Perbandingan Data Pengamatan Parameter M (2)

BMKG

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIDANG KLIMATOLOGI DAN KUALITAS
UDARA

KAJIAN TENTANG KINERJA PERALATAN KLIMATOLOGI DAN KUALITAS
UDARA

“Perbandingan Data Pengamatan Parameter Meteorologi Antara Metode Manual
Dan Otomatis Melalui Otomasi Instrumen Cuaca Dan Iklim Menggunakan
Agroclimate Automatic Weather Station”
Pengarah
Penanggungjawab
Ketua/Koordinator
Peneliti

Narasumber

: Prof. Dr. Edvin Aldrian, B. Eng, M. Sc

: Dr. Erwin Eka Syahputra Makmur, M. Si
: Radyan Putra Pradana, SP
: Ratna Satyaningsih, M. Si, Jose Rizal, M. Kom, Asmono Harya Widarto,
M. Si, Kurnia Endah Komalasari, S. Si, Imelda Ummiyatul Badriyah, ST,
Yuaning Fajariana, S. Kom, Joko Budi Utomo, S. Si, Ariffudin, ST,
Muhammad Ridwan N., M. Kom

: Brian Yuliarto, Ph. D

ABSTRAK
Untuk meningkatkan kualitas dan penyajian ketersediaan data observasi parameter meteorologi
secara real time dan kontinyu diperlukan perubahan sistem kinerja instrumen secara bertahap dari
teknologi manual menjadi teknologi otomatis. Selain mengefisienkan biaya operasional di lapangan,
otomasi AWS juga dinilai lebih efektif dalam penggunaan teknologi informasi yang meminimalkan
efek human error. Kajian ini dilakukan sebagai validasi awal (preliminary), uji sampling antara data
observasi manual dengan data otomatis dari peralatan Agroclimate Automatic Weather Station
(AAWS) terkait dengan tersedianya informasi tentang kualitas data (reliability) yang dihasilkan dari
alat AAWS terhadap data observasi manual. Sebagai studi awal dilakukan analisis perbandingan
terhadap parameter curah hujan, kelembapan relatif dan suhu dari kedua data hasil pengamatan
manual dan otomatis di 4 (empat) lokasi sampling. Data pengukuran otomatis 10 menit-an (5 menitan untuk Stasiun Sicincin I) diperiksa kontinyuitasnya berdasarkan keteraturan waktu pencatatan dan

ada/tidaknya data kosong pada waktu tersebut. Error pengukuran AAWS terhadap pencatatan synop
bervariasi dari stasiun ke stasiun dan berbeda-beda untuk masing-masing parameter. Mean error
pengukuran AAWS untuk parameter curah hujan di Stasiun Dramaga, Stasiun Sicincin, Stasiun
Banyuwangi, dan Stasiun Kediri berturut 1.29 mm, 0.02 mm (untuk data yang lebih baru), 2.2 mm,
dan 0.07 mm. Namun, perlu dicatat bahwa data yang dianalisa umumnya pada kondisi musim
kemarau sehingga nilai mean error kecil. Untuk parameter temperatur, mean error pengukuran
AAWS di Stasiun Sicincin (dengan data yang lebih baru) dan Stasiun Kediri 0.69 C. Namun,
confidence limit untuk mean error di Stasiun Sicincin kecil, yaitu 0.07 C sedangkan di Stasiun
Kediri sebesar 0.3 C. Di Stasiun Banyuwangi rata-rata error sebesar untuk parameter temperatur
sebesar -3.2 C tapi dengan confidence limit 0.1 C. Mean error pengukuran parameter kelembapan
relatif di Stasiun Sicincin (data terbaru), Stasiun Banyuwangi, dan Stasiun Kediri berturut-turut
adalah 1.1%, 2%, dan -4.9% dengan confidence limit yang kurang lebih sama, yaitu ~0.7%. Perlu
dilakukan pendekatan statistik dengan metode yang lain untuk dapat menemukan faktor koreksi yang
paling tepat dan turut dilakukan analisis parameter-parameter iklim yang lain pula, selain dari yang
telah dianalisis dalam kajian ini (kelembapan relatif, curah hujan dan temperatur) untuk mendapatkan
hasil yang lebih lengkap. Dalam penelitian ini, analisis masih berupa pembandingan nilai per nilai
antara pengukuran otomatis dan manual. Faktor-faktor seperti angin, waktu pencatatan
(siang/malam), awan, dan penempatan (siting) dapat dianalisis lebih lanjut untuk data series yang
lebih panjang.
Kata kunci: otomasi, AAWS, observasi parameter meteorologi, stasiun


61

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

BMKG

ABSTRACT
To improve the quality and availability of observational meteorological data in real time and continuously, needed
changes in the performance of the instrument system gradually from manual to automated technology. In addition to
streamline operational costs in the field, automation AWS also considered more effective in the use of information
technology to minimize the effects of human error. The study was conducted as an initial validation (preliminary), test
sampling between observational manual data with automated data from equipment Agroclimate Automatic Weather
Station (AAWS) related with the availability of information about data quality (reliability) resulting from AAWS
tool against observational data manually. As a preliminary study conducted a comparative analysis of the parameters
of rainfall, relative humidity and temperature of both the observed data manually and automatically in 4 (four)
sampling locations. Automatic measurement data every 10 minutes (every 5 minutes for Sicincin Station I) examined
the continuity based regularity of recording time in the same time. Measurement error of the recording Synop AAWS
varies from station to station and different for each parameter. Mean error for rainfall parameter measurement from
AAWS in Dramaga Station, Sicincin Station, Station Banyuwangi, and Kediri Station 1.29 mm respectively, 0.02

mm (for more recent data), 2.2 mm, and 0.07 mm. However, it should be noted that the data were analyzed generally
in the dry season so that the mean value of a small error. For the temperature parameter, the mean measurement error
AAWS Sicincin Station (with more recent data) and Kediri Station 0.69 °C. However, confidence limits for the
mean error in small Sicincin Station, which is 0.07 °C while in Kediri station is 0.3 °C. Banyuwangi Station
average error of the temperature parameters is -3.2 °C but with a confidence limit 0.1 ° C. Mean relative humidity
parameter measurement error in Sicincin Station (latest data), Banyuwangi Station and Kediri Station consecutive was
1.1%, 2%, and -4.9% with a confidence limit or less the same, ie ~ 0.7%. Need to do a statistical approach with
other methods to be able to find the most appropriate correction factor and also performed the analysis parameters are
also other climate, other than those analyzed in this study (relative humidity, rainfall and temperature) to get more
results full board. In this study, the analysis is still a value per value comparisons between automatic and manual
measurements. Factors such as wind, recording time (day/night), clouds, and placement (siting) can be analyzed further
for a longer series of data.

Keywords: Automation, AAWS, meteorological observation parameters, station
PENDAHULUAN
Iklim dan cuaca merupakan faktor yang tak dapat dipisahkan dari dinamisnya kehidupan
manusia, terkait dalam pemanfaatannya yang cukup luas, antara lain di bidang transportasi
(penerbangan dan pelayaran); pertanian/peternakan (pewilayahan agroklimat (kesesuaian
lahan/iklim), sistem peringatan dini (kekeringan, banjir), serangan hama penyakit tanaman/ternak,
pendugaan hasil (model simulasi) dan perencanaan irigasi); kehutanan (pengelolaan daerah aliran

sungai); kelautan (oseanografi); lingkungan (pemanasan global dan pencemaran udara), dan lain-lain.
Untuk mengamati cuaca mutlak diperlukan instrumen yang ditempatkan di suatu lokasi
tertentu yang mewakili kondisi lingkungan sekitarnya dan dikenal dengan Taman Alat. Taman Alat
secara umum memuat alat ukur paramater cuaca seperti curah hujan, suhu udara, kelembaban udara,
arah dan kecepatan angin, dan sinar matahari, sedangkan alat ukur tekanan udara ditempatkan dalam
ruangan dekat taman alat. Secara keseluruhan Taman Alat dan alat lain yang di dalam ruangan
disebut juga dengan "stasiun pengamatan" atau lebih dikenal dengan Stasiun Meteorologi (Toruan,
2009). Stasiun meteorologi yang tersebar sedemikian rupa sehingga membentuk jaringan pengamatan
yang dapat mewakili masing-masing lokasi. Kerapatan jejaring stasiun pengamatan serta keakuratan
data akan menentukan mutu hasil analisa serta prakiraan cuaca. Berdasarkan jenis instrumen yang
digunakan maka sistem pengamatan cuaca saat ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengamatan
secara konvensional dan secara otomatis (Toruan, 2009). Yang dimaksud dengan pengamatan
konvensional adalah pengamatan dengan menggunakan alat-alat konvensional dan sebagian besar
instrumen yang digunakan berupa mekanik, non-elektrik dan datanya dikumpulkan secara manual,
sedangkan pengamatan secara otomatis atau yang sering dikenal dengan istilah Automatic Weather
Station (AWS), yaitu alat pemantau cuaca otomatis, yang merekam parameter-parameter cuaca seperti
suhu udara, kelembapan relatif, curah hujan, kecepatan dan arah angin, tekanan udara dan radiasi
surya dengan sensor elektrik dan datanya langsung tersimpan secara digital supaya dapat lebih mudah
diproses (Toruan, 2009). Dengan demikian, untuk meningkatkan kualitas dan penyajian ketersediaan
62


BMKG

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

(update) data secara real time dan kontinyu diperlukan perubahan sistem kinerja instrumen observasi
parameter meteorologi secara bertahap dari teknologi manual menjadi teknologi otomatis. Sebelum
adanya sistem otomatis, alat meteorologi konvensional paling sering digunakan untuk pengamatan
secara manual. Selain mengefisienkan biaya operasional di lapangan, otomasi AWS juga dinilai lebih
efektif dalam penggunaan teknologi informasi yang meminimalkan efek human error dalam proses
pencatatan data yang diinput secara manual kemudian diubah menjadi format data digital. Namun
demikian, kelebihan alat manual yaitu bila salah satu alat rusak tidak akan menggangu atau
mempengaruhi kinerja alat yang lainnya (Suhandini, 2009). Selain itu, AWS lebih dikhususkan
terhadap pengamatan cuaca sehingga parameter klimatologi belum terakomodir dengan baik di AWS.
Pengamatan unsur klimatologi dewasa ini masih dilakukan secara konvensional di stasiun-stasiun
BMKG dan stasiun-stasiun kerjasama. Hal-hal inilah yang menjadi pemikiran untuk merancang suatu
stasiun pengamatan otomatis yang dapat mewakili pengamatan klimatologi (Lukito, 2010).

AWS ini umumnya dilengkapi dengan sensor, RTU (Remote Terminal Unit), komputer,
LED Display, tiang untuk dudukan sensor dan data logger serta penangkal petir (Diani dkk,

2012). Salah satu jenis AWS yang dimiliki oleh BMKG adalah Agroclimate Automatic Weather
Station (AAWS). AAWS atau Pos Pemantau Otomatis Agroklimat dan Cuaca adalah alat
yang dipasang BMKG untuk mengamati unsur-unsur cuaca dan iklim secara otomatis untuk
pemanfaatannya diarahkan ke sektor pertanian. Peralatan observasi agroklimat otomatis
menghasilkan data agroklimat di lokasi tersebut dan sekitarnya yang pengelolaannya bekerja
sama dengan instansi lain dari sektor pertanian. Unsur-unsur cuaca/iklim yang diamati di
AAWS antara lain curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu udara, kelembapan udara,
radiasi matahari, kadar air tanah, evaporasi, dan suhu tanah. Suatu pos agroklimat otomatis
ini terdiri atas 3 bagian, yaitu peralatan pengukuran, peralatan perekam dan pengolahan data
serta peralatan penunjang. Peralatan pengukuran terdiri atas sensor untuk curah hujan, arah
dan kecepatan angin, suhu udara, kelembapan udara, radiasi matahari, suhu tanah, kadar air
tanah/soil moisture, dan evaporasi (penguapan) untuk panci penguapan klas A. Peralatan
perekam dan pengolahan data berupa data logger. Peralatan penunjang berupa power supply,
modem, pagar, tiang utama AAWS 13 meter, box panel, dan penangkal petir (Khairullah,
2014).
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data observasi dari AAWS Stasiun
Klimatologi Sicincin, Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, Stasiun Meteorologi Banyuwangi, dan
Stasiun Meteorologi Kediri/Mataram. Sebagai data pembanding digunakan data pengamatan synop
dari stasiun yang bersangkutan dan diunduh dari 172.19.2.83/db/. Lokasi stasiun dan panjang data

ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nama stasiun pengamatan, lokasi, dan panjang data
Kode Stasiun
Latitude
Longitude

Panjang data

Stasiun Meteorologi/Klimatologi
Sicincin
Dramaga
96167
96753
0.5667 LS
6.5 LS
101.433 BT
106.75 BT
5-7-2013
s.d.
21-9-2014

11-11-2013 (I)
s.d.
dan
31-10-2014
7/10/2014
s.d.
15/12/2014 (II)

Banyuwangi
96987
8.2167 LS
114.383 BT

Kediri
97242
8.65 LS
116.15 BT

21-9-2014
s.d.

16-12-2014

23/9/2014
s.d.
15-12-2014

Skala waktu pencatatan antara AAWS dan pengamatan synop berbeda. Pencatatan data
AAWS setiap 10 menit, kecuali untuk data AAWS Stasiun Sicincin tanggal 5-7-2013 s.d. 11-11-2013
yang pencatatannya setiap 5 menit. Data pengamatan synop merupakan data observasi yang
63

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

BMKG

dilaporkan oleh sejumlah UPT (Unit Pelaksana Teknis) BMKG daerah menggunakan CMSS
(Computerized Message Switching System) dan GTS (Global Telecommunication System). Pengamatan
observasi yang dilakukan secara rutin di seluruh UPT BMKG daerah dilaporkan ke Pusat Database
BMKG dan dunia internasional (WMO) setiap tiga jam yang telah ditentukan yaitu jam 00, 03, 06,
09, 12, 15, 18, 21 UTC dalam format synoptik yang merupakan standar internasional sesuai Manual

On Codes WMO tentang Penyandian Synop dan Peraturan KBMG No. SK.38/KT.104/KB/BMG2006 tentang Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pengamatan, Penyandian, Pelaporan dan Pengarsipan
Data Meteorologi Permukaan. Data synop yang tersedia adalah data 3 jam-an, yaitu pada jam 0, 3, 6,
9, dan 12 UTC di Stasiun Kediri; 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 UTC di Stasiun Sicincin dan Darmaga; dan 0,
3, 6, 9, 12, 15, dan 18 UTC di Stasiun Banyuwangi. Data synop curah hujan per tiga jam tersebut
merupakan curah hujan akumulasi. Karena itu, data curah hujan AAWS diakumulasikan dalam
jangka waktu antara dua selang waktu pencatatan synop. Perlu diperhatikan bahwa pencatatan
AAWS untuk paremeter curah hujan berbeda-beda, misalnya pada data Sicincin II dan Kediri curah
hujan yang tercatat per 10 menit merupakan curah hujan akumulasi sedangkan pada data Dramaga
dan Banyuwangi merupakan pencatatan sesaat pada waktu yang bersangkutan. Khusus data curah
hujan Sicincin I terdapat curah hujan akumulasi 5 per menit, 10 menit, 1 jam, dan 1 hari, dan yang
digunakan dalam analisis adalah akumulasi hujan tiap 1 jam untuk kemudian diakumulasikan lagi ke
dalam curah hujan 3 jam-an. Data temperatur dan kelembapan udara dari AAWS diambil untuk jamjam yang bersesuaian dengan data synop.
Data pengukuran otomatis 10 menit-an (5 menit-an untuk Stasiun Sicincin I) diperiksa
kontinyuitasnya berdasarkan keteraturan waktu pencatatan dan ada/tidaknya data kosong pada
waktu tersebut. Diperiksa juga apakah ada nilai yang berada di luar range pengukuran instrumen
menurut Struktur Database AWS/ARG/AAWS yang ditentukan melalui Pusat Database BMKG,
yaitu 0-500 mm untuk curah hujan, 15-40 C untuk temperatur, dan 0-100% dan kelembaban relatif.
Seluruh series data 3 jam-an per stasiun, baik pencatatan AAWS maupun pencatatan synop,
disusun kemudian dicek apakah ada nilai-nilai yang diduga terjadi kesalahan pencatatan, seperti nilai
curah hujan >200 mm, temperatur 0 C, dan kelembaban relatif >100%. Nilai-nilai tersebut tidak
disertakan dalam analisis lebih lanjut. Parameter temperatur dan kelembapan udara dari data Stasiun
Darmaga tidak dianalisis karena pencatatan AAWS menunjukkan angka 0 (nol) sejak tanggal 21
September 2014 4.40 UTC. Selain itu, bila salah satu di antara data AAWS dan CMSS kosong pada
waktu yang bersesuaian, keduanya juga tidak akan dianalisis lebih lanjut.
Langkah selanjutnya adalah menghitung selisih antara hasil pengukuran AAWS dan pencatatan
CMSS (atau error) pada waktu-waktu yang bersesuaian:
(1)
dengan Xaaws adalah nilai pengukuran suatu parameter meteorologi dari AAWS sedangkan Xcmss
adalah nilai dari pencatatan synop. Nilai error ini kemudian dibandingkan apakah memenuhi kriteria
yang ditentukan WMO dalam Guide to Meteorological Instrument and Methods of Observation (WMO, 2008).
Dengan menganggap ‘true value’ dalam panduan WMO (2008) adalah hasil pencatatan synop dan bias
adalah perbedaan antara nilai pengukuran AAWS terhadap true value tersebut, maka batas toleransi
perbedaan antara pengukuran AAWS dan synop untuk masing-masing parameter adalah
sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas toleransi perbedaan antara pengukuran AAWS dan pencatatan synop
Parameter
Curah hujan
Temperatur
Kelembapan relatif

Batas toleransi ideal
(required uncertainty)
0.1 mm untuk curah hujan ≤ 5 mm; 2% untuk
yang > 5 mm
0.1 K
1%

Batas toleransi yang diperbolehkan
(achieved uncertainty)
mana yang lebih besar di antara 5%
atau 0.1 mm
0.2 K
3%

Untuk mengetahui rata-rata perbedaan antara hasil pengukuran AAWS dan pencatatan synop
dihitung mean error sebagai berikut:
(2)
64

BMKG

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

(3)
Seberapa dekat nilai pengukuran AAWS terhadap nilai pencatatan CMSS bisa dilihat dari koefisien
korelasi antara keduanya:
(4)

Secara visual, korelasi antara pengukuran AAWS dan pencatatan CMSS bisa dilihat pada scatter plot,
yaitu seberapa dekat nilai-nilai kedua pengukuran terhadap garis lurus yang menunjukkan
pengukuran menggunakan AAWS sama dengan pencatatan CMSS.
Nilai ME digunakan untuk mengoreksi error, yaitu mengurangkan ME dari nilai pengukuran
AAWS. Apakah nilai yang sudah dikoreksi ini memperbaiki akurasi akan dicek dengan melihat
kembali nilai RMSE dan koefisien korelasi.
Dalam analisis akan dihitung juga confidence limit dari rata-rata perbedaan pengukuran AAWS
dan pencatatan CMSS. Confidence limit (CL) diperoleh dari:
(5)
dengan s adalah standard deviasi, n banyaknya data,  tingkat signifikansi (atau 1 – confidence level), dan
adalah t-score dengan derajat kebebasan n-1 dan probabilitas kumulatif
.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Data Stasiun Dramaga
Dalam rentang waktu pengumpulan data mulai 21 September 2014 02.20 UTC hingga 31
Oktober 2014 11.00 UTC, tidak terdapat nilai curah hujan pencatatan otomatis yang di luar rentang
pengukuran instrumen dan 93.1% data tercatat berturut-turut tepat 10 menit. Analisis selanjutnya
adalah analisis data per 3 jam-an sesuai data manual.
Gambar 1 menunjukkan distribusi curah hujan 3 jam-an dan terlihat bahwa sebagian besar
mengumpul pada nilai sekitar 0 mm, baik untuk pencatatan otomatis maupun manual. Sebanyak 88%
data curah hujan berdasarkan pencatatan manual bernilai 0 mm, sedangkan berdasarkan pengukuran
otomatis sebanyak 35%. Nilai rata-rata curah hujan hasil pencatatan otomatis lebih tinggi dari hasil
pencatatan manual, yaitu 2.2 mm untuk pencatatan otomatis dan 1.4 mm untuk pencatatan manual.
Demikian juga dengan median, yaitu 0.5 mm untuk pencatatan otomatis dan 0 mm untuk yang
manual.

Gambar 1. Distribusi data curah hujan akumulasi 3 jam-an berdasarkan pengukuran otomatis
dan manual. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
Analisa Data Stasiun Sicincin
Pengukuran parameter meteorogi secara otomatis di Stasiun Sicincin awalnya setiap 5 menit.
Dari data periode 4 Juli 2013 10.05 UTC hingga 11 November 2013 00 00.00 UTC, tidak terdapat
nilai di luar range instrumen untuk parameter curah hujan dan temperatur. Untuk parameter
kelembapan relatif 0.7% data berada di luar range instrumen, yaitu bernilai >100%. Dalam periode
65

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

BMKG

waktu yang telah disebutkan di atas, hanya 59% data dari masing-masing parameter telah tercatat
berturut-turut tepat setiap 5 menit. Selanjutnya set data pada periode ini disebut data periode I.
Data parameter meteorologi menurut pengukuran otomatis periode 7 Oktober 2014 09:10
UTC hingga 15 Desember 2014 07:10 UTC tercatat setiap 10 menit. Dalam periode tersebut tidak
ada nilai yang berada di luar range pengukuran instrumen dan 94.7% data dari masing-masing
parameter telah tercatat berturut-turut setiap tepat 10 menit. Selanjutnya set data pada periode ini
disebut data periode II. Analisis di bawah ini merupakan analisis untuk data yang telah disusun
menjadi data 3 jam-an.
Curah Hujan
Distribusi curah hujan pengukuran manual dan otomatis pada periode I diperlihatkan pada
Gambar 2. Sebagian besar nilai curah hujan berada di kisaran 0 mm, terutama data pengukuran
manual. Sebanyak 80% nilai curah hujan pengukuran manual bernilai 0 mm, sedangkan dari
pengukuran otomatis 66%. Bila dibandingkan karakteristik statistik antara pengukuran manual dan
otomatis, terlihat pola yang mirip. Kedua set data mempunyai nilai median yang sama, yaitu 0 mm.
Rata-rata curah hujan pengukuran otomatis lebih rendah daripada pengukuran yang manual, yaitu 1.6
mm untuk pengukuran otomatis dan 2.5 mm untuk yang manual. Interquartile Range pengukuran
otomatis sebesar 0.2 mm sedangkan pengukuran manual 0 mm.

Gambar 2. Distribusi data curah hujan akumulasi 3 jam-an berdasarkan pengukuran otomatis dan
manual di Stasiun Sicincin pada periode I. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
Temperatur
Pola distribusi temperatur dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Sicincin pada
periode I ditampilkan pada Gambar 3. Kedua data mempunyai sebaran nilai temperatur dan median
yang hampir sama. Nilai rata-rata temperatur pada pengukuran otomatis lebih tinggi daripada
mediannya, sedangkan pada pengukuran manual hampir sama. Rata-rata temperatur dari pengukuran
otomatis sedikit lebih tinggi dari pengukuran manual. Tidak ada nilai temperatur yang berada di luar
IQR pada masing-masing data pengukuran.

ar 3. Gambar 3. Distribusi temperatur dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Sicincin pada
periode I. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
66

BMKG

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

Kelembapan Relatif
Baik data kelembapan relatif 3 jam-an hasil pengukuran otomatis maupun manual di Stasiun
Sicincin pada periode I terdapat nilai di luar range pengukuran, yaitu >100%. Nilai yang demikian
sebanyak 0.6% untuk pengukuran otomatis dan 1.4% untuk pengukuran manual. Nilai-nilai yang
demikian diabaikan dalam analisis selanjutnya. Distribusi nilai kelembapan relatif di Stasiun Sicincin
pada periode I dari pengukuran otomatis mirip dengan distribusi nilai kelembapan relatif dari
pengukuran manual (Gambar 4). Nilai rata-rata kelembapan relatif hasil pengukuran otomatis tidak
jauh berbeda dengan nilai rata-rata dari pengukuran manual. Nilai rata-rata kelembapan relatif dari
masing-masing pengukuran lebih rendah dari nilai mediannya. IQR relatif tidak jauh berbeda antara
pengukuran otomatis dan manual.

Gambar 4. Distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun
Sicincin pada periode I. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
Analisa Data Stasiun Banyuwangi
Dalam rentang waktu pengukuran otomatis mulai 21 September 2014 2.20 UTC hingga 16
Desember 2014 4.50 UTC tidak terdapat nilai curah hujan dan kelembapan relatif yang berada di luar
range pengukuran instrument, hanya 0.1% data temperatur yang berada di luar range pengukuran
instrumen. Mengenai kontinyuitas data, 95.3% data dari masing-masing parameter telah tercatat
berturut-turut tepat 10 menit. Analisis selanjutnya adalah analisis data per 3 jam-an sesuai data
manual.
Curah Hujan
Gambar 5 menunjukkan box plot dari distribusi curah hujan pengukuran otomatis dan
manual, dan terlihat bahwa sebagian besar data pengukuran manual mengumpul di angka 0, baik nilai
mediannya, kuartil atas maupun bawah, sedangkan data hasil pengukuran otomatis tampak memiliki
sebaran yang lebih tinggi dengan kuartil ke-3 (Q3) sebesar 3.9 mm. Nilai rata-rata curah hujan hasil
pengukuran otomatis sedikit lebih tinggi dari hasil pengukuran manual, yaitu 2.5 mm untuk
pengukuran otomatis dan 0.4 mm untuk pengukuran manual. Namun, terlihat bahwa banyak nilai
curah hujan dari pengukuran otomatis yang tidak tercatat sesuai dengan pengukuran manual. Nilai
maksimum manual ada dua nilai curah hujan sebesar 32 mm namun pada pencatatan otomatis
tercatat 5.1 mm dan 0 mm. Sementara nilai maksimum dari pengukuran otomatis adalah 21.7 mm,
tercatat dalam pengukuran manual 0 mm.

Gambar 5. Distribusi nilai curah hujan dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun
Banyuwangi. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
67

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

BMKG

Temperatur
Gambar 6 menunjukkan boxplot dari distribusi temperatur dari pengukuran otomatis dan
manual, dan terlihat bahwa hasil pengukuran manual sedikit lebih tinggi dari hasil pengukuran
otomatis, rentang data pengukuran otomatis tampak lebih panjang dari pada rentang data untuk
pengukuran manual, pada pengukuran otomatis terdapat satu outlier bawah yaitu pada nilai 15.1 C
sementara pada pencatatan manual untuk waktu yang sama tercatat 20.4oC namun dengan IQR yang
sama.

Gambar 6. Distribusi nilai temperatur dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Banyuwangi.
Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
Kelembapan Relatif
Dalam data kelembapan relatif hasil pengukuran manual terdapat nilai yang berada di luar
range pengukuran, yaitu >100%, sebanyak 2 nilai. Nilai yang demikian tidak akan disertakan dalam
analisis selanjutnya. Gambar 7 menunjukkan boxplot dari distribusi nilai kelembapan relatif dari
pengukuran otomatis dan manual, dan terlihat bahwa hasil pengukuran otomatis sedikit lebih tinggi
dari hasil pengukuran manual walaupun nilai mediannya sudah hampir di kisaran yang sama, median
dari hasil pengukuran manual 79.2% sementara hasil pengukuran otomatis sebesar 83%. Rata-rata
dari pengukuran manual sebesar 76% sementara pengukuran otomatis sebesar 78.3%. Data
maksimum pada pengukuran manual adalah sebesar 100% sementara pada pengukuran otomatis
adalah 97.4%.

Gambar 7. Distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun
Banyuwangi. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
Analisa Data Stasiun Kediri
Dalam rentang waktu pengukuran otomatis mulai 23 September 2014 8.00 UTC hingga 15
Desember 2014 7.30 UTC tidak terdapat nilai curah hujan dan kelembapan relatif yang berada di luar
range pengukuran instrument, hanya 0.03% data temperatur yang berada di luar range pengukuran
instrumen. Berkaitan dengan kontinyuitas data, 84.6% data dari masing-masing parameter telah
tercatat berturut-turut tepat 10 menit. Analisis selanjutnya adalah analisis data per 3 jam-an sesuai
data manual.

68

BMKG

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

Curah Hujan
Pada Gambar 8 terlihat bahwa secara garis besar data curah hujan kumulatif 3 jam-an baik
hasil pengukuran manual maupun otomatis menunjukkan hal yang sama, yaitu data mayoritas
bernilai 0 mm. Dari hasil pencatatan manual selama data yang digunakan sebagai sampel ada
sebanyak 352 data atau 86.5% data bernilai 0 sementara hasil pencatatan otomatis mencatat ada 326
atau sebanyak 85.8% data bernilai 0. Data maksimum untuk data manual adalah 60 mm sementara di
pencatatan otomatis pada waktu yang sama tercatat 4.2 mm sementara nilai maksimum pada
pencatatan otomatis adalah 54 mm sementara manualnya 15 mm.

r 8.

Distribusi nilai curah hujan dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Kediri. Tanda bintang
menunjukkan nilai rata-rata.
Temperatur
Secara visual pada Gambar 9 terlihat bahwa secara garis besar data temperatur 3 jam-an
menunjukkan bahwa data hasil pengukuran manual memiliki sebaran yang lebih rendah daripada
hasil pengukuran otomatis.

Gambar 9. Distribusi nilai temperatur dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun Kediri.
Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
Kelembapan Relatif
Dalam data kelembapan relatif hasil pengukuran manual terdapat nilai yang berada di luar
range pengukuran, yaitu >100%, sebanyak 4 nilai. Nilai yang demikian tidak akan disertakan dalam
analisis selanjutnya. Dari boxplot dari distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis
dan manual (Gambar 10) tampak bahwa sebaran hasil pengukuran otomatis lebih relatif lebih
rendah daripada pengukuran manual.

Gambar 10. Distribusi nilai kelembapan relatif dari pengukuran otomatis dan manual di Stasiun
Kediri. Tanda bintang menunjukkan nilai rata-rata.
69

LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN PUSLITBANG 2014

BMKG

KESIMPULAN
Kekontinuan AAWS mencatat parameter bervariasi dari stasiun ke stasiun. Sebanyak 93% dari
data AAWS Stasiun Darmaga tercatat tepat waktu. AAWS Stasiun Sicincin kekontinuan semula 59%
karena adanya diskontinuitas yang lama antara bulan September hingga Oktober. Namun, pada data
yang lebih baru kekontinuan data sudah jauh lebih baik, meningkat menjadi 94.7%. Kekontinuan
AAWS Stasiun Banyuwangi 95.3% sedangkan di Stasiun Kediri 84.6%.
Kadangkala dalam data tercatat nilai-nilai yang di luar range pengukuran instrumen meskipun
persentasenya sangat kecil, yaitu 70%, kecuali di Stasiun
Banyuwangi yang hanya ~50%. Untuk parameter temperatur, persentase data yang memenuhi batas
toleransi perbedaan yang diperbolehkan antara pengukuran AAWS dan synop

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

7 83 104

Perbandingan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada Ibu-Ibu majelis ta'lim

0 22 126

Perbandingan Indeks Glikemik Dan Beban Glikemik Antara Bubur Ayam Instan Dan Tradisional

2 37 68

Aplikasi Data Mining Menggunakan Metode Decision Tree Untuk Pemantauan Distribusi Penjualan Sepeda Motor Di PD. Wijaya Abadi Bandung

27 142 115

Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Fluktuasi Harga Saham Menggunakan Metode Classification Dengan Teknik Decision Tree

20 110 145

Perancangan Dan Implementasi Algoritma Kompresi Lempel-ZIV-Welch Pada Weblog Berbasis PHP Dan Basis Data Mysql

9 99 1

Sistem Informasi Pengolahan Data Pertanian di Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan BP4K Kabupaten Sukabumi

10 84 1

Studi Perbandingan Sikap Sosial Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu

3 49 84