Pengelolaan Kawasan Pulau Kecil Berbasis

Pengelolaan Kawasan Pulau Kecil Berbasis Masyarakat
Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan Ekonomi Politik Pariwisata

Yudha Wahyu Pratama
16/405081/PMU/08968

Magister Kajian Pariwisata
Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada
2016

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.845 pulau dan
81.000 Km garis pantai serta wilayah perairan seluas 5,9 juta km2 atau sekitar 70% wilayah
teritorial. Sebagai negara kepulauan sudah seharusnya menjadikan kawasan laut, pesisir, dan
pulau kecil menjadi basis kekuatan untuk menguatkan ketahanan nasional. Orientasi
pembangunan semestinya mengarah pada paradigma archipelago yang melindungi
keberagaman, penguatan mental, serta kesadaran sebagai bangsa kepulauan.
Wilayah lautan termasuk pulau kecil memiliki potensi ekonomi dan geopolitik yang
strategis. Dari segi ekonomi, laut menyimpan banyak sekali potensi yang dapat
menyejahterakan masyarakat seperti perikanan dan industri kepariwisataaan. Secara
geopolitik, wilayah laut merupakan pemersatu atas kedaulatan Indonesia yang merupakan

negara kepulauan. Belajar dari kejayaan kerajaan Nusantara dimasa lampau yang
menunjukkan bahwa laut merupakan aspek penting yang semestinya dijadikan prioritas
pembangunan. Sir Walter Raleigh (dalam Surnata, 2005: 12) mengatakan siapa yang
menguasai laut akan menguasai perdagangan dunia dan akhirnya akan menguasai dunia.
Penguatan sektor pariwisata pulau kecil memiliki nilai strategis baik dari perspektif
ekonomi, sosial, hingga ketahanan nasional. Muljadi (2010:112) mengatakan pariwisata
memiliki potensi dan keunggulan yang beragam sebagai pembangunan sektor ekonomi
maupun sektor lainnya. Berkaca pada kasus Sipadan dan Ligitan, sektor pariwisata menjadi
faktor utama kemenangan pihak Malaysia atas kedaulatan di pulau tersebut. Malaysia secara
tidak langsung aktif melakukan konservasi, pemberdayaan masyarakat, serta pembangunan
kawasan sebagai destinasi pariwisata sedangkan Indonesia hanya menggunakan pendekatan
militer. Okupasi efektif melalui pembangunan pariwisata terbukti menjadi strategi politik
yang efektif daripada menggunakan pendekatan militer.
Kawasan pulau kecil merupakan daerah yang rentan sekaligus memiliki sumber daya
alam dan jasa lingkungan yang tinggi. Sumber daya alam produktif seperti bakau, padang
lamun, terumbu karang, perikanan serta kawasan konservasi menjadi modal dalam
pengembangan pulau kecil. Jasa lingkungan berupa keeksotisannya menjadi penggerak dalam
membangun kawasan pulau kecil menjadi destinasi wisata. Di satu sisi, karakter lingkungan
dari pulau kecil sangat rentan terhadap perilaku manusia maupun perubahan alam. Luas
kawasan yang terbatas memaksa pembangunan yang selaras dengan alam, dilakukan dengan

kajian ilmiah yang mendalam, serta mengakomodasi nilai lokal. Konsep ekowisata berbasis
masyarakat menjadi model pengembangan yang cocok untuk kawasan pulau kecil. Seperti
yang Demartoto sebutkan (2009: 84) dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata
1

berbasis masyarakt memiliki empat prinsip yaitu konservasi, edukasi, partisipasi masyarakat,
dan ekonomi.
Pengembangan Berbasis Masyarakat
Di Indonesia sendiri, pengembangan pulau kecil masih terbilang rendah. Jangankan
untuk sektor wisata, sektor dasar seperti aksesibilitas terhadap layanan publik yang menjadi
kebutuhan utama dari masyarakat pulau kecil juga belum terpenuhi secara maksimal. Di lain
sisi, banyak sekali para investor dari luar negeri yang membidik potensi dari pulau kecil
untuk bisnis wisata mereka seperti pembangunan resort. Masyarakat yang masih buta akan
wisata dengan mudah menjual lahan kepihak investor karena biaya hidup yang mahal akibat
keterbatasan akses terhadap layanan publik.
Pengembangan berbasis masyarakat menjadi hal yang harus dilakukan. Pendekatan
kapitalistik yang memungkinkan investor untuk mendirikan resort wisata kenyataanya telah
menutup akses dari masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Perubahan
aturan tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dari Undang-undang no 27
tahun 2007 menjadi Undang-undang no 1 tahun 2014 yang menganulir Hak Pengusahaan

Perairan Pesisir (HP3) menjadi izin lokasi tidak memberikan kepastian terhadap keberpihakan
masyarakat lokal. Nyatanya dibanyak tempat nelayan tradisional tetap saja tidak
mendapatkan akses dari kawasan resort wisata yang notabene fishing ground mereka dari
sejak dulu. Padahal kebanyakan nelayan tradisional merupakan nelayan ikan karang. Praktek
semacam ini yang Nash (dalam Butler dan Hinch, 1996: 3) sebut sebagai pariwisata
merupakan bentuk baru dari kolonialisme.
Penguatan sumber daya

manusia

(SDM) merupakan

titik penting dalam

pengembangan berbasis masyarakat. Hasil studi Pratama (2015: 159) di Pulau Maratua,
Kalimantan Timur memperlihatkan peran SDM menjadi isu penting dalam pengembangan di
kawasan tersebut. Meskipun pembangunan di Pulau Maratua cukup pesat mulai dari
pembangunan bandara, pembangunan PLTS, penyulingan air laut bahkan telah ditetapkan
menjadi Kawasan Strategi Nasional (KSN). Namun, tanpa adanya penguatan SDM justru
yang terjadi adalah penjualan lahan kepihak luar semakin besar. Pemahaman masyarakat

lokal masih sangat sempit akan pariwisata. Dan akhirnya yang terjadi adalah alienasi terhadap
masyarakat. Fasilitas yang dibangun oleh negara tidak begitu dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat, melainkan oleh para pemilik modal yang membangun resort di kawasan tersebut

2

Referensi
A.J., Muljadi. 2010. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: Rajawali Pers.
Butler, Richard dan Thomas Hinch. 1996. Tourism and Indigenous Peoples. London :
International Thomson Business Press
Demartoto, Argyo. 2009. Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Pratama, Yudha Wahyu. 2015. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di
Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Skripsi Jurusan Manajemen dan
Kebijakan Publik UGM. Yogyakarta: Perpustakaan Fisipol UGM
Saturi, Sapariah. 2013. Revisi UU Pesisir Dinilai Tak Berikan Kepastian Hak Nelayan
Tradisional. diakses dari http://www.mongabay.co.id/2013/12/18/revisi-uu-pesisirdinilai-tak-berikan-kepastian-hak-nelayan-tradisional pada tanggal 28 Agustus 2016
pukul 20.15 WIB
Surnata, Ermaya. 2005. Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka
Keutuhan NKRI. Jakarta: Suara Bebas.


3