analisis angka kematian bayi di NTT deng

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Secara umum, analisis regresi merupakan analisis hubungan antara
satu variabel (variabel respon) dengan satu atau beberapa variabel (variabel
prediktor) (Gujarati, 2003). Pada model regresi, variabel respon dimodelkan
sebagai fungsi dari variabel prediktor, sesuai dengan parameter regresi dan
error yang menyatakan variasi variabel respon yang tidak dijelaskan pada
fungsi variabel prediktor dan koefisien. Jika model regresi cukup
menggambarkan hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor,
maka model ini dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen,
mengidentifikasi pentingnya variabel respon dan membuktikan hubungan
sebab akibat antara variabel respon dan variabel prediktor (Yan dan Su, 2009).
Salah satu metode yang digunakan dalam menaksir parameter model
regresi adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dimana dalam metode
ini

asumsi

autokorelasi)


error
dan

identik (homoscedasticity) , independen

berdistribusi

normal

yang

harus

dipenuhi

(non
untuk

mendapatkan taksiran parameter model untuk semua data (Draper dan

Smith, 1998). Hal inilah yang menyebabkan ketidaksesuaian model pada
data spasial yang memiliki dependensi spasial dan atau heterogenitas
spasial (Anselin dan Getis, 1992).
Data spasial adalah data yang memuat informasi lokasi yang didasarkan
pada hukum tobler I yaitu: Everything is related to everything else, but near
thing are more related than distance things (segala sesuatu saling
berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih
mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh). Hukum inilah yang
menjadi pilar tentang kajian sains regional. Pada data spasial, seringkali
pengamatan di suatu lokasi bergantung pada lokasi lain yang berdekatan
(neighbouring). Sehingga data spasial mempunyai sifat error yang saling
berkorelasi (Spatial autocorrelation atau spatial dependence) dan adanya

spatial heterogenity. Berdasarkan hal inilah Anselin (2003) menjelaskan
bahwa jika model regresi klasik digunakan untuk menganalisis data spasial,
maka bisa menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi error
saling bebas dan asumsi homoskedastisitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu
sangat dibutuhkan suatu metode statistik yang bisa mengatasi fenomena
tersebut pada data spasial.
Regresi spasial adalah salah satu metode yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara variabel respon dengan variabel prediktor
dengan memperhatikan aspek keterkaitan wilayah atau spasial. Aspek wilayah
ini penting untuk dikaji karena antar wilayah tentunya memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Regresi spasial dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu
pendekatan titik dan pendekatan area. Regresi spasial titik antara lain
Geographically Weighted Regression (GWR), Geographically Weighted
Poisson Regression (GWPR), Geographically Weighted Logistic Regression
(GWLR). Sedangkan dengan pendekatan area regresi spasial dapat dibedakan
menjadi Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM),
Spaial Autoregressive Moving Average (SARMA).
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang
berkualitas dapat dilihat salah satunya melalui derajat kesehatan masyarakat.
Derajat kesehatan merupakan salah satu indikator pencapaian pembangunan.
Berdasarkan pengertian Millenium Development Goals (MDGs) yang adalah
sebuah paradigma pembangunan global yang dideklarasikan Konferensi
Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000 dan menghasilkan 8
tujuan pokok yang harus tercapai di tahun 2015. Dari 8 tujuan pokok hasil
MDGs tersebut terdapat tujuan pokok keempat dan kelima yaitu tentang

kematian anak dan kesehatan ibu yang merupakan indikator utama derajat
kesehatan masyarakat di suatu negara.
Data menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) di NTT sangat tinggi. Angka Kematian Ibu di NTT
sebanyak 306/100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Bayi (AKB)

57/1.000 kelahiran hidup, sedangkan secara Nasional AKI hanya 228/100.000
kelahiran hidup dan AKB sebanyak 34/1.000.000 kelahiran hidup.
Oleh karena karakteristik daerah yang beragam satu sama lainnya maka
perlu diakomodir dengan pembuatan suatu pemodelan. Oleh karena selama ini
belum

ada

penelitian

mengenai

AKB


di

Provinsi

NTT

yang

mempertimbangkan adanya dependensi/keterkaitan antar daerah maka dalam
penelitian ini akan dilakukan analisis angka kematian bayi di provinsi NTT
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan aspek
spasial.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat diambil beberapa hal yang akan menjadi pokok
permasalahan yaitu sebagai berikut:
1) Faktor-faktor

apa

saja


yang

bepengaruh

secara

signifikan

terhadapAngka Kematian Bayi di Provinsi Nusa Tenggara Timur?
2) Bagaimana memodelkan AKB di Provinsi NTT dengan menggunakan
pendekatan model regresi spasial?
3) Bagaimana mendapatkan model yang terbaik untuk AKB di Provinsi
NTT?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh secaa signifikan
terhadap AKB di NTT.

2) Memodelkan AKB di Provinsi NTT dengan menggunakan metode
regresi spasial.
3) Mendapatkan model yang terbaik untuk AKB di provinsi NTT.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yag ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Sarana untuk mengembangkan ilmu dan menambah wawasan dalam
bidang statistika khususnya mengenai Statistika Spasial yang
diaplikasikan pada hubungan antara Angka Kematian Bayi dengan
variabel-variabel yang mempegaruhinya.
2) Dengan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi AKB dan dengan
memodelkan kondisi AKB di NTT diharapkan dapat menjadi masukan
pemerintah dalam hal pembuatan kebijakan.

1.5 Batasan Masalah
1) Penentuan bobot spasial (W) menggunakan pendekatan area metode
Queen Contiguty.
2) Software yang digunakan untuk mengolah data adalah GeoDa,
MATLAB dan R.
3) Taraf signifikansi yang digunakan pada penelitian ini adalah   20% .


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Regresi
Analisis regresi merupakan analisis untuk mendapatkan hubungan dan
model matematis antara variabel respon
prediktor

(Y )

dan satu atau lebih variabel

( X ) . Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih

variabel independen dapat dinyatakan dalam model regresi linier (Draper dan
Smith, 1992). Secara umum hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut

Y =β 0 + β1 X 1 +⋯+β p X p + ε ,

2.1


dimana:
Y

: variabel respon

X

: variabel prediktor

ε

: error regresi

β0

: konstanta

β 1 , ⋯, β p : koefisien parameter regresi
Jika dilakukan pengamatan sebanyak

adalah

n , maka model pengamatan ke- i

Y i= β0 +β 1 X i1 +⋯+ β p X ip +ε i , i=1, 2, 3, ⋯, n
2.2

Dalam bentuk matriks, model (2.1) dapat dinyatakan sebagai:

Y1
1
Y2
1
Y3 = 1


Yn
1

( )(


X 11
X 21
X 31

Xn1

X 12
X 22
X 32

X 32







X1p
X2p
X3p

X np

β0
ε1
β1
ε2
β2 + ε 3


βn
εn

)( ) ( )

y=Xβ+ε , dimana

Jika disederhanakan menjadi
berukuran

n×1 ,

k×1 , dan

ε

X

matriks berukuran

vektor berukuran

kolom penuh yaitu

n×k ,

n×1 . Matriks

β

y

adalah vektor

vektor berukuran
X mempunyai rank

k =p +1 . Dalam model regresi linier

k , dimana

klasik ada asumsi normalitas yaitu

ε ~ IIDN ( 0, σ 2 I ) . Asumsi pada model ini

juga dapat ditulis sebagai berikut:

E ( ε i )=0

1.

, untuk i=1, 2, 3, ⋯, n

sehingga fungsi ekspektasinya menjadi:

E ( Y i ) =β 0 + β 1 X i 1 +⋯+ β p X ip
2

2.

Var ( ε i )=σ

3.

Cov ( ε i , ε j ) =0

untuk i=1, 2, 3, ⋯, n ; atau sama dengan Var ( Y i ) =σ

2

, untuk i≠ j .

Secara matriks, bentuk penduga dengan metode ordinary least square (OLS) dari
parameter tersebut adalah

^ ( X T X )−1 X T Y
β=

2.3

Uji signifikansi parsial yaitu mengetahui variabel mana saja yang
mempengaruhi variabel bergantung secara signifikan. Hipotesis yang digunakan
adalah
H0:

β k =0

H1:

β k ≠0

Taraf signifikansi

α =5

Statistik uji yang digunakan
t hitung=

β^ k
~ t n−2−k
SE ( β^ )

2.4

k

Keputusan: H0 ditolak jika

|t hitung|>t

(df , 1−α 2)

Analisis varians digunakan untuk menguji kesesuaian model regresi OLS.
Analisis ini dibuat dengan menguraikan bentuk jumlah kuadrat total/Sum Square
Total (SST) menjadi dua komponen yaitu jumlah kuadrat regresi/Sum Square

Regression (SSR) dan jumlah kuadrat error/Sum Square Error (SSE) yang
dapat ditulis sebagai berikut
n

SST=∑ ( Y i−Y¯ ) ,
2

i=1

n

¯ )2 ,
SSR=∑ ( Y^ i −Y
i=1

n

dan

SSE=∑ ( Y i −Y¯ )2 . ,
i=1

2.5
dengan hipotesis
H0:

β 1=β 2 =⋯=β p =0

H1: minimal ada satu
Taraf signifikansi

β k ≠0, dimana k=1, 2, ⋯, p .

α =5

Tabel 2.1 Analisis Variansi Model Regresi
Variance

Sum Square

Source
Regresi
Error

SSR
SSE

Total

SST

Degree of

Mean Square

Freedom
p

MSR=SSR / p

n−( p+1 )

SSE
n−( p+1 )

F=

MSR
MSE

n−1

Fhitung >F( α ; p, n−( p +1 ) )

Tolak H0 apabila

MSE=

F

atau P-value < α (dengan α = 5 %).

2.2 Model Regresi Spasial
Model yang dikembangkan oleh Anselin (1988) menggunakan data spasial
cross section. Model dari General Spatial Model ditunjukkan dengan

y=ρW1 y + Xβ+u,
2.6

u=λW2 u+ ε,
2.7
ε ~ N ( 0, σ 2 I n )

dimana:

y

: vektor variabel respon yang berukuran n×1

X

: matriks variabel predictor yang berukuran n×( k+1 )

β

: vektor koefisien parameter regresi yang berukuran ( k+1 )×1

ρ

: parameter koefisien spasial lag dari variabel respon

λ

: parameter koefisien spasial lag pada error yang bernilai

W 1 , W 2 : matriks pembobot spasial yang berukuran
u ,ε

|λ| χ ( k ) .
2.5.2 Uji Dependensi Spasial
Menurut Lee dan Wong (2011), “Pola spasial adalah sesuatu yang
berhubungan dengan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi”.

Setiap perubahan pola spasial akan mengilustrasikan proses spasial yang
ditunjukkan oleh faktor lingkungan atau budaya. Pola spasial menjelaskan tentang
bagaimana fenomena geografis terdistribusi dan bagaimana perbandingan dengan
fenomena-fenomena lainnya. Dalam hal ini, spasial statistik merupakan alat yang
banyak digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pola spasial, yaitu
bagaimana objek-objek geografis terjadi dan berubah di suatu lokasi. Selain itu
juga dapat membandingkan pola objek-objek yang ditemukan di lokasi lain.
Pola spasial dapat ditunjukkan dengan dependensi spasial. Dependensi
spasial adalah penilaian korelasi antar pengamatan pada suatu variabel. Jika
pengamatan

Y 1 , Y 2 , ⋯, Y n menunjukkan dependen terhadap ruang, maka data

tersebut dikatakan dependensi secara spasial. Sehingga spasial digunakan untuk
menganalisis pola spasial dari penyebaran titik-titik dengan membedakan lokasi
dan atributnya atau variabel tertentu. Salah satu pengujian dalam dependensi
spasial adalah Moran’s I. Menurut Lee dan Wong (2001), “Koefisien Moran’s I
digunakan untuk uji dependensi spasial atau autokorelasi antar amatan atau
lokasi”.
(i) Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: I=0 (tidak ada autokorelasi antar lokasi)
H1: I≠0 (ada korelasi antar lokasi)
(ii) Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

Z hitung =

I −I 0

√Var ( I )

~ N ( 0, 1 )

2.15
dimana
T

I=

ε W1ε
T

ε ε

2.16
matriks pembobot yang distandarisasi dimana jumlah elemen pada baris
disama dengankan satu.
E ( I)=

Ntr ( MW2 )

( N−k ) S 0

2
N2
2
2
Var ( I )= 2
tr ( MW 2 MW 12 )+ tr ( MW2 ) + ( tr ( MW2 ) ) −[ E ( I ) ]
S0 ( N −k ) ( N−k +2 )

(

)

dimana:

M=( I− X ( X T X ) X T )
−1

W 2 : matriks pembobot non-standardized
I

: matriks identitas

k =p−1 : banyaknya variabel prediktor
(iii)

Keputusan (uji sisi kanan):

z ( I ) >z 1−α : menolak H (autokorelasi spasial positif)
0
dimana

z(I ) :

z

-score

α : tingkat signifikansi

z 1−α : nilai

z

tabel distribusi normal

2.6 Statistik Uji Lagrange Multiplier dan Robust
Pengujian dengan menggunakan Lagrange Multiplier (LM) bisa disebut
sebagai pengujian satu arah dalam artian bahwa statistik uji tersebut dirancang
untuk menguji spesifikasi salah satu hipotesis benar pada saat yang lain dianggap
nol (Anselin et all 1998). Statistik uji LM merupakan pengujian tunggal dengan
mengasumsikan parameter yang lain bernilai nol, misalnya pada uji LM lag
dengan H0:

ρ=0 dengan asumsi λ=0

pada uji LM error dengan H0:

λ=0

demikian pula sebaliknya dimana

dengan asumsu nilai

ρ=0 .

Ide penggunaan statistik uji Robust LM didasarkan pada penggujian dengan
statistik uji LM yang signifikan pada ke dua statistik uji sehingga belum dapat
disimpulkan model regresi mana yang digunakan. Karena itu diperlukan suatu
statistik uji yang lebih tepat untuk mengidentifikasi model regresi mana yang
digunakan.
Pehatikan persamaan (2.6) dan (2.7), apabila ke dua persaan di atas
digabungkan maka dapat diperoleh suatu persamaan baru :

y=Xβ+ ρW i y + λW 2 u+ ε
2.17
Dari persamaan (2.6) juga bias doperoleh suatu nilai untuk u dimana :

u= y−ρW 1 y−Xβ
2.18
Dengan mensubstitusikan nilai u tersebut (2.17) diperoleh :
y=Xβ+ ρW 1 y + λW 2 [ y−ρW 1 y−Xβ ] + ε

2.19
Maksimum likelihood estimatornya dapat diperoleh melalui langkah-langkah
berikut ini:

y=ρWy +Xβ+u
Sehingga diperoleh :

( I −ρW 1 ) y=Xβ+ u
2.20
untuk u= λW 2 u+ε

dapat dituliskan sebagai :

(u−λW 2 u)=ε
( I −λW 2 )u=ε
sehingga
−1

u=( I−λW 2 ) ε

2.21

substitusikan hasil ini pada persamaan (2.20), sehingga :
−1
( I −ρW 1 ) y=Xβ+( I −λW 2 ) ε

( I −λW 2 )−1 ε= ( I −ρW 1 ) y −Xβ
kalikan semua ruas dengan ( I−λW 2 )

maka diperoleh :

−1

( I −λW 2 )( I −λW 2 ) ε =( I −λW 2 ) [( I −ρW 1 ) y−Xβ ]
ε = ( I −λW 2 ) [ ( I − ρW 1 ) y−Xβ ]

2.22

fungsi likelihood untuk variabel e dengan fungsi Gaussian didapatkan :
1
2

[

1
L ( σ ; ε )=c ( ε )|V| exp − ε T V −1 ε
2


2

2.23

]

ε

dimana V adalah matriks variance-covariance dari
2n

|V|=σ |I|=σ

Nilai

2n

. Matriks

−1
2
inversnya menjadi V =σ I
2

L ( σ ; ε )=c ( ε ) ( σ

2n



1
2

[

2
yang bernilai V =σ I

variance-covariance ini dapat dicari nilai

sehingga didapatkan :

) exp − 1 2 ε T ε


Dengan transformasi untuk nilai ε

]

2.24

pada persamaan (2.22) diperoleh Jacobian :

∂ε
I=| |=|I− λW 2|||I −ρW 1||
∂y

2.25

Fungsi likelihood dari y diperoleh dari subsititusi ε

dengan y pada persamaan

sebelumnya yang dikalikan dengan nilai Jacobiannya, sehingga :
2

2n



1
2

L ( σ , λ , σ , β ; y ) =c ( y ) ( σ ) |I −λW 2||I −ρW 1|

[

exp −

1
( I −λW 2 ) [ ( I −ρW 1 ) y−Xβ ]
2σ2

{

]

T

} {( I − λW 2) [ ( I −ρW 1) y−Xβ ] }

2.26

Nilai ln likelihoodnya menjadi :

n
ℓ ( ρ, λ , σ 2 , β ; y )=c ( y )− ln ( σ 2 ) +ln|I −λW 2|+ ln|I − ρW 1|
2


T
1
I
−λW
I
−ρW
y
−Xβ
(
)
(
)
[
]
{ ( I −λW 2 ) [ I −ρW 1 ] y−Xβ }
2
1
2 σ2

{

}

2.27

Dengan memperhatikan fungsi ln likelihood pada persaan (2.27), maka dapat
dibuat turunan pertama dari fungasi ln likelihood tersebut terhadap ρ :

∂ℓ ( ρ, λ , β , σ 2 ; y ) ∂
n
=
c ( y )− ln ( σ 2 ) + ln|I−λW 2|+ln|I −ρW 1|
∂ρ
∂ρ
2

(



)

T
1
I
−λW
I
−ρW
y
−Xβ
(
)
(
)
[
]
{ ( I −λW 2 ) [ I −ρW 1 ] y−Xβ }
2
1
2 σ2

{

=−tr ( I − ρW 1 )−1 W 1 −

}

1
− y T W 1 y+ λy T W 2 W 1 y−( yW 1 )T y +2 ρ ( yW 1 )T W 1 y ) ( yW1 )T Xβ
2(

T

+ λ ( yW1 )T W 2 y−2 ρλ ( yW1 )T W 1 y−λ ( yW 1 )T W 2 Xβ+ ( Xβ ) W 1 y
T

−λ ( Xβ ) W 2 W 1 y + λ ( yW 2 ) T W 1 y−λ 2 ( yW 2 ) T W 2 W 1 y + λ ( yW 1 W 2 ) T y

T

T

T

T

−2 ρλ ( yW1 W 2 ) W 1 y −λ ( yW1 W 2 ) Xβ−λ2 ( yW 1 W 2 ) W 2 y−λ ( W 2 Xβ ) W 1 y
T

T

T

+2 ρλ 2 ( yW 1 W 2 ) W 2 W 1 y + λ 2 ( yW1 W 2 ) W 2 Xβ+ λ2 ( W 2 Xβ ) W 2 W 1 y

ℓ ( ρ, λ , β , σ 2 ; y )

Dari hasil turunan pertama fungsi ln likelihood

terhadap

ρ ,

dibuat turunan kedua terhadap λ menghasilkan :

(

∂2 ℓ ( ρ , λ , β , σ 2 ; y ) ∂ ∂ ℓ ( ρ, λ , β , σ 2 ; y )
=
∂λ∂ ρ
∂λ
∂ρ
=−

)

1
T
T
W 2 ( I − ρW 1 ) y−Xβ ) ( I − λW 2 ) W 1 y + ( I − λW 2 ) ( ( I −ρW 1 ) y −Xβ ) W 2 W 1 y
2 (
σ

(

Misalkan

) (

A=( I −ρW 1 )

B=( I − λW 2 )

dan

)

, maka persamaan tersebut

menjadi :

1
T
T
W ( Ay−Xβ ) ) BW 1 y+ ( B ( Ay−Xβ ) ) W 2 W 1 y )
2 (( 2
σ

=

Untuk mendapatkan elemen matriks informasi

[

∂ 2 ℓ ( ρ, λ , β , σ 2 ; y )
Ψ λρ=E
∂ λ∂ρ
=E

[

Ψ ρλ maka digunakan :

]

1
W ( Ay−Xβ ) )T BW1 y + ( B ( Ay−Xβ ) )T W 2 W 1 y )
2 (( 2
σ

[

T

=tr (W 2 B−1 ) BW 1 A−1 B−1 +W 2 W 1 A−1 B−1

Karena pengujian dilakukan di bawah
diperoleh nilai

~
Ψ λρ=tr ( W T2 W 1 +W 2 W 1 )

informasi antara ( β , ρ , λ )

(

]

dimana

ρ=0, λ=0

maka

sehingga dapat disusun suatu matriks

sebagai berikut :

1
( W 1 Xβ )T ( W 1 Xβ )
σ2
tr ( W T1 W 1 +W 2 W 1 )

tr ( W 1 )2 +tr ( W T1 W 1 ) +

~
Ψ θ=

H0

]

1 T
X W 1 Xβ
σ2

tr (W T1 W 2 ) +W 1 W 2
tr ( W 2 ) 2
0

1 T
X W 1 Xβ
σ2
0
1 T
X X
σ2

Modifikasi pada statistic uji LM diman pada saat melakukan pengujian terhadap

ρ=0 dan λ≠0
LM sebagai berikut :

demikian pula sebaliknya. Modifikasi terhadap statistic uji

)

~ T ~ ~ ~−1 ~ −1 ~ ~ ~−1 ~
LM ¿ρ =( ~
D ρ −~
Ψ λρ ~
Ψ −1
λρ D λ ) ( Ψ ρρ −Ψ ρλ Ψ λλ Ψ λρ) ( D ρ − Ψ λρ Ψ λλ D λ )

¿

LM ρ =

[

eT W 1 y
∂2

eT W 2 e

−T 11 T 12−

∂2

]

D
2
− T T −1
^∂ 2 ( 21 ) 22

T
J =( W 1 X β^ ) M ( W 1 X β^ )+T 11 ∂ 2

Dimana

T 11 =tr ( W T1 W 1 +W 1 W 1 ) ,T 12 =tr ( W T1 W 2 +W 1 W 2 )
T 11 =tr ( W T2 W 1 +W 2 W 1 ) ,T 12 =tr (W T2 W 2 +W 2 W 2 )

Apabila matriks penimbang/pembobot spasial

W 1 =W 2 =W , maka

¿

LM ρ

akan menjadi

¿

LM ρ =

[

eT Wy e T We

σ^ 2
σ^ 2
σ^ 2 J −T

] [
σ^

2

=

eT Wy e T We
− 2
σ^ 2
σ^
J −T

]

2

¿

LM ρ ini disebut sebagai statistik uji Robust LM lag.
λ=0

Untuk pengujian hipotesis dimana

dan

ρ≠0

maka modifikasinya

menjadi:

~ T ~ ~ ~−1 ~ −1 ~ ~ ~−1 ~
LM ¿λ =( ~
D λ −~
Ψ ρλ ~
Ψ −1
ρρ D ρ ) ( Ψ λλ − Ψ ρλ Ψ ρρ Ψ λρ ) ( D λ− Ψ ρλ Ψ ρρ D ρ )

¿

LM λ =

[

eT W 3 e
σ^ 2

2 −1

−T 21 ∂ J

eT W 1 y
σ^ 2

]

T 22−( T 21 )2 σ^ 2 J −1

T
J =( W 1 X β^ ) M ( W 1 X β^ )+T 11 σ^ 2

Dimana

Apabila matriks penimbang/pembobot spasial

W 1 =W 2 =W , maka

akan menjadi :

LM ¿λ =

[

T
eT W 2 e
2 −1 e W 1 y
^
−T
σ
J
σ^ 2
σ^ 2
2 2 −1
T −T σ^ J

2

] [
=

eT W 2 e
−TJ −1 e T W 1 y
^σ 2
2 2 −1
T −T σ^ J

2
χ
Kedua statistik uji Robust LM mengikuti distribusi (1) .

2

]

RLM λ

2.7 Signifikansi Parameter Regresi Spasial
Anselin (2003) menyatakan bahwa salah satu prinsip dasar pendugaan
maksimum likelihood adalah asymptotic normality, artinya semakin besar ukuran

N

maka kurva akan semakin mendekati kurva sebaran normal. Pengujian

signifikansi parameter regresi

β dan autoregresif spasial ρ didasarkan pada

2
nilai varians error ( σ ) yang berasal dari distribusi asimptotik.

Untuk mendapatkan statistik uj signifikansi parameter pada model regresi
spatial dapat digunakan:

z hitung=
dengan

δ
s. b( δ )

s .b (δ )

2.28
merupakan asymptotic standard error.

Melalui uji parsial masing-masing parameter δ

dengan hipotesis:

H0: δ=0
H1: δ≠0
dimana

merupakan parameter regresi spasial ( β

δ

z hitung > z α
2

dan

ρ ). Apabila

, maka keputusan yang diambil akan menolak H 0, artinya koefisien

regresi layak digunakan dalam model.
2.8 Penentuan Model Regresi Spasial
Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih model terbaik, salah
satunya adalah Akaike Information Criteria (AIC) yang didefinisikan sebagai
berikut

AIC=2 ln ( Max Likelihood ) +2 p

2.29

Semakin kecil nilai AIC maka semakin baik model tersebut. Namun, pada
prinsipnya untuk menentukan model mana yang lebih tepat menggambarkan suatu
data pengamatan harus dikembalikan pada teori permasalahan yang mendasarinya
(Anselin, 2000).

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sumber Data
Penelitian ini akan menggunakan data sekunder Tahun 2012 dari
publikasi Profil Kesehatan Provinsi NTT yang diterbitkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi NTT berupa data Angka Kematian Ibu dengan unit
observasi adalah seluruh Kabupaten yaitu sebanyak 12 Kabupaten di Provinsi
Nusa Tenggara Timur.

3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi variabel
respon (Y) yaitu Angka Kematian Bayi. Sedangkan variabel prediktor (X)
dipilih berdasarkan indikator program KIA dan Four Pillars of Safe
Motherhood. Berikut ini disajikan Tabel 3.2 yang berisi variabel penelitian
yang dipilih sebanyak 7 variabel yang digunakan:
Tabel 3.2 Variabel Penelitian
Variabel

Definisi Operasional

Tipe

Angka Kematian Bayi Angka kematian bayi merupakan
(y)

Variabel
Diskrit

jumlah bayi yang mati per 1000
kelahiran hidup. Sedangkan bayi
adalah anak yang berusia sebelum 1
tahun atau berumur 0-11 bulan.
Kelahiran hidup adalah kelahiran
yang

menunjukan

kehidupan

pada

tanda-tanda
bayi

seperti

menangis, denyut nadi, refleksi dan
ada gerakan.
Berat Badan Bayi Lahir Persentase Bayi Lahir dengan Berat
Rendah ( X 1 )

ASI ( X 2 )

Badan

Rendah

(X1)

Kontinu

adalah

persentase bayi yang lahir dengan
beratbadan rendah
Rata-rata pemberian ASI eksklusif
(X2) adalah rata-rata lama pemberian
ASI eksklusif pada bayi dengan
satuan bulan. ASI eksklusif adalah
Air Susu Ibu sebagai satu-satunya
asupan yang diberikan kepada bayi

Kontinu

tanpa

disertai

makanan

atau

minuman lainnya.
Persentase Rumah tangga Persentase rumah tangga ber-PHBS
berperilaku bersih sehat adalah

jumlah

rumah

Kontinu

tangga

Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat

(X3)

(PHBS) di suatu wilayah pada kurun
waktu tertentu dibagi jumlah rumah
tangga yang dipantau di wilayah
tertentu dan pada kurun waktu yang
sama kali 100 persen.
Persentase rumah tangga Persentase
keluarga

yang

Kontinu

dengan sarana air bersih mempunyai akses air bersih adalah
persentase Rumah Tangga (RT) yang

(X4)

memiliki akses air bersih meliputi
air ledeng, sumber air terlindungi,
air tersegel, sumur terlindungi.
Persentase
yang

persalinan Persentase persalinan oleh tenaga

ditolong

kesehatan ( X 5 )

Kontinu

tenaga kesehatan adalah jumlah ibu bersalin
yang ditolong oleh tenaga kesehatan
yang

memiliki

kompetensi

kebidanan (dokter kandungan dan
kebidanan, dokter umum, dan bidan)
di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu dibagi dengan jumlah
ibu bersalin di satu wilayah kerja
pada kurun waktu yang sama dikalu
Persentase

ibu

mendapat

tablet

(X6)

100 persen.
hamil Persentase ibu

hamil

mendapat

FE3 tablet Fe3 adalah jumlah ibu hamil
yang mendapat (90) tablet Fe3
selama periode kehamilannya pada
wilayah dan kurun waktu yang sama

Kontinu

dikali 100 persen.

3.4 Peta Digital Nusa TenggaraTimur
Peta digital ini digunakan sebagai dasar pembentukan matriks penimbang
spasial (W). Jenis matriks penimbang spasial yang digunakan adalah Queen
Contiguity.

Gambar. 3.4 Peta Provinsi NTT
Keterangan: kode wilayah 12 kabupaten di NTT:
01
02
03
04
05
06

Sumba Barat
Sumba Timur
Kupang
TTS
TTU
Belu

07
08
09
10
11
12

Alor
Flores Timur
Sikka
Ende
Ngada
Manggarai

3.5 Langkah Analisis
Langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Langkah I

Langkah II

Langkah I:
Uji efek spasial yaitu heterogenitas spasial dan dependensi spasial. Jika
dependensi signifikan maka regresi spasial yang digunakan berbasis area

sedangkan jika heterogenitas spasial yang signifikan maka regresi spasial yang
digunakan berbasis titik.

Langkah II:
1. Data dimodelkan menggunakan model regresi dengan metode OLS sehingga
diperoleh error.
2. Pengujian efek spasial dengan statistik uji Lagrange Multiplier yaitu LM-lag
dan LM-error. Pada pengujian efek spasial ini melibatkan error dari model
regresi OLS.
3. Jika hasil uji efek spasial pada:
a. LM-lag dan LM-error tidak signifikan maka model yang digunakan
adalah model regresi dengan metode OLS.
b. LM-lag signifikan maka model yang digunakan adalah model spatial
autoregressive (SAR) dan jika LM-lag tidak signifikan maka model yang
digunakan adalah spatial error model (SEM).
c. LM-lag dan LM-error signifikan maka dilakukan pengujian efek spasial
dengan statistik uji Robust LM.
d. Jika Robust LM-lag signifkan maka model spatial autoregressive (SAR)
dan jika Robust LM-lag tidak signifikan maka model yang digunakan
adalah spatial error model (SEM).
4. Menguji asumsi-asumsi regresi dari semua model spasial yang terbentuk.
Asumsi tersebut terdiri dari asumsi kenormalan residual, asumsi
homoskedastisitas, dan asumsi bebas autokorelasi.
a. Menentukan model yang terbaik
Dari beberapa model yang terbentuk, dihitung nilai koefisien
determinasi (R2) dan nilai AIC (Akaike Infor Criterion). Model

yang terpilih adalah model dengan R2 terbesar dan AIC yang
terkecil.
b. Menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil yang diperoleh.
Menginterpretasikan model hasil seleksi untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi Angka Kematian Bayi (AKB), dan
menganalisis seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap
AKB.

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi AKB dan Variabel yang Mempengaruhinya dari Sudut
Pandang Kewilayahan
Provinsi NTT mempunyai luas daratan 47.350,00 km2 yang terdiri dari
gugusan pulau besar dan kecil, jumlah seluruh pulau mencapai 1.192 buah,
termasuk

4 (empat) pulau besar yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor

(FLOBAMORA). Kedudukan Astronomis terletak pada 80 - 120 Lintang Selatan
dan 1180 - 1250

Bujur Timur. Selanjutnya Nusa Tenggara Timur memiliki

kondisi geografis yang bervariasi, seperti Pulau Flores dan Alor serta pulau-pulau
sekitarnya vulkanik. Sedangkan Pulau Sumba dan Timor dan pulau-pulau
sekitarnya di selatan merupakan daerah karang, karena terbentuk dari dasar laut
yang terangkat ke permukaan. Dengan kondisi seperti ini maka pulau-pulau yang
terletak pada jalur vulkanik dapat dikategorikan sebagai daerah yang subur,
sedangkan daerah karang pada umumnya kurang subur.
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Provinsi NTT jumlah penduduk di
Provinsi NTT Tahun 2012 sebanyak 4.899.260 jiwa yang tersebar di 21
Kabupaten/Kota dengan angka pertambahan penduduk sebesar 105.460 jiwa jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2011 (4.793.800 jiwa). Sementara
itu Kabupaten/Kota pada tahun 2012 yang memiliki jumlah penduduk yang
tertinggi adalah Kabupaten TTS sebesar 453.386 jiwa dan terendah di Kabupaten

Sumba Tengah sebanyak 65.606 jiwa. Sedangkan Laju Pertumbuhan Penduduk di
Provinsi NTT cenderung mengalami peningkatan dari tahun 1990 – 2000 rata-rata
sebesar 1,86 persen. Kabupaten/Kota pada tahun 2012 yang memiliki kepadatan
tertinggi adalah Kota Kupang 2008,7 jiwa/km 2 dan kepadatan penduduk yang
terendah di Kabupaten Sumba Timur 34,0 jiwa/km. Secara keseluruhan, jumlah
penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk berjenis
kelamin laki-laki. Hal ini tercermin dari angka ratio jenis kelamin laki-laki yang
lebih kecil dari 100.

4.1.1 Angka Kematian Bayi (AKB)
AKB banyak sekali manfaatnya, selain sebagai alat monitoring situasi
kesehatan disuatu wilayah, dapat juga digunakan input perhitungan proyeksi
penduduk yang mempunyai resiko kematian tinggi.
AKB adalah jumlah bayi yang mati per 1000 kelahiran. Sedangkan bayi
adalah anak yang berusia sebelum 1 tahun atau berumur 0-11 bulan. Tahun 2012,
NTT mempunya AKB sebesar 1.450 kematian atau 15,1 kematian per 1000
kelahiran bayi. Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Timor
Tengah Selatan (TTS) memiliki AKB tertinggi (125 kematian bayi per 1000
kelahiran), terendah di Kabupaten Alor dengan 39 kematian bayi per 1000
kelahiran.

Gambar 4.1 Persebaran Angka Kematian Bayi di Provinsi NTT Tahun 2012

Gambar 4.1 menjelaskan persebaran dari AKB menurut kabupaten di NTT.
Degradasi Warna menunjukan besaran nilai AKB, semakin abu-abu maka AKB
semakin rendah, sebaliknya semakil merah warnanya semakin tinggi AKB-nya.
Ternyata beberapa daerah-daerah yang berdekatan dan atau terpisah oleh lautan
cenderung mempunyai rentang nilai AKB yang sama, sehingga tampaknya terjadi
pengelompokan-pengelompokan wilayah berdasarkan nilainya. Semua kabupaten
di NTT mempunyai AKB diatas angka nasional yaitu 34 kelahiran per 1000
kelahiran dimana AKB yang sangat tinggi terjadi pulau Timor yaitu di kabupaten
TTS dan TTU, hal ini diduga karena tidak ada sosialisasi terkait kesehatan di
beberapa daerah terpencil di TTS dan TTU, kurangnya fasilitas kesehatan yang
memadai dan terbatasnya tenaga medis, faktor lainnya berupa pendidikan
penduduk di NTT yang masih belum merata sehingga tidak mudah dalam
menyerap informasi khususnya mengenai kesehatan.
4.1.2 Persentase Bayi yang Lahir Dengan Berat Badan Rendah (BBLR)
BBLR (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang
berpengaruh terhadap resiko kematian bayi. BBLR juga sering digunakan dalam
mengukur status gizi buruk balita di suatu wilayah sebagai salah satu indicator
dalam mengukur deraat kesehatan suatu wilayah.
Tahun 2012, tercatat bahwa jumlah bayi dengan BBLR sebanyak 3.911
bayi atau sekitar 4,6 persen dari total bayi baru lahir yang ditimbang.

Gambar 4.2 Persebaran BBLR di Provinsi NTT Tahun 2012

Gambar 4.2 memperlihatkan persentase BBLR di provinsi NTT pada
tahun 2012. Kabupaten dengan persentase BBLR ditunjukan dengan degradasi
warna diatas, semakin berwarna coklat maka semakin rendah presentase BBLR
wilayah tersebut. BBLR tertinggi terdapat di pulau Flores yaitu Kabupaten Sikka
sebesar 8,8 persen dan terendah di Kabupaten Sumba Barat sebesar 1,7 persen
sedangkan Kabupaten Alor tidak memiliki data BBLR pada tahun 2012. Tanpa
melihat batasan lautan, cenderung beberapa daerah yang berdekatan memiliki
warna yang sama dimana mengisyaratkan persentase BBLR dari daerah-daerah
yang berdekatan tersebut berada pada range persentase BBLR yang sama.
Sedangkan, jika dilihat secara keseluruhan,cenderung presentase BBLR di
provinsi NTT memiliki pola uniform. Hal ini diduga diakibatkan kurangnya
pemerataan penyebaran tenaga kesehatan di provinsi NTT Sehingga antar
kelompok yang berdekatan memiliki rentang presentase BBLR yang besar.
4.1.3 Persentase Bayi yang Memperoleh ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu sebagai satu-satunya asupan yang
diberikan kepada bayi tanpa ditambah dengan makanan atau minuman yang lain.
ASI Eksklusif sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain
merupakan makanan terbaik yang tak tergantikan, ASI eksklusif mampu
meningkatkan kekebalan tubuh/imunitas bagi bayi.

Gambar 4.3 Persebaran Persentase Bayi yang Memperoleh Asi Eksklusif di
Provinsi NTT Tahun 2012
Dari gambar 4.3, tanpa melihat batasan lautan antar pulau, tampak
beberapa daerah yang berwarna merah muda cenderung mengelompok sedangkan

jika dibandingkan dengan daerah yang berwarna lain terlihat bahwa persebaran
presentase bayi yang mendapat ASI eksklusif

berpola uniform. Persentase

terendah bayi yang memperoleh ASI eksklusif terdapat pada Kabupaten Sumba
Barat, Ende dan Alor sedangkan Ngada, Sikka, Flores Timur dan TTU memiliki
persentase tertinggi bayi yang mendapat ASI eksklusif. Sedangkan sebagian pulau
Timor memiliki presentase bayi yang mendapat ASI eksklusif 14,8 persen sampai
51,8 persen.

4.1.4 Persentase Rumah Tangga yang Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat
Persentase Rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat
mencerminkan status kesehatan suatu wilayah. Semakin banyak rumah tangga
yang berperilaku hidup bersih dan sehat maka semakin tinggi pula derajat
kesehatan wilayah tersebut. Dengan berperilaku hidup bersih dan sehat rumah
tangga tersebut dapat mengurangi dampak terkena penularan penyakit.

Gambar 4.4 Persebaran Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Provinsi NTT Tahun 2012
Berdasarkan

gambar

4.4

terlihat

bahwa

kabupaten

pada

pulau

FLOBAMORA cenderung mengelompok. Persentase tertinggi rumah tangga yang
berperilaku hidup bersih dan sehat terdapat di Kabupaten Belu sebesar 73,9
persen, sedangkan persentase terendah rumah tangga yang berperilaku hidup
bersih dan sehat terdapat di Kabupaten terdapat di Kabupaten Timur Tengah Utara
(TTU) sebesar 28,5 persen. Kabupaten Ende dan Kabupaten Sikka tidak memiliki
data mengenai persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat pada

tahun 2012. Secara umum dapat dikatakan bahwa Pulau Alor dan Pulau Sumba
memiliki persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat lebih tinggi
dibandingkan dengan pulau Flores dan Pulau Timor.
4.1.5 Persentase Keluarga Menurut Sumber Air Bersih yang Digunakan
Sumber air bersih terdiri dari air minum kemasan, leding, pompa, sumur
terlindung dan mata air terlindung. Air bersih disini adalah air yang memenuhi
syarat kesehatan dengan sifat jernih, tidak berbau dan tidak berasa.

Gambar 4.5 Persebaran Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Bersih
yang Digunakan di Provinsi NTT Tahun 2012
Gambar 4.5 menjelaskan persebaran daerah ditinjau dari persentase rumah
tangga menurut sumber air bersih yang digunakan cenderung mengelompok.
Daerah dengan kategori rendah (47,3-57,96 persen) terdapat pada pulau Sumba
dan Kabupaten TTS di pulau Timor. Hal ini diduga karena kondisi geografis dari
kedua pulau yang merupakan daerah karang atau daerah kering air sehingga hanya
mengandalkan sumber air bersih dari air minum kemasan, leding ataupun pompa.
Rata-rata pulau Timor berada pada kategori sedang (57,96-84,59 persen) bersama
dengan pulau Alor dan juga beberapa kabupaten di pulau Flores. Daerah yang
memiliki persentase rumah tangga menurut sumber air bersih yang digunakan
adalah kabupaten Ende dan Kabupaten Flores Timur.
4.1.6 Persentase Persalinan Ibu ditolong Tenaga Kesehatan
Penolong persalinan ibu adalah tenaga kesehatan adalah penolong
persalinan ibu merupakan tenaga terdidik dan mempunyai keterampilan medis

yang meliputi dokter spesialis, dokter umum, perawat, bidan dan tenaga medis
lainnya.

Gambar 4.6 Persebaran Persentase Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan di
Provinsi NTT Tahun 2012
Degradasi warna pada gambar 4.6 menunjukan besarnya persentase
persalinan ditolong tenaga kesehatan. Semakin berwarna ungu maka semakin
tinggi pula persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan. Kabupaten Ngada,
Sikka dan Flores Timor memiliki persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan
tertinggi yang berada pada range 91,5 sampai 96,5 persen. Pulau Sumba, pulau
Alor dan sebagian pulau Timor berada pada kategori sedang dengan range 76,591,5 persen. Tanpa melihat batasan lautan antar pulau, tampak bahwa berdasarkan
nilai persentase persalinan seorang ibu ditolong oleh tenaga kesehatan, kabupaten
di NTT cenderung mengelompok. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian
besar kabupaten di Provinsi NTT berada pada kategori sedang.
4.1.7 Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet FE3
Pelayanan pemberian tablet FE3 dimaksudkan untuk mengatasi kasus
anemia serta meminimalisir akibat kekurangan zat besi (FE3) khususnya pada ibu
hamil. Kekurangan darah pada ibu hamil dapat mengakibat kematian pada bayi
atau ibunya pasca melahirkan. Indikator ini sering digunakan dalam menentukan
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) disuatu daerah.

Gambar 4.7 Persebaran Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet FE3 di
Provinsi NTT Tahun 2012
Berdasarkan gambar 4.7 tampak bahwa daerah-daerah di provinsi NTT
mengelompok berdasarkan persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet FE3.
Pulau Timor dan pulau-pulau kecil disekitarnya merupakan pulau yang semua
daerahnya masuk dalam kategori sedang dengan kisaran nilai 66,5 sampai 78,3
persen. Kategori tinggi beranggotakan beberapa daerah dari pulau Flores yaitu
kabupaten Ngada, Sikka dan Flores Timur. Sedangkan daerah pulau Sumba
menempati kategori rendah bersama dengan pulau Alor dengan kisaran nilainya
58,8 sampai 66,5 persen.
Scatterplot of AKB vs X1; X2; X3; X4; X5; X6
X1

X2

X3
120
100
80
60

AKB

40
0

5
X4

100

50
X5

100 0

100
60

80

100 60

40
X6

80

75

90

120
100
80
60
40
50

75

Gambar 4.8 Scatterplot hubungan antara variabel respon dan prediktor
Diagram scatter plot pada Gambar 4.8 di atas memperlihatkan pola hubungan
antara variabel prediktor yang terdiri dari lima variabel dan satu variabel respon.

Secara grafis terlihat bahwa pola variabel prediktor bervariasi. Ada yang memiliki
pola yang menyebar dan ada yang tidak.
Tabel 4.1 Korelasi AKB ( y ) dengan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Variabel

Korelasi

P-value

Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)

rxy
0.411

0.092*

(X1)
Pemberian ASI Eksklusif (X2)
RT Berperilaku Hidup Bersih & Sehat (X3)
RT yang menggunakan sumber air bersih

0.342
-0.074
-0.12

0.138*
0.41
0.355

(X4)
Persalinan Ibu ditolong tenaga kesehatan

-0.103

0.375

(X5)
Ibu hamil mendapat FE3 (X6)

0.193

0.274

Hubungan antara AKB dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya
ditunjukan pada tabel 4.1. terlihat pada tabel 4.1 sebagian besar faktor tidak
memiliki korelasi dengan AKB di provinsi NTT. Hal ini terlihat dari P-value lebih
besar dari   0.20 . Terdapat dua variabel yang memiliki korelasi signifikan
dengan AKB yaitu Persentase BBLR (X1) dan Presentase bayi yang memperoleh
asi eksklusif (X2). Beberapa variabel memiliki pola hubungan yang berkontradiksi
dengan kaidah atau teori umum yang berlaku. Terlihat bahwa pola hubungan
antara masing-masing variabel X2 dan X6 terhadap AKB memiliki pola hubungan
yang positif padahal seharusnya menurut kaidah yang berlaku (semakin tinggi
persentase bayi memperoleh asi eksklusif ataupun persentase ibu hamil
mendapatkan tablet FE3 disuatu daerah maka semakin rendah AKB di daerah
tersebut) pola hubungan hubungan yang terjadi haruslah negatif. Kondisi ini perlu
dilakukan kajian lebih lanjut.

4.2 Pemodelan AKB dengan Regresi OLS

Sebelum melakukan pemodelan dengan regresi spasial, terlebih dahulu
dibuat pemodelan AKB dengan menggunakan regresi linear klasik Ordinary Least
Square (OLS) serentak. Pemodelan OLS secara serentak digunakan untuk
mendapatkan informasi tentang pengaruh secara bersama-sama dari variabelvariabel yang signifikan terhadap AKB di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Langkah awal pembentukan model regresi klasik OLS diawali dengan
seleksi

variabel-variabel

yang

digunakan

dalam

model.

Penelitian

ini

menggunakan metode Backward dengan   0, 20 , dengan metode ini akan
dihasilkan model regresi OLS yang memuat variabel-variabel berpengaruh yang
signifikan terhadap AKB di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Hasil
pengolahan dengan SPSS diperoleh 3 (tiga) variabel yang signifikan yaitu X 2
(Bayi yang memperoleh ASI eksklusif), X 4 (RT yang Menggunakan Sumber Air
Bersih) dan X 5 (Persalinan ditolong tenaga kesehatan).
Berdasarkan hasil pengolahan dengan software SPSS diperoleh nilai
statistik uji F dengan P  value  0.093  0.20 . Hal ini mengartikan bahwa ketiga
variabel prediktor X 2

X 4 dan X 5 secara serentak berpengaruh signifikan
2

terhadap variabel respon AKB. Koefisien determinasi ( R ) yang dihasilkan
sebesar 53,2 persen mengisyaratkan bahwa model regresi klasik OLS mampu
menjelaskan keragaman dari AKB sebesar 53,2 persen, sedangkan sisanya sebesar
46,8 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Model regresi linear klasik
yang terbentuk adalah:
)
y  293,361+0,963X 2  0,876X 4  2, 235 X 5 .
Interpretasi dari model regresi OLS ini sebagai berikut:


Apabila tidak bayi yang memperoleh ASI eksklusif, tidak ada rumah
tangga menurut sumber air bersih yang digunakan dan tidak ada persalinan
ibu yang ditolong tenaga kesehatan, maka AKB diperkirakan mencapai
hampir 294 kematian bayi per 1000 kelahiran.



Persentase bayi memperoleh ASI eksklusif berkorelasi positif dengan
AKB. Hal ini berlawanan dengan kaidah yang berlaku yaitu harus
berkorelasi negatif antar keduanya. Apabila apabila kedua faktor lainnya
dianggap konstan, maka interpretasi menurut model OLS yang diberikan
ialah setiap kenaikan 1 persen bayi memperoleh ASI eksklusif maka akan
menaikkan AKB sebesar hampir 1 kematian bayi per 1000 kelahiran.



Persentase rumah tangga menurut sumber air bersih yang digunakan
berkorelasi negatif dengan AKB. Apabila kedua faktor lainnya dianggap
konstan, maka interpretasi menurut model OLS yang diberikan ialah setiap
kenaikan 1 persen rumah tangga menurut sumber air bersih yang
digunakan maka akan menaikkan AKB sebesar hampir 1 kematian bayi
per 1000 kelahiran.



Persentase persalinan ibu ditolong tenaga kesehatan berkorelasi negatif
dengan AKB. Apabila kedua faktor lainnya dianggap konstan yaitu
pemberian ASI eksklusif dan RT menurut sumber air bersih yang
digunakan, maka interpretasi menurut model OLS yang diberikan ialah
setiap kenaikan 1 persen persentase persalinan ibu ditolong tenaga
kesehatan maka akan menaikkan AKB sebesar hampir3 kematian bayi per
1000 kelahiran.
Identifikasi awal untuk mengetahui apakah pemodelan faktor-faktor yang

mempengaruhi AKB di Provinsi NTT dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan regresi spasial maka dilakukan beberapa pengujian. Diantaranya
yaitu uji multikolinieritas, dan uji asumsi residual (IIDN).

4.3 Uji multikolinieritas
Dengan meregresikan variabel respon terhadap variabel prediktor
yang signifikan dengan menggunakan program MINITAB diperoleh tabel
dibawah ini:
Tabel 4.2. Tabel Koefisisen Model OLS untuk variabel yang signifikan
Predictor
Coef
P
Rsquare(%)
Constant
293,361
0,009
53,2
X2
0,963
0,018
X4
-0,876
0,107
X5
-2,235
0,042
Berdasarkan pemodelan dengan OLS terhadap

VIF
2,483
1,291
2,136
variabel yang

signifikan, didapatkan nilai VIF < 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ada kasus multikolineritas antar variabel prediktor. Ini juga dikarenakan
metode Backward yang digunakan dalam seleksi variabel sekaligus dapat
mengatasi adanya multikolinieritas dari variabel independennya.
4.4. Pengujian Asumsi Residual OLS
1) Uji identik
Salah satu asumsi yang penting dari model regresi adalah varians
dari residual homogen (homoskedastisitas). Uji asumsi identik dilakukan
untuk melihat homogenitas dari variansi residual. Apabila varians dari
residual tidak homogen atau identik disebut dengan heteroskedastisitas.
Pelanggaran asumsi ini akan menyebabkan koefisien-koefisien hasil
estimasi parameter berfluktuasi lebih tajam daripada nilai-nilai normalnya,
akan tetapi nilai-nilai koefisen tersebut akan tetap unbiassed.
Pada kasus homogenitas varians residual didasarkan pada sifat

E   i2    2

dimana

V  i    2

dan dimana

V  yi    2

(varians

konstan). Sedangkan pada kasus terjadinya heteroskedastisitas sifat

E   i2    2

, sehingga

V   i  � 2

(tidak konstan). Hal ini menyebabkan

estimasi koefisien kurang akurat dan tidak efisien (Gujarati, 2004).
Uji Glesjer merupakan pengujian yang sangat populer untuk
melihat gejala terjadinya heteroskedastisitas. Uji Glejser dilakukan dengan
cara meregresikan harga mutlak residual dengan variabel prediktornya.
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
H 0 :  12   22  L   n2   2
H1 : min imal ad