Prospek kesehatan lingkungan doc 1

PROSPEK
PENDIDIKAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PADA MASA DEPAN
Oleh : Ibrahim DP

I. Tantangan dan Peluang
A. Tantangan Situasional
1. Globalisasi
2. Nasional (program pembangunan)
3. Otonomi Daerah
4. Konsumen
5. Tuntutan Standar Operasional Institusi Pendidikan (Otonomi, akuntabilitas, jaminan
mutu dan trasparan)
6. Tuntutan Pertumbuhan dan Perkembangan Kelembagaan Pendidikan/ Ketenagaan
Kesehatan Lingkungan
a. Pengembangan Keilmuan
b. Pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan
B. Peluang
1. Essensi Pelayanan Kesehatan Lingkungan sebagai Upaya Preventif dan Promotif
2. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Lingkungan
3. Pelayanan Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan yang Mandiri (Klinik Sanitasi)

II. Pendekatan Pemecahan Masalah Pelayanan Kesehatan Lingkungan
A. Pendekatan Sistem
B. Pendekatan Paradigma Kesehatan dan Paradigma Kesehatan Lingkungan
C. Pendekatan Epidemiologi
D. Pendekatan Ekologi
III. Program-Program Pembangunan Kesehatan Lingkungan
A. Program Pembangunan Pelayanan Kesehatan Lingkungan
B. Program Pembangunan Pelayanan Kesehatan Lingkungan yang terkait
IV. Prospek Tenaga Kesehatan Lingkungan Pada Masa Depan
A. Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan Pemerintah
B. Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Swasta
1. Kawasan Industri
2. Kawasan Transportasi
3. Kawasan Perumahan
4. Kawasan Tempat-Tempat Umum
V. Simpulan

I.

Tantangan dan Peluang

A. Tantangan Situasional
1. Tatangan Global
Adanya perobahan pada suatu belahan dunia akan memberi pengaruh pada belahan
dunia lainnya. Demikian pula halnya pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan
yang titik akhirnya akan dipengaruhi oleh perkembangan di dunia perdagangan.
Perdagangan global seperti kerjasama eknomi Asia Pasifik (APEC), AFTA, WTO,
wilayah regional (ASEAN), wilayah bilateral (MALINDO), semuanya bermuara
kearah pasar bebas.
Hal ini menuntut adanya regulasi dan deregulasi dalam upaya memberi keamanan
kepada para investor, konsumen, upah buruh dan perlindungan lingkungan (ISO
9000, ISO 14000 dll)
2. Nasional (program pembangunan)
Kebijakan nasional tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan
Jangka Panjang.
Tantangan ini tertuang dalam program-program pembangunan tahunan
Program-Program Pembangunan Kesehatan Lingkungan dan Program Kesehatan
Lingkungan terkait meliputi sbb.;
a. Program Kesehatan Lingkungan meliputi sbb.;
Program Lingkungan Sehat
Kegiatan Pokok meliputi sbb.:

1) Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
2) Pemeliharaan dan pengawasan kalitas lingkungan
3) Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan; dan
4) Pengembangan wilayah sehat
b. Program Kesehatan Lingkungan terkait meliputi sbb.;
1) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan Pokok terkait dengan Kesehatan Lingkungan meliputi sbb.:
a) Pemngembangan Media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE)
b) Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti Posyandu
, UKS dan generasi muda
c) Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (dalam hal KL)
2) Program-Program Upaya Kesehatan Masyarakat
Kegiatan Pokok terkait dengan KL meliputi sbb.;
a) Pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya
b) Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana Puskesmas
dan jaringannya

c) Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generic
essensial

d) Peningkatan pelayanan kesehatan termasuk kesehatan lingkungan
e) Penyediaan biaya operasional dan pemelihraan
3) Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Kegiatan pokok terkait dengan KL meliputi sbb.:
a) Pencegahan dan penanggulangan factor risiko
b) Penemuan dan tatalaksana penderita
c) Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
d) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit
4) Sumber Daya Kesehatan
Kegiatan pokok meliputi sbb.:
a) Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan (KL)
b) Peningkatan ketterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan mellaui
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
c) Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringannya
serta rumah sakit
d) Pembinaan tenaga kesehatan
e) Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan (KL)
5) Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Kegiatan pokok meliputi sbb.:

a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan
b) Pengembangan system perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan
pengen-dalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan,
serta hukum Kes.
c) Pengembangan system informasi Kes.
d) Pengembangan system kesehatan daerah, dan
e) Peningkatan jaminan pembiayaan kesehat-an masyarakat secara kapitasi
dan pra upaya terutama bagi penduduk miskin yang berkelanjutan
6) Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kegiatan Pokok meliputi sbb.:
a) Penelitian dan pengembangan
b) Pengembangan tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian dan
c) Penyebarluasan dan Pemeliharaan hasil penelitian dan pengembangan
kesehatan
3. Otonomi Daerah
Amanat UU Dasar th.1945 Pasal 18, diikuti dengan UU No.1 Th.1945, UU No.22
th. 1948, UU. No.1 th. 1957, Pempres No.6 th. 1969, Penpres No.5 th. 1960,
UU. No.18 th. 1965 dan 1974 (UU.No.5) tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
Daerah. UU. No. 22 th. 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 th. 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.


Pasal 11 (2) UU No.22 th.1999, dinyatakan bahwa Bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, perumahan, koperasi, dan
tenaga kerja.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis,
baik nasional maupun internasional, dan gerakannya sangat cepat dan sifatnya
dinamis. Perkembangan ini membuka peluang secara terbuka kepada pelaksanaan
Otonomi Daerah yang menetapkan bahwa reformasi merupakan momentum yang
tepat bagi realisasi Otonomi Daerah, sehingga potensi sumber daya daerah akan
terangkat di dalam era globalisasi. Namun kendala utamanya adalah krisis politik
yang belum selesai sampai saat ini.
Titik berat Otonomi Daerah adalah Daerah Tingkat II yaitu Kab. dan Kota, sedang
Propnsi merupakan wilayah administratif. Dampak adalah makin besarnya urusan
yang diserahkan kepada Daerah diperlukan tenaga profesional baik di propinsi,
maupun daerah otonom
4. Konsumen
Batasan konsumen bukan saja pada masyarakat umum, tetapi juga masyarakat khusus
seperti industri jasa (transportasi, tempat-tempat umum), industri produksi dan

manufaktur, instansi pemerintah, dan lainnya.
Untuk itu diperlukan teknologi produktif, yang berorientasi pada lingkungan dan
kesehatan masyarakat, maka dikembangkan Bapedal, Meneg PPLH, Komosi-komisi
AMDAL dan berbagai upaya swasta yang memberi perhatian pada masalah dampak
terhadap lingkungan.
5. Tuntutan Standar Operasional Institusi Pendidikan (Standar Pendidikan Nasional)
Suka tidak suka, mau tidak mau, maka setiap unit pndidikan harus menjalankan Standar
Pendidikan Nasional (SPN) meliputi otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi
yang transparan.
Terkait dengan jaminan mutu maka unit pelaksana pendidikan harus selalu melakukan
perobahan mengikuti kebutuhan para stakeholder (mahasiswa, orang tua, pemerintah
dan para dosen) maka pengelola unit pendidikan harus menlaksanakannya,
Peningkatan mutu harus selalu disesuaikan dan berkelanjutan (”continous
improvement”) dan sesuai dengan SPN
6. Tuntutan Pertumbuhan dan Perkembangan Kelembagaan Pendidikan/Ketenagaan
Kesehatan Lingkungan
a. Pengembangan Keilmuan
Bila dibandingkan dengan ilmu dan teknologi kesehatan masyarakat, kesehatan
lingkungan memang lebih khusus. Namun bila ditinjau dari aspek-aspek dan


komponen-komponennya, kesehatan lingkungan ini sendiri masih bersifat umum
dan sudah saatnya untuk dikembangkan lebi tajam kearah konsentrasi-konsentrasi
yang lebi tajam.
Demikian halnya perbedaan antara pendidikan akdemik dan pendidikan keahlian.
Semakin tinggi pendidikan akademik, semakin luas wawasan ilmiahnya. Sedang
pendidikan keahlian semakin tinggi semakin khusus bidang keahliannya.
Departemen Kesehatan juga mengembangkan dua hal meliputi; 1) ketenagaan (APK
menjadi AKL, bergabung dalam Politenik Kesehatan menjadi Jurusan Kesehatan
Lingkungan Diploma III, selanjutnya dikembangan Program Diploma IV sejak th.
2008) dan 2) pengembangan program (dikembangan Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan sejak tahun 1993)
Tuntutan Standar Operasional Pelayanan, di mana selama ini upaya kesehatan
lingkungan dilaksanakan oleh tenaga lulusan D1, D3, S1 dan S2, mereka
terdistribusi pada tugas-tugas perencanaan (S1 dan S2) dan tugas-tugas operasional
(D1 dan D3).
Bila dicermati perkembangan tuntutan di atas maka kualifikasi jajaran opersional
perlu ditingkatkan. Tuntutan kualitas dan kuantitas semakin hari semakin
meningkat.
Kualifikasi yang dituntut bukan saja kemampuan, tetapi juga jenjangnya. Upaya
peningkatan kemampuan dan jenjang mutlak diperlukan dalam rangka menghadapi

era persaingan bebas yang sudah sangat dekat.
Upaya kesehatan lingkungan bukan hanya tanggung jawab Departemen Kesehatan
RI, tetapi juga departemen lainnya seperti Departemen Perindustrian, Pariwisata,
Pertanian dan sektor lainnya.
b. Pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan
Meantisipasi pelaksanaan pasar bebas Asean, APEC, maka pengembangan
kelembagaan seperti Poltekkes Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan, dengan
peningkatan spesialisasi dan jenjang ke Diploma-Empat dan bila memungkinkan
dengan ketersediaan sumber daya diusulkan ke Spesialisasi Satu dengan
konsentrasi-konsentrasi yang lebih tajam.
B. Peluang
1. Visi, misi, sasaran dan arah kebijakan Departemen Kesehatan
Visi; Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan (2010-2014)
Misi Depkes RI (2010-2014)
1) Meningkatkan derjat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat
termasuk swasta dan masyarakat madani
2) Melindungi ksehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan
3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan dan


4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
Salah satu strategi Depkes (2010-2014) adalah:
Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata
dan bermutu
Sasaran utamanya adalah menurunkan angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per
1000 kelahiran hidup serta
Arah kebijakan ditujukan pada peningkat kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan
dan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat di samping persyaratan
dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar
Amanat UU No.36 tah. 2009 tentang Kesehatan
Perimbangannya:
1)
Kes. adalah hak asasi manusia
2)
Prinsip non diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan
3)
gangguan kesehatan menimbulkan gangguan ekonomi
4) setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan Kesehatan
Lingkungan
Hal-hal yang perlu dicermati sbb.:

1) Pasal 1 (Sumber Daya Kesehatan, tenaga kesehatan)
2) Pasal 16 (tanggung jawab pemerintah)
3) Pasal 21 (perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan dan Pengaturan dengan UU Tenaga
Kesehatan)
4) Pasal 22 (Kualifikasi miminum)
5) Pasal 23 (Izin bagi tenaga kesehatan)
6) Pasal 24 (kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedure operasional)
7) Pasal 162 dan Pasal 163 (kesehatan lingkungan)
2. Essensi Pelayanan Kesehatan Lingkungan sebagai Upaya Preventif dan Promotif
Konsep awal penyebab penyakit adalah lingkungan, dapat kita lihat konsep
”niasma theory” yang dikenal dengan ”ma area” atau udara buruk.
Hasil penyelidikan John Snow di Inggris menyimpulkan bahwa lingkunganlah
sebagai mata rantai terjadinya penularan penyakit. Sehingga muncul semboyan
”Prevention is better than care”
yang ditopang dengan pemahaman mekanisme peranan lingkungan dalam konteks
penularan penyakit.
Selanjutnya memunculkan batasan sbb.:
”sanitation is the prevention of disease by eliminating or controlling the
environmental factors which form links in the chain of transmission” (WHO)

(Sanitasi adalah tindakan pencegahan penyakit dengan memutus atau
mengendalikan faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit.
Perkembangan selanjutnya adalah dengan perkembangan IPTEK mendorong
kerusakan lingkungan secara kuantitatif meningkat secara kualitatif secara
kompleks. Terkait dengan masalah ini para ahli menyampaikan konsep baru
tentang penyakit yaitu konsep kesehatan lingkungan.
3. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Lingkungan.
Berkembangnya Desa Siaga yang memberi peluang di samping tenaga Bidan
(menangani masalah kesehatan yang ringan), Gizi (melakukan deteksi dini
terhadap maslah yang dihadapi masyarakat) dan tenaga Kesehatan Lingkungan
(Sanitasi) yang diharapkan menangani segala faktor lingukungan yang memberi
pengaruh pada masalah kesehatan dalam wilayah kerjanya.
4. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan
Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pada hidup bersih dan sehat
Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan: Info thn 2002 persentase masyarakat yang
akses terhadap air bersih sekitar 50% rumah tangga dan sanitasi dasar sekitar 63,5%.
Kesehatan lingkungan yang merupakan kgiatan lintas program dan lintas sektor belum
dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan
Sampai saat ini penyakit yang berbasis lingkungan masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat, seperti penyakit Demam Berdarah Dengue sekitar 0,019/1.000 penduduk,
angka kematian pada kejadian luar biasa (KLB) 3/1.000 penduduk. Penyakit TB Paru,
diperkirkan oleh WHO (th.1999) setiap tahun di Indonesia terjadi 583.000 kasus baru,
kematian sekitar 140.000 orang, artinya setiap 100.000 penduduk terdapat 130
penderita TB Paru BTA positip.
Proporsi penderita Pneumonia Balita yang berobat ke Puskesmas sekitar 3/10.000
Balita (th.2002). Diare sesuai hasil survei Sub Direktorat Diare dan Penyakit
Pencernaan ditemukan insiden Diare 374/1.000 penduduk (th.2003), Malaria dengan
Annual Malaria Incidence (AMI) sekitar 22,27/1.000 pddk, yaitu kesakitan Malaria
tanpa konfirmasi laboratorium dan Annual Parasite Incidence (API) yaitu angka
kesakitan malaria dengan konfirmasi laboratorium sekitar 0,47/1.000 pddk (tahun
2002).
Masalah ini diketahui, terbanyak terdapat di wilayah kerja Puskesmas dan penyakit
terbanyak adalah yang terkait dengan kesehatan lingkungan. Demikian pula upaya
pengobatan penyakit dan upaya peningkatan dan perbaikan kualitas lingkungan
dikerjakan tersendiri, tidak terintegrasi dengan upaya terkait lainnya.
Petugas medis dan atau paramedis melaksanakan upaya penyembuhan dan pengobatan
tanpa memperdulikan kondisi lingkungan perumahan/permukiman si pasien. Di sisi
lain petugas kesehatan lingkungan melakukan upaya kesehatan lingkungan tanpa

memperhatikan permasalahan
lokasi/kawasan tersebut.

penyakit

dan

atau

kesehatan

masyarakat

di

Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis
lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat untuk upayaupaya kesehatan dimasa mendatang (Hasil Rapat Kerja Menteri Kesehatan RI dengan
Komisi VI DPR-RI, tanggal 15 September 1998). Dengan paradigma ini maka
pembangunan kesehatan lebih terfokus pada upaya promotif dan preventif dibanding
upaya kuratif dan rehabilitatif.
5. Pelayanan Kesehatan Lingkungan/Sanitasi Lingkungan yang Mandiri (Klinik Sanitasi)
Melalui Klinik Sanitasi diharapkan upaya pelayanan kesehatan promotif, preventif
dan kuratif dilaksanakan secara terintegrasi melalui pelayanan kesehatan
pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung
Puskesmas.
Puskesmas memiliki misi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan esensial yang
bermutu, merata, dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk itu dilakukan
dengan cara membina peran serta, upaya kesehatan inovatif, dan pemanfaatan
teknologi tepat guna.
Bertitik tolak dari hal-hal di atas, maka lahir konsep Klinik Sanitasi sebagai suatu
upaya terobosan yang memadukan ketiga jenis upaya pelayanan kesehatan dalam
rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara terpadu, terarah dan
berkesinambungan. Konsep ini pertamakali diperkenalkan dan dikembangkan oleh
Puskesmas Wanasaba Kabupaten/Kota Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat
sejak Nopember 1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh beberapa Puskesmas
yang ada di Propinsi Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera
Selatan dan Kalimantan Selatan. Saat ini (th. 2003) Klinik Sanitasi sudah
dikembangkan lebih dari 1.000 Puskesmas di seluruh Propinsi di Indonesia. Dengan
makin berkembangnya kegiatan Klinik Sanitasi maka kepada mahasiswa khususnya
yang bergerak dibidang kesehatan lingkungan dan atau sanitasi, perlu disosialisasikan
agar pengembangannya jauh lebih baik dan lebih berkembang kearah yang positif dan
menguntungkan semua pihak.
II. Pendekatan Pemecahan Masalah Pelayanan Kesehatan Lingkungan
A. Pendekatan Sistem
Sistem merupakan suatu tatanan dari hal-hal yang saling berkaitan dan berhubungan
sehingga membentuk satu kesatuan dan keseluruhan.
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya Bangsa
Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945
Sistem merupakan kumpulan unsur-unsur yang saling berinterkasi, berhubungan dan
bergantungan untuk menuju tujuan bersama .

Sistem adalah suatu tatanan yang terdiri dari bahagian-bahagian, unsur-unsur atau prosesproses yang kait mengkait saling bergantungan dan saling berhubunganyang secara
bersama melakukan beberapa fungsi untuk menyelesaikan suatu atau kumpulan tujuan
Sistem merupakan suatu tatanan di mana terjadi suatu kesatuan usaha dari berbagai unsur
yang saling berkaitan secara teratur menuju pencapaian tujuan dalam suatu batas
lingkungan tertentu.
Analisis sistem sebagai salah satu metode ilmiah dengan ciri sebagaimana di bawah ini.
1) logis, artinya masuk akal yaitu sesuai hukum ilmiah.
2) obyektif, artinya sesuai dengan fakta, untuk itu perlu mencari data.
3) sistematis, artinya memiliki keteraturan internal tidak semrawut
4) andal, artinya dapat diuji dan diuji kembali secara terbuka
5) dirancang dan
6) direncanakan serta
7) kumulatif, artinya sebagai acuan penting bagi kegiatan ilmiah selanjutnya dalam
upaya pengembangan ilmu.
Dengan demikian maka dalam upaya pemecahan masalah kesehatan lingkungan perlu
dilakukan melalui pendekatan sistem, dengan harapan semua mitra kerja terkait bekerja
sama untuk menyusun rencana secara terpadu dalam penanganan upaya kesehatan
lingkungan
B. Pendekatan Paradigma Kesehatan dan Paradigma Kesehatan Lingkungan
Paradigma Sehat “Shifting the Mindset”, sebagai upaya merobah alur pikir masyarakat
tentang sehat
Business Sakit ke Business Sehat (“Core-Business”)
Prevent the Problems rather then Treating the Problems
Visi Indonesia Sehat 2010,
10 Tahun kedepan, Indonesia Sehat 2010
bertujuan Memperbaiki ”Human Development Index” Indonesia
Misi dan Strategi Indonesia Sehat 2010
“Shifting the Minset”
ke Sehat
Sakit
Dari
ke
Dari
Dari

Paradigma Sehat

Paradigma Sakit
Bisnis Sakit

Misi dan Strategi Indonesia Sehat 2010

ke

Bisnis Sehat

Sesungguhnya:
1) Pembangunan Berwawasan Kesehatan (Paradigma Sehat)
2) Profesionalisme
3) JPKM
4) Desentralisasi
Gambar 1. Skema Interaksi antara Kesehatan, In-come dan
Pendidikan
Kesehatan

Masalah
Indonesia Sakit

HDI Indonesia
109/180 Negara

In-come
Ekonomi

HDI
Indonesia
2000
Pendidikan

Sumber:

Melahirkan suatu ciri tentang Masyarakat Indonesia sebagaimana berikut ini.
1) Sakit-sakitan (Kesehatan)
2) Bodoh (Pendidikan)
3) Miskin (In-come)
Visi (merupakan Pandangan kedepan);
Paradigma kesehatan lingkungan merupakan
Pendekatan paradigma kesehatan lingkungan berdasarkan teori simpul
Gambar 2. Paradigma Kesehatan Lingkungan
Mitigasi/Program Kesehatan
Lingkungan (Manajemen

Sumber
Perobahan
Peristiwa
Alam
Aktivitas
Manusia
(Sumber
Penyakit

Air
Udara
Tanah
Unsur Makanan
Vektor/Binatang
Serang Langsung
Manusia

Masyarakat
(Sex/Umur
Lokasi/dll)
(Variabel
Kependudukan)

Sumber perobahan sekunder
(pendatang baru, transportasi,
perdagangan), industri kecil dll
(Variabel berpengaruh lainnya)

Sakit

Simpul 1

Simpul 2

Simpul 3

Simpul 4

Sumber: Acmadi, 1987; Paradigma Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja; Jakarta: Mimeograph; FKMUI

Patogenesis penyakit terkait erat dengan kesehatan lingkungan, di mana ilmu kesehatan
sebagai ilmu yang mempelajari hubungan interaktif antara komponen lingkungan yang
memiliki potensi bahaya penyakit dengan berbagai variabel meliputi kependudukan,
perilaku dan pelayanan kesehatan. Di samping itu ilmu kesehatan lingkungan memiliki
metode, baik dalam pengukuran maupun solusi terhadap masalah yang ditimbulkan.
Bila dicermati pengertian tentang lingkungan memang amat luas cakupan dan
jangkauannya, namun kesehatan lingkungan fokus perhatiannya pada faktor lingkungan
yang memiliki potensi menimbulkan penyakit.
Sebagai contoh kita sedang berada pada suatu tempat, maka berbagai benda hidup dan
benda mati ada di sekitar kita, dalam hal ini disebut sebagai lingkungan manusia, namun
tidak semua yang ada disekitar kita dapat menimbulkan atau berpotensi menibulkan
penyakit.
Gambar 3. Diagram Skematik Patogenesis Penyakit

Sumber
Penyakit

Komponen
Lingkungan

Penduduk

Sakit/
Sehat

Variabel lain yang Berpengaruh
Sumber: Achmadi, Umar Fahmi, 2005; Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah;
Jakarta: Penerbit Buku Kompas. h. 25

C. Pendekatan Epidemiologi
Menurut John Gordon ada 3 aspek yang menyebabkan terjadinya penyakit meliputi
sebagaiman di bawah ini.
1) agent yang berasal dari sifat pembawaan agen yang memiliki kemampuan
menimbulkan penyakit,
2) penjamu (”host”) terkait dengan manusia, terutama mencakup faktor biologi (Umur),
jenis kelamin, suku bangsa, kekebalan khusus, dan lain-lain sifat yang terkait dengan
kekebalan dan resistensi atau perilaku (dalam bentuk kebiasaan dan adat istiadat),
3) faktor lingkungan (”environment”) meliputi seluruh aspek di luar agen dan manusia
(host), dengan demikian lingkungan sangat beraneka ragam dan umumnya meliputi 2
kategori (fisik meliputi lingkungan alamiah yang terdapat sekitar manusia) dan
lingkungan non-fisik merupakan lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya
interaksi antar manusia meliputi faktor sosial budaya, norma, nilai dan adat istiadat).

Faktor Penyabab (“Agent”) meliputi:
Biologis:
Kimia:
Protozoa
Pestisida
Metazoa
Zat tambahan pd.mak.
Bakteri
Obat-obatan
Virus
Zat-zat kimia industri
Ricketsia
Jamur
dll

Fisik:
Panas
Cahaya
Sinar X
Kebisingan
Getaran
Benda meluncur

Faktor Lingkungan (“Environment”) meliputi:
Fisik:
Panas
Udara
Cahaya
Musim
Sinar X
Kondisi Geologis
Kebisingan
Getaran
Benda meluncur
dll
Faktor Lingkungan (“Environment”) meliputi:
Lingk.Biologik:
Protozoa
Metazoa
Bakteri
Virus
Ricketsia
Jamur
Hewan & tumbuh-tumbuhan
Mikroorganisme saprophit
Tumbuhan sumber nutrient
sebagai vektor penyakit dll
Faktor Penjamu (“Host”) meliputi:
Umur
Penyakit sebelumnya
Jenis Kelamin
Gaya hidup
Ethnis
Status Sosial Ekonomi
Keturunan
Gizi
Status perkawinan dll
Gambar 4. Model Segitiga Epidemiologi

INDUK SEMANG
(“HOST”)

AGEN
(“AGENT”)

LINGKUNGAN
(“ENVIRONMENT”)

Pendekatan Ekologi
Ekologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya (Ralph and Mildre B, 1970 h.3 dalam Mukono,
H.J., 2000.
Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Cetakan Pertama, Airlangga University Press,
h.30). Ekologi berasal dari kata Oikos berarti rumah atau tempat tinggal dan Logos
berarti studi. Pertama kali disitir oleh Ernest Haeckel seorang ahli biologi Jerman tahun
1869.
Ekologi meliputi 2 kajian sbb.;
1)
Autekologi membahas tentang interaksi organisme dengan lingkungannya (siklus
hidup organisme, adaptasi terhadap lingkungan
2)
Sinekologi membahas tentang interaksi kelompok organisme di daerha tertentu
(ekologi populasi, ekologi komunitas)
Menurut habitat ekologi meliputi sbb.;
1) ekologi dasar
2) ekologi perairan dll.
Menurut Taksonomi eklogi meliputi sbb.;
1) ekologi tumbuhan
2) ekologi manusia dll
Ekologi kesehatan pada prinsipnya meliputi segala sesuatu mengenai interaksi antara
lingkungan alam dan kondisi kesehatan masyarakat. Faktor alam seperti matahari, atmosfir,
air dan tanah akan mempengaruhi lingkungan tempat masyarakat berada.
Sedangkan lingkungan itu sendiri dari lingkungan buatan dan lingkungan alami. Lingkungan
buatan akan dipengaruhi oleh kondisi alam seperti iklim.
Dalam kaitannya dengan lingkungan buatan, maka masyarakat akan mengolah lingkungan
buatan tersebut menghasilkan suatu produk.
Produk ini menimbulkan adanya pihak produsen dan pihak konsumen di samping itu maka
unsur atau faktor lingkungan alam dan lingkungan buatan ikut beriteraksi dan pada gilirannya
menimbulkan dampak baik yang positif (meningkatkan kesejahteraan masyarakat) maupun
yang negatif (bencana alam, penyakit dsb.)
Konsep ekologi kesehatan (”Concept of Health Ecology”) bersumber dari tulisan Shosuke
Suzuki (1988) dalam bukunya ”Health Ecology in Indonesia” Syosei Corporation Japan

dalam Mukono, H.J., 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Cetakan Pertama,
Airlangga University Press, h. 32)
IV. Prospek Pendidikan Tenaga Kesehatan Lingkungan Pada Masa Depan
A. Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan Pemerintah
Upaya pelayanan kesehatan lingkungan pada awalnya hanya dikaitkan dengan upaya yang
terkait dengan sumur, jamban, sampah, air minum, dan makanan minuman. Upaya
kesehatan lingkungan masih sering dikaitkan dengan kebersihan lingkungan rumah tangga
atau wilayah kampung setempat, sehingga kehilangan interaksi dengan faktor ekologis
yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang jauh lebih luas.
Misalnya suhu di dalam rumah yang panas tidak dapat diselesaikan hanya dengan
memperbaiki ventilasi di dalam rumah, namun upaya kesehatan lingkungan perlu diliat
secara luas, yakni dengan melibatkan berbagai satuan-satuan ekosistem yang utuh, seperti
ekosistem kota, ekosistem desa, daerah aliran sungai, pantai, pulau atau yang lebih besar
lagi.
Disadari bahwa kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan dalam
kesejahteraan penduduk. Di mana lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup
dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya angka kematian bayi pada suatu daerah
disebabkan karena faktor perilaku (perilaku perawatan pada saat hamil dan perawatan
bayi, serta perilaku kesehatan lingkungan ) dan faktor kesehatan lingkungan.
Pada masa yang datang pemerintah lebih fokus pada pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan dan pengembangan wilayah yang berkesadaran lingkungan, sementara
pihak pengguna infrastruktur dalam hal ini masyarakat secara keseluruhan harus
disiapkan dengan kesadaran lingkungan yang lebih baik (tahu sesuatu atau tahu bersikap
yang semestinya)
Masa datang kita dihadapkan dengan penggunaan IPTEK yang lebih maju dan lebih
kompleks yang memerlukan profesionalisme yang lebih baik dengan jenjang pendidikan
yang memadai.
Di samping itu dalam proses pembangunan masa datang, diperlukan adanya teknologi
kesehatan lingkungan yang menitik beratkan upayanya pada metodologi mengukur
dampak kesehatan dari pencemaran yang ditimbulkan oleh adanya pembangunan,
Indikator ini harus mudah, murah untuk diukur juga sensitif menunjukkan adanya
perubahan kualitas lingkungan.
Demikian pula dalam melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
maka diperlukan adanya keterlibatan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL),

untuk mengamati berbagi faktor risiko (”risk factor”) yang ada di lingkungan, mengingat
selama ini aspek kesehatan jarang disentuh oleh AMDAL Hal ini menuntut tersedianya tenaga
yang dapat menangani hal ini.
Di samping itu kita juga dituntut untuk membuat model dinamika kualitas kesehatan
masyarakat atau penduduk yang dikaitkan dengan ”Risk factor” di lingkungan tempat tinggal
penduduk, yang merupakan teknologi yang dapat menunjang pelaksanaan pembangunan
berwawasan lingkungan
B. Prospek pada Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Swasta
Perkembangan berbagai kawasan seperti kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan
transportasi, kawasan wisata atau tempat-tempat umum, maka menuntut pula perkembangan
wilayah disertai dengan tuntutan pengadaan infrastruktur, disertai dengan upaya rekayasa
penanggulangan kerusakan lingkungan yang terjadi setelah fase konstruksi. Hal ini
menunjukkan belum berjalannya perencanaan pembangunan berwawasan lingkungan.
Mencermati hal ini, maka prospek keberadaan tenaga kesehatan lingkungan yang berkualitas
dengan jenjang yang lebih baik akan dapat menyelesaikan permasalahan seperti yang terjadi
saat ini.
V. Simpulan
Prospek pendidikan tenaga kesehatan lingkungan dan lulusannya pada masa mendatang yang
penuh tantangan dan peluang, akan lebih kompetitif dan lebih profesional terutama dalam
menghadapi upaya pemerintah yang lebih fokus pada pembangunan dibidang industri yang
dikenal dengan indutrialisasi dan menuju pasar bebas.
Disadari bahwa makin berkembang industri dan perdagangan suatu negara, makin
membutuhkan peningkatan kualitas lingkungan, dengan demikian maka tenaga kesehatan
lingkungan makin dibutuhkan dibandingkan dengan upaya kesehatan kerja akan makin
menurun kebutuhannya di mana industri lebih banyak memanfaatkan robot.
Dalam menghadapi masa depan, hanya dengan tekad, kemauan, kesungguhan, kedisiplinan
dan usaha yang sungguh-sungguh disertai dengan imam dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang mampu menghadapi persaingan pada masa depan