KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ELASTOMER NBR

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK ELASTOMER NBR DAN EPDM
UNTUK PEMBUATAN SEAL / O-RING UNTUK SUKU CADANG
OTOMOTIF

Karya Tulis Ilmiah

Oleh:

Victor Tulus Pangapoi Sidabutar
NIP. 19771018 200912 1 002

BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN EKSPOR INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN EKSPOR NASIONAL
KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2014

ABSTRAK

Karet dapat digunakan diantaranya sebagai seal atau O-ring untuk dunia otomotif.
Disain produk karet O-ring tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, melainkan perlu

memperhatikan beberapa sifat fisik untuk aplikasi penggunaannya. Dari hasil pengujian
laboratorium terhadap elastomer NBR dan EPDM dengan membandingkan karakteristik
sifat fisik dari keduanya, yaitu ketahanannya terhadap pelapukan pemanasan (heat
aging), ketahanan terhadap minyak (Oil Resistance), pampatan tetap (Compression
Set), ketahanan ozon dan ketahanan pada temperatur rendah (Brittleness Point)
terhadap nilai kekerasan dan kekuatan tariknya diperoleh hasil kompon dari karet nitril
(Nitrile Butadiene Rubber / NBR) dapat digunakan pada temperatur sekitar 100°C,
tahan terhadap lingkungan berozon dan memiliki ketahanan yang tidak baik terhadap
media toluene dan ethanol. Bahan EPDM (Ethylene-Propylene-Diene-Methylene)
memiliki ketahanan terhadap temperatur sekitar 100°C, tahan terhadap lingkungan
berozon dan memiliki ketahan terhadap minyak lebih baik dibandingkan NBR.
Kata Kunci : Seal, NBR, EPDM, Karakteristik sifat fisik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah


Penggunaan karet dalam dunia teknik menurut Sommer (2009) semakin berkembang
karena sifatnya unik seperti memiliki sifat perpanjangan yang tinggi, kekuatan tinggi,
daya serap energi yang tinggi dan daya fatik yang tinggi. Dalam aplikasinya, karet dapat
digunakan diantaranya sebagai seal atau O-ring untuk dunia otomotif. Disain produk
karet

O-ring

tidak

dapat

dilakukan

dengan

sembarangan,

melainkan


perlu

memperhatikan beberapa sifat fisik untuk aplikasi penggunaannya. Kecelakaan
pesawat ulang alik “Challenger” pada tahun 1986 menunjukkan pentingnya aplikasi sifat
fisik temperatur transisi ke getas (Brittleness Point). Kegagalan dari seal merupakan
awal dari kecelakaan tersebut.

Gambar 1. O-Ring
Bahan karet seal/o-ring untuk suku cadang otomotif diantaranya menggunakan karet
nitril (Nitrile Butadiene Rubber / NBR) yang biasa digunakan pada temperatur sekitar
100°C dan perubahan volume pada lingkungan berminyak sekitar 20%. Bahan lainnya
menurut de Graaf (2008) adalah menggunakan EPDM (Ethylene-Propylene-DieneMethylene) yang memiliki ketahanan terhadap temperatur dan minyak lebih baik
dibandingkan NBR.
Penulis

mempersempit kajian

terhadap

elastomer


NBR dan EPDM dengan

membandingkan karakteristik sifat fisik dari keduanya, yaitu ketahanannya terhadap
pelapukan pemanasan (heat aging), ketahanan terhadap minyak (Oil Resistance),

pampatan tetap (Compression Set), ketahanan ozon dan ketahanan pada temperatur
rendah (Brittleness Point) terhadap nilai kekerasan dan kekuatan tariknya.
1.2.

Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dibuatnya Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pengetahuan tentang aplikasi ilmu material dalam menunjang
pelayanan terhadap masyarakat terutama para pelaku usaha industri kecil
pembuatan barang jadi karet untuk suku cadang otomotif.
b. Mendapatkan karakteristik fisik dari dua jenis elastomer NBR dan EPDM untuk
seal /o-ring yang nantinya dapat digunakan oleh pelaku UKM yang memproduksi
suku cadang otomotif.
c. Implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam barang jadi karet dalam

meningkatkan standar keamanan penggunaan produk di Indonesia, misalnya
SNI 09-3766-1995 tentang paking karet tutup tangki bahan bakar kendaraan
bermotor.
1.2.1. Ruang Lingkup dan Rumusan Masalah
Implementasi yang dimaksudkan adalah untuk meningkatkan kemampuan para
pelaku usaha kecil dan menengah dalam menghadapi permasalahan teknis
khususnya mengenai pengetahuan bahan sehingga diharapkan para pelaku
usaha

ini

siap

menghadapi

tantangan

kedepan

terutama


dalam

hal

menghasilkan produk jadi karet untuk suku cadang otomotif yang aman dan
sesuai SNI yang berlaku dan dapat bersaing dengan suku cadang impor yang
ada.
1.2.2. Metoda Penelitian
Metoda yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Metoda Sekunder dan
penelitian langsung di laboratorium. Metoda Sekunder adalah studi literatur
dimana penulis mencari data-data yang berasal dari literatur-literatur yang
dianggap memiliki tingkat validasi yang dapat di pertanggung jawabkan. 3
1.2.3. Hasil yang Diharapkan

Para pelaku usaha kecil dan menengah memiliki wawasan yang lebih luas
mengenai ilmu material dan dapat memakainya dalam mengatasi permasalahan
dalam mendisain sifat fisik dari barang jadi karet.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Disain Kompon untuk Seal / O-ring

Saat mendisain suatu kompon karet, menurut Chandsekaran (2010) terdapat tiga syarat
yang harus diperhatikan:
1. Penggunaan akhir dan syarat untuk pemeliharaannya
2. Kemudahan pemrosesan
3. Biaya keseluruhan dan ketersediaan bahan baku.
Berbagai jenis karet dan bahan kimia untuk pembuatan kompon dapat ditentukan dalam
proses formulasi untuk memenuhi suatu persyaratan tertentu dari suatu barang jadi
karet. Karet alam digunakan dalam keadaan di mana kompon tidak harus
menahan suhu tinggi, sinar matahari langsung atau ozon, atau di mana ko mpon tidak
akan kontak dengan minyak, pelarut, cairan atau bahan kimia. Karet sintetis digunakan
karena memiliki ketahanan yang lebih baik daripada alam karet dalam hal-hal tersebut
dan dapat digunakan untuk lingkungan kerja tersebut. Beberapa aplikasi khusus dari
karet sintetis adalah sebagai berikut:
-


Karet stirena butadiena: aplikasi pemakaian umum, menggantikan penggunaan
karet alam.

-

Karet butil: di mana dibutuhkan permeabilitas rendah dan ketahanan kimia yang
baik.

-

Karet butadiena: digunakan untuk ketahanan abrasi dan ketahanan terhadap
kelelahan yang baik dalam pencampuran dengan karet alam dan karet stirena
butadiene. Tetapi memiliki ketahanan sobek yang rendah.

-

Karet nitril: dipakai pada lingkungan di mana diperlukan ketahanan yang baik
terhadap minyak dan pelarut.


-

Karet kloroprene: memiliki ketahanan terhadap ozon dan api yang baik.

Karet yang digunakan untuk seal / o-ring haruslah karet yang memiliki ketahanan tinggi
saat digunakan dalam temperatur tinggi dan lingkungan kimia yang berbeda.
2.2.

Pemilihan Elastomer

2.2.1. Dasar Pemilihan Elastomer
Dalam merancang awal suatu seal / O-ring, menurut Chandsekaran (2010) penting
sebelumnya untuk menentukan elastomer yang akan digunakan karena elastomer yang
digunakan nantinya akan sangat berpengaruh pada disain barang keseluruhan. Aplikasi
pemakaian yang menentukan pemilihan senyawa elastomer adalah cairan yang
nantinya akan ditahan agar tidak menembus / keluar. Bukan hanya itu saja, elastomer
juga harus mampu menahan terjadinya ekstrusi bila terkena tekanan yang diperkirakan
harus dapat diantisipasi maksimal dan mampu mempertahankan sifat fisik yang baik
melalui rentang temperatur keseluruhan dari yang diharapkan.


Gambar 2. Ketahanan elastomer terhadap panas dan minyak menurut de Graff (2008)
2.2.2. Sifat Fisik yang Diharapkan
A. Pelapukan Pemanasan (Heat Aging)
Menurut de Graff (2008) semua elastomer akan hancur saat digunakan pada
temperatur tinggi. Perubahan volume dan pampatan tetap sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Kekerasan dipengaruhi dengan cara yang kompleks. Pengaruh pertama
dari temperatur yang tinggi adalah melunakkan kompon dan begitu juga kebalikannya.

Peristiwa tersebut adalah peristiwa perubahan fisik. O-ring akan mengalir melalui celah
yang ada saat temperatur sekitar meningkat akibat terjadinya pelunakkan elastomer.
Seiring dengan berjalannya waktu maka akan terjadi perubahan kimia dimana yang
mengakibatkan kekerasan, volume dan pampatan tetapnya akan meningkat. Kekuatan
tarik dan elongasinya juga mengalami perubahan. Perubahan kimia ini bersifat
irreversible. Berbeda pada temperatur rendah, perubahan sifat yang terjadi tidak
permanen karena hanya terjadi perubahan secara fisika, sehingga saat dipanaskan
maka akan kembali ke keadaan semula.

Gambar 3. Kegagalan akibat pengerasan pemanasan dan oksidasi
B. Ketahanan Terhadap Minyak (Oil Resistance)
Menurut Sommer (2009) suatu elastomer dapat terserang struktur kimianya sehingga

dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik, perpanjangan saat elongasi dan
kekerasan. Pada saat elastomer yang mengalami perubahan tersebut berada pada
temperatur tinggi dan waktu papar yang lama akan menciptakan kondisi yang semakin
agresif dan berbahaya bagi keselamatan jika digunakan dalam jangka waktu lama.
C. Pampatan Tetap2
Pampatan tetap adalah persentase defleksi saat elastomer gagal kembali kebentuk
semula setelah jangka waktu tertentu di bawah tekanan dan temperatur tertentu.
Pampatan tetap merupakan faktor terpenting dalam pembuatan seal / o-ring karena
sifat ini merupakan ukuran dari resiliency (hilangnya ketahanan) atau"ingatan" akan
bentuk awal dari barang jadi karet.

t0 = tebal awal

t1 = tebal setelah ditekan

ts = tebal saat pembebanan

c = ketebalan yang hilang

Bentuk asli dari

Saat dibebani

Setelah pengujian,

penampang O-ring

relaksasi 30 menit
Gambar 4. Ilustrasi Pampatan Tetap

Pampatan tetap umumnya dilakukan di udara dan diukur sebagai persentase defleksi
asli. Meskipun diinginkan seal / o-ring yang memiliki nilai pampatan tetap rendah, hal
ini tidak begitu penting karena terdapat variabel-variabel saat pemakaian sebenarnya.
Sebagai contoh, sebuah O-ring dapat terus menutup setelah mengalami pampatan
tetap 100%, temperatur dan tekanan dari sistem kerja tetap stabil dan tidak ada gaya
atau gerakan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada daerah seal yang
mengalami kontak. Pembengkakkan (swelling) akibat kontak dengan cairan yang
dipakai, dapat dikompensasi pada pampatan tetap. Kondisi paling ditakuti adalah jika
terjadi kombinasi dari pampatan tetap tinggi dan penyusutan. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya kegagalan menutup kecuali diberikan remasan yang sangat
tinggi. Semakin rendah nilai pampatan tetapnya maka semakin baik kapasitas seal-nya.
Nilai pampatan tetap akan semakin meningkat dengan meningkatnya temperatur dan
waktu pemakaiannya.
Sumber kegagalan dari pampatan tetap menurut de Graff (2008):


Elastomer yang digunakan memiliki pampatan tetap yang buruk.



Elastomer yang digunakan memiliki ketahanan terhadap panas yang terbatas.



O-ring mengalami swelling pada alurnya akibat tidak kompatibelnya elastomer
dengan cairan kerja yang digunakan.



O-ring mengalami remasan terlalu banyak di alurnya.

Untuk o-ring, minimal remasan sekitar 0,175 mm. Alasannya karena hampir seluruh
elastomer mengalami pampatan tetap 100% hanya dengan sedikit remasan. Suatu

kompon yang tahan atau tidak terhadap pampatan tetap dapat dibedakan dengan
memberi remasan lebih dari 0,127 mm.

Gambar 5. Kegagalan pada Pampatan tetap

Standar yang umum digunakan untuk pampatan tetap adalah ASTM D 395 dan DIN
53517. Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan pampatan tetap dari beberapa
kompon NBR dan EPDM.
Kekerasan
IRHD ± 5

Pampatan tetap 22 jam/100°C,
25% pada O-ring 3.53 mm

NBR 36624

70

max. 20%

Rentang
temperatur
(°C)
- 30 + 120

NBR 47702

90

max. 30%

- 30 + 120

EPDM 55914

70

max. 30%

- 50 + 120

EPDM 55914 PC

70

max. 25% (150°C)

- 50 + 150

Kompon

D. Ketahanan Ozon
Konsentrasi ozon (O3) yang ada dalam lingkungan kerja dapat menyebabkan keretakan
yang mendalam pada bahan elastomer, yang kemudian akan menyebabkan kegagalan
komponen tersebut saat digunakan. Karet umumnya sangat rentan terhadap serangan
ozon dan dapat menimbulkan efek besar pada permukaan tertutup yang berujung pada
penjalaran retakan dan patah. Pada elastomer, menurut de Graff (2008) pengaruh
oksidasi hanya terjadi pada lapisan tipis di permukaan. Tetapi jika elastomer tersebut
mengalami peregangan saat di gunakan, maka oksidasi dapat terjadi hingga kedalam
material tersebut.

Gambar 6. Kegagalan akibat perubahan lingkungan atau retak ozon
E. Ketahanan pada Temperatur Rendah (Brittleness Point)
Semua elastomer akan mengalami beberapa jenis perubahan ketika mereka berada
pada temperatur rendah. Beberapa perubahan terjadi secara cepat sedangkan yang
lainnya dapat terjadi setelah kontak yang terlalu lama. Semua reaksi yang terjadi
menurut de Graff (2008) bersifat reversibel, elastomer akan kembali ke sifat aslinya
ketika temperatur kembali ke temperatur kamar. Pada temperatur rendah material akan
menjadi rapuh dan pecah pada saat ditekuk tiba-tiba atau saat terjadi benturan/impak.
2.2.3. Karakteristik Fisik dan Kimia Karet Nitril (NBR)
Karet nitril menurut Simpson (2002) merupakan kopolimer dari butadiena dan akrilonitril
yang dibuat dengan polimerisasi emulsi. Sifat dari komponnya bergantung dari rasio
akrilonitril/butadiena. Nitril dikenal karena sifatnya yang tahan pada temperatur rendah
dan tinggi dan tahan terhadap minyak, bensin dan pelarut. NBR banyak digunakan
dalam aplikasi teknis karena sifatnya yang tahan abrasi, tahan air dan pampatan tetap
yang baik.

Gambar 7. Monomer dari NBR5
Keberadaan akrilonitril (ACN) menurut Simpson (2002) akan memberikan pengaruh
pada sifat dari NBR. Tingkatan dari jumlah ACN bervariasi dari 15% hingga 50% dan
dapat dibagi menjadi:
Low

18-24%

ACN

Medium Low

26-28%

ACN

Medium

34%

ACN

Medium High

34-40%

ACN

High

50%

ACN

Banyak perubahan sifat yang terjadi dipengaruhi keberadaan ACN, seperti:
% Jumlah ACN 18%→ 50%
Peningkatan ketahanan terhadap minyak



Peningkatan ketahanan terhadap bahan bakar



Peningkatan kekuatan tarik



Kekerasan meningkat



Peningkatan ketahanan abrasi



Peningkatan terhadap ketidak permeabilitas gas



Peningkatan ketahanan panas



Peningkatan fleksibilitas saat temperatur rendah



Peningkatan resilience



Kompatibilitas plastisizer



2.2.4. Karakteristik Fisik dan Kimia EPDM
Kopolimerisasi etilen dan propilen menghasilkan kopolimer yang sangat berguna.
Kristalisasi dari kedua polimer menurut Simpson (2002) tidak akan terjadi jika isi dari
etilen 45-60%, tingkatan dengan jumlah etilen lebih besar, 70-80% dapat mengkristal
sebagian. Jumlah etilen yang sedikit akan lebih mudah untuk di proses.
Salah satu kerugian dari kopolimernya menurut Simpson (2002) adalah tidak dapat
dibuat ikatan silang dikarenakan tidak adanya gugus tidak jenuh didalam rantai utama.
Untuk mengatasinya ditambahkan monomer ketiga, tetapi untuk menjaga kestabilannya
maka monomer tersebut ditambahkan “menggantung” pada rantai utama. Ketiga jenis
monomer tambahan tersebut adalah dicyclopentadiene, ethylidene norbornene dan 1,4hexadiene.

Gambar 8. 3 jenis monomer Ethylene-propylene-diene-methylene rubber (EPDM)
menurut Simpson (2002)
Karena rantai utama dari EPDM bersifat jenuh, baik ko- dan terpolimer dari EPDM
memiliki kestabilan terhadap oksigen, sinar UV dan ketahanan terhadap ozon. EPDM
tidak tahan terhadap minyak dan akan larut dalam alifatik, hidrokarbon aromatik dan
pelarut yang dihalogenasi. Karet ini memiliki sifat tahan listrik yang baik dan stabil
terhadap radiasi. Karena kerapatan jenisnya paling rendah dibandingkan karet si ntetis
lainnya, EPDM dapat menerima filler dan minyak dalam jumlah yang besar saat

dilakukan pencampuran. Memiliki kelemahan sulit untuk dapat melekat bahkan setelah
ditambahkan zat pelekat ditambahkan, sehingga sulit untuk terjadi adhesi dengan
logam, kain dan material lainnya.

BAB III
ANALISIS KARAKTERISTIK NBR DAN EPDM

3.1. Pembuatan dan Pengujian Sifat Fisik NBR dan EPDM melalui Percobaan
Laboratorium
3.1.1. Tahapan Pembuatan Kompon
Kompon dibuat dengan cara dicampurkan dengan bahan kimia lainnya dalam mesin rol
terbuka. Semua pembuatan dan pengujian kompon dilakukan di Laboratorium Karet,
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia. Proses mastikasi dan
pencampuran adalah tahapan-tahapan dalam pembuatan barang jadi karet. Karet
mentah sebagai contoh uji digiling untuk melakukan mastikasi adalah menjadikan karet
mentah menjadi plastis sehingga pencampuran karet mentah dengan bahan-bahan
kimia tertentu dapat berlangsung dengan se mpurna dan tercampur dengan rata.

Gambar 9. Mesin giling terbuka
Langkah selanjutnya setelah mastikasi adalah pencampuran antara karet mentah
dengan bahan-bahan kimia tertentu sehingga terjadi suatu kompon karet. Secara garis
besar tahapan-tahapan pembuatan barang jadi karet adalah sebagai berikut :
a. Mastikasi karet mentah
b. Pencampuran dengan bahan kimia.
c. Pencampuran kompon karet.
d. Pemasakan.

Saat melakukan, karet alam akan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
temperatur yang tinggi, oksigen dari udara dan lama penggilingan. Umumnya proses
mastikasi karet alam belum dicampurkan dengan bahan-bahan kimia lainnya.
Pada proses pencampuran karet mentah dengan bahan-bahan kimia, jenis dan
komposisi dari bahan-bahan pencampur.telah dilakukan beberapa kali penelitian,
sehingga bisa mendapatkan hasil yang optimum dalam hasilnya.
Berdasarkan dari beberapa penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
pencampuran bahan karet dengan belerang (Pemvulkanisir) akan lebih dipercepat
dengan menambahkan Merkaptobenzotiazol (MBT) (sebagai Accelerator) dan akan
diaktifkan dengan menambahkan Seng Oksida (ZnO), dan asam Stearat (Activator).
A. Kondisi Kerja
Metoda yang dipergunakan pada praktikum ini adalah ASTM D 3184 – 88. Temperatur
kerja adalah 70 ° ± 5 °C dan total waktu yang dipergunakan pada pencampuran di
mesin giling adalah 18 menit.
B. Cara Kerja
Contoh karet mentah dan bahan - bahan kimia disiapkan (sesuai dengan penjelasan
pada "persiapan contoh". dan bahan - bahan ditimbang dalam gram).
Mesin giling pencampur dipanaskan sampai temperaturnya 70° ± 5 °C. Selanjutnya
dilakukan pekerjaan seperti tabel berikut :
Waktu
Pekerjaan

Waktu

akumulatif
(menit)

1. Contoh karet mentah digiling pada celah rol 0,20 mm,
2 kali putaran.

1

1

4

5

2. Celah roll dilebarkan menjadi 1,40 mm, contoh karet
digiling lagi dan diusahakan karet melilit roll digiling
sampai permukaan karet menjadi licin. Lebarkan celah
roll menjadi 1.90 mm, penggilingan diteruskan sampai

4 menit.
3. Tambahkan asam stearat secara merata.

2

7

4. Tambahkan berturut-turut ZnO, S dan MBT.

4

11

2

13

2

15

3

18

5. Pada permukaan lilitan dibuat kerataan ¾ lebar lilitan
dan dari setiap sisi 3 kali sehingga jumlah seluruh
kerataan 6 kali.
6. Lilitan karet dilepaskan dari roll dan digulung. Celah
roll diatur 0.80 mm dan gulungan karet digiling lagi
sebanyak 6 kali dan setiap kali penggilingan harus
digulung.
7. Celah roll diatur 1,40 mm untuk menghasilkan
ketebalan dari kompon karet 6 mm dan digiling
sebanyak 4 kali, dan setiap kali harus dilipat.
Selama pembuatan kompon temperatur roll dijaga supaya tetap 70° ± 5 °C. Kompon
yang dihasilkan siap diuji sifat-sifat fisikanya seperti: ketahanannya terhadap pelapukan
pemanasan (heat aging), ketahanan terhadap minyak (Oil Resistance), pampatan tetap
(Compression Set), ketahanan ozon dan ketahanan pada temperatur rendah
(Brittleness Point) terhadap nilai kekerasan dan kekuatan tariknya.
3.1.2. Bahan Kimia yang Digunakan
Formula kompon karet nitril (NBR) menggunakan bahan kimia berikut:
No

Ingredients

PHR

1

Karet Nitril (NBR)

100

2

FEF black (N330)

45

3

Carbon black (N990)

30

4

DOP

8

5

Asam Stearat

1

6

Zinc Oxide (ZnO)

5

7

Antioksidan Amenenocral 81 ona

1

8

TMQ

2

9

TMTD

1,5

10

CBS

3

11

Powder Sulfur

0,2

TOTAL

196.7

Formula kompon karet EPDM menggunakan bahan kimia berikut:
No

Ingredients

PHR

1

EPDM 1045

100

2

Disperator FL

2

3

ZnO

5

4

GPF (N220)

60

5

Hard Clay

150

6

MBT

3

7

Asam Stearat

1

8

Parafinic Oil

65

9

Sulfur

1,7

10

CBS

1

11

TMTD

2

12

ZDBC

0.7

TOTAL

391.4

phr (per hundred rubber) merupakan satuan yang digunakan dalam formulasi kompon,
dimana:7
Phr = (berat bahan/berat karet) x 100
berat bahan = ( berat karet / 100 ) x Phr
3.1.3. Analisis Pengujian Sifat Fisik Elastomer
Kompon yang dihasilkan kemudian diuji sifat ketahanannya terhadap pelapukan
pemanasan (heat aging), ketahanan terhadap minyak (Oil Resistance), pampatan tetap
(Compression Set), ketahanan ozon dan ketahanan pada temperatur rendah
(Brittleness Point) terhadap nilai kekerasan dan kekuatan tariknya.

HASIL PENGUJIAN
PENGUJIAN

KOMPON

Cure Time (menit)

NBR

EPDM

- T 90 (90% Torque) max. (menit)

9,5

23,5

- T 10 (10% Torque) min. (menit)

4

4

66,2

68,4

201,84

79,12

650

450

48,68

50,31

72,2

73,4

181,98

73,26

480

335

82,22

71,47

ML 1+4 (100°C) point

Kondisi Awal:
-

Kekerasan (Shore A)

-

Kekuatan Tarik hingga Patah, TB (kgf/cm2)

-

Perpanjangan hingga Patah, EB (%)

-

Modulus hingga 300%, M 300% (kgf/cm2)

Heat Aging (150 °C ± 1°C hingga 24 jam):
-

Kekerasan (Shore A)

-

Kekuatan Tarik hingga Patah, TB (Kgf/cm2)

-

Perpanjangan hingga Patah, EB (%)

-

2

Modulus hingga 300%, M 300% (Kgf/cm )

Fuel A Resistance (Toluene 100% ):
-

Kekerasan (Shore A)

51,2

40,8

-

Perpanjangan hingga Patah, EB (%)

1,15

52,74

58,8

41,4

53

61,71

53

41,4

67,5

55,78

48,8

33,8

75

47,7

Fuel B Resistance (Toluene + lsooctane =
50:50)
-

Kekerasan (Shore A)

-

Perpanjangan hingga Patah, EB (%)

Fuel C Resistance (Toluene +
lsooctane=70:30):
-

Kekerasan (Shore A)

-

Perpanjangan hingga Patah, EB (%)

Fuel D Resistance (Fuel C + Ethanol = 80:20):
-

Kekerasan (Shore A)

-

Perpanjangan hingga Patah, EB (%)

HASIL PENGUJIAN (Lanjutan)
PENGUJIAN

KOMPON
NBR

EPDM

65,8

42,4

152,24

32,53

Oil Resistance (ASTM # 1):
-

Kekerasan (Shore A)

-

Kekuatan Tarik hingga Patah, TB (Kgf/cm2)

-

Perpanjangan hingga Patah, EB (%)

420

350

-

Modulus hingga 300%, M 300% (Kgf/cm2)

8,6

84,73

66,2

44,2

190,72

26,16

580

350

11,86

149,90

58,64

70,81

96,8

88

Oil Resistance (lRM 903):


Kekerasan (Shore A)



Kekuatan Tarik hingga Patah, TB (Kgf/cm2)



Perpanjangan hingga Patah, EB (%)



Modulus hingga 300%, M 300% (Kgf/cm2)



Compresion set (% )
100°C x 24 jam

Low Temperature : - 40°C x 5 jam


Kekerasan (Shore A)



Tekuk 180° (crack / no)

No crack

No crack



Brittleness point (°C)

- 45

- 60

No crack

No crack

Ozone Resistance (cracks or no)


50 pphm, 40°C, 20% strain, 48 jam

3.2. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Sifat Fisik NBR dan EPDM melalui
Percobaan Laboratorium
3.2.1. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Heat Aging
Dari hasil percobaan terlihat dibandingkan keadaan awal, keadaan NBR dan EPDM
setelah dilakukan pemanasan didalam oven selama 24 jam terlihat terjadi kenaikan
kekerasan dari kedua kompon sekitar 6% untuk NBR dan 7,3% untuk EPDM. Hal ini
kemungkinan disebabkan masih terdapatnya kompon karet yang belum mengalami
curing sehingga saat saat dipanaskan dalam jangka waktu tertentu kompon tersebut
akan mengalami curing kembali terutama dibagian permukaannya. Hal yang berbeda

terjadi pada perpanjangan hingga patah dari kompon (EB), terlihat terjadi penurunan
hingga 26% pada NBR dan 25% untuk EPDM. Terlihat bahwa keuletan dari keduanya
menurun saat dipanaskan pada temperatur dan waktu tertentu. Hal ini berpengaruh
pada penurunan kekuatan tarik (TB ) dari NBR dan EPDM dimana NBR terjadi
penurunan sekitar 9% sedangkan EPDM terjadi penurunan sekitar 7%.
Yang menarik adalah terjadi kenaikan modulus tarik hingga 300% dimana terjadi
kenaikan dibandingkan sebelum terjadi heat aging, hal ini menurut Chandsekaran
(2010) dimungkinkan karena terbentuknya ikatan silang baru saat terjadi curing
sehingga peningkatan keuletannya hanya sebagian saja pada permukaan, sehingga
saat melewati M300% maka akan terjadi penurunan kekuatan tarik dikarenakan sudah
putusnya ikatan silang dipermukaan polimer saat ditarik melebihi 300% sehingga
kekuatan tariknya akan turun saat lewat dari 300% dibandingkan keadaan awal
sebelum dilakukan heat aging.
3.2.2. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Oil Resistance
Dari hasil pengujian ketahanan kompon NBR dan EPDM terhadap minyak diperoleh
terjadi penurunan kekerasan pada kompon NBR dan EPDM, terlihat bahwa keduanya
tidak tahan terhadap media yang menggunakan Toluene baik pada Toluene 100% (Fuel
A), Toluene dan lsooctane dengan perbandingan 50:50 (Fuel B), Toluene dan lsooctane
dengan perbandingan 70:30 (Fuel C), Fuel C dan Ethanol dengan perbandingan 80:20.
Penambahan ethanol di media minyak memperburuk sifat dari keduanya terhadap
minyak. Kompon EPDM memiliki ketahanan terhadap minyak lebih buruk dibandingkan
NBR pada media yang sama. Begitu juga saat digunakan minyak dengan jenis ASTM
#1 dan lRM 903, EPDM mengalami penurunan kekerasan hingga 20 shore A
dibandingkan NBR yang hanya mengalami sedikit penurunan nilai kekerasan.
Berbeda dengan nilai kekerasannya, perpanjangan hingga patah (E B) dari NBR
mengalami penurunan yang drastis pada saat dalam pelarut toluene sedangkan EPDM
mengalami penurunan drastis pada saat dalam Fuel C dan Ethanol.
Saat menggunakan media ASTM #1 dan lRM 903 terlihat EPDM memperlihatkan sifat
yang unik dimana M300% terjadi peningkatan yang signifikan meskipun kekerasan, EB

dan kekuatan tariknya turun, sedangkan pada kompon NBR terjadi tren penurunan
kekerasan, kekuatan tarik, EB , dan M300%-nya.
3.2.3. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Compression Set
Dari hasil pengujian pampatan tetap yang dilakukan pada temperatur 100°C selama 24
jam diperoleh hasil EPDM memiliki kemampuan untuk kembali kekeadaan semula lebih
baik dibandingkan NBR, terlihat NBR memiliki nilai pampatan tetap 58,64% sedangkan
EPDM memiliki nilai pampatan tetap 70,81%. Hasil ini menunjukkan pampatan tetap
dari EPDM lebih baik dibandingkan NBR.
3.2.4. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Ketahanan ozon
Pengujian ketahanan ozon dilakukan pada konsentrasi ozon 50 pphm, temperatur
40°C, tarikan 20% dan selama 48 jam diperoleh hasil baik NBR maupun EPDM tidak
mengalami retakan (crack), maka dapat dikatakan NBR dan EPDM memiliki ketahanan
yang baik terhadap ozon.
3.2.5. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Brittleness Point
Pengujian dilakukan pada dua kondisi:
1. Kedua kompon dimasukkan kedalam lemari pembeku khusus dengan temperatur
- 40°C selama 5 jam dan kemudian kedua sampel ditekuk 180° dan diperoleh
kedua kompon tidak mengalami retakan (crack)
2. Kompon diuji pada rentang suhu dari – 30 hingga – 80 °C untuk melihat
perubahan fasa dari ulet ke getas. EPDM memiliki keunggulan dimana kompon
ini tahan terhadap benturan impak hingga temperatur – 60 °C, sedangkan NBR
hanya tahan hingga suhu – 45 °C.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelusuran literatur dan pengujian langsung di laboratorium
mengenai karakteristik fisik dari dua jenis elastomer NBR dan EPDM untuk seal /o-ring
maka dapat disimpulkan:
1. NBR dapat digunakan sebagai seal /o-ring pada kondisi temperatur kerja
dibawah 150 °C; tidak dapat digunakan pada media minyak toluene dan
campuran toluene dan ethanol; dapat digunakan pada media minyak ASTM #1
dan lRM 903 tetapi tidak boleh dalam keadaan kerja mengalami beban tarik;
memiliki ketahanan ozon yang baik dan dapat digunakan pada temperatur dingin
diatas – 45 °C. NBR sebaiknya tidak digunakan sebagai seal /o-ring yang
mengalami beban tekan atau kompresi yang dinamis dikarenakan kemampuan
pampatan tetapnya yang hanya setengah dari ketebalannya.
2. EPDM dapat digunakan sebagai seal /o-ring pada kondisi temperatur kerja
sekitar 150 °C; tidak dapat digunakan pada media minyak toluene dan campuran
toluene dan ethanol meskipun dalam media ethanol EPDM masih dapat
digunakan.2 EPDM juga tidak dapat digunakan pada media minyak ASTM #1
dan lRM 903. EPDM memiliki ketahanan ozon yang baik dan dapat digunakan
pada temperatur dingin diatas – 60 °C. EPDM dapat digunakan sebagai seal /oring yang mengalami beban tekan atau kompresi yang dinamis dikarenakan
kemampuan pampatan tetapnya yang cukup baik.
4.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah perlu adanya penelitian
lebih mendalam mengenai perubahan sifat fisika dari kompon tersebut secara
mendalam menggunakan pendekatan struktur mikro, sehingga dapat diketahui secara
pasti perubahan ikatan kimia yang terjadi pada polimer saat mengalami lingkungan

tertentu. Hal ini diperlukan untuk dapat memberikan data-data teknis yang lebih akurat
terhadap usaha kecil dan mikro yang membuat suku cadang otomotif dari bahan karet
sehingga dapat membuat suku cadang dari karet dengan lebih akurat dan sesuai
standar keamanan yang diingikan oleh konsumen atau pembeli.

DAFTAR PUSTAKA

Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta . 2008. Pembuatan Produk Karet dan Plastik, Balai
Besar Kulit, Karet dan Plastik. Yogyakarta : TBKKP.TPL.
Chandsekaran, Chellapa. 2010. Rubber Seals for Fluid and Hydraulic Systems. USA :
Elsevier Inc.
de Graaf, Ed. 2008. O-ring Technical Handbook. Netherlands : New Deal Seals.
Martono, Nanang. 2011. Metoda Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Simpson, R.B. 2002. Rubber Basics. United Kingdom : Rapra Technology Ltd.
Sommer, John G. 2009. Engineered Rubber Products, Introduction to Design,
Manufacture and Testing. German : Hanser Publication.
The American Society for Testing and Material. 1987. D 3182: Standard Practice For
Rubber – Material. Equipment and Procedures for Mixing Standard
Compounds and Preparation Standard Vulcanized Sheet.
Philadelphia : ASTM.

BIODATA PENULIS
Victor Tulus Pangapoi Sidabutar, lahir di Jakarta pada
tanggal

18

Oktober

1977,

lulus

S-1

dari

Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia,
Institut Teknologi Bandung pada tahun 2001 dan S -2 dari
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Program studi Ilmu
dan Teknik Material, Institut Teknologi Bandung pada tahun
2003. Pernah bekerja sebagai pengajar di beberapa sekolah
menengah berstandar Internasional baik di Jakarta dan Bandung dari tahun 2007
hingga 2012. Pada tahun 2009 menjadi Pegawai Negeri Sipil di Balai Diklat
Metrologi Departemen Perdagangan Bandung sebagai calon widyaiswara dan saat
ini menjabat Widyaiswara Muda di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor
Indonesia. Pengalaman mengajar pada Diklat Fungsional Penera Ahli pada tahun
2011, mata diklat yang diajarkan adalah Teknologi Mekanik, pada Diklat Fungsional
Pembinaan Penguji Mutu Barang pada tahun 2011 dan 2012 di Balai Diklat
Metrologi, mata diklat yang diajarkan adalah Teknik Pembuatan Pereaksi Kimia,
Pengetahuan Dasar Analisa Kimia dan Pengetahuan Dasar Uji Mekanik dan Fisika
di Balai Diklat Penguji Mutu Barang, dan pada Diklat Desain Kompon dan Barang
Jadi Karet, dan mata diklat yang diajarkan adalah Analisis Kimia Barang Jadi Karet
dan Metoda Pengujian Sifat Fisik Barang Jadi Karet di Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Ekspor Indonesia. Diklat yang pernah diikuti adalah Diklat Fungsional
Penera tahun 2010, berbagai inhouse training yang diadakan di Balai Diklat
Metrologi, Diklat

TOT-Calon

Widyaiswara

di

Pusdiklat Perdagangan

yang

bekerjasama dengan LAN-RI pada tahun 2011, Training of Coaches, Manajemen
Ekspor Impor dan SEO for Business di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Ekspor Indonesia. Saat ini penulis memiliki Certificate IV in Training and
Assessment dari Victoria University, Australia pada tahun 2011 dan Welding
Inspector dari B4T pada tahun 2012.