Makalah MTK SD teori kontruktivisme dan

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pendekatan pembelajaran MTK SD ( Konstruktivisme dan Konstektual )” ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Pengembangan Pembelajaran MTK SD. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan
data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan
Pendekatan pembelajaran MTK SD.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai pendekatan pembelajaran
khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Jakarta, 19 Maret 2014

Penyusun

BAB I
A. PENDAHULUAN
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun
melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat
logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika

bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh
siswa, proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian
dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah
dimiliki oleh siswa.
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir
dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram,
dalam menjelaskan gagasan. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan
menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta
mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.
Adapun kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam
belajar matematika adalah sebagai berikut : (1) menunjukkan pemahaman konsep matematika
yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah ; (2) memiliki
kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk
memperjelas keadaan atau masalah ; (3) menggunakan penalaran pada pola, sifat atau
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika ; (4) menunjukkan kemampuan strategik
dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam
pemecahan masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.


Namun, kondisi di lapangan belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik
pembelajaran matematika. Pendekatan abstrak dengan metode ceramah dan pemberian tugas
sangatlah dominan pada setiap aktivitas pembelajaran. Sangat jarang dilakukan pembelajaran
matematika yang mampu mengaktifkan siswa serta memberikan kebermaknaan dalam belajar
matematika. Tidak jarang siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit karena
harus menghafal sekumpulan rumus-rumus. Faktor penguasaan guru pada materi-materi
matematika serta pendekatan pembelajaran matematika sangatlah penting karena inilah yang
menjadi modal dasar bagi guru.
pelaksanaannya, pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa lepas dari masalahmasalah yang ada di dalamnya. Para guru menyadari bahwa matematika bukanlah termasuk
bidang studi yang mudah bagi kebanyakan peserta didik. Matematika sering dikeluhkan
peserta didik sebagai bidang studi yang sulit dan membosankan karena biasanya matematika
diajarkan dengan metode yang tidak menarik yaitu guru menerangkan sementara peserta
didik hanya mencatat. Selain cara penyajian materi pelajaran atau suasana pembelajaran yang
dilaksanakan, penyebab kesulitan dalam mempelajari matematika yang lain adalah alat
penilaian yang digunakan. Faktor dominan yang memiliki pengaruh besar adalah masukan
instrumental yang meliputi pendidik, sarana, kurikulum (dalam arti luas) serta evalusi hasil
belajar.
Oleh karena itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan, yaitu hasil belajar
matematika, sekiranya perlu diupayakan pula peningkatan mutu dari proses pembelajaran itu

sendiri. Mutu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat sarana penunjang seperti
perangkat pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sesuai dengan
pendekatan pembelajaran yang digunakan. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat belajar
secara aktif, selain itu juga agar pengelolaan pembelajaran dan penilaian dilakukan secara
baik oleh guru.

Kecenderungan pembelajaran matematika saat ini adalah pembelajaran yang
memusatkan pada keterlibatan peserta didik secara aktif. Tapi kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah khususnya di SD
masih berjalan secara konvensional. Banyak guru matematika yang mendominasi
pembelajaran sehingga aktivitas peserta didik cenderung kurang. Selain itu, salah satu
keluhan yang banyak terdengar dalam dunia pendidikan matematika adalah kurangnya
keterkaitan antara pembelajaran matematika di sekolah dengan dunia nyata dan kehidupan
sehari-hari.
Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah adalah dengan penggunaan pendekatan
yang sesuai. Salah satu pendekatan pembelajaran yang menggunakan penerapan matematika
dalam kehidupan sehari-hari adalah pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual
menekankan pada pentingnya lingkungan alamiah yang diciptakan dalam proses belajar
mengajar agar kelas lebih hidup dan bermakna karena mengedepankan permasalahan seharihari dalam mengawali pembelajaran.
Oleh karena itu, makalah ini akan menyajikan beberapa pendekatan pembelajaran

matematika yang bisa diterapkan di sekolah dasar.

B. RUMUSAN MASALAH
Dengan adanya pembahasan oleh kelompok kami tentang Pendekatan Pembelajaran
Matematika di SD dalam makalah ini, kami berharap pembaca, khususnya kami penyusun
makalah bisa mendapatkan ilmu dari makalah ini dan mampu memecahkan beberapa
permasalahan yang harus dicari tahu dalam hakikat pembelajaran matematika di SD, yakni
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran Matematika di SD?

2. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme di SD?
3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran kontekstual di SD?
C. TUJUAN
1. sebagai calon guru SD harus mengetahui pendekatan pembalajaran Matemaatika yang
tepat untuk SD, dan dapat merealisasikan pendekatan pembelajaran Matematika yang
tepat untuk SD.
2. sebagai calon guru SD harus

mengetahui dan memahami beberapa pendekatan


pembelajaran Matematika untuk SD, yaitu pendekatan kontekstual dan pendekatan
kontruktivisme.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan

pembelajaran. Kegiatan tersebut berupa, apakah guru akan menjelaskan pengajaran materi
bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu atau menggunakan materi yang
terkait satu dengan yang lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau materi yang
terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu. Pendekatan pembelajaran ini sebagai
penjelasan untuk mempermudah para guru dalam memberikan pelayanan belajar, sedangkan
bagi siswa berguna untuk mempermudah memahami materi ajar yang disampaikan guru,
dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Pendekatan pembelajara atau kiat melaksanakan pembelajaran, serta metode belajar
dalam proses pembelajaran termasuk faktor-faktor yang menentukan keberhasilan belajar
siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada aspek psikologi anak, yaitu dilihat dari

pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan intelektual dan kemampuan lainnya, yang
mendukung kemampuan belajar. Pendekatan pembelajaran merupakan suatau konsep atau
prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran memerlukan satu atau lebih metode
pembelajaran.
pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam
pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Ketika
guru menetapkan suatu sasaran dalam pembelajaran, maka perlu memilih suatu pendekatan

yang tepat sehinga pembelajaran akan berhasil secara optimal. Berikut ini adalah beberapa
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam matematika :

1. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
Konstruktif di ambil dari perkataan bahasa Inggris ‘konstruktivisme’ yang membawa
maksud falsafah membina.Di bawah konteks pembelajaran teori konstruktif menganggap
bahawa ilmu pengetahuan tidak boleh wujud diluar minda tetapi dibina dalam minda
berdasarkan pengalaman sebenar yaitu pengetahuan dibina melalui proses pengaruh di antara
pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru yang berkaitan.Para pelajar membina
ilmu pengetahuan dengan aktif dalam merialisasikan teori ini.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,

yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme
mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan

mereka.
3) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses

saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara

aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.

5) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini

berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau

sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman

pelajar untuk menarik minat pelajar.
Pendekatan konstruktivisme didasarkan pada teori yang dirintis kembangkan oleh Jean
Piaget. Dalam kelas konstruktivis sesorang guru tidak mengajarkan kepada siswa bagaimana
menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk
menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa
memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahw jawabannya benar atau
tidak benar, namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide
seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat
masuk akalnya. Pendekatan ini secara radikal berbeda dengan pendekatan tradisional dimana
guru adalah seseorang yang selalu mengetahui jawabannya. Justru dalam pendekatan ini, para
siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada pada diri mereka. Meraka berbagi
strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis tentang
cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.
Ciri-ciri pembelajaran secara konstruktivisme adalah :
1) memberi peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan
penggunaan masalah yang kontektual.
2) menggali bagaimana cara berpikir siswa

3) mendukung pembelajaran secara cooverative
4) memperhatikan potensi yang dimiliki oleh siswa
5) mengangap pembelajaran sebagai proses yang sama penting dengan hasil belajar

6) mengaktifkan siswa dalam bertanya dan berdiskusi sesama siswa dan guru
7) meningkatkan kemampuan menemukan siswa (inkuiri) melalui kajian dan eksperimen
8) meningkatkan kemampuan dan potensi berfikir siswa
9) menggunakan ide dan masalah yang muncul dari siswa sebagai bahan sumber
pembelajaran

Contoh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme :
Menghitung Nilai Rata-rata
Contoh pembelajarn yang dapat dikembangkan oleh guru adalah menentukan rata-rata hitung.
Perhatikan langkah-langkah pembelajarannya.
a) Siapkan beberapa menara blok yang tingginya berbeda-beda sebagai benda kongkrit
bagi anak. Misalnya pada gambar berikut ini.

b) Minta anak untuk memotong beberapa menara blok yang lebih tinggi sesuai dengan
keinginannya.
c) Tempelkan potongan menara blok yang tertinggi kepada menara blok yang terpendek.

Selanjutnya, potong sebagian menara blok yang lebih tinggi dan letakkan atau
tempelkan pada menara blok yang kurang tinggi. Lakukan hal ini seterusnya hingga
semua menara blok adalah sama tingginya. Tinggi menara blok tersebut yang sudah
rata disebut rata-rata tingggi. Hasilnya seperti berikut

d) Ulangi kegiatan di atas, dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu setiap menara blok
dipotong atau dipisahkan secara vertikal. Hal ini dilakukan secara berturut-turut.
Selanjutnya, susun hasil potongan dengan cara melintang (horizontal), yaitu
melengketkan pada kertas atau buku matematika anak. Sehingga hasilnya seperti
berikut ini.

Setelah hal ini dilakukan oleh anak, ajak mereka untuk berpikir bagaimana jika
menara blok tersebut dibagi oleh lima orang anak sama banyak ? Dari sini siswa diharapkan
dapat mengkonstruksi sendiri tentang konsep pembagian, yaitu 25/5 = 5. Dengan demikian,
rata-rata tinggi menara blok tersebut adalah 5.
Dengan pendekatan seperti di atas, pada akhirnya anak dapat mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya melalui aktivitas yang dilakukan. Dengan kata lain, tanpa mereka diajar
secara paksa, anak akan memahami sendiri apa yang mereka lakukan dan pelajari melalui
pengalamannya.
Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4 tahap yaitu:

1) apersepsi
2) eksplorasi
3) diskusi dan penjelasan konsep serta
4) pengembangan dan aplikasi.
Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep
yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan

problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep
yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan
pemahaman tentang konsep itu.
Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep
pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara
keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam di
sekelilingnya.
Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil
observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun pemahaman
baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu–ragu lagi tentang
konsepsinya.
Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan
dan pemecahan masalah – masalah yang berkaitan dengan isu – isu dilingkungannya.
a)

Tujuan Teori Pembelajaran Konstruktivisme

 Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
 Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
 Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
 Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
 Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
b. Peran Siswa

Pengamat teori konstruktif berpendapat bahawa guru adalah sebagai pengurus bilik
darjah. Guru seharusnya menerima murid sebagai individu yang mempunyai ciri-ciri
perlakuan yang berbeda di mana setiap individu itu penting dalam proses pengajaran dan
pembelajaran tanpa menafikan hak mereka di dalam mengutarakan sebarang pendapat
maupun idea yang berkaitan dengan pembelajaran pada waktu itu..keadaan ini secara tidak
langsung menjadin penyokong kepada minat murid dalam pembelajaran dan akan
terhapusnya situasi keterasingan di kalangan pelajar dan murid-murid sendiri.Kefahaman
murid terhadap fakta akan lebih berkesan dan mantap dengan mengabung jalinkan antara
pengalaman sedia ada dan fakta yang sedang dibina. Selain dari itu guru perlu mengelakan
diri dari beranggapan bahawa minda murid sebagai tin kosong yang hanya cukup diisi dengan
fakta dan pengetahuan baru sebaliknya mengambil kira,menilai,mengukur keterlibatan dan
kefahaman mereka dalam mengembangkan maklumat yang disampaikan sewaktu proses
belajar pembelajaran. Peranan guru sebagai pembimbing dan fasilitator juga dapat membantu
dalam mengawal disiplin para pelajar dengan baik. Di dalam menghadapi situasi di mana
kewujudan murid yang enggan melibatkan diri di dalam aktiviti belajar pembelajaran. Melaui
teori konstruktif ini kita tidak lagi melihat aktiviti belajar pembelajaran berpusatkan murid.
c. Peran Guru
Perbincangan teori konstruktif menyatakan bahawa murid sekali-kali tidak
menganggap guru hanya sebagai pembekal maklumat tetapi sebagai sesuatu dari sumber
pengetahuan untuk membantu mereka mencari maklumat dan peransang bagi mereka berfikir
dan berkomunikasi.Ilmu baru yang terbentuk adalah berasakan kepada inisiatif diri individu
dan perkongsian pandangan dikalangan mereka selain mengadaptasi setiap pengalaman yang
dilalui dengan alam sekeliling sewaktu sesi belajar pembelajaran berjalan.Dengan wujudnya
lontaran-lontaran idea dan pengalaman murid ini secara tidak langsung berjaya memecahkan
suasana ‘dingin’ di kalangan pelajar itu sendiri.

b). Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme
 Kelebihan
1.

Berfikir alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan
masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

2.

Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.

3.

Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih
lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman
mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi
baru.

4.

Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru
dalam membina pengetahuan baru.

5.

Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.

 Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.

2. PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar mengajar yang membantu pendidik
menghubungkan isi materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata , memotivasi peserta
didik membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dengan kehidupan nyata ,
seperti anggota keluarga , warga negara , dan pekerjaan , serta mempersyaratkan belajar dan
kerja keras Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistic dan
bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang

dipelajarinya dengan mengaitkan materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari .
Johnson (2007) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan proses
pendidikan yang bertujuan menolong peserta didik melihat makna dalam materi akademik
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, social, dan
budaya mereka. Untuk mencapai tujuan seperti itu, sistem tersebut melibatkan 6 komponen,
yaitu : membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, berpikir
kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar
tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Dalam kelas kontekstual, tugas pendidik adalah membantu peserta didik mencapai
tujuannya. Maksudnya, pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi.
Tujuan dari penerapan dan pendekatan pembelajaran kontekstual adalah untuk
meningkatkan prestasi belajar peserta didik melalui peningkatan pemahaman makna materi
pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari sebagai individual , anggota keluarga , anggota masyarakat dan
anggota bangsa.
1. Landasan Pemikiran
a.
1)
2)
3)

Proses belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal
Peserta didik belajar dari mengalami
Pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang

mendalam tentang sesuatu persoalan
4) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah ,
5)
6)
7)
b.
1)
2)
3)

tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan
Menusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru
Peserta didik perlu dibiasakan memecahkan masalah
Proses belajar dapat mengubah struktur otak
Transfer belajar
Peserta didik balajar dari mengalami sendiri , bukan dari pemberian orang lain
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
Penting bagi peserta didik tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan

pengetahuan dan keterampilan itu
c. Peserta didik
1) Seorang peserta didik mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
2) Strategi belajar itu penting , khususnya untuk hal-hal yang sulit , strategi belajar amat
penting

3) Peran orang dewasa (pendidik) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah
diketahui
4) Tugas pendidik memfasilitasi agar informasi baru bermakna , member kesempatan kepada
peserta didik untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri , dan menyadarkan
peserta didik untuk menerapkan strategi mereka sendiri
d. Lingkungan belajar
1) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada peserta didik
2) Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara peserta didik menggunakan pengetahuan
baru mereka , lebih mementingkan hasilnya
3) Umpan balik amat penting bagi peserta didik , yang berasal dari proses penilaian yang benar
4) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting
2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
a. Proses pembelajaran
Proses pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kontekstual mencakup berbagai disiplin
pengetahuan sehingga peserta didik memperoleh perspektif terhadap kehidupan nyata

,

apabila peserta didik terlibat dalam proyek penelitian di kelas , misalnya meneliti tentang
perencanaan kota , mereka perlu belajar dan menerapkan seni bernegosiasi , matematika , dan
pengetahuan ilmiah lainnya
b. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual berbasis pada : pertama , standar
disiplin pengetahuan yang ditetapkan secara nasional atau local , atau oleh asosiasi profesi .
Kedua , pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam tujuan memiliki daya guna dan
kompetensi tertentu , dan Ketiga , untuk mencapai tujuan pembelajaran , peserta didik perlu
menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti pemecahan masalah , berpikir kritis
c.

, dan pembuatan keputusan
Pengalaman belajar
Peserta didik memulainya dengan pengetahuan yang telah dimiliki , pengelaman masa lalu ,
dan situasi tertentu , serta melaksanakan kegiatan dalam koneks eksternal seperti di sekolah,
rumah , tempat kerja , dan internet. Pengalaman belajar akan menghasilkan pemahaman yang
lebih mendalam sehingga peserta didik dalam memperoleh kompetensi memerlukan waktu

yang lebih lama namun mampu menerapkan pengalaman tersebut dengan cara yang benar
d. Integrasi pendidik akademik dan karir
Integrasi pendidik akademik dan karir akan membantu peserta didik memahami isi materi
pelajaran dan pemahaman tentang karir atau bidang kajian teknis tertentu . Semua pendidik ,
baik secara individual maupun tim , berupaya meningkatkan kegiatan belajar untuk mencapai
tujuan belajar

3. Kompenen pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang membantu pendidik dalam
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata peserta didik dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari . Ada tujuh kompenen utama pembelajaran efektif , yaitu
konstruktivisme , bertanya , menemukan , masyarakat belajar , permodalan dan penilaian
sebenarnya
a. Konstruktivisme
Manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong . Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah ,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya , dan bergelut dengan ide-ide . Esensi dari
teori

konstruktivisme

adalah

ide

bahwa

peserta

didik

harus

menemukan

dan

mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki ,
informasi itu menjadi milik mereka sendiri
Dengan dasar itu , pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontrusi bukan
1)
2)
3)
b.

menerima pengetahuan . Tugas pendidik adalah menfasilitasi proses belajar dengan :
Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik
Member kesempatan peserta didik menemukan dan menerapkan idenya sendiri
Menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar
Inkuiri
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL (Contextual
Teacning and Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan,
apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri yaitu Observasi, Bertanya, Mengajukan
dugaan, Pengumpulan data dan Penyimpulan.
Langkah-langkah kegiatan inkuiri dalam pembelajaran kontekstual mencakup kegiatan

sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
2. Mengamati atau melakukan observasi
3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya
4.

lainnya.
Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, pendidik,
atau audien yang lain.

c.

Bertanya

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari ‘bertanya’. Questioning
(bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CLT. Bertanya dalam
pembelajaran dipandang sebagai kegiatan pendidik untuk mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berpikir pada peserta didik. Bagi peserta didik, kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan peserta didikan pembelajaran yang berbasis
inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
d. Masyarakat Belajar
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok,
dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
Dalam kelas CTL, pendidik disarankan selalu melaksanakan peserta didikan
pembelajaran dalam kelompok yang anggotanya bersifat hiterogen. Masyarakat belajar bisa
terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang pendidik yang mengajari pesrta
didiknya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu
informasi hanya datang dari pendidik ke arah peserta didik, tidak ada arus informasi yang
perlu dipelajari oleh pendidik yang datang dari arah peserta didik. Dalam masyarakat belajar,
dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
Metode pembelajaran dengan teknik learning community ini sangat membantu proses
pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam : pembentukan
kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan
kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja dengan masyarakat.
e. Pemodelan
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu ataupun pendidik memberi contoh
cara mengajarkan sesuatu.
Sebagian pendidik memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum peserta didik
melaksanakan peserta didikan tugas tersebut, peserta didik mengamati pendidik membaca
dam membolak balik teks. Gerak mata pendidik dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian
utama peserta didik, dengan begitu peserta didik tahu bagaimana gerak mata yang efektif
dalam melakukan scanning. Kata kunci yang ditemukan pendidik disampaikan kepada
peserta didik sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci secara cepat.

Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya ada model yang bisa ditiru dan
diamati peserta didik, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus itu
pendidik menjadi model.
f.

Refleksi
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Peserte didik mengendapkan apa
yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan
atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki peserta didik
diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Kunci
dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak peserta didik. Pada
akhir pembelajaran, pendidik menyisakan waktu sejenak agar peserta didik melakukan
refleksi.

g. Penilaian autentik
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan peserta didik. Gambaran perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui
oleh pendidik agar bisa memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran
dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan pendidik mengidentifikasikan bahwa peserta
didik mengalami kemacetan belajar, maka pendidik segera mengambil tindakan yang tepat
agar peserta didik terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan
belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di
akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan
bersama secara integral tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu peserta
didik agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya
sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assessment menekankan
proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan peserta didik pada saat melakukan proses pembelajaran. Kemampuan belajar
dinilai dari proses, bukan melulu hasil.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh
peserta didik. Dengan demikian sebagai penilai tidak hanya pendidik, tetapi bisa juga teman
atau orang lain.

4. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual akan berhasil apabila sasaran utamanya adalah mencari makna
dengan menghubungkan pekerjaan akademik dengan kehidupan keseharian peserta didik. Hal
ini akan terjadi apabila peserta didik memahami tiga prinsip pokok, yaitu : kesaling
bergantungan (interdependence), deferensiasi (defferentiation), dan pengaturan diri (self
regulation).
a. Prinsip kesaling bergantungan
Prinsip kesaling bergantungan mengajak pendidik mengenali keterkaitan mereka dengan
pendidiklain, peserta didik, masyarakat, dan lingkungan alam. Menyadari adanya kesaling
bergantungan ini dapat menimbulkan pemikiran kritis dan kreatif, dan pemikiran ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan yang dapat menghasilkan pemahaman baru.
Prinsip kesaling bergantungan juga mendukung adanya kerjasama antar komunitas
belajar. Dengan kerja sama, peserta didik tergantung dalam menemukan persoalan,
merancang rencana dan mencari alternatif pemecahan masalah.

b. Prinsip diferensiasi
Pendidik yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pembelajran kontekstual, mereka akan melihat pentingnya kelas itu tercipta suasana yang
memicu kreativitas, keunikan, keragaman, dan kerjasama. Pembelajaran aktif yang terpusat
pada peserta didik juga mendukung prinsip differensiasi untuk menuju keunikan. Hal ini
membebaskan peserta didik untuk menjelajahi bakat mereka, memunculkan cara belajarnya
sendiri dan berkembang dengan langkah-langkahnya sendiri.
c. Prinsip pengaturan diri
Dalam prinsip ini, kegiatan belajar diatur sendiri, dipertahankan sendiri, dan disadari
sendiri oleh peserta didik. Prinsip pengaturan diri meminta pendidik untuk mendorong setiap
peserta didik mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan prinsip ini, sasaran
utama pembelajaran kontekstual adalah membantu peserta didik mencapai keunggulan
akademik, memperoleh keterampilan tertentu dan mengembangkan karakter dengan cara
menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki.

5. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Esensi pembelajaran kontekstual adalah membantu peserta didik mengaitkan antara
materi yang dipelajarinya dengan konteks kehidupan atau situasi dunia nyata mereka seharihari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, anggota bangsa dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual, prose belajar
mengajar akan lebih konkret, lebih realitis dan lebih bermakna.
Pembelajaran kontekstual menggunakan berbagai pendekatan yaitu : pendekatan berbasis
masalah, menggunakan konteks ganda, pengelompokan peserta didik, dukungan belajar
mengatur diri sendiri, membentuk kelompok belajar saling bergantung, menggunakan
asesmen autentik.
a.

Pembelajaran berbasis masalah
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang melibatkan
peserta didik dalam pengkajian pemecahan masalah yang memadukan keterampilan dan
konsep dari berbagai isi pelajaran. Pendekatan ini meliputi perolehan informasi yang
berkaitan dengan masalah, mensistensis informasi, dan menyajikan temuan kepada orang
lain.

b.

Penggunaan keragaman konteks
Teori kognisi yang sesuai dengan situasi menyatakan bahwa pengetauan tidak dapat
dipisahkan dari konteks fisik dan sosial dimana pengetauan itu berkembang. Bagaimana dan
dimana seseorang memperoleh dan menciptakan adalah sangat penting. Oleh karena itu,
pengalaman pembelajaran kontekstual dapat diperkaya apabila peserta didik belajar
keterampilan diberbagai lingkungan seperti sekolah, tempat kerja, keluarga dan masyarakat.

c.

Pengelompokan peserta didik
Esensi pengelompokan peserta didik adalah agar mereka mampu berbagi pengalaman
atau informasi. Oleh karena itu dalam pengelompokan peserta didik, anggotanya berasal dari
berbagai macam konteks belakang sepeprti kebiasaan, kemampuan dan sejenisnya, agar
mereka memiliki berbagai sudut pandang terhadap suatu masalah. Perbedaan ini juga dapat

mendorong semangat belajar dan menambah kompleksitas pengalaman dalam pengalaman
belajar.
d.

Dukungan belajar peserta didik mengatur diri sendiri
Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan dapat mendorong peserta didik menjadi
pembelajar sepanjang hayat. Dalam hal ini mereka mampu mencari, menganalisis, dan
menggunakan informasi dengan sedikit atau tanpa bimbingan dari orang lain.untuk
melakukan kegiatan seperti itu, peserta didik harus lebih menyadari cara mengolah informasi,
menggunakan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang menkonteks
belakangi identifikasi dan pemecahan masalah. Pengalaman pembelajaran kontekstual juga
memberikan peluang kepada peserta didik untuk melakukan refleksi atas kegiatan belajarnya,
dan menyediakan dukungan untuk membantu mereka mengubah diri dari individu yang
belajar dengan bimbingan orang lain menjadi individu yang belajar mandiri.

e.

Pembentukan kelompok belajar saling bergantung
Peserta didik akan dipengaruhi dan akan memberiakan kontribusi terhadap pengetahuan
dan kepercayaan orang lain. Kelompok belajar atau komunitas belajar yang dibangun di
sekolah atau di tempat kerja dimaksudkan untuk berbagai pengetahuan, terfokus pada tujuan
dan memberikan peluang kepada peserta didik untuk saling membelajarkan. Apabila
komunitas belajar itu dibangun di sekolah, peran guru hendaknya sebagai fasilitator ataupun
sebagai pembimbing belajar.

f.

Menggunakan asesmen autentik
Pembelajaran kontekstual dimaksudkan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan
secara bermakna dengan melibatkan peserta didik dalam kehidupan nyata atau konteks yang
autentik. Oleh karena itu asesmen belajar hendaknya berkaitan dengan metode dan tujuan
pembelajaran. Asesmen autentik menunjukkan bahwa belajar terjadi, terpadu dengan proses
belajar mengajar, dan memberikan kesempatan dan arah perbaikan kepada peserta didik.
Asesmen autentik hendaknya digunakan untuk memantau kemajuan peserta didik dan
memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran.

6. Penerapan Pembelajaran Kontekstual

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual jika
menerapkan komponen utama pembelajaran efektif seperti yang diuraikan di muka. Oleh
karena itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami penerapan pembelajara
kontekstual itu sendiri. Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169) menguraikan langkahlangkah penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
(1) mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya;
(2) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan;
(3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya;
(4) menciptakan masyarakat belajar;
(5) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran;
(6) melakukan refleksi di akhir pertemuan;
(7) dan melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Di sisi lain, berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD),
penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut:
(1) Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. Konteks
merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu siswa agar yang dipelajari
bermakna;
(2) Experiencing, belajar adalah kegiatan “mengalami”, siswa berproses secara aktif dengan
hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha
menemukan dan menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya;
(3) Applyng, belajar menekankan pada proses pendemonstrasian pengetahuan yang dimiliki
dalam kenteks dan pemanfaatannya;
(4) Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar
berkelompok, komunikasi interpersonal, atau hubungan intersubjektif; dan
(5) Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan
pengetahuan dalam situasi atau konteks baru (Suprijono, 2011: 84).
7. Hubungan Konstruktivisme dan Kontekstual
Pondasi utama pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan adalah konstruktivisme. Bertitik tolak pada proposisiproposisi konstruktivisme berbagai model pembelajaran dikembangkan,
yakni model pemebelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif,

model pembelajaran berbasis masalah. Aplikasi model pembelajaran
berhubungan

erat

dengan

pendekatan

pembelajaran.

Pendekatan

merupakan prespektif mengenai berbagai strategi maupun metode
pembelajaran

untuk

mengaplikasikan

model-model

pembelajaran.

Pendekatan yang cocok untuk pembelajaran berbasis konstruktivisme
adalah kontekstual.
Asumsi penting dari konstruktivisme adalah situated Cognition (kongnisi
yang ditepatkan) konsep ini mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu
ditetapkan atau disituasikan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam
pikiran seseorang. Pengetahuan diletakkan dan di hubungkan dengan
konteks

dimana

pengetahuan

tersebut

dikembangkan.

Cobern

menyatakan konstruktivisme bersifat kontekstual. Berdasarkan pemikiranpemikiran itu, maka pembelajaran terus diciptakan semirip mungkin
dengan situasi “ dunia nyata” pembelajaran yang dimaksud adalah
pembelajaran kontekstual.
Proses

pembelajaran

kontekstual

informasi, individualisasi,

beraksentuasi

pada

pemrosesan

dan interaksi sosial. Pemerosesan informasi

menyatakan bahwa peserta didik mengolah informasi, memonitornya, dan
menyusun strategi berkaitan dengan informasi tersebut. Intipemrosesan
informasi adalah proses memori dan proses berfikir. Individualisasi,
beraksentuasi pada proses individu membentuk dan menata realitas
keunikannya. Mengajar dalam hal tersebut adalah upaya membentu
individu

untuk

mengembangkan

sesuatu

yang

produktif

dengan

lingkungannya dan memandang dirinya sebagaipribadi yang cakap,
sehingga mampu memperkaya hubungan antar pribadi dan lebih cakap
dalam

memproses

informasi.

Interaksi

sosial

menekankan

pada

hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat. Interaksi sosial
memusatkan pada proses dimana kenyaataan ditawarkan secara sosial.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran kontekstual merupakan satu kesatuan
yang saling berkaitan , dimana pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran atas
pengalaman yang dimiliki oleh seseorang itu sendiri sedangkan kontekstualnya sendiri
dimana peserta didik dapat mengaitkan ilmu yang ia miliki dengan kehidupan nyata ,
contohnya saja orang yang berasal dari pedesaan yang mata pencahariaannya bertani ,
kemudian ia kuliah di perguruan tinggi mengambil jurusan pertanian , setelah ia lulus ia
membantu para petani di desanya untuk bagaimana agar mata pencaharian di desanya tetap
berjalan bahkan maju.
B. Saran
Pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran kontekstual merupakan satu kesatuan
yang saling berkaitan , dimana pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran
atas pengalaman yang dimiliki oleh seseorang itu sendiri sedangkan kontekstualnya

sendiri dimana peserta didik dapat mengaitkan ilmu yang ia miliki dengan kehidupan
nyata , contohnya saja orang yang berasal dari pedesaan yang mata pencahariaannya
bertani , kemudian ia kuliah di perguruan tinggi mengambil jurusan pertanian , setelah ia
lulus ia membantu para petani di desanya untuk bagaimana agar mata pencaharian di
desanya tetap berjalan bahkan maju.
Ke depan dalam proses pembelajaran hendaknya mengaitkan materi pembelajaran dengan
kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam
Impelementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. (Cet. II). Jakarta: Kencana.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Cet. VII). Bandung: Alfabeta.
Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Cet. V). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Susdiyanto, Saat, dan Ahmad. 2009. Strategi Pembelajaran. (Modul Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru). Makassar: Panitia Sertfikasi Guru Agama Rayon LPTK Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Alauddin Makassar.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24