Pengembangan Smart Water Grid di Indones

Pengembangan Smart Water Grid di Indonesia
dalam rangka mencapai tujuan ke-6 pada
Sustainable Development Goals (SDGs)

Disusun oleh:

Muhammad Faisal Aziz

/ 18215044

Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika - Institut Teknologi
Bandung
Jalan Ganeca No. 10 Bandung 40131

2

Daftar Isi

Daftar Isi ......................................................................................................................... 2
Daftar Gambar ................................................................................................................ 3

1 Pendahuluan ................................................................................................................. 4
2 Telaah Pustaka ............................................................................................................. 7
2.1 SDGs ..................................................................................................................... 7
2.2 Teknologi Smart Grid ........................................................................................... 8
2.3 Smart Water Grid................................................................................................ 10
3 Analisis dan Sintesis .................................................................................................. 11
3.1 Analisis kondisi dan permasalahan saat ini......................................................... 11
3.2 Sistem yang diharapkan ...................................................................................... 12
3.3 Peluang teknologi yang tersedia ......................................................................... 12
3.3.31 Pressure Sensor.......................................................................................... 12
3.3.2 Water quality sensors ................................................................................... 13
3.4 Perencanaan implementasi Smart Water Grid di Indonesia ............................... 13
3.4.1 Smart Water Grid ......................................................................................... 13
3.4.2 Segi Teknologi dan Informasi ...................................................................... 14
3.4.3 Sumber daya air ........................................................................................... 15
3.4.4 Sistem jaringan cerdas ................................................................................. 15
3.5 Perancangan Implementasi ................................................................................. 16
4 Kesimpulan dan Saran ............................................................................................... 18
Daftar Pustaka ............................................................................................................... 19
Lampiran ....................................................................................................................... 21


3

Daftar Gambar
Gambar 1. Siklus hidup sistem Smart Water Grid ............................................. 14
Gambar 2. Manajemen dan Teknologi Informasi pada Smart Water Grid ........ 15

4

1 Pendahuluan
Sanitasi dan akses yang memadai terhadap air bersih merupakan hak asasi
yang harus dimiliki oleh setiap manusia yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai
tujuan keenam pada Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2015. Pada
tahun 2014, Bank Dunia menyatakan bahwa terdapat 780 juta jiwa tidak memiliki
akses air bersih dan lebih dari 2 miliar penduduk bumi tidak memiliki akses
terhadap sanitasi yang berkualitas. Data yang didapatkan dari Riskesdas
menunjukkan bahwa sekitar 116 juta orang di Indonesia tidak mendapatkan
sanitasi yang memadai. Adapun dalam konferensi yang diselenggarakan oleh
World Bank Water Sanitation Program (WSP) mengungkapkan bahwa Indonesia
berada di urutan kedua sebagai negara dengan sanitasi terburuk. Menurut data

yang dipublikasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat 63 juta
penduduk Indonesia tidak memiliki fasilitas sanitasi.
Akses terhadap sumber daya air dan fasilitas sanitasi merupakan dua hal
yang saling berkaitan, sehingga sanitasi yang baik tentunya tidak mungkin
terwujud tanpa adanya ketersediaan air bersih yang cukup dan berkualitas tinggi.
Menurut Permenkes nomor 416 tahun 1990, air bersih merupakan air yang
memenuhi persyaratan dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti
mandi, cuci, dan kakus. Dalam pemenuhan ketersediaan air bersih dapat
dilakukan dari berbagai sumber yang diperoleh, seperti air tanah (air sumur), air
permukaan (air yang berasal dari sungai, danau, atau laut), dan air hujan.
Potensi terhadap pemanfaatan air hujan sebagai salah satu sumber air
bersih memiliki potensi yang tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia
terletak pada garis khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis dan memiliki
curah hujan yang tinggi. Menurut data yang diperoleh dari BPS pada tahun 2015,
secara umum rata-rata curah hujan di Indonesia berada pada angka 2000-3000
mm per tahun dan jumlah hari hujan di Indonesia berkisar pada angka 100-200

5

hari per tahun. Jumlah tersebut menjadikan air hujan sebagai suatu potensi

sumber air bersih yang mudah diperoleh.
Namun, dalam praktiknya sering ditemui kasus bahwa terjadi kasus
kekeringan dan krisis air bersih di berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan data
yang dihimpun dari Pusat Pengendali Operasi Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), terdapat 105 kabupaten/kota, 715 kecamatan, serta 2726
kelurahan/desa di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara yang mengalami krisis air
bersih yang diakibatkan oleh musim kemarau pada 2017. Akibatnya, terdapat 3,9
juta jiwa terdampak kekeringan. Kekeringan juga melanda sekitar 56.300 hektar
lahan pertanian, sehingga sekitar 18.500 hektar lahan pertanian mengalami gagal
panen yang disebabkan kemarau pada 2017.
Berdasarkan studi neraca air yang dilakukan oleh Kementerian PU pada
1995 diketahui surplus air bersih hanya terjadi pada musim hujan dengan durasi
5 bulan. Dengan demikian, terjadi defisit air bersih pada musim kemarau, yaitu
sekitar 7 bulan. Dengan demikian, ketersediaan air tidak dapat memenuhi
kebutuhan selama musim kemarau bagi penduduk di pulau Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bappenas pada 2007, ketersediaan
air bersih tidak mencukupi untuk kebutuhan pada musim kemarau, terutama di
Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Terdapat sekitar 77 persen kabupaten/kota
memiliki satu hingga delapan bulan defisit air dalam setahun.

Sanitasi dan air bersih merupakan salah satu komponen penting dalam
menunjang kesehatan masyarakat, sehingga kedua hal ini merupakan salah satu
tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs)
ke-6. Berdasarkan data yang dihimpun dari Unicef pada 2012, sanitasi dan akses
terhadap air bersih yang buruk dan tidak aman berkontribusi terhadap 88 persen
kasus kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Dalam penelitian lain juga

6

menunjukkan terdapat keterkaitan antara sanitasi, ketersediaan air bersih, dan
penyakit.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sumber air yang dimiliki
suatu daerah menjadi kering, diantaranya adalah kurangnya daerah resapan air
hujan, sehingga air hujan tidak dapat meresap ke tanah dan mengakibatkan
cadangan air tanah semakin sedikit. Selain itu, terbatasnya daerah resapan air
hujan akan mengakibatkan air hujan langsung mengalir ke badan air yang
bermuara di laut.
Sebagai salah satu sumber air bersih, kualitas air hujan di Indonesia dapat
dikatakan cukup baik. Menurut BMKG pada 2017, kualitas air hujan di beberapa
daerah di Indonesia masih memenuhi syarat sebagai sumber air bersih, bahkan

sebagai bahan baku air minum.
Dalam karya ilmiah ini akan membahas mengenai perancangan teknologi
Smart Water Grid untuk mengatasi permasalahan krisis air bersih dan sanitasi
dalam rangka mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke 6.
Dalam penyusunan makalah ini memiliki tujuan umum sebagai berikut.
1. Memberikan rekomendasi berdasarkan tinjauan pustaka dan analisis yang
bertujuan untuk memperbaiki sistem tata kelola air bersih yang ada pada
saat ini.
2. Mengintegrasikan subsistem-subsistem terkait pengelolaan air, seperti
daerah resapan air, bendungan, dan manajemen air bersih dalam rangka
meningkatkan akses terhadap air bersih di Indonesia.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini menggunakan metodologi studi
pustaka. Hal ini dikarenakan data terkait permasalahan yang ada saat ini telah
diketahui melalui dokumen-dokumen yang didapatkan oleh penulis. Selain itu,
dalam tinjauan pustaka yang terdapat pada bagian berikutnya, dilakukan dengan
meninjau kondisi yang ada saat ini di Indonesia dan meninjau perkembangan

7

teknologi di dunia yang mendukung implementasi solusi yang ditawarkan oleh

penulis.

2 Telaah Pustaka
2.1 SDGs
Menurut Bappenas, tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable
Development Goals (SDGs) adalah suatu kesepakatan pembangunan baru yang
mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan
berkelanjutan yang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk
mendorong pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. SDGs
diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal, terintegrasi, dan inklusif untuk
meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan. SDGs terdiri
atas 17 tujuan dan 169 target dalam rangka melanjutkan upaya dan mencapaian
Millennium Development Goals (MDGs).
Pada tujuan pembangunan berkelanjutan poin keenam yaitu air bersih dan
sanitasi layak bertujuan untuk menjamin ketersediaan serta pengelolaan air
bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Adapun fokus dari tujuan
tersebut terletak pada ketersediaan pangan, air bersih, dan energi yang
merupakan dasar dari kehidupan. Perubahan yang terpenting dari konsumsi
berkelanjutan dan produksi didorong oleh faktor teknologi, inovasi, desain
produk, pedoman kebijakan, pendidikan, dan perubahan perilaku. Dalam tujuan

keenam SDGs, terdapat capaian-capaian sebagai berikut.
1. Pada tahun 2030, mencapai akses universal dan merata terhadap air
minum yang aman dan terjangkau bagi semua.
2. Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang
memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air
besar di tempat terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan
kaum perempuan, serta kelompok masyarakat rentan.

8

3. Pada tahun 2030, meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi,
menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan pelepasan material dan
bahan kimia berbahaya, mengurangi setengah proporsi air limbah yang
tidak diolah, dan secara signifikan meningkatkan daur ulang, serta
penggunaan kembali barang daur ulang yang aman secara global.
4. Pada tahun 2030, secara signifikan meningkatkan efisiensi penggunaan
air di semua sektor, dan menjamin penggunaan dan pasokan air tawar
yang berkelanjutan untuk mengatasi kelangkaan air, dan secara signifikan
mengurangi jumlah orang yang menderita akibat kelangkaan air.
5. Pada tahun 2030, menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu di

semua tingkatan, termasuk melalui kerjasama lintas batas yang tepat.
6. Pada tahun 2020, melindungi dan merestorasi ekosistem terkait sumber
daya air, termasuk pegunungan, hutan, lahan basah, sungai, air tanah, dan
danau.
7. Pada tahun 2030, memperluas kerjasama dan dukungan internasional
dalam hal pembangunan kapasitas bagi negara-negara berkembang,
dalam program dan kegiatan terkait air dan sanitasi, termasuk pemanenan
air, desalinasi, efisiensi air, pengolahan air limbah, daur ulang dan
teknologi daur ulang.
8. Mendukung dan memperkuat partisipasi masyarakat lokal dalam
meningkatkan pengelolaan air dan sanitasi.

2.2 Teknologi Smart Grid
Menurut IEC pada 2010, Smart Grid adalah jaringan listrik pintar yang
mampu mengintegrasikan aksi-aksi atau kegiatan dari semua pengguna, mulai
dari pembangkit sampai ke konsumen dengan tujuan agar distribusi energi listrik
berlangsung secara efisien, berkelanjutan, ekonomis, dan suplai listrik yang
aman. Tujuan utama dari konsep Smart Grid adalah semaksimal mungkin
memberdayakan sumber daya apapun yang tersedia. Secara umum konsep ini


9

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi, meningkatnya kehandalan
sistem tenaga, dan mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan dengan
lebih optimal.
Dengan teknologi Smart Grid, konsumen dapat mengatur pemakaian
energi listrik dari konsumen untuk keperluan mereka. Teknologi kendali otomatis
dan sensor-sensor yang terdapat pada Smart Grid memungkinkan pengaturan
pengaktifan energi listrik secara otomatis dengan mempertimbangkan sumber
daya listrik yang tersedia. Teknologi tersebut tidak hanya terdapat pada aspek
konsumen, namun juga terdapat dari sisi sistem. Hal ini memungkinkan apabila
terjadi defect atau kerusakan pada suatu jalur pengiriman energi, maka rute
pengiriman energi akan diubah melalui jalur lain yang tersedia. Keseluruhan data
yang didapatkan akan dikirimkan kepada perusahaan terkait untuk menentukan
strategi pengembangan yang berkelanjutan.
Adapun karakteristik Smart Grid adalah sebagai berikut.
1. Partisipasi

pengguna


dalam

sistem.

Pengguna

layanan

dapat

menyeimbangkan supply dan demand dengan melakukan pengaturan
penggunaan energi.
2. Mengakomodasi seluruh sumber energi dan pilihan penyimpanan.
3. Memungkinkan terbentuknya produk, layanan, dan pasar baru.
4. Menyediakan kualitas pada batasan yang diperlukan.
5. Optimisasi aset dan efisiensi operasi.
6. Kelenturan terhadap gangguan, serangan, dan bencana alam.
Adapun cakupan dari teknologi Smart Grid adalah sebagai berikut.
1. Wide Area Monitoring and Control.
Dalam hal ini, cakupan ini memungkinkan adanya pemantauan secara
real time dan menampilkan kondisi dan performansi dari komponen sistem yang
melintasi sistem interkoneksi dan area geografis secara luas dan membantu
mengoptimalkan komponen sistem.

10

Sistem analitik teknologi pemantauan dan kontrol yang meliputi Wide
Area Monitoring Awareness (WASA), Wide Area Monitoring System (WAMS),
dan Wide Area Adaptive Protection, Control, and Automation (WAAPCA).
Keluaran dari sistem analitik ini adalah data untuk membantu proses penentuan
keputusan, mitigasi risiko, dan perbaikan kapasitas dan kehandalan sistem.
2. Integrasi Teknologi Informasi, dan Komunikasi
Melakukan pertukaran dua arah informasi antara pemangku kepentingan
dan memungkinkan penggunaan dan tatan kelola grid yang lebih efisien.

2.3 Smart Water Grid
Smart Water Grid (SWG) adalah suatu sistem manajemen air cerdas yang
dikombinasikan dengan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang
pada saat ini. Tujuan dari SWG adalah mengembangkan kendali terhadap sumber
daya air dengan efisiensi tinggi dan berkelanjutan pada tingkatan sistem,
infrastruktur, pengelolaan debit air, dan sumber daya air yang akan
didistribusikan dan dikendalikan secara efisien.
Adapun teknologi utama yang digunakan dalam implementasi adalah
Teknologi Informasi, telekomunikasi, dan sumber daya air. Dari ketiga unsur
tersebut akan diintegrasikan sehingga memungkinkan penggunaan sumber daya
secara efektif, mencegah kebocoran pipa dan sumber daya air, dan interaksi
antara penyedia layanan air bersih dengan konsumen.
Adanya teknologi Smart Water Grid memungkinkan konsumen dapat
mengatur pemakaian air untuk keperluan konsumsi. Teknologi yang terdapat
pada Smart Water Grid memungkinkan pengaturan sumber daya air dan
pengelolaannya secara efisien. Selain itu, adanya sistem ini memungkinkan
adanya pengelolaan lebih lanjut terhadap kualitas sumber daya air dan
infrastruktur yang menunjang sumber daya air di Indonesia.

11

3 Analisis dan Sintesis
3.1 Analisis kondisi dan permasalahan saat ini
Saat ini di Indonesia, struktur jaringan distribusi air berbasis secara
sentral pada perusahaan tertentu dimana pengelolaan dari air bersih terbatas.
Keterbatasan tersebut terdiri atas kurangnya efisiensi penggunaan sumber daya
air bersih, tidak seimbangnya antara supply dan demand air bersih pada
pemukiman, industri, dan sektor agraris. Adapun kekurangan lainnya yang masih
terjadi adalah terdapat kebocoran air bersih melalui media pipa, kebutuhan
perawatan pipa air membutuhkan biaya yang tinggi, rendahnya efisiensi
pengelolaan air bersih, dan kurangnya integrasi antar sumber daya air yang
berada pada suatu kota.
Pada saat ini, di beberapa kota di Indonesia masih mengandalkan
penampungan air hujan. Namun, dengan tingkat pertumbuhan urbanisasi di
Indonesia yang rata-rata sebesar 4,1% per tahunnya, maka akan mengakibatkan
jumlah kebutuhan sumber daya air bersih semakin banyak tiap tahunnya dan
permasalahan yang ada akan semakin buruk seiring berjalannya waktu.
Kondisi jaringan distribusi air secara konvensional berada pada satu sisi
saja, yaitu dari pihak penyedia sumber daya air kepada pengguna. Sistem ini
biasanya menggunakan bendungan sebagai sumber daya air dan pengolaan sisa
setelah didistribusikan. Namun, dalam pendistribusiannya, terjadi water leakage,
yaitu kebocoran pipa air yang menyebabkan deficiency pada sistem distribusi air
bersih. Adapun tingkat kebocoran air pada saat ini mencapai 50%. Kebocoran
pipa adalah faktor utama dari kegagalan sistem distribusi air yang mengakibatkan
inefisiensi distribusi air.
Ketidak seimbangan antara supply dan demand dari air bersih juga
menjadi salah satu kendala dalam sistem pengelolaan air bersih di perkotaan.
Meskipun konsumsi air bersih pada saat pagi dan siang hari jauh lebih besar
dibandingkan saat malam hari, distribusi dari sumber daya air berlangsung secara

12

konstan sepanjang hari yang menyebabkan adanya oversupply dan krisis air di
saat-saat tertentu.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada, diperlukan
sebuah sistem pengelolaan air bersih yang dapat mengelola air bersih secara real
time. Dengan mengintegrasikan antara teknologi informasi dan komunikasi
dengan sistem distribusi air, diharapkan sistem yang baru berupa Smart Water
Grid dapat mengatasi permasalahan-permasalahan pada distribusi sistem air
yang meningkatkan efisiensi dari setiap komponen pada sistem tersebut.

3.2 Sistem yang diharapkan
Untuk mengatasi permasalahan inefisiensi penggunaan air yang
menyebabkan adanya krisis air bersih, diperlukan sistem distribusi yang baru.
Sistem desentralisasi distribusi air adalah sistem yang menjadi alternatif dan
lebih layak secara ekonomi, dapat mengurangi kebocoran pipa air, dan
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya air alternatif, seperti air hujan.
Dengan digabungkannya sistem distribusi yang terdesentralisasi dengan
teknologi informasi, dapat mengurangi permasalahan-permasalahan yang ada.
Tujuan jangka panjang dari adanya sistem ini adalah untuk memantau dan
mengelola distribusi air bersih secara real-time, dan mendeteksi krisis air secara
dini dan mengontrol suplai air bersih kepada konsumen. Selain itu, terdapat juga
sensor untuk mendeteksi berkurangnya kualitas air.

3.3 Peluang teknologi yang tersedia
Terdapat teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang
pembangunan sistem distribusi air bersih, yaitu sebagai berikut.
3.3.31 Pressure Sensor
Sensor terkait tekanan air diperlukan untuk mendeteksi tekanan yang ada
yang dapat mengakibatkan kebocoran. Setelah itu, dilakukan analisis secara
statistik menggunakan perangkat lunak untuk menghitung probabilitas terjadinya
kebocoran sumber daya air.

13

3.3.2 Water quality sensors
Untuk mengetahui kualitas air bersih, diperlukan sensor pada titik-titik
distribusi air pada suatu kota, dimana sensor tersebut berfungsi untuk mendeteksi
kualitas air bersih. Dari data yang didapat secara real time ini, dapat dipantau
kualitas air yang terdapat pada suatu daerah pada suatu kota. Terdapat beberapa
parameter kualitatif terhadap kualitas air seperti pH, konduktivitas, dan
turbiditas. Setelah itu, dilakukan analisis data menggunakan Event Detection
System untuk mendeteksi kualitas air pada jaringan distribusi air pada suatu kota.
Pengembangan dari perangkat lunak tersebut digunakan untuk mensimplifikasi
distribusi air dari konsumen kedalam zona-zona virtual. Dari hal tersebut, dapat
diketahui kualitas air pada setiap desa dan kecamatan yang dapat dipantau secara
real time oleh pihak-pihak terkait.

3.4 Perencanaan implementasi Smart Water Grid di Indonesia
3.4.1 Smart Water Grid
Platform tersebut membagi sistem distribusi air bersih pada suatu kota ke
dalam distribusi-distribusi yang lebih kecil untuk memastikan bahwa terdapat
sistem desentralisasi yang lebih stabil, sehingga pengelolaan lebih baik dan dapat
menyimpan dalam jumlah banyak. Setiap subsistem tersebut wajib memiliki grid
(yang kemudian akan disebut meso-grid), yang terdiri atas sumber air bersih,
pengelolaan air bersih, distribusi ke pemukiman atau industri atau agraris. Pada
setiap meso-grid pada sistem distribusi terdesentralisasi, meso-grid dapat saling
berinteraksi dengan sistem pada pusat berdasarkan ketersediaan sumber daya air
pada setiap meso-grid.
Pada pengelolaan siklus air dengan Smart Water Grid menggunakan dua
komponen, yaitu siklus hidup air bersih dan siklus hidup air kotor. Berbagai
sumber air bersih akan diintegrasikan ke dalam sumber daya air bersih untuk
konsumsi penduduk dan pemukiman. Sedangkan pengelolaan air kotor yang
telah dikelola akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan agraris dan sektor

14

industri. Sehingga, dengan sistem ini menggunakan air bersih dalam jumlah
sedikit sehingga memungkinkan tidak adanya air bersih yang terbuang.
Berikut adalah siklus hidup pada sistem Smart Water Grid

Gambar 1. Siklus hidup sistem Smart Water Grid

Dengan adanya sensor yang dapat mengatasi kebocoran, jika terjadi
kebocoran maka distribusi air ke area tersebut dialihkan ke pipa lain. Dengan
kata lain, central reservoir pada sistem bertindak sebagai penyuplai utama air
bersih ke area pemukiman apabila terjadi kontaminasi atau malfungsi pada sistem
air. Hal ini juga akan terjadi apabila permintaan terhadap air bersih meningkat
secara drastis, maka central reservoir akan mengirimkan jumlah air bersih yang
diperlukan ke area tersbeut.
Air kotor yang akan diolah kembali pada jaringan distribusi air dalam
rangka memastikan tidak ada air yang terbuang. Air kotor ditampung dalam
reservoir untuk mengelola jaringan air kotor.
3.4.2 Segi Teknologi dan Informasi
Pada teknologi informasi yang digunakan pada Smart Water Grid, aliran
data dua arah antara jaringan distribusi air dengan pihak manajemen yang
terpusat akan membuat sebuah struktur manajerial yang efektif. Ketika tidak ada
gangguan, maka setiap grid dapat bertindak sebagai jaringan distribusi air bersih

15

sendiri tanpa diperlukannya pengelolaan khusus. Namun apabila terdapat
gangguan pada satu atau lebih grid, maka pihak manajemen di pusat akan
mengambil alih kendali dan membuat penyesuaian pada sistem. Bagian teknologi
informasi juga memantau kebocoran dan kualitas air untuk dianalisis dan
diberikan hasilnya ke pihak manajemen. Selain itu, teknologi informasi
mengkombinasikan antara data dan energi untuk meningkatkan efisiensi pada
setiap grid dan meminimalisir konsumsi energi.

Gambar 2. Manajemen dan Teknologi Informasi pada Smart Water Grid

3.4.3 Sumber daya air
Sumber daya air yang terjamin kualitasnya menjadi salah satu hal krusial
dalam siklus air yang berkelanjutan. Meskipun terdapat banyak sumber air pada
suatu wilayah perkotaan, termasuk diantaranya air kotor yang telah diolah, hanya
sebagian kecil yang dapat didistribusikan. Dalam pengambilan keputusan terkait
hal tersebut, diperlukan parameter yaitu kualitas, kelayakan, dan lokasi.
3.4.4 Sistem jaringan cerdas
Sistem ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu diagnosa dan kolaborasi.
Integrasi dari sensor dapat menjamin kualitas air, kuantitas air, dan tekanan yang
dapat digunakan untuk menciptakan aliran data terkait jaringan air. Dalam sistem
ini, terdapat diagnosis secara otomatis menggunakan telemetri.
Dalam upaya mengembangkan jaringan dalam teknologi informasi,
teknologi, sensor, dan jaringan distribusi perlu untuk memanfaatkan jaringan
internet. Terdapat tiga layer pada jaringan, yaitu Sensing, Network, dan
Application. Sensing layer bertujuan untuk mendeteksi kualitas air dan tingkat

16

kebocoran air berdasarkan pipa-pipa yang ada pada setiap grid. Pada layer ini
memanfaatkan sensor pada setiap area yang dikontrol dan mengontrol aliran air
pada setiap zona. Data yang didapatkan akan diberikan kepada network layer.
Pada network layer, dilakukan pengiriman data dari sensor ke dalam aplikasi
yang terletak pada manajerial. Pada application layer, terdiri atas aplikasi yang
akan memantau kualitas dan distribusi air, dan data center untuk pengelolaan
data. Dari layer ini akan dihasilkan informasi-informasi terkait yang akan
membantu dalam pengambilan keputusan strategis oleh manajemen yang
mengatur air bersih.

3.5 Perancangan Implementasi
Dalam implementasi sistem Smart Water Grid di Indonesia, terdapat
roadmap yang akan digunakan selama implementasi sistem di Indonesia.
Terdapat empat tahapan yang akan digunakan dalam implementasi sistem di
Indonesia.
Tahapan pertama adalah perencanaan dan analisis. Fase pertama dalam
tahapan ini akan dilakukan analisis terhadap kondisi dan keadaan air bersih pada
setiap daerah dan bagaimana untuk mengatasi permasalahan yang ada pada saat
ini. Fase berikutnya adalah melakukan perancangan terhadap konsep Smart
Water Grid yang akan digunakan pada suatu kota. Fase terakhir dari tahapan ini
adalah memastikan konsep rancangan sesuai dengan permasalahan, hasil
dokumen analisis AMDAL, dan perencanaan lahan dan tata ruang kota yang
diperlukan dalam menunjang pembangunan infrastruktur terkait Smart Water
Grid.
Tahapan berikutnya adalah tahapan desain. Fase pertama dari tahapan ini
adalah melakukan desain terhadap basis data dan teknologi informasi terkait yang
akan diterapkan pada sistem Smart Water Grid. Fase berikutnya adalah
melakukan perancangan jaringan distribusi air bersih dan perancangan
pengelolaan air bersih dan air kotor secara lanjut. Fase terakhir dari tahapan ini
adalah melakukan validasi dari konsep desain yang telah dibuat sebelumnya,

17

dengan mempertimbangkan kelayakan dari desain yang dibuat. Apabila terdapat
kesalahan atau kekurangan, maka akan dilakukan perbaikan terhadap desain yang
telah dibuat.
Tahapan berikutnya adalah tahapan rekayasa. Fase pertama dari tahapan
ini adalah melakukan perancangan secara detail untuk pengembangan sistem
baik dari sudut pandang tekonologi informasi, manajemen, maupun dari segi
distribusi air dan aliran air. Fase berikutnya adalah melakukan pembangunan
sistem Smart Water Grid, baik dari segi infrastruktur maupun segi teknologi
informasi. Fase terakhir adalah melakukan integrasi dan pengetesan. Apabila
terdapat kegagalan sistem, maka akan dilakukan perbaikan sehingga dapat
menghasilkan sistem baru yang berjalan secara baik. Integration test diperlukan
agar sistem tersebut dapat berjalan secara baik dan terintegrasi.
Tahapan terakhir adalah produksi massal. Tahapan ini berfungsi untuk
penggunaan sistem Smart Water Grid secara menyeluruh, baik dari pemerintah
daerah, perusahaan terkait, industri, maupun masyarakat umum. Fase pertama
dari tahapan ini adalah produksi. Produksi dilakukan dengan melakukan instalasi
sistem pada entitas-entitas terkait. Dalam fase ini pun dilakukan proses
pemasaran terhadap teknologi yang dihasilkan. Fase berikutnya adalah
melakukan operasional pada sistem yang telah dibuat. Operasional mencakup
pemantauan data aliran air, distribusi air bersih, pengolahan air kotor, dan
perbaikan pipa air apabila diperlukan. Selain itu, perawatan terhadap sensor dan
perangkat lunak juga dilakukan pada fase ini. Fase yang terakhir adalah fase
pengembangan. Dalam fase ini dilakukan riset yang mengacu pada kebutuhan
yang muncul setelah sistem diimplementasikan, lalu dilakukan analisis dengan
mempertimbangkan teknologi yang sedang berkembang. Dari tahapan ini akan
menghasilkan pengembangan dari sistem yang telah ada.

18

4 Kesimpulan dan Saran
Dalam upaya menanggulangi krisis air bersih yang merupakan
permasalahan yang kritis di Indonesia, dapat dimanfaatkan teknologi Smart
Water Grid. Smart Water Grid adalah suatu teknologi yang merupakan hasil dari
integrasi antara manajemen air bersih dengan teknologi informasi untuk
emmastikan kualitas dan kuantitas air bersih yang terjamin untuk suatu kota.
Smart Water Grid juga berfokus pada konsumsi air bersih pada masyarakat dan
industri, yang dikarenakan konsumsi pada keduanya saling terkait satu sama lain.
Smart Water Grid juga mengintegrasikan antara infrastruktur air bersih,
manajemen risiko kebocoran air, analisis data, dan sensor-sensor terkait untuk
mendeteksi kebocoran air pada suatu daerah dan kebutuhan air pada suatu daerah.
Pengembangan teknologi Smart Water Grid akan memungkinkan
dampak positif sebagai berikut.
1. Pemantauan terhadap kondisi aset pemerintah dan pengelolaan
infrastruktur air bersih secara berkala. Dengan adanya teknologi yang
lebih baik, data terkait kondisi infrastruktur dapat diketahui secara lebih
jelas dan meminimalisir resiko yang akan timbul.
2. Pemantauan terhadap kualitas air bersih.
3. Pemantauan terhadap kondisi pipa dan tekanan air.
4. Pemantauan terhadap informasi konsumsi air bersih oleh pengguna untuk
memudahkan pengguna dalam melakukan penghematan air.
Dalam pengembangan lebih lanjut, diperlukan juga sistem pendukung
pengambilan keputusan, seperti model untuk memprediksikan tekanan air,
prediksi kebutuhan pengguna, dan analisis kebocoran pipa, untuk memperbaiki
infrastruktur dan sistem yang telah ada, dan melakukan perencanaan kebutuhan
bagi sistem.

19

Daftar Pustaka
[1] J.R. Newbold, Comparison and simulation of a water distribution network in
EPANET and a new generic graph trace analysisbased model, MSc. Thesis,
Environmental Engineering Department, Virginia Polytechnic Institute and State
University, 2009
[2] S.R. Basu, H.A.C. Main, Calcutta’s water supply: Demand, governance and
environmental change, Appl. Geogr. 21 , 2001, halaman 23–44
[3] G. Olsson, Automation development in water and wastewater systems,
Environ. Eng. Res. 16(4) .2011. Halaman 197–200.
[4] V. Babovic, J.-P. Dre ´court, M. Keijzer, P. Friss Hansen, A data mining
approach to modelling of water supply assets, Urban Water 4(4), 2002, halaman
401–414
[5] M. Peter-Varbanets, C. Zurbru ¨gg, C. Swartz, W. Pronk, Decentralized
systems for potable water and the potential of membrane technology, Water Res.
43(2), 2009, halaman 245–265.
[6] Y.-S. Xu, Y.-D. Mei, T. Yong, Combined forecasting model of urban water
demand under changing environment, in: Proceedings of the 2011 International
Conference on Electric Technology and Civil Engineering, ICETCE 2011,
Lushan, China, Art. no. 5775448, 2011, halaman 1103–1107.
[7] Allen M, Preis A, Iobal M, Srirangarajan S, Lim HB, Girod L, Whittle AJ.
2011. Real-time in-network distribution system monitoring to improve
operational efficiency. Am Water Works Assoc J 103(7):63
[8] Hamilton S, Charalambous B.2013. Leak detection: Technology and
Implementation. 1st ed. IWA Publishing. London.
[9] Raich J. 2013. Review of sensors to monitor water quality. European
Reference Network for Critical Infrastructure Protection (ERNCIP) project

20

[10] Seung Won Lee, Sarper Sarp, Dong Jin Jeon, Joon Ha Kim, 2015, Smart
Water Grid : The Future Water Management Platform, Desalination and Water
Treatment, 55:2, halaman 339-346
[11] Abang AT, 2012. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Penyakit Infeksi
Dengan Status Gizi Anak Balita Di Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai
Kartanegara. Tesis. Universitas Gadjah Mada, 2012.
[12] SDGs Indonesia, 2017. Menjamin Ketersediaan Serta Pengelolaan Air
Bersih Dan Sanitasi Yang Berkelanjutan Untuk Semua.
[13]

Permenkes.

2010.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

No.492/MENKES/PER/IV/2010. Persyaratan Kualitas Air Minum.
[14] Unicef, 2012. Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan (unicef, 2012).
[15] Permenkes 416/1990. Syarat Kualitas Air Bersih
[16] Badan Pusat Statistik, 2015. Curah hujan di Indonesia.
[17] Kementerian Pekerjaan Umum. 1995. Studi Neraca Air
[18] Britton, T.C., Stewart, R.A.,& O'Halloran, K.R. 2013. Smart metering:
enabler for rapid and effective post meter leakage identification and water loss
management. Journal of Cleaner Production. 54: 166-176.

21

Lampiran
Lampiran 1. Skema alternatif air bersih

22

Lampiran 2. Value Proposition

23

Lampiran 3. Business Model Canvas

24

Lampiran 4. Rancangan kinerja sistem

25

Lampiran 5. Studi kasus penerapan Smart Water Grid pada Aquasense

26

Lampiran 6. SWOT Analysis