Pengaruh Manajemen Pembiayaan Pendidikan. pdf

L I T E R A T
MAJALAH ILMIAH KEPENDIDIKAN

NOMOR : 39 - IV / Desem ber 201 2

ISSN : 1411-2566

PENTINGNYA KEGIATAN PENELITIAN BAGI EKSISTENSI PROFESIONALISME
SEORANG TENAGA EDUKATIF
oleh Teti Ratnawulan S

PENGARUH MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TERHADAP MUTU SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN DI KOTA SUKABUMI
oleh M uhammad Andriana Gaffar

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK BERITA PADA SISWA KELAS VIII
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL
o leh Deti Rostini
MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA SMA
MELALUI BIMBINGAN DAN KONSELING KOLABORATIF
oleh Ayi Najmul Hidayat


MENCIPTA SEKOLAH BERBASIS KOOPERATIF DAN MENTAL JUARA
oleh Opi M . Adiwijaya

MODEL KOMPETENSI PENDIDIK (Guru dan Dosen) DALAM MEMBENTUK CHARACTER
BUILDING MAHASISWA
oleh Ade Tutty Rosa

LISTENING SKILL ANALYSIS BY USING TESTING SOUND AUDITORY
BASED ON WORDS IN ISOLATION AND CONTEXT
oleh Hana Nur Hasanah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG

ISSN: 1411–2566

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012


LITERAT
Majalah Ilmiah Kependidikan
Nomor 39 Tahun 2012, ISSN: 1411–2566
Diterbitkan oleh,

Literat Press
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Nusantara
Penanggung Jawab
H. Hendi Suhendraya Muchtar
Ketua Penyunting
Moh. Rakhmat
Wakil Ketua Penyunting
M. Andriana Gaffar
Anggota
H. Didin Wahidin
Suhendra Yusuf
Agus Mulyanto
H. A. Saefurridjal
Hanafiah

Deden Fathudin
Agus Mulyanto
Abdorrakhman Gintings
Dedi Mulyasana
Heru Sujiarto
Maman Sulaeman
N. Dede Khoeriah
Mitra Bestari (Penyunting Ahli)
Achmad Sanusi (Univ. Islam Nusantara)
Yus Rusyana (Univ. Pendidikan Indonesia)
H. Achmad Slamet (Univ. Pendidikan Indonesia)
Djudju Sudjana (Univ. Pendidikan Indonesia)
Tb. Abin S. Makmun (Univ. Pendidikan Indonesia)
Ishak Abdulhak (Univ. Pendidikan Indonesia)
Sofyan Anshori (Univ. Pendidikan Indonesia)
Momon Sudarma (STIKOM Bandung)
Eko Widodo Suparno (Univ Negeri Jakarta)
Harjono (Univ. Negeri Semarang)
Saliman (Univ. Negeri Yogyakarta)
Agus Suyatna (Universitas Lampung)

La Maronta (Universitas Haluoleo)
Mafud Junaedi (IAIN Walisongo)
Setting Layout & Sirkulasi
Hamdan Hidayat
Hamdani
Yayu Laila Sulastri
Djudju Djuhana

Daftar Isi
PENTINGNYA KEGIATAN PENELITIAN
BAGI EKSISTENSI PROFESIONALITAS
SEORANG DOSEN
oleh
Teti Ratnawulan S … 3
PENGARUH MANAJEMEN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN TERHADAP MUTU SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN DI KOTA
SUKABUMI
oleh
Muhammad Andriana Gaffar … 9

PENINGKATAN KETERAMPILAN
MENYIMAK BERITA PADA SISWA KELAS
VIII DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA
AUDIO VISUAL
Oleh
Deti Rostini … 19
MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN
PENDIDIKAN BAGI SISWA SMA MELALUI
BIMBINGAN DAN KONSELING
KOLABORATIF
oleh
Ayi Najmul Hidayat ... 29
MENCIPTA SEKOLAH BERBASIS
KOOPERATIF DAN MENTAL JUARA
oleh
Opi M. Adiwijaya … 35
MODEL KOMPETENSI PENDIDIK (Guru dan
Dosen) DALAM MEMBENTUK CHARACTER
BUILDING MAHASISWA
oleh

Ade Tutty Rosa … 42
LISTENING SKILL ANALYSIS BY USING
TESTING SOUND AUDITORY BASED ON
WORDS IN ISOLATION AND CONTEXT
Oleh
Hana Nur Hasanah … 48

ISSN: 1411–2566

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012

PENGARUH MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN
TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KOTA SUKABUMI
oleh
Muhammad Andriana Gaffar

ABSTRACT
This study focused on the influence of education financial management which includes planning
(budgeting), implementation of financial budgeting and supervision of educational financing toward
the quality of school. This problem is based on the assumption, that is, in organizing and improving

the quality of educational system, cost is a very important component. So it can be said that the
educational process will not take place effectively and efficiently when there is no budget allocation
for the implementation of the educational process itself. In context of this research, the quality of
schools covered by five components, such as curriculum, facilities and infrastructure, teaching and
learning activities, educators and educational administrator and graduates (output). After the
tabulation of data and statistical analysis conducted, it is known that there is a significant and
tangible influence by education financial management for the quality of school management,
amounting to 71.4%. In addition, the obtained research findings are: 1) APBS was designed to follow
PP No.19 Tahun 2005 and in accordance with UU No.20 Tahun 2003; 2) The implementation of
financial budgeting of vocational schools in Sukabumi has been adjusted to APBS that has previously
set, and 3) controlling activities of educational finance of the SMK has technically implemented,
either through internal (accountability financial report) or external auditing (by the Accreditation
Board Schools).
Keywords: education financial management, vocational secondary schools and school quality
I. PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia (human
resources) merupakan salah satu komponen vital
dalam pembangunan nasional. Hal tersebut dapat
menjadi tenaga pendorong (driving force) dan
dapat pula menjadi penghambat (impedance)

pelaksanaan pembangunan. Kualitas sumber
daya manusia yang dimaksud bukan sekedar
menguasai sejumlah ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk berkompetisi, melainkan juga
memiliki daya adaptabilitas yang tinggi terhadap
perubahan (adaptability of changes) dan
perkembangan kehidupan yang terus menerus
terjadi. Dalam konteks peningkatan kualitas
sumber daya manusia, pendidikan merupakan
suatu strategi dan faktor utama yang sangat
krusial adanya.
Sejalan dengan upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia, Satori (1993: 3)
mengemukakan
bahwa,
“…
pendidikan
merupakan upaya peningkatan kemampuan,

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus


kecakapan, dan kualitas pribadi yang diyakini
sebagai faktor yang mendukung kadar upaya
manusia dalam kehidupannya.” Berdasarkan
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan kunci utama bagi suatu
bangsa untuk menyiapkan masa depan yang
lebih baik.
Dunia pendidikan dituntut untuk
memberikan respon yang lebih cermat terhadap
perubahan-perubahan yang tengah berlangsung
di lingkungan masyarakat, di mana masyarakat
era globalisasi saat ini menghendaki adanya
perkembangan total, baik dalam visi,
pengetahuan, proses pendidikan, maupun nilainilai yang perlu dikembangkan bagi peserta
didik untuk menghadapi tantangan yang semakin
kompleks di masa datang.
Kondisi umum sektor pendidikan di
Indonesia ditandai oleh rendahnya kualitas
sumber daya manusia (SDM), sekitar 58% dari

tenaga kerja Indonesia hanya berpendidikan
Sekolah Dasar (SD) atau kurang. Pada saat yang

Hal | 9

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
sama, hanya 4% dari tenaga kerja yang
berpendidikan tinggi. Prospek peningkatan
kualitas SDM di masa yang akan datang pun
terlihat masih belum optimal. Rata-rata angka
partisipasi pendidikan lanjutan dan pendidikan
tinggi masih relatif rendah (56% untuk SLTP,
32% untuk SLTA dan 12% untuk perguruan
tinggi).
Untuk menghadapi permasalahan dan
kondisi pendidikan seperti yang dinyatakan di
atas, diperlukan suatu perubahan dalam sistem
pendidikan, seperti manajemen, kurikulum
maupun perubahan teknis lainnya yang
diharapkan dapat memecahkan berbagai

permasalahan pendidikan, baik masalah-masalah
konvensional maupun masalah-masalah yang
muncul bersamaan dengan hadirnya ide kreatif
dan inovasi yang brilian. Selain itu, melalui
perubahan tersebut diharapkan tercipta iklim
yang kondusif bagi peningkatan kualitas
pendidikan dan pengembangan sumber daya
manusia.
Rendahnya kualitas sumber daya
manusia merupakan masalah yang mendasar dan
dapat
menghambat
pembangunan
dan
perkembangan ekonomi nasional. Penataan
sumber daya manusia perlu diupayakan secara
bertahap dan berkesinambungan melalui sistem
pendidikan yang berkualitas, baik pada jalur
pendidikan
formal,
non-formal
maupun
informal, mulai dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Pentingnya pengembangan
sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih
ditekankan,
karena
berbagai
indikator
menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum
mampu menghasilkan sumber daya manusia
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
kebutuhan pembangunan. Meskipun kondisi
yang ada sekarang bukanlah sepenuhnya di
tangan dunia pendidikan.
Dalam upaya menyelenggarakan dan
meningkatkan
sistem
pendidikan
yang
berkualitas tersebut, biaya merupakan komponen
yang amat penting. Sehingga dapat dikatakan
bahwa proses pendidikan tidak akan berlangsung
efektif dan efisien tatkala tidak terdapat alokasi
anggaran untuk penyelenggaraan proses
pendidikan itu sendiri. Hal ini sejalan dengan

Hal | 10

ISSN: 1411–2566

pendapat Supriadi (2003: 3) yang menyatakan
bahwa:
Dalam
konteks
perencanaan
pendidikan, pemahaman tentang anatomi
dan problematik pembiayaan pendidikan,
baik pada tingkat makro, messo, maupun
mikro, sangatlah diperlukan. Berdasarkan
pemahaman
tersebut,
dapatlah
dikembangkan kebijakan pembiayaan
pendidikan yang lebih tepat dan adil serta
mengarah pada pencapaian tujuan
pendidikan, baik tujuan yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif.
Dengan mengacu pada pernyataan di
atas, pembiayaan pendidikan menjadi masalah
yang sangat penting dalam keseluruhan
pembangunan sistem pendidikan. Uang memang
bukan segalanya dalam menentukan kualitas
pendidikan, tetapi segala kegiatan kependidikan
memerlukan uang. Oleh karena itu, jika
performance sistem pendidikan diperbaiki,
manajemen pembiayaannya juga tidak mungkin
dibiarkan,
mengingat
bahwa
anggaran
seyogianya mendukung kegiatan. Tidak semua
masyarakat Indonesia sepenuhnya menyadari
bahwa biaya pendidikan yang mencukupi akan
dapat mengatasi berbagai masalah pendidikan,
meskipun tidak semua masalah akan dapat
dipecahkan secara tuntas.
Mengingat pentingnya biaya pendidikan,
maka pembiayaan pendidikan merupakan
tanggung jawab kita bersama. Hal ini sejalan
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 46
ayat (2), yaitu “Pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat.” Perubahan
kewenangan pengelolaan pendidikan dengan
segera mengubah pola pembiayaan sektor
pendidikan. Sebelum otonomi daerah, praktis
hanya pembiayaan Sekolah Dasar (SD) yang
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah,
sedangkan SLTP, SLTA dan juga perguruan
tinggi menjadi tanggung jawab Pemerintah
Pusat. Pembiayaan SLTP dan SLTA dilakukan
melalui
Kantor
Wilayah
Kementerian
Pendidikan Nasional (di tingkat propinsi) dan

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
Kantor Kementerian Pendidikan Nasional (di
tingkat kabupaten/kota).
Setelah
diberlakukannya
otonomi
daerah, sebagaimana disinggung di atas, seluruh
pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Konsekuensinya, tidak ada lagi Kanwil dan
Kandepdiknas, yang ada hanyalah Dinas
Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang
berada di bawah kendali Pemda, dan Dinas
Pendidikan Propinsi yang berada di bawah
kendali Pemprop. Antara Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dengan Dinas Pendidikan
Propinsi tidak ada hubungan hierarkhis,
sedangkan propinsi masih tetap mengemban
amanat sebagai perwakilan Pemerintah Pusat.
Implikasinya, setiap program di tingkat sekolah
harus dilakukan melalui koordinasi dengan
Pemda, atau khususnya Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota.
Tantangan pertama yang harus dihadapi
oleh para pengelola pendidikan adalah masalah
pendanaan. Sebagai ilustrasi, rendahnya kualitas
gedung sekolah, terutama SD, merupakan salah
satu
dampak
keterbatasan
kemampuan
pemerintah dalam memobilisasi dana untuk
sektor pendidikan. Di sisi lain, UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) memberi beban yang sangat berat
bagi pemerintah. Pasal 49 menyatakan bahwa
pemerintah (pusat maupun daerah) harus
mengalokasikan minimal 20% anggarannya
untuk keperluan sektor pendidikan di luar gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
Di atas kertas, Pemda memang memiliki
beberapa sumber keuangan daerah, seperti dana
perimbangan (DAU, DAK dan Dana Bagi
Hasil), pendapatan asli daerah (PAD) dan
pinjaman. Tapi pada kenyataannya, rata-rata
peranan PAD dalam APBD hanya sekitar 7%.
Sementara itu, rata-rata tertimbang rasio dana
perimbangan terhadap pengeluaran rutin adalah
1,4 yang menunjukkan bahwa tidak banyak dana
perimbangan yang bisa digunakan untuk
keperluan di luar anggaran rutin.
Pembahasan
tentang
pembiayaan
pendidikan mengacu pada kegiatan penerimaan
(revenue) dan alokasi/penggunaan (expenditure).
Dimensi pendapatan yang terkait dengan

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

ISSN: 1411–2566

penerimaan dari berbagai sumber dana, yaitu
yang berasal dari pemerintah, bantuan asing/luar
negeri, orang tua dan masyarakat. Sedangkan
dimensi alokasi merupakan pendistribusian dana
ataupun anggaran untuk menunjang program dan
kegiatan pendidikan.
Pada dasarnya, biaya dalam pendidikan
meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya
tidak langsung (indirect cost). Lebih lanjut lagi,
Fattah (2000: 23) mengemukakan bahwa:
Biaya langsung terdiri dari biayabiaya yang dikeluarkan untuk keperluan
pelaksanaan pengajaran dan kegiatan
belajar siswa, berupa pembelian alat-alat
pembelajaran, sarana belajar, biaya
transportasi, gaji guru, baik yang
dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua
maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya
tidak langsung berupa keuntungan yang
hilang (earning for gone) dalam bentuk
biaya
kesempatan
yang
hilang
(opportunity cost) yang dikorbankan oleh
siswa selama belajar.
Mengacu pada pernyataan di atas, dana
pendidikan sebenarnya tidak selalu identik
dengan uang (real cost), akan tetapi segala
sesuatu/pengorbanan yang diberikan untuk
setiap aktivitas dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian,
dana yang dikeluarkan sangat berhubungan
dengan mutu pendidikan yang diharapkan. Oleh
karena itu, dalam pembiayaan pendidikan, di
mana dana sebagai penunjang peningkatan mutu
diperlukan pengelolaan yang terencana agar
tujuan dari pendidikan dapat tercapai dengan
baik.
Pemanfaatan biaya yang tersedia, baik
yang bersumber dari biaya pemerintah pusat,
pemerintah daerah maupun dari biaya
masyarakat telah dialokasikan dalam RAPBS,
yaitu Rencana Anggaran Pendapatan Belanja
Sekolah yang dialokasikan untuk pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar, tata usaha sekolah,
pemeliharaan sekolah, kesejahteraan pegawai,
pembinaan pegawai dan sarana prasarana
sekolah.
Ketersediaan dana serta pengelolaanya
yang baik perlu dilakukan pada setiap satuan

Hal | 11

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
pendidikan. Sekolah menengah kejuruan (SMK)
sebagai salah satu jenis pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah, tidak terlepas dari
keharusan untuk mengelola keuangan dengan
baik dan benar. Diharapkan ketersediaan dana
yang mencukupi serta pengelolaan yang efektif
pada sekolah menengah kejuruan mampu
mendorong terciptanya mutu sekolah yang baik.
Mutu sekolah yang baik sangat dituntut dari
sekolah menengah kejuruan, karena jenis
pendidikan ini berperan untuk menyediakan
tenaga kerja yang berkualitas.
Kota Sukabumi sebagai kota jasa dan
pariwisata di Propinsi Jawa Barat, pada saat ini
memiliki 21 buah sekolah menengah kejuruan,
yang terdiri dari 4 SMK negeri dan 17 SMK
swasta. Jumlah SMK swasta yang lebih banyak
dari SMK negeri dapat menjadi satu indikator
ketertarikan masyarakat akan sekolah menengah
kejuruan.
II. PEMBAHASAN
Gambaran Pendidikan Sekolah Menengah
Kota Sukabumi
Kota Sukabumi sebagai kota jasa dan
pariwisata di Propinsi Jawa Barat, pada saat ini
memiliki 21 buah sekolah menengah kejuruan,
yang terdiri dari 4 SMK negeri dan 17 SMK
swasta. Jumlah SMK swasta yang lebih banyak
dari SMK negeri dapat menjadi satu indikator
ketertarikan masyarakat akan sekolah menengah
kejuruan.
Dari hasil pengumpulan data dan
informasi di lapangan, 21 buah SMK di Kota
Sukabumi berdasarkan akreditasi terbagi
kedalam 4 kategori yang dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Tabel 2.1
Jumlah Sekolah berdasarkan Akreditasi
Tahun Pelajaran 2009/2010
No
Kategori Akreditasi
1
A
2
B
3
C
4
Belum diakreditasi
Jumlah
Sumber: Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah,
Propinsi Jawa Barat (2010)

Hal | 12

ISSN: 1411–2566

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat
bahwa sebagian besar SMK di Kota Sukabumi
berada dalam kategori akreditasi A yang dapat
dikategorikan ke dalam sekolah yang dinilai
sangat baik. Data ini menunjukan bahwa
sebagian besar (76,19%) SMK di Kota
Sukabumi memiliki mutu sekolah yang baik
dalam hal komponen kurikulum dan proses
pembelajaran, administrasi dan manajemen
sekolah, organisasi dan kelembagaan sekolah,
sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan,
peserta didik, peran serta masyarakat serta
lingkungan dan budaya sekolah.
Sementara itu berdasarkan tingkat
kelulusan siswa, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2.2
Tingkat Kelulusan SMK/ MAK di Kota
Sukabumi
No
Tahun
Prosentase
Pelajaran
1
2006/2007
99,67 %
2
2007/2008
99,54 %
3
2008/2009
98,13 %
4
2009/2010
97,75 %
Sumber : Data Pokok Pendidikan Wilayah
(DAPODIK),
Dinas Pendidikan Kota Sukabumi (2009/2010)
Data kelulusan tersebut menunjukan
bahwa meskipun terjadi penurunan pada tahun
pelajaran 2009/2010, namun secara keseluruhan
jumlah lulusan ini hampir mencapai 98% setiap
tahunnya. Ini mengidentifikasikan bahwa SMK
di Kota Sukabumi setiap tahun pelajarannya
berhasil meluluskan hampir seluruh siswanya.
Kelulusan siswa ini tentunya berkaitan langsung
dengan kegiatan belajar mengajar yang
diselenggarakan.
Sebagaimana telah diuraikan, kegiatan
belajar mengajar senantiasa harus didukung oleh
Jumlah
Sekolah
ketersediaan
dana
dan pengelolaanya yang
Sekolah Sumber dana pendidikan
efektif dan 9 efisien.
pada SMK7 Sekolah
di Kota Sukabumi berasal dari
1 Sekolah
beberapa sumber.
Pada SMK swasta, sumber
4 Sekolah
biaya pendidikan
lebih banyak berasal dari orang
tua siswa,21unit
produksi dan sumber lain.
Sekolah
Sedangkan khusus bagi SMK negeri, sumber
biaya pendidikan terbesar berasal dari APBD
dan orangtua siswa.

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

ISSN: 1411–2566

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
Meningkatnya pencapaian Rata-Rata
Lama Sekolah baik langsung maupun tidak
langsung dipengaruhi oleh tingkat patisipasi
masyarakat terhadap pendidikan atau Angka
Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi
Kasar (APK) merupakan komponen yang
dijadikan indikator makro Kota Sukabumi dalam
mengukur keberhasilan pembangunan. Data
pencapaian APM pada Tahun 2006 untuk tingkat
SMK/SMA/MA adalah sebesar 58.46%.
Sedangkan untuk Pencapaian Angka Partisipasi
Kasar
(APK)
merupakan
perbandingan
penduduk seluruh umur yang bersekolah pada
tingkat pendidikan tertentu terhadap kelompok
umur tertentu pada tingkat pendidikan tertentu.
Data indikator pencapaian APK pada jenjang
SMK/SMA/MA yang ada di Kota Sukabumi
pada Tahun 2009, yaitu sebesar 97.51 %.
Kebijakan Pemerintah Kota Sukabumi
yang berpihak kepada pembangunan pendidikan
sebagaimana telah dicerminkan dari visi dan
misi yang hendak diwujudkan tentunya
mengandung konsekuensi logis untuk diikuti
dengan
keberpihakan
dalam
anggaran.
Pengalokasian
anggaran
pembangunan
pendidikan di Kota Sukabumi cenderung naik
dari tahun ke tahun sebagaimana diilustrasikan
dalam Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 2.3
Alokasi Anggaran Pendidikan Kota Sukabumi
Tahun 2006-2009

kebutuhan di lapangan yang diarahkan kepada
terpenuhinya rasio seimbang dengan jumlah
siswa. Adapun jumlah Perkembangan Jumlah
Tenaga Guru di Kota Sukabumi Tahun 20062009 dapat dilihat Tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 2.4
Perkembangan Jumlah Tenaga Guru di Kota
Sukabumi Tahun 2006-2009
Jenjang
SD
SMP
SMA
SMK

2006
851
424
228
205

Tahun
2007
2008
995
1015
412
446
219
247
213
227

2009
1101
470
261
234

Sumber: Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Sukabumi, 2009

Dalam pengembangan sarana dan
prasarana, kebijakan yang ditempuh antara lain
melanjutkan program regrouping sekolah dasar
kompleks yang telah dirintis sejak tahun 1997,
rehabilitasi gedung sekolah, pembangunan ruang
kelas baru, pembangunan unit sekolah baru, dan
pemenuhan secara bertahap sarana pendidikan
seperti buku, mebeuler, perlengkapan olahraga,
perlengkapan kesenian, laboratorium komputer,
laboratorium IPA dan laboratorium bahasa.
Pembangunan pendidikan dilakukan
dengan melalui peningkatan aksesibiltas,
kualitas sarana dan prasarana pendidikan,
peningkatan kualitas tenaga pengajar dengan
Tahun
Perbandingan
2006
2007
2008
2009memberikan
beasiswa untuk melanjutkan
Alokasi
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
pendidikan, memberikan beasiswa pada pelajar
APBD Kota
221,766,260,000 232,550,415,000 346,198,165,000 457,857,848,000
yang kurang mampu, penambahan sekolah
Angg.
57,584,377,280
63,168,100,583
74,859,608,787
124,632,966,000
Pendidikan
kejuruan (SMK) dengan kompetensi tertentu
Prosentase
25,97%
27,16%
21,62%
27,22%
yang diperlukan oleh pasar kerja baik dalam
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
negeri maupun luar negeri, peningkatan kualitas
Kota Sukabumi, 2009
kurikulum yang berbasis kompetensi dan IPTEK
serta menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional
Sebagai
penunjang
keberhasilan
dan kearifan lokal.
pelaksanaan dari kebijakan, strategi maupun
program kegiatan akan sangat tergantung kepada
Profil Responden
kuantitas maupun kualitas sumberdaya manusia,
Profil responden yang diamati dan
dukungan pembiayaan dan ketersediaan sarana
diteliti dalam penelitian ini meliputi: nama
prasarana yang memadai. Penataan sumber daya
sekolah, kualifikasi akademik, usia, jabatan, dan
manusia (tenaga kependidikan) khususnya
lama bekerja. Mengenai profil responden
tenaga guru meliputi 2 (dua) aspek, yaitu dari
berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada
aspek mutu yang menyangkut kualifikasi dan
tabel 4.5.
kompetensi serta aspek jumlah seiring dengan
Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

Hal | 13

ISSN: 1411–2566

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012

Tabel 2.5
Distribusi Responden menurut Kelompok Umur
N
o
1
2
3
4
5
6

Kelomp
ok
Umur
27 – 32
33 – 38
39 – 44
45 – 50
51 – 56
57 – 62
Jumlah

Jabatan
Keps
ek

Bendah
ara

Komi
te

0
0
3
5
1
1
10

1
1
4
2
2
0
10

4
5
2
7
2
0
20

Juml
ah
(oran
g)
5
6
9
14
5
1
40

Persent
ase (%)
12.5
15
22.5
35
12.5
2.5
100

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2010
Berdasarkan data distribusi responden di
atas, diketahui bahwa responden yang berumur
antara 27 – 50 tahun berjumlah 34 orang (85%).
Responden dengan kelompok umur ini sebagian
besar merupakan anggota Komite/ Dewan
Sekolah, artinya tingkat partisipasi aktif dalam
usia produktif masih besar. Dalam hal ini, upaya
perencanaan penganggaran biaya sekolah hingga
pengawasan pembiayaan pendidikan masih
memungkinkan dilakukan secara efektif dan
efisien guna mendukung serta meningkatkan
mutu sekolah.
Selanjutnya,
profil
responden
berdasarkan kualifikasi akademiknya (Tabel
4.6), diketahui bahwa sebanyak 30 orang
responden (75%) memiliki kualifikasi akademik
D-III dan S-1. Hal ini berarti kemampuan
intelektual dan logika berpikir para pelaku
akademik SMK di Kota Sukabumi dapat
diasumsikan
sudah
tinggi,
sehingga
kemungkinan
aktivitas
perencanaan
penganggaran biaya sekolah hingga pengawasan
pembiayaan pendidikan masih dilakukan secara
efektif dan efisien guna mendukung serta
meningkatkan mutu sekolah.
Tabel 4.6
Distribusi Responden menurut Kualifikasi
Akademik
N
o
1
2
3

Kualifik
asi
Akade
mik
SMA
D III
S1

Hal | 14

Jabatan
Keps
ek

Bendah
ara

Komi
te

0
0
7

2
7
1

5
6
9

Juml
ah
(oran
g)
7
13
17

Persent
ase (%)
17.5
32.5
42.5

4
5

S2
S3
Jumlah

3
0
10

0
0
10

0
0
20

3
0
40

7.5
0
100

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2010
Pembahasan
Pembiayaan
adalah
menyangkut
ketersediaan dana yang diperuntukkan bagi
penyelenggaraan pendidikan sekolah menengah
kejuruan di Kota Sukabumi. Berdasarkan hasil
tabulasi data untuk Uji F (telah dipaparkan
dalam pembahasan Uji Signifikansi Koefisien
Jalur), diperoleh nilai F hitung = 125.457 dan F
tabel = 34.12 pada taraf kesalahan 0.05 atau 5%.
Dengan demikian, dapat diputuskan bahwa H 0
ditolak dan H1 diterima. Sehingga peneliti dapat
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel manajemen pembiayaan
pendidikan (X) secara simultan terhadap variabel
mutu sekolah (Y).
Selanjutnya,
berdasarkan
hasil
penghitungan pengaruh variabel X terhadap
variabel Y dengan menggunakan Analisis Jalur
(Path Analysis), diketahui bahwa variabel
manajemen pembiayaan pendidikan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap variabel mutu
sekolah, yaitu sebesar 0.71388 atau dengan kata
lain sebesar 71,4%. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sub variabel perencanaan
penganggaran (X1), pelaksanaan pembiayaan
(X2), dan pengawasan pembiayaan pendidikan
(X3) memberikan pengaruh yang nyata terhadap
variabel mutu sekolah (Y).
Hasil pengujian yang dilakukan oleh
peneliti ini sejalan dengan pendapat Mulyasa
(2005: 193), dimana masalah keuangan
merupakan “... masalah yang cukup mendasar di
sekolah.” Hal ini dikarenakan seluruh komponen
pendidikan di sekolah erat kaitannya dengan
komponen keuangan sekolah. Meskipun tidak
sepenuhnya,
masalah
keuangan
akan
berpengaruh secara langsung terhadap kualitas
sekolah, terutama berkaitan dengan sarana dan
prasarana dan sumber belajar. Banyak sekolah
yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar
mengajar secara optimal, hanya karena masalah
keuangan. Baik untuk menggaji guru maupun
untuk mengadakan sarana dan prasarana
pembelajaran.

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
Identifikasi pembiayaan yang termasuk
dalam penelitian ini adalah berdasar kepada
standar pembiayaan oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, yakni terbagi atas biaya
investasi, biaya personal dan biaya operasi
satuan pendidikan. Biaya investasi meliputi
biaya
penyediaan
sarana
prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia dan modal
kerja tetap. Biaya personal adalah biaya yang
harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran misalnya uang
sekolah atau uang komite sekolah. Biaya operasi
meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan
serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
pemeliharaan sarana prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan lain
sebagainya.
Di era otonomi daerah, urusan
pendidikan dari pendidikan dasar hingga tingkat
menengah menjadi tanggung jawab daerah. Hal
ini menyiratkan bahwa dana pendidikan sangat
tergantung pada kemampuan finansial daerah
dalam mengelola sektor pendidikan, artinya
pembiayaan pendidikan sangat tergantung
kepada besaran APBD yang dialokasikan untuk
membiayai sektor pendidikan. Sesuai amanat
Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 yang
menyatakan bahwa baik pemerintah pusat
maupun
pemerintah
daerah
harus
mengalokasikan minimal 20% anggaran bagi
pemenuhan kebutuhan sektor pendidikan, di
Kota Sukabumi ketersediaan dana pendidikan
telah memenuhi amanat UU tersebut sejak tahun
2007. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan,
subsidi pemerintah Kota Sukabumi dalam hal
keuangan pada sekolah menengah kejuruan lebih
kecil dari subsidi pemerintah terhadap sekolah
menengah atas. Padahal dana yang dibutuhkan
oleh sekolah menengah kejuruan lebih besar
karena dalam kegiatan proses belajar mengajar
ada kegiatan yang membutuhkan dana cukup
besar bagi setiap siswa yang akhirnya
dibebankan pada orang tua siswa.
Permasalahan pembiayaan pendidikan tidak
hanya terkait kepada besaran/jumlah dana
yang tersedia, namun yang terpenting adalah
bagaimana perencanaan pembiayaan dibuat agar
tercapai tujuan yang diharapkan; penggalian
sumber dana yang terkait kepada upaya

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

ISSN: 1411–2566

menggali dana dari berbagai sumber selain dari
pemerintah pusat bagi kesinambungan program
pendidikan; pengelolaan yakni efisiensi dan
efektivitas penggunaan dana serta evaluasi dan
fungsi akuntabilitas. Pada SMK swasta sumber
biaya pendidikan lebih banyak berasal dari orang
tua siswa, unit produksi dan sumber lain.
Sedangkan khusus bagi SMK negeri sumber
biaya pendidikan terbesar berasal dari APBD
dan orangtua siswa.
1. Perencanaan Pembiayaan Pendidikan di
Sekolah Menengah Kejuruan
Perencanaan
dalam
pengelolaan
keuangan (financial planning ) ialah kegiatan
merencanakan sumber dana yang perlu diadakan
untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi.
Berdasarkan hasil tabulasi data sub hipotesis
perencanaan pembiayaan pendidikan (budgeting )
di atas, diperoleh nilai K-S untuk sub variabel
perencanaan penganggaran (X1) sebesar 1.028
pada taraf kesalahan 0.05 (5%). Setelah
dikonsultasikan dengan nilai Asymptonic
Significance untuk nilai K-S sub variabel X1,
dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 ditolak dan
H1 diterima. Sehingga peneliti dapat menyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
sub variabel perencanaan penganggaran (X1)
terhadap variabel mutu sekolah (Y). Selanjutnya,
berdasarkan hasil penghitungan pengaruh
variabel X1 terhadap variabel Y dengan
menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis),
diketahui bahwa variabel sub variabel
perencanaan penganggaran (X1) memberikan
pengaruh terhadap variabel mutu sekolah,
sebesar 0.23 atau sebesar 23%. Meskipun
besaran pengaruh sub variabel ini tidak termasuk
dalam kategori besar (50 – 70%), namun sub
variabel ini tetap memberikan pengaruh positif
terhadap mutu sekolah.
Dalam pelaksanaannya, perencanaan
keuangan sekolah mencakup dua kegiatan, yakni
penyusunan anggaran dan pengembangan
Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS).
Perencanaan keuangan sekolah memerlukan data
yang akurat dan lengkap sehingga semua
perencanaan kebutuhan untuk masa yang akan
datang dapat diantisipasi dalam rancangan
anggaran. Beberapa faktor yang turut

Hal | 15

ISSN: 1411–2566

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
mempengaruhi perencanaan keuangan sekolah
antara lain: laju pertumbuhan peserta didik,
inflasi, pengembangan program dan perbaikan
serta peningkatan pendekatan belajar mengajar
(Mulyasa, 2005: 199).
Lebih lanjut lagi, format dari Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS), yaitu:(1) Sumber pendapatan terdiri
dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, siswa
dan masyarakat; dan lain-lain; (2) pengeluaran
untuk kegiatan belajar mengajar, pengadaan dan
pemeliharaan sarana prasarana (Sobandi,
2001:30). Dalam pelaksanaan penyusunan
pendapatan dan pengeluaran anggaran belanja
sekolah, SMK di Kota Sukabumi menganut pola
paduan antara pengaturan pemerintah daerah dan
sekolah. Artinya, ada berapa anggaran yang telah
ditetapkan oleh peraturan pemerintah daerah,
yang intinya pihak sekolah tidak dapat
mengubah dari petunjuk penggunaan atau
mengeluarkannya.
Tabel 4.19
Rekapitulasi Perencanaan RAPBS SMK TA
2009-2010

NO
1

2
3

4

5

INDIKATOR

1

2

5

4

4

4

4

5

5

4

5

5

JUMLAH

23

22

PERSENTASE (%)

92

88

RAPBS merencanakan penganggaran biaya
untuk pengembangan KTSP sesuai dengan
PP No.19 Tahun 2005
RAPBS merencanakan penganggaran biaya
untuk peningkatan kualitas PBM
RAPBS merencanakan penganggaran biaya
untuk pengembangan dan peningkatan
kualitas sarana dan prasarana sekolah
RAPBS merencanakan peningkatan kualitas
dan kuantitas pendidik dan tenaga
kependidikan
RAPBS merencanakan peningkatan kualitas
dan kuantitas input dan output sekolah

Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, 2010
Berdasarkan Tabel 4.19 di atas, dapat
diketahui bahwa sebanyak 9 SMK telah
menyusun RAPBS untuk TA 2009-2010 dengan
baik (80 – 95%), dimana indikator penyusunan
RAPBS tersebut disesuaikan dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Sedangkan 1 SMK

Hal | 16

masih belum dapat dikatakan telah merancang
anggaran dengan baik, karena jumlah anggaran
yang dialokasikan masih belum sesuai dengan
kebutuhan. Hal tersebut lebih didasarkan pada
keterbatasan anggaran penerimaan, sehingga
harus menentukan prioritas terhadap pos-pos
alokasi dana yang telah ditetapkan.
Hasil wawancara dan observasi yang
dilaksanakan oleh peneliti di 10 buah SMK di
Kota Sukabumi menyimpulkan bahwa, prosedur
perencanaan pembiayaan pendidikan (budgeting)
yang dilakukan oleh pihak sekolah meliputi dua
kegiatan inti: 1) perencanaan penerimaan, dan 2)
perencanaan
pengeluaran.
Perencanaan
penerimaan dan pengeluaran ini dituangkan
dalam Rencana Pendapatan dan Belanja Sekolah
untuk
satu
tahun
pelajaran.
Pada
pelaksanaannya, kepala sekolah beserta para
wakil kepala sekolah (bidang kurikulum, bidang
personalia dan sarana prasarana, serta bidang
kesiswaan) menyusun draft awal RAPBS yang
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Permendiknas No. 19 Tahun 2007
tentangKODE
Standar
Pengelolaan Pendidikan, serta
SEKOLAH
Rencana
3
4
5 Strategis
6
7 Departemen
8
9
10 Pendidikan
Nasional 2005 – 2009 (dimana kesemua
4
4
4 tersebut
5
4
4
5 dijabarkan
5
peraturan
telah
dan
dituangkan ke dalam Rencana Strategis dan
4
5 Sekolah).
5
4
5
5
4
4
Operasi
Setelah draft awal RAPBS tersebut
rampung,
3
4
4 maka
5 kepala
3
5 sekolah
4
5 beserta para
wakilnya mengadakan rapat kerja dan koordinasi
dengan Komite Sekolah. Pada saat rapat kerja
3
4
5
4
5
4
5
4
tersebut, draft awal RAPBS didiskusikan serta
dibahas bersama-sama untuk dilihat efektivitas
4
4
4
5
4
4
4
4
dan efisiensi anggaran yang akan dialokasikan
18
21 satu
22 tahun
23 21
22 22Penentuan
22
selama
pelajaran.
prioritas
alokasi
dengan
72
84 88 anggaran
92 84 88disesuaikan
88 88
kemampuan masyarakat, visi dan misi sekolah,
serta kondisi sarana prasarana sekolah pada
tahun pelajaran yang sedang berjalan. Hasil rapat
kerja kepala sekolah dan Komite Sekolah
tersebut menghasilkan RAPBS yang kemudian
akan dilaporkan ke Dinas Pendidikan Kota
Sukabumi, Ketua yayasan (khusus SMK swasta)
dan akhirnya disosialisasikan ke orang tua siswa

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
pada awal tahun pelajaran dalam rapat Komite
Sekolah.
2. Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan di
Sekolah Menengah Kejuruan
Pembiayaan pendidikan merupakan
proses dimana pendapatan dan sumber daya
tersedia digunakan untuk memformulasikan dan
mengoperasionalkan sekolah. Berdasarkan hasil
tabulasi data sub hipotesis pelaksanaan
pembiayaan pendidikan (implementing) di atas,
diperoleh nilai K-S untuk sub variabel
pelaksanaan pembiayaan (X2) sebesar 1.038
pada taraf kesalahan 0.05 (5%). Setelah
dikonsultasikan dengan nilai Asymptonic
Significance untuk nilai K-S sub variabel X2,
dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 ditolak dan
H1 diterima. Sehingga peneliti dapat menyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
sub variabel pelaksanaan pembiayaan (X2)
terhadap variabel mutu sekolah (Y). Selanjutnya,
berdasarkan hasil penghitungan pengaruh
variabel X2 terhadap variabel Y dengan
menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis),
diketahui bahwa variabel sub variabel
pelaksanaan pembiayaan (X2) memberikan
pengaruh terhadap variabel mutu sekolah,
sebesar 0.24 atau sebesar 24%. Meskipun
besaran pengaruh sub variabel ini tidak termasuk
dalam kategori besar (50 – 70%), namun sub
variabel ini tetap memberikan pengaruh positif
terhadap mutu sekolah.
Manajemen
keuangan
sekolah
merupakan bagian dari pembiayaan pendidikan,
yang secara keseluruhan menurut kemampuan
sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi serta mempertanggungjawabkannya secara efektif dan transparan. Fattah
(2002: 21) mengemukakan bahwa, “… dalam
manajemen keuangan sekolah terdiri dari tiga
tahapan, yaitu a) perencanaan penganggaran atau
budgeting , b) pelaksanaan atau implementasi
keuangan disebut accounting, dan c) evaluasi
keuangan disebut auditing.”
Sejalan dengan pendapat di atas, dapat
dipahami bahwa dalam pengelolaan pembiayaan
pendidikan, implementasi merupakan salah satu
fungsi manajemen pembiayaan pendidikan.
Pembukuan (accounting ) merupakan pola

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

ISSN: 1411–2566

kegiatan yang sangat pokok dalam sistem
administrasi keuangan yang tertib. Pembukuan
di SMK Kota Sukabumi bertujuan agar dana
yang dipakai dapat mencapai hasil yang
maksimal, efisien dan efektif guna membiayai
kegiatan yang telah ditetapkan pada APBS.
Pembukuan yang dilakukan oleh SMK di Kota
Sukabumi ini bertujuan untuk: mencegah
penyalahgunaan uang yang menyimpang dari
prosedur anggaran yang telah ditentukan,
mencegah
adanya
pemborosan
dalam
pembiayaan, mencegah defisit anggaran dan
melakukan verifkasi (pembuktian) bahwa
anggaran yang ada telah digunakan sesuai
dengan rencana kerja yang telah ditetapkan.
Dalam melakukan pembukuan ini, SMK di Kota
Sukabumi menggunakan tata buku, struktur
organisasi yang bertugas menyelenggarakan
pembukuan dan sistem transaksi. Pelaporan
setiap akhir bulan oleh pemegang kas berupa
Surat Pertanggungjawaban (SPJ) kepada instansi
yang terkait dan diketahui oleh atasan pemegang
kas atau kepala sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
responden, dalam hal ini kepala sekolah dan
ketua Komite Sekolah, diketahui bahwa
pelaksanaan pembiayaan komponen-komponen
yang harus dibiayai selalu disesuaikan dengan
APBS sekolah untuk TA yang sedang berjalan.
Apabila melihat tabel rekapitulasi pelaksanaan
pembiayaan pendidikan di SMK Kota
Sukabumi, diketahui sebanyak tiga sekolah
melaksanakan pembiayaan pendidikan di
tempatnya dengan sangat baik, yaitu sebesar
92%. Hal ini mengacu pada kesesuaian
dokumentasi pemasukan dan pengeluaran yang
dipegang oleh bendahara sekolah dengan APBS
TA 2009-2010. Sedangkan dua buah sekolah
yang masing-masing memperoleh skor 17 (68%)
dan 19 (76%) seringkali mengeluarkan biaya
yang tidak terduga atau mengalihkan alokasi
dana yang sebelumnya telah disusun dalam
APBS sekolah. Apabila diperhatikan dengan
seksama, biaya pendidikan atau pengeluaran
sekolah sangat ditentukan oleh komponenkomponen biaya pendidikan yang jumlah dan
porsinya berbeda-beda antara satu sekolah
dengan sekolah lainnya. Berdasarkan pendekatan

Hal | 17

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012

ISSN: 1411–2566

unsur biaya (ingredient approach ), pengeluaran
sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa
item pengeluaran yang berupa (a) pengeluaran
untuk pelaksanaan pelajaran, (b) pengeluaran
untuk tata usaha sekolah, (c) pemeliharaan
sarana dan prasarana sekolah, (d) kesejahteraan
pegawai, (e) administrasi, (f) pembinaan teknis
edukatif, dan (g) pendataan.

keuangan
pemerintah.
Terkait
dengan
pengawasan dari luar sekolah, kepala sekolah
bertugas menggerakkan semua unsur yang
terkait dengan materi pengawasan agar
menyediakan data yang dibutuhkan oleh
pengawas. Dalam hal ini kepala sekolah
mengkoordinasikan semua kegiatan pengawasan
sehingga kegiatan pengawasan berjalan lancar.

3. Pengawasan Pembiayaan Pendidikan di
Sekolah Menengah Kejuruan
Berdasarkan hasil tabulasi data sub
hipotesis pengawasan pembiayaan pendidikan
(controlling) di atas, diperoleh nilai K-S untuk
sub variabel pengawasan pembiayaan (X3)
sebesar 0.939 pada taraf kesalahan 0.05 (5%).
Setelah dikonsultasikan dengan nilai Asymptonic
Significance untuk nilai K-S sub variabel X3,
dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 ditolak dan
H1 diterima. Sehingga peneliti dapat menyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
sub variabel pengawasan pembiayaan (X3)
terhadap variabel mutu sekolah (Y). Selanjutnya,
berdasarkan hasil penghitungan pengaruh
variabel X2 terhadap variabel Y dengan
menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis),
diketahui bahwa variabel sub variabel
pengawasan pembiayaan (X3) memberikan
pengaruh terhadap variabel mutu sekolah,
sebesar 0.24 atau sebesar 24%. Meskipun
besaran pengaruh sub variabel ini tidak termasuk
dalam kategori besar (50 – 70%), namun sub
variabel ini tetap memberikan pengaruh positif
terhadap mutu sekolah.
Pelaksanaan kegiatan menuju arah
tujuan dengan menggunakan sumber daya yang
relatif terbatas, memerlukan adanya pengawasan
dan pengendalian yang bertujuan antara lain agar
semua komponen sistem bergerak secara
koordinatif, integratif dan sinerjik menuju ke
satu arah pencapaian tujuan secara efektif dan
efisien. Dalam konteks pembiayaan, pengawasan
dan pengendalian penting dilakukan dengan
tujuan agar sumber daya finansial yang tersedia
dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai
dengan peruntukkannya.
Pengawasan keuangan di sekolah
dilakukan oleh kepala sekolah dan instansi
vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa

Kegiatan
pengawasan
pelaksanaan
anggaran dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui: (a) kesesuaian pelaksanaan
anggaran dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dan dengan prosedur yang berlaku,
(b) kesesuaian hasil yang dicapai baik di bidang
teknis administratif maupun teknis operasional
dengan peraturan yang ditetapkan, (c)
kemanfaatan sarana yang ada (manusia, biaya,
perlengkapan dan organisasi) secara efesien dan
efektif, dan (d) sistem yang lain atau perubahan
sistem guna mencapai hasil yang lebih
sempurna. Tujuan pengawasan keuangan ialah
untuk menjaga dan mendorong agar: (a)
pelaksanaan anggaran dapat berjalan sesuai
dengan rencana yang telah digariskan, (b)
pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan
instruksi serta asas-asas yang telah ditentukan,
(c) kesulitan dan kelemahan bekerja dapat
dicegah dan ditanggulangi atau setidak-tidaknya
dapat dikurangi, dan (d) pelaksanaan tugas
berjalan efesien, efektif dan tepat pada
waktunya.

Hal | 18

4. Mutu Sekolah
Pada umumnya, kita mengartikan mutu
sekolah itu sebagai sifat tinggi rendahnya hasil
yang dicapai dengan upaya pendidikan. Hasil ini
biasanya
dipertentangkan
dengan
hasil
pendidikan dalam jumlah yang dihasilkan
tersebut. Pengertian mutu pendidikan seperti ini
kadang-kadang diartikan berlainan sesuai
dengan pandangan hidup atau kepentingan orang
yang menafsirkannya. Ada yang mengartikan
mutu pendidikan itu dengan mengaitkan dengan
tercapainya
kepentingan
individu
yang
bersangkutan.
Dengan
pengertian
ini
peningkatan mutu pendidikan berarti makin
tingginya kegunaan hasil pendidikan bagi orang
yang mendapat pendidikan itu. Dengan demikian

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012
tolok ukur untuk meningkatkan mutu pendidikan
itu sangat beragam, selaras dengan banyak
individu yang mempunyai kepentingan sendiri.
Dalam prinsip-prinsip peningkatan mutu
pendidikan, Syaodih, et.al (2002: 12)
mengemukakan bahwa, “uang bukan kunci
utama peningkatan mutu.” Mutu pendidikan
dapat diperbaiki bila administrator, guru, staf
administrasi, pengawas, pimpinan sekolah
mengembangkan sikap yang terpusat pada
kepemimpinan, kerjasama, akuntabilitas dan
recognition . Kunci utama peningkatan mutu
adalah komitmen pada perubahan, bila semua
guru dan staf administrasi sekolah telah
memiliki komitmen pada perubahan, pimpinan
dapat dengan mudah mendorong mereka
menemukan cara baru untuk memperbaiki
efisiensi, efektivitas, dan kualitas layanan
pendidikan.
Guru
akan
menggunakan
pendekatan atau model-model mengajar,
membimbing dan melatih yang baru dalam
membantu perkembangan siswa. Demikian juga
staf administrasi akan menggunakan proses baru
dalam menyusun biaya, memecahkan masalah
dan mengembangkan program baru (Syaodih,
et.al, 2002: 13-14).
Mutu pendidikan perlu diukur dalam
rangka evaluasi setiap program pendidikan
yang dilaksanakan dan hal ini merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan
perencanaan pendidikan. Mutu pendidikan
dapat diukur tingkat keberhasilannya salah
satunya dilihat dari mutu lulusan selain mutu
proses. Penilaian mutu lulusan dapat dilihat dari
perolehan nilai ujian nasional (UN), nilai
evaluasi belajar siswa, angka mengulang dan
angka putus sekolah (Kardoyo, 2006:171).
Menurut Fattah (2000: 14), mutu hasil
belajar siswa adalah “... prestasi akademik yang
diperoleh siswa setelah menyelesaikan masa
studinya atau lulus yang dinyatakan dalam
bentuk nilai ujian atau nilai evaluasi belajar.”
Nilai evaluasi belajar dipandang sebagai
kemampuan murid setelah melakukan kegiatan
belajar mengajar. Sedangkan Syaodih, et.al
(2002:8) mengemukakan bahwa,
“Mutu
pendidikan atau mutu sekolah seringkali tertuju
pada mutu lulusan, tetapi merupakan
kemustahilan
pendidikan
atau
sekolah

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

ISSN: 1411–2566

menghasilkan lulusan yang bermutu, kalau tidak
melalui proses pendidikan yang bermutu pula.”
Lebih lanjut lagi, merupakan kemustahilan
terjadi proses pendidikan yang bermutu kalau
tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang
proses pendidikan yang bermutu pula.
Simpulan
Berdasarkan temuan penelitian di lapangan, hasil
pengujian hipotesis, serta pembahasan yang
telah dipaparkan pada Bab IV sebelumnya, maka
peneliti dapat menemukan benang merah
sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang
telah dilaksanakan. Adapun kesimpulan yang
diperoleh peneliti ialah, bahwa manajemen
pembiayaan pendidikan yang dilaksanakan di
SMK Kota Sukabumi memberikan pengaruh
yang signifikan dan nyata (yaitu sebesar 71,4%)
terhadap mutu sekolah yang bersangkutan.
Sekolah dapat merupakan bagian
daripada suatu sistem baik secara nasional
maupun pada tingkat yang lebih sempit, maka
setiap kebendaharaan sekolah dalam masyarakat
bangsa akan bertumpu dan terikat oleh tatanan
kehidupan sosial, atau tata kehidupan sistem
nilai yang berlaku. Oleh karenanya, ciri-ciri
umum yang menandai organisasi, pengaruh dan
penerapannya ke dalam kehidupan sekolah, akan
disesuaikan dengan norma atau nilai yang
menjadi pegangan kehidupan bangsa dan negara
yang bersangkutan, termasuk filsafat pendidikan
dan sumber-sumber hukum yang mengaturnya.
Mutu
pendidikan
secara
makro
merupakan kebijakan tataran nasional maupun
regional, yang kemudian dijabarkan dalam skala
mikro berupa mutu sekolah. Pengetahuan
tentang apa yang terjadi di sekolah sangat
penting dan mendesak untuk dipahami sebagai
dasar pengambilan kebijakan. Jika terjadi
peningkatan mutu sekolah, maka dapat
digeneralisasikan bahwa terjadi peningkatan
mutu pendidikan pula.

Hal | 19

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012

ISSN: 1411–2566

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. Idochi. (1991). Biaya Pendidikan
dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan ;
dalam Mimbar Pendidikan No.1 Tahun X
– April 1991. Jurnal Pendidikan.
Bandung: University Press UPI.
----------------------(2003).
Administrasi
Pendidikan dan Manajemen Biaya
Pendidikan: Teori, Konsep dan Isu .
Bandung: Alphabeta.
Bowen, H.R. (1981). The Cost of Higher
Education .
London:
Jossey
Bass
Publisher.
Cohn, E. (1979). The Economics of Education.
Cambridge,
Massachussets,
USA:
Ballinger Publishing Company.
Fattah, Nanang. (2000a). Ekonomi dan
Pembiayaan
Pendidikan .
Bandung:
Remaja Rosda Karya.
-------------------- (2000b). Landasan Manajemen
Pendidikan . Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Supriadi, Dedi. (2003). Satuan Biaya Pendidikan
Dasar dan Menengah. Bandung: Remaja
Rosda Karya.

Hal | 20

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus

LITERAT Nomor 39 Tahun 2012

ISSN: 1411–2566

Standar Prosedur Operasional
Publikasi Karya Tulis dan Artikel Ilmiah
Majalah Ilmiah Kependidikan LITERAT
FKIP Uninus

topik, dan kontribusi naskah dalam topik
yang dibahas; akhir pendahuluan memuat
tujuan, metode, manfaat pembahasan topik,
dan harapan yang dapat diambil dari topik
yang dibahas),
Isi/ Pembahasan (uraian, pemaparan
ataupun penjabaran yang berkaitan dengan
hasil temuan penelitian atau asah gagasan
untuk
naskah
non-penelitian;
isi/
pembahasan dapat terdiri atas beberapa
sub-bahasan,
tergantung
pada
topik/masalah
yang
dibahas
serta
penjelasan yang mendalam dari topik/
tema yang dibahas),
Simpulan dan Saran,
Daftar pustaka atau Pustaka Rujukan, dan
Riwayat penulis (ditulis secara singkat).

Ketentuan Umum
1. Topik dan tema karya tulis atau artikel
(selanjutnya disebut naskah) memiliki
keterkaitan dengan dunia pendidikan;
2. Karya tulis ataupun artikel merupakan
hasil penelitian lapangan (work-field study),
penelitian pustaka (literature study) atau
asah gagasan (proposition);
3. Karya tulis ataupun artikel ditulis dengan
menggunakan Bahasa Indonesia maupun
English yang baik dan benar serta
mengikuti aturan tata bahasa yang baku;
4. Setiap naskah yang masuk akan ditinjau
ulang oleh Mitra Bestari yang memiliki
kepakaran di bidangnya, baik yang berasal
dari dalam maupun dari luar institusi
Uninus;
5. Penyerahan naskah dikirim selambatlambatnya dua bulan sebelum penerbitan
reguler (bulan Februari dan Oktober)
kepada redaksi LITERAT;
6. Kepastian pemuatan atau tidaknya sebuah
naskah akan diberitahukan secara tertulis,
baik melalui surat ataupun email;
7. Naskah yang tidak dimuat dapat
dikembalikan
dengan
sepengetahuan
penulis naskah.
Ketentuan Khusus
1. Naskah ditulis dengan menggunakan
aplikasi Microsoft Office Word (baik itu XP,
2003 atau 2007);
2. Naskah ditulis menggunakan font Times
New Roman atau Arial dengan ukuran font
12 (tanpa page number ataupun keterangan
header/footer);
3. Panjang naskah maksimal 10 halaman
dengan ukuran kertas A4 serta ukuran
margin (kiri: 4, kanan: 3, atas: 3 dan bawah:
3).
Sistematika Penulisan
 Judul (informatif, lugas, singkat dan jelas),
 Nama penulis (tanpa gelar),
 Abstrak/ Rangkuman eksekutif (ditulis
dalam bentuk narasi dan terdiri atas 100150 kata),
 Kata kunci (istilah teknis/ operasional yang
digunakan dalam artikel),
 Pendahuluan (deskripsi sekilas mengenai
topik yang dibahas, status topik saat ini,
perubahan yang terjadi berkaitan dengan

Hal | 56







Sistematika Penulisan Resensi Buku
 Buku yang diresensi harus aktual (up to
date); buku berbahasa Indonesia terbitan
satu tahun terakhir sedangkan buku
berbahasa asing terbitan tiga tahun
terakhir,
 Isi
(content)
buku
yang
diresensi
berkontribusi
signifikan
bagi
perkembangan dan peningkatan kualitas
pendidikan,
 Susunan resensi terdiri atas deskripsi
formal
buku,
ringkasan
(summary),
evaluasi/kritik/komentar, dan simpulan.
Penyerahan Naskah (karya tulis ataupun artikel
ilmiah)
Penyerahan naskah dapat dilakukan melalui,
 Email; naskah tidak ditulis dalam kotak
pesan (message box) melainkan disisipkan
(attachment)
dan
dikirimkan
ke
emrakhmat@yahoo.com
atau
andriana.gaffar@yahoo.co.id,
 Surat/ pos; naskah dimasukkan kedalam
amplop ukuran A4 dan pojok kanan atas
ditulis LITERAT FKIP Uninus, kemudian
dikirimkan ke alamat Jalan Soekarno-Hatta
Nomor 530 Bandung 40286.

Alamat Redaksi dan Tata Usaha
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan –
Universitas Islam Nusantara
Jalan Soekarno-Hatta No.530 Bandung 40286
Telp/ Fax: 022 750 9708
URL: www.fkip-uninus.org

Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP Uninus