan yang direncanakan untuk tanaman padi maupun palawija
berkaitan dengan ketersediam air pada bangunan pengambilan sehingga
kegagalan usaha pertanian dapat dihindari. Dengan kata lain hitungan kebutuhan
air untuk palawija digunakan sebagai dasar untuk melakukan usaha pertanian
sesuai dengan jumlah air yang tersedia.
Pemberian air untuk palawija akan ekonomis jika sampai kapasitas
lapang, lalu berhenti dan diberikan lagi sampai sebelum mencapai titik layu.
Analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk
tanaman

padi, namun ada dua hal yang membedakan, yaitu pada tanaman

palawija tidak memerlukan

genangan

serta

koefisien

tanaman

yang

digunakan sesuai dengan jenis palawija yang ditanam.

32

33

2.4.4 Kebutuhan air untuk pengolahan lahan palawija
Masa

prairigasi

diperlukan

guna

menggarap

lahan

untuk

ditanami dan untuk menciptakan kondisi kelembaban yang memadai
untuk

persemaian tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada

kodisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Kriteria Perencanaan Irigasi
mengusulkan air untuk pengolahan lahan sejumlah 50 - 120 mm untuk
tanaman ladang dan 100 - 120 mm untuk tanaman tebu, kecuali jika
terdapat kondisi-kondisi khusus misalnya ada tanaman lain yang segera
ditanam setelah tanaman padi.

2.4.5 Penggunaan konsumtif tanaman palawija
Untuk menentukan penggunaan konsumtif cara yang digunakan
seperti pada tanaman padi hanya koefisien tanaman yang berbeda. Nilai
koefisien beberapa jenis tanaman yang direkomendasikan oleh Kriteria
Perencanaan Irigasi seperti terlihat pada Tabel 4.6. Sedangkan nilai koefisien
tanaman tebu diperlihatkan pada Tabel 4.7.

2.5.

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan langkah pertama dalam mempersiapkan tanah

bagi penanaman. Besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanaman padi tergantung
dari :
• Luas lahan yang harus dijenuhkan
• Lamanya pengolahan tanah
33

34

• Besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi
Rumus perhitungan pengolahan tanah menggunakan metode yang
dikembangkan Vaan De Goor & Zijistra (1968) yaitu :
LP =

M . ek
………………………………………………………………….(2.7)
ek – 1

dimana :
LP

= Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari)

M

= Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/han)
= Eo + P

c

= Bilangan alam

Eo

= Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x Eto selama
penyiapan lahan (mm/hari)

P

= Perkolasi (mm/hari)

K

= M.T
S

T

= Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S

= Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm,
yakni 200 + 50 = 250 mm

34

35

Tabel 2.4 Kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan
T = 30 hari

M = Eo + P

T = 45 hari

(mm/hari)

S = 250 mm

S= 300 mm

S = 250 mm

S= 300 mm

5,0

11.1

12,7

8.4

9,5

5.5

1 1.4

13,0

8.8

9,8

6.0

11.7

13,3

9.1

10.1

6,5

12,0

13.6

9,4

10.4

7.0

12.3

13.9

9.8

10.8

7,5

12,6

14,2

10,1

11,1

8.0

13.0

14.5

10.5

11.4

8,5

13,3

14.8

10.8

11,8

9,0

13.6

15,2

11.2

12.1

9,5

14.0

15,5

11.6

12.5

10,0

14,3

15.8

12,0

12,9

10,5

14.7

16.2

12.4

13.2

11,0

15,0

16.5

12.8

13,6

Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01

2.5.1. Perkolasi
Perkolasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perhitungan
besarnya kebutuhan air di sawah. Perkolasi adalah proses mengalirnya air dibawah
permukaan tanah akibat adanya gaya gravitasi atau tekanan hidrostatik atau juga dari
keduanya, dan suatu lapisan tanah ke lapisan tanah dibawahnya, hingga mencapai
permukaan air tanah pada lapisan jenuhnya. Jenis air ini tidak dapat dimanfaatkan
untuk tanaman. Perkolasi atau peresapan air kedalam tanah dibedakan menjadi dua,
yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi horizontal.
35

36

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :
• Sifat tanah
• Air tanah
• Keadaan medan
Jadi perkolasi disini adalah kehilangan air yang dipengaruhi oleh keadaan
fisik dilapangan.
Besar angka perkolasi dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini
Tabel 2.5. Tingkat Perkolasi
Angka Perkolasi
Jenis Tanah
Padi (mm/hari)

Palawija (mm/hari)

Tekstur Berat

1

2

Tekstur Sedang

2

4

Tekstur Ringan

5

10

Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01

2.5.2

Penggantian Lapisan Air (Water Layer Requirement = WLR)
Penggantian lapisan air mi dimaksudkan untuk mengisi kembali lapisan air

setelah dilakukan pemupukan. Penggantian ini dilakukan sebanyak 2 kali, masingmasing 50 mm (3,3 mm/hari selama setengah bulan) selama sebulan dan dua bulan
setelah transplantasi.
2.5.3. Koefisien Tanaman
Besarnya

koefisien

tanaman

yang

diperlukan

untuk

menghitung

evapotranspirasi tergantung dari jenis dan umur tanaman tersebut. Koefisien tanaman
36

37

ini merupakan faktor yang mencari besarnya air yang habis terpakai oleh tanaman
untuk pertumbuhannya. Dalam studi ini harga-harga koefisien tanaman padi dan
palawija yang akan dipakai berdasarkan data-data dan FAO yang telah dipakai secara
umum di Indonesia. Harga koefisien tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.6. Harga Koefisien Tanaman
Padi
Bulan

Palawija

Varietas

Varietas

Biasa

Unggul

0,5

1,10

1,0

Keledai

K. Tanah

Jagung

1,10

0,50

0,50

0,50

1,10

1,10

0,75

0,51

0,95

1,5

1,10

1,05

1,00

0,66

0,96

2,0

1,10

1,05

1,00

0,85

1,05

2,5

1,10

0,95

0,82

0,95

1,02

3,0

1,05

0,00

0,45*

0,95

0,95*

3,5

0,95

0,95

4,0

0,00

0,55

4,5

0,55*

Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01
Catatan
-

*

= untuk sisanya kurang dan 1/2 bulan

- Umur kedelai = 85 hari
- Umur kacang tanah = 130 hari
- Umur jagung = 80 hari
2.5.4. Penggunaan Konsumtif
Penggunaan air yang dikonsumsi tanarnan tergantung pada data iklim dan
koefisien tanaman pada tahap pertumbuhannya. Rumus yang dipakai adalah :
37

38

Etc = Kc x Eto ………………………………………………………….(2.8)
Dimana :
Etc

= Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Kc

= Koefisien tanaman

Eto = Evapotranspirasi (Penman Modifikasi) (mm/hari)

2.5.5. Pola Tanam
Dengan keterbatasan persediaan air, maka pengaturan pola tanam dan jadwal
tanam perlu dilaksanakan untuk mengurangi banyaknya air yang diperlukan.
Pola tanam adalah suatu sistem dalam menentukan jenis-jenis tanaman atau
pergiliran tanaman pada suatu daerah tertentu yang disesuaikan dengan persediaan air
yang ada dan dilaksanakan sesuai jadwal penanarnan yang ditetapkan.
Alternatif pola tanam disusun dengan rnemperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.

Dengan membagi areal irigasi dalam beberapa golongan berdasarkan
pertimbangan pemasokan air dan tenaga kerja yang tersedia

2.

Jenis tanaman

38

39

Gambar 2.1 Pola Tanam
J

F

M

A

M

J

J

A

S

O

N

D

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

PADI

PADI

90 hari

90 hari

setelah

setelah

Transplantasi

Transplantasi

PALAWIJA

85 hari

Untuk mempermudah perhitungan, pola tanam pada gambar 2.8 dibuat dalam bentuk
skema seperti terlihat pada table 2.9. Masa tanam tidak serentak berperiode tengah
bulanan dengan waktu bebas (timelag) satu setengah bulan, diandaikan mencakup 3
bulan yang disediakan untuk penyiapan lahan (45 hari).

39

40

Lapisan air setinggi 50 mm diberikan dengan jangka waktu satu setengah
bulan, jadi kebutuhan air tambahan adalah 3,3 mm/hari. Berdasarkan data-data yang
diketahui dan skema pola tanam dengan koefisien tanaman, kebutuhan air untuk pola
tanam yang diterapkan dapat dihitung. Selama jangka waktu penyiapan lahan (45
hari), air irigasi diberikan secara terus menerus dan merata untuk seluruh areal. Tidak
dibedakan antara areal yang sudah ditanami atau areal yang masih dalam tahap
penyiapan.

40

41

Tabel 2.7 Skema Pola Tanam Dengam Koefisien Tanaman
Jan

Feb
I

Mar

I

II

II

I

C1

1.05

0.95

C2

1.05

1.05

0.95

C3

1.10

1.05

1.05

0.95

C

1.07

1.02

0.67

0.32

II

Mei

Juni

Juli

I

II

I

II

I

1.10

1.10

1.05

1.05

0.95

LP

LP

1.10

1.10

1.05

1.05

0.95

LP

LP

LP

1.10

1.10

1.05

1.05

0.95

LP

LP

LP

1.08

1.07

1.02

0.67

0.48

LP

0.00

Apr

II

Ags

Sep

Okt

I

II

I

II

I

II

0.50

0.75

1.00

1.00

0.82

0.45

0.50

0.75

1.00

1.00

0.82

0.45

0.50

0.75

1.00

1.00

0.82

0.75

0.92

0.94

0.76

0.42

0.42

I

Nop
II

Des

I

II

I

II

LP

1.10

1.10

1.05

LP

LP

1.10

1.10

0.45

LP

LP

LP

1.10

0.15

LP

LP

LP

1.08

Tabel 2.8 Penggantian Lapisan Air
jan
I
WLR1
WLR2

II

I

II

3,3
3,3

WLR3
WLR

Feb

Apr
I II

Mei
I

3,3

2,20

Juni
II

3,3

3,3
1,10

Mar
I II

3,3

1,10

II

Sep
I II

Okt
I II

Nop
I II

Des
I
II
3,3

3,3
3,3

1,10

Ags
I II

3,3

3,3
1,10

I

Juli
I
II

1,10

2,20

3,3
1,10

1,10

1,10

41

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63